BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan penjelasan dari tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Isi dari tinjauan pustaka ini berupa penjelasan dasar-dasar teori fundamental dan rumus persamaan yang dapat mendukung penelitian ini maupun istilah-istilah ilmiah yang belum diketahui atau dipahami oleh pembaca, Selain itu juga terdapat penjelasan singkat terkait penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai acuan penulis dalam melakukan penelitian ini.
2.1 Energi
Energi adalah suatu usaha atau kegiatan yang dapat diukur dengan banyaknya waktu dan banyaknya usaha yang dilakukan. Energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi dapat dikatakan bahwa fleksibilitas energi itu sendiri memungkinkan energi untuk bergerak dan berubah bentuk, Oleh karena itu energi memiliki banyak bentuk seperti energi bunyi, energi listrik, energi panas, energi kimia, energi mekanik, energi potensial, dan lainnya. Satuan energi berdasarkan satuan internasional (SI) adalah joule, dilambangkan dengan J dan satuan energi lainnya adalah kWh, kalori, dan lain-lain. (Riani, 2008).
Kebutuhan harian akan membutuhkan energi, bentuk energi yang pada umumnya manusia gunakan, energi listrik. Energi listrik adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang akan membuahkan listrik, misalnya pada aktivitas-aktivitas harian seperti lemari es, kipas angin, lampu penerangan, dan lain-lain. Upaya penerapan penghematan energi dapat dilakukan dengan (ESDM, 2012) :
1. Sistem tata cahaya 2. Sistem tata udara 3. Proses produksi 4. Peralatan pendukung
5. Peralatan pemanfaatan energi utama
2.2 Manajemen Energi
Manajemen energi ialah suatu fungsi teknis dan manajemen untuk menangkap, menyelidiki, menganalisis, memantau, mengganti, dan mengontrol aliran energi dalam sistem energi sehingga energi dapat digunakan dengan efisiensi maksimum. Maksimum yang dapat diartikan adalah keuntungan yang dapat memenuhi persyaratan pertimbangan ekonomis dan teknis. Penggunaan energi secara ini layak dan efisien, dan bekerja secara ekonomis dengan energi selalu memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan daya saing produk yang dihasilkannya. Peralatan tertentu, seperti kompresor yang menggerakkan sistem refrigerasi (pendingin) dan AC, hanya meningkatkan efisiensi teknisnya sebesar 10% (efisiensi kompresor meningkat dari 80% menjadi 90%), dan biaya investasi meningkat 3 kali lipat. Dalam hal ini, memilih kompresor dengan efisiensi 80%
lebih masuk akal, meskipun biaya perawatan di masa depan akan sedikit lebih mahal daripada memilih kompresor dengan efisiensi 90%. Maka dari itu, efisiensi energi berkaitan dengan energi input (diperlukan) dan nilai tambah (output) yang dihasilkan.
Manajemen energi yang efektif akan memberi efek berantai yang menguntungkan perusahaan dan sejenisnya. Karena manajemen energi yang berhasil akan mengurangi biaya energi untuk pengoperasian fasilitas dan peralatan, mengurangi biaya produksi, serta mengurangi biaya pemeliharaan. Selain itu, mengurangi konsumsi energi juga berarti mengurangi dampak lingkungan dan emisi CO2. Pengelolaan energi yang terintegrasi dengan baik di seluruh aktivitas bisnis akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kinerja bisnis (Ghurri, 2016).
Manajemen energi mengacu pada Demand Side Management (DSM),Yang dimaksud dengan DSM adalah pelaksanaan, pemantauan, dan perencanaan kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha untuk memengaruhi pola konsumsi pelanggan listrik mengenai dan kapan menggunakannya dengan fokus untuk tidak merugikan produsen dan tentunya konsumen. Akan lebih umum apabila, DSM dapat diidentifikasi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut (Kumara, 2014) :
1. Energy Reduction Programmes, Langkah ini merangkap survei, pemeliharaan preventif, pengukuran dan pencatatan pembayaran, pengadaan energi, dan audit energi pelatihan dan kesadaran di bidang pendidikan, manajemen investasi modal dan perekrutan konsultan energi.
2. Load Management Programmes, Program ini difokuskan untuk beban yang dikelola, dimana meliputi perataan beban (shapping), pengendalian beban, insentif atau penalti tarif.
3. Load Growth and Conservation Programmes, Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan beban yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pelanggan dengan memperhatikan aspek lingkungan (hemat energi) dan di sisi lain untuk mencapai peningkatan penjualan energi.
Adapun tujuan akhir dari penerapan DSM adalah :
1. Cost Reduction, Upaya Perencanaan Sumber Daya Terintegrasi dengan tujuan mengurangi total biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan energi.
2. Environmental and Social Improvement, Tujuan DSM adalah efisiensi energi, dengan efisiensi energi, hal ini akan berdampak pada pengurangan jumlah energi yang dikonsumsi, pengurangan jumlah energi yang dikonsumsi akan mengurangi daya keluaran, pengurangan daya akan mengurangi penggunaan sumber daya untuk keperluan energi, yang akan memiliki dampak berdampak pada pengurangan asap knalpot, Sedangkan nilai tambah bagi perusahaan berupa citra positif (public imaging).
3. Reliability and Network Issues, Dengan pengurangan beban ke dalam jaringan listrik akan menyebabkan kehandalan sistem dalam jangka pendek dan mencegah kebutuhan network augmentation dalam jangka panjang (Kumara, 2014).
2.3 Efisiensi Energi
Manajemen energi memiliki istilah lain akan tetapi sebenarnya berbeda dan sering tumpang tindih adalah efisiensi energi, hemat energi, dan hemat energi.
Istilah efisiensi energi adalah istilah kunci untuk manajemen energi, penghematan energi dan pengurangan konsumsi. semua kegiatan dan kebijakan difokuskan pada efisiensi energi. Efisiensi energi didefinisikan sebagai rasio antara keluaran yang berguna dan jumlah masukan energi yang digunakan untuk menghasilkan manfaat tersebut, Contoh keluaran yang berguna antara lain kilogram produk (sehingga efisiensi energi menjadi kilogram/satuan energi, seperti kilogram/kW), dan manfaat ekonomi dalam rupiah (sehingga efisiensi energi adalah Rp/kW). Definisi tersebut lebih fleksibel dan dapat diterapkan pada berbagai industri. Penghasilan bersih di sini dapat mencakup pertumbuhan ekonomi, kehidupan yang lebih nyaman, dan resiko kesehatan dan dampak lingkungannya.
Definisi efisiensi energi di atas memberikan lebih banyak informasi, tetapi tidak memberikan informasi yang diperlukan. Misalnya, efisiensi energi yang dinyatakan sebagai rasio pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah terhadap konsumsi energi total memang memberikan informasi penting, tetapi tidak menggambarkan efisiensi operasi kegiatan ekonomi sama sekali. Oleh karena itu, untuk sub-sektor ekonomi dan industri yang lebih rinci, lebih cocok dengan penggunaan indikator efisiensi energi bernama intensitas energi (IE), didefinisikan sebagai jumlah konsumsi energi per satuan nilai tambah yang dihasilkan, dituliskan dalam Persamaan 2.1 sebagai berikut :
IE =Konsumsi Energi Sektoral
Nilai Tambah Output (2.1)
Contoh satuan intensitas energi adalah jumlah konsumsi listrik per satuan luas gedung (kWh/m2), jumlah konsumsi energi per kendaraan pertahun (J/kendaraan tahun), dan sebagainya (Ghurri, 2016).
2.3.1 Kuadran Efisiensi Energi
Gambaran yang akan diberikan kepada pelaku manajer energi atau penanggung jawab manajemen energi untuk meningkatkan efisiensi energi. Sebuah pedoman berisi tentang kuadran keputusan tentang perbaikan efisiensi energi dapat memudahkan pelaku usaha manajemen energi dan dapat memudahkan dalam mengklasifikasikan permasalahan tersebut. Dari Gambar 2.1 Kuadran Efisiensi Energi di bawah ini dapat menjelaskan perbedaan antara efisiensi energi, konservasi energi dan penghematan energi, sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kuadran Efisiensi Energi (Ghurri, 2016)
Setiap kegiatan atau proses dikatakan meningkatkan efisiensi energi jika menghasilkan peningkatan manfaat bersih per unit energi yang digunakan, dinyatakan dalam kuadran A dan B. Peningkatan efisiensi energi adalah peningkatan manfaat bersih per unit energi yang digunakan, terlepas dari apakah total konsumsi energi telah meningkat atau menurun. Meningkatkan efisiensi energi dengan demikian dapat dicapai dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
1. Meningkatkan penggunaan energi akan mengakibatkan peningkatan pendapatan per unit penggunaan energi. Misalnya, memasang AC untuk mendapatkan ruangan yang lebih nyaman.
2. Mengurangi penggunaan energi akan meningkatkan pendapatan per unit penggunaan energi. Misalnya, isolator dipasang di oven untuk mencegah pembuangan panas, sehingga mengurangi kehilangan panas ke lingkungan, sehingga mengurangi penggunaan panas.
Peningkatan efisiensi energi tidak selalu menghasilkan penghematan energi, karena seperti yang ditunjukkan pada kuadran A dan B, hanya kuadran A yang menghasilkan penghematan energi. Kuadran A dan B adalah alasan perbedaan antara istilah efisiensi energi dan penghematan energi. Sementara itu, konsep hemat energi adalah semua kegiatan dan proses yang mengarah pada pengurangan
konsumsi/penggunaan energi, yang diwakili oleh kuadran A dan C. Jika penghematan energi yang dicapai menghasilkan peningkatan energi bersih, penghematan energi dapat meningkatkan efisiensi energi. Pendapatan per unit konsumsi energi (kuadran A). Namun terkadang penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya efisiensi energi. Konsumsi energi memang berkurang, tetapi tingkat produksi atau layanan juga berkurang secara signifikan (Kuadran C).
Kuadran D merupakan area yang perlu dihindari. Maka secara ringkas dapat disimpulkan bahwa pada kedudukan yang ditunjukkan oleh kuadran A dan B adalah efisiensi energi kemudian pada kedudukan yang ditunjukkan oleh kuadran A dan C adalah konservasi enrgi dan yang terakhir kedudukan yang ditunjukkan oleh kuadran A adalah penghematan energi. Dapat dikatakan apabila penghematan energi adalah bagian dari kombinasi tumpang tindih atau irisan yang dari efisiensi energi dan konservasi energi, secara visualisasi digambarkan oleh Gambar 2.2 sebagai berikut :
Gambar 2.2 Irisan Antara Konservasi & Efisiensi Energi Menghasilkan Penghematan Energi (Ghurri, 2016)
Pemahaman ketiga istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam merumuskan kebijakan energi, khususnya yang berkaitan dengan tujuan program manajemen energi, keputusan tersebut mencakup peningkatan efisiensi energi, konservasi atau penghematan energi. Semua kegiatan yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut merupakan bagian dari manajemen energi (Ghurri, 2016).
2.4 Intensitas Konsumsi Energi
Intensitas konsumsi energi atau disingkat (IKE) adalah salah satu parameter untuk suatu gedung atau bangunan yang dapat dikatakan hemat energi atau tidak hemat energi. IKE juga merupakan rasio konsumsi energi terhadap satuan luas bangunan dalam jangka waktu tertentu. Satuan IKE adalah kWh/m2/bulan atau kWh/m2/tahun. IKE dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.2 berikut (Septian dkk, 2013) :
IKE =Konsumsi Energi (kWh)
Luas ruangan (m2) (2.2)
Nilai IKE dalam digunakan sebagai nilai acuan untuk mengetahui potensi efisiensi energi yang mungkin diterapkan pada suatu bangunan. Nilai acuan IKE berdasarkan rujukan nilai standar pada Bangunan/Gedung berdasarkan aktivitas dari ASEAN USAID tahun 1987 untuk bangunan ber-AC ditunjukkan pada Tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Standar Intensitas Konsumsi Energi (IKE) pada Jenis Gedung No. Klasifikasi Gedung IKE (kWh/m2/tahun)
1 2 3 4
Perusahaan (Komersial) Hotel/Apartemen Pusat Perbelanjaan Rumah Sakit
240 300 330 380
*) Marzuki dan Rusman, 2012
selain itu, hal lain mengenai IKE untuk ragam bangunan tertentu disebutkan pada sumber lain dan dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Standar Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
No. Tipe Gedung IKE (kWh/m2/tahun)
1 Gudang 195
2 Sekolah 195
3 Toko 195
4 Kantor 195
5 Pabrik 222
6 Hotel 361
*) Vale, 1991
Beberapa istilah yang dapat digunakan dalam perhitungan Intensitas Konsumsi Energi listrik suatu bangunan, yaitu :
a. Intensitas Konsumsi Energi per satuan luas ruang dari gedung yang disewakan (net product)
b. Intensitas Konsumsi Energi listrik per satuan luas total gedung yang dikondisikan (netto)
Adapun sebagai nilai standar Intensitas Konsumsi Energi telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2004 untuk bangunan di Indonesia yang disajikan dan dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Standar Intensitas Konsumsi Energi No. Kriteria Ruang AC (kWh/m2
per bulan)
Ruang Non AC (kWh/m2 per bulan)
1 Sangat Efisien 4,17 – 7,92 0,84 – 1,67
2 Efisien 7,92 – 12,08 1,67 – 2,5
3 Cukup Efisien 12,08 – 14,58 -
4 Agak Boros 14,58 – 19,17 -
5 Boros 19,17 – 23,75 2,5 – 3,34
6 Sangat Boros 23,75 – 37,75 3,34 – 4,17
*) Septian, 2013
Tarif adalah sebuah tarif pelanggan energi listrik yang telah diatur oleh pemerintah Indonesia melalui peraturan menter Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2016 yang disediakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), dimana mengatur tentang jumlah kebutuhan, golongan, dan jumlah pembayaran berdasarkan besar penggunaan kapasitas energi listrik yang digunakan. Besarnya kapasitas daya yang dapat digunakan untuk bagian-bagian sektor tertentu sudah diatur jelas guna memudahkan pelaku usaha maupun instasi-instansi yang memang membutuhkan (ESDM, 2016).
2.5 Konservasi Energi Sistem Pencahayaan
Standarisasi pencahayaan gedung bertujuan untuk mendapatkan pencahayaan terbaik agar energi dapat digunakan lebih efisien tanpa mengubah atau mengurangi
fungsi bangunan, produktivitas dan kenyamanan penghuninya, Oleh karena itu pencahayaan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan visual yang dibutuhkan.
Manfaatkan sepenuhnya sinar matahari saat merancang dan membuat sistem pencahayaan sehingga konsumsi daya dari pencahayaan itu sendiri dapat diminimalkan. Aspek-aspek pada sistem pencahayaan yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Pemakaian sumber
2. Pembatasan cahaya dalam tempat tertentu 3. Sumber pemakaian
4. Fokus cahaya yang diperlukan dan ditempatkan secara spesifik.
Konsumsi listrik untuk sistem pencahayaan dinyatakan pada Persamaan 2.3 sebagai berikut (Marzuki dan Rusman, 2016) :
Konsumsi listrik = daya lampu (W) × durasi pemakaian (hours) (2.3) Sistem pencahayaan pada bangunan sangat dipengaruhi oleh renderasi cahaya, termasuk kualitas dan pewarnaan warna cahaya tersebut. Warna cahaya lampu dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Kelompok 1 (< 3.300 K) yaitu warna putih kekuning-kuningan (warm- white).
2. Kelompok 2 (3.300 K – 5.300 K) yaitu warna putih netral (cool-white).
3. Kelompok 3 (5.300 K) yaitu warna putih (daylight).
Oleh karena itu, pemilihan warna lampu tergantung dari besar luminasi pencahayaan yang akan dibutuhkan. Semakin tinggi tingkat pencahayaan yang dibutuhkan maka jenis lampu yang digunakan adalah model kelompok 3 day light.
Sementara itu, semakin rendah tingkat luminan cahaya yang dibutuhkan, jenis bohlam yang selanjutnya akan digunakan ialah kelompok 1 warm-white (SNI, 2000).
Lampu akan memiliki efek berbeda pada objek terutama pada objek yang memiliki renderasi warna yang cukup beragam dan warna monokrom, Dapat dikelompokkan pada beberapa lampu berdasarkan renderasi warna yang dihasilkan.
Renderasi warna dapat dinyatakan dengan Ra indeks sebagai berikut (SNI-6197, 2000) :
1. Renderasi warna (Ra indeks) 80 – 100% merupakan efek warna kelompok 1.
2. Renderasi warna (Ra indeks) 60 – 80% merupakan efek warna kelompok 2.
3. Renderasi warna (Ra indeks) 40-60% merupakan efek warna kelompok 3.
4. Renderasi warna (Ra indeks) <40% merupakan efek warna kelompok 4.
Adapun untuk nilai yang direkomendasikan untuk Tingkat pencahayaan rata- rata, renderasi dan temperatur warna telah diatur oleh Badan Standarisasi Nasional tahun 2000 melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-6197-2000 yang disajikan dan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut (Badan Standarisasi Nasional, 2000) :
Tabel 2.4 Tingkat Pencahayaan oleh SNI Ruang Lux
Kelompok Renderasi Warna
Warna Cahaya Lampu
Warm white Cool white Daylight
Ruang Perkantoran
Ruang Direktur 350 1 atau 2
Ruang Kerja 350 1 atau 2
Ruang Komputer 350 1 atau 2
Ruang Rapat 300 1
Ruang Gambar 750 1 atau 2
Gedung Arsip 150 1 atau 2
Ruang Arsip Aktif 300 1 atau 2
Lembaga Pendidikan
Ruang Kelas 250 1 atau 2
Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboraturium 500 1
Ruang Gambar 750 1
Kantin 200 1
*) SNI, 2000
Besar nilai intensitas pencahayaan dapat diperoleh secara teoretis dengan persamaan yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.4 sebagai berikut (Parera dkk, 2018) :
E =
(F×UF×LLF)×NA (2.4)
selanjutnya, pemilihan lampu juga perlu diperhatikan untuk pencahayaan. Berikut
penjelasan mengenai beberapa jenis lampu dibawah berikut (Badan Standarisasi Nasional, 2000) :
1. Lampu LED
Lampu LED menyala saat dihidupkan, Panas yang dihasilkan oleh cahaya yang dipancarkan tidak berlebihan seperti lampu pijar, sehingga lampu LED terasa lebih sejuk. Jenis lampu ini mengandung paling hemat energi dari semua jenis lampu lainnya.
2. Lampu Fluorescent (TL)
Lampu TL dapat disebut lampu neon, Cahaya yang dipancarkan oleh lampu ini membutakan sekilas pada penglihatan dan membuatnya kurang cocok untuk penerangan rumah.
3. Lampu Pijar
Lampu jenis pijar disebut dengan lampu incandecent, Lampu pertama ditemukan oleh Thomas Alva Edison. Lampu ini bergantung pada panas, yang berarti lebih cepat mati dan tidak dapat digunakan lagi. Warna lampu pijar adalah kuning..
4. Lampu HID
Pancaran yang sangat terang dihasilkan oleh lampu HID dengan daya tahan hingga 20.000 jam. Radiasi UV yang dipancarkan oleh lampu jenis ini cukup besar sehingga diperlukan filter sebagai filter radiasi. Pada umumnya digunakan ada area yang luas dan megah.
2.5.1Pengukuran Intensitas Cahaya Pada Tempat Kerja
Dalam menentukan besar intensitas pencahayaan pada suatu ruangan atau tempat kerja pengukuran intensitas penerangan pada umumnya memakai alat luxmeter yang hasilnya dapat langsung dibaca dengan satuan yaitu Lux. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum skala. Lux meter digital, energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor, umumnya ruangan yang diambil sampel data pencahayaan dilakukan dengan alat lux meter dengan jarak dari lantai setinggi 1 meter. Adapun refrensi yang dapat digunakan yang telah diatur oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk menentukan titik-
titik untuk mengambil data pada suatu ruangan ditunjukkan pada Gambar 2.3 sebagai berikut (Badan Standardisasi Nasional, 2004) :
Gambar 2.3 Penentuan Titik Pengukuran Dengan Luas Kurang dari 10 m2 (Badan Standardisasi Nasional, 2004)
Dari Gambar 2.3 Penentuan Titik Pengukuran Dengan Luas Kurang dari 10 m2 menunjukkan contoh denah ruangan umum yang luasnya kurang dari 10 m2 dengan pembagian titik-titik pengambilan data sejumlah 8 titik dalam satu ruangan untuk memberikan gambaran intensitas cahaya pada ruangan dengan besar luas tersebut.
Ruangan yang memiliki luas lebih dari 100 m2 adapun pembagian titik-titik pengambilan sampel data pencahayaan yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4 sebagai berikut (Badan Standardisasi Nasional, 2004) :
Gambar 2.4 Penentuan Titik Pengukuran Dengan Luas lebih dari 100 m2 (Badan Standardisasi Nasional, 2004)
Adapun pada Gambar 2.4 Penentuan Titik Pengukuran Dengan Luas lebih dari 100 m2 ditunjukkan bentuk denah pengambilan titik-titik intensitas pencahayaan dimana pada denah tersebut dibagi menjadi 12 titik pengukuran yang
selanjutnya akan menggambarkan intensitas pencahayaan pada ruangan, selanjutnya pengukuran intensitas pencahayaan adapun salah satu cara untuk menentukan titik pengambilan data yaitu pada ruangan yang memiliki meja sebagai media untuk melakukan pekerjaan dijadikan titik pengambilan data sampel intensitas cahaya, pada Gambar 2.5 dibawah ini adalah contoh denah pengambilan data sebagai berikut (Badan Standardisasi Nasional, 2004) :
Gambar 2.5 Penentuan Titik Pengukuran Dengan Parameter Meja Kerja (Badan Standardisasi Nasional, 2004)
2.6 Konservasi Energi Sistem Tata Udara
Sistem pendingin udara merupakan sistem yang melakukan pekerjaan secara keseluruhan dengan cara mengontrol panas, distribusi panas dan kualitas udara, sehingga dapat mengontrol kondisi termal (temperatur, kelembaban relatif), sehingga ruangan memiliki kondisi yang nyaman, segar dan bersih. Tujuan dari sistem pengondisian udara juga untuk mengetahui efisiensi konsumsi energi peralatan pendingin udara dan untuk mengetahui kelembaban dan suhu dalam ruangan salah satu penyejuk udara yang sering ditemui yaitu Air Conditioner (AC) (Badan Standarisasi Nasional, 2011).
AC menjadi sebuah instrumen yang sangat dibutuhkan untuk ruangan jenis perkantoran atau ruang kerja jenis apapun Sebelum itu, perlu diketahui faktor-faktor
yang dapat dijadikan bahan pertimbangan agar kebutuhan PK AC pada suatu ruangan dapat ditentukan, diantaranya daya listrik yang digunakan (W), kapasitas pendingin (BTU/jam), dan PK kompresor AC. PK (Paard Kracht) merupakan satuan daya pada kompresor AC. Kebutuhan AC pada suatu ruangan dapat ditentukan dengan Persamaan 2.5 berikut :
Kebutuhan AC = Luas Ruangan × Koefisien per m2 (2.5) dimana, nilai koefisien per m2 adalah 500 BTU/jam (Azmi, 2014). Mengenai kriteria kenyamanan, kenyamanan termal seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Temperatur
Untuk daerah tropis, daerah kenyamanan termal dapat dibagi menjadi
a. Temperatur optimal baik yang berkisar antara 20,5ºC – 22,8ºC dapat dikatakan sejuk nyaman.
b. Temperatur optimal baik yang berkisar antara 22,8ºC – 25,8ºC dapat dikatakan nyaman optimal.
c. Temperatur optimal baik yang berkisar antara 25,8ºC - 27,1ºC dapat dikatakan hangat nyaman.
2. Kelembaban
Daerah dengan iklim tropis dianjurkan dengan rentan nilai antara 40% - 50%, namun kelembaban udara yang berkisar antara 55% - 60% dapat disarankan untuk ruangan yang padat dengan kegiatan yang membutuhkan tenaga manusia.
3. Pergerakan Udara (Kecepatan Udara)
Kecepatan udara alangkah baiknya tidak lebih dari nilai 0,25 m/s untuk tersentuh diatas kepala dan alangkah lebih baik agar mengatur kondisi nyaman yang dianjurkan yaitu lebih kecil dari 0,15 m/s (Badan Standarisasi Nasional, 2011).
Pada sistem tata udara terdapat beban pendinginan eksternal dan beban pendinginan internal, beban pendinginan eksternal terdiri dari kaca, lantai, dinding, pintu, dan atap. Saat menghitung beban pendinginan, terdapat koefisien perpindahan panas (U) yang dapat diketahui dari nilai konduktivitas termal
material. Perhitungan beban pendinginan eksternal dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Ridhuan dan Rifai, 2017) :
a. Jendela
Qkaca = Ukaca× Akaca× ∆T (2.6) b. Lantai
Qlantai = Ulantai× Alantai× ∆T (2.7) c. Dinding
Qdinding = Udinding× Adinding× ∆T (2.8) d. Atap
Qatap = Uatap× Aatap× ∆T (2.9)
e. Pintu
Qpintu = Upintu× Apintu× ∆T (2.10) Adapun dengan persamaan diatas, maka didapatkan total besar beban pendinginan luar dengan persamaan berikut :
Qtotal pendinginan luar = Qdinding+ Qkaca+ Qatap+ Qlantai+ Qpintu (2.11) Selanjutnya, untuk beban pendinginan dalam terdiri dari beban kalor kalor peralatan, kalor lampu, dan kalor orang dalam ruangan tersebut. Berikut adalah persamaan untuk beban pendinginan dalam.
a. Orang
Qorang = Z × N0× CLFP (2.12) b. Lampu
Qlampu = Daya lampu × Jumlah lampu (2.13) c. Peralatan
Qperalatan = Daya peralatan 1 + ⋯ + Daya peralatan n (2.14)
Dari persamaan diatas, maka didapatkan total besar beban pendinginan dalam dengan persamaan berikut :
Qtotal pendinginan dalam = Qlampu+ Qorang+ Qperalatan (2.15) Selanjutnya, untuk beban pendingin yang disebabkan oleh infiltrasi udara yang masuk kedalam ruangan akan disajikan dengan persamaan berikut (Pita, 2002) :
Qinfiltrasi = 1,1 × CFM × TC (2.16) Untuk mendapatkan beban pendinginan total, maka digunakan persamaan berikut:
Qtotal = Qtotal pendinginan luar+ Qtotal pendinginan dalam+ Qinfiltrasi (2.17) Adapun ketetapan kapasitas AC yang dapat ditentukan dengan beban pendingin disajikan pada Tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Ketetapan Kapasitas AC
Kapasitas AC (PK) Setara dengan (BTU/jam)
½ 5000-6000
¾ 7000-8000
1 9000-11000
1,5 12000-17000
2 18000-23000
2,5 24000-26000
3 27000-44000
5 45000
*) Azmi, 2014
2.7 Peluang Penghematan Energi
kegiatan penghitungan intensitas konsumsi energi standar dibandingkan dengan intensitas konsumsi energi. Apabila intensitas konsumsi energi yang diperoleh dari hasil penghitungan lebih kecil dari intensitas konsumsi energi standar maka kegiatan penilaian kebutuhan energi dapat dihentikan, dan jika dilanjutkan maka intensitas konsumsi energi yang diperoleh akan lebih rendah. Sebaliknya, jika intensitas konsumsi energi pada hasil perhitungan lebih besar dari intensitas
konsumsi energi standar, maka pengkajian permintaan konsumsi energi dapat dilanjutkan untuk mendapatkan efek penghematan energi, Sehingga analisis peluang hemat energi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Septian dkk, 2013) :
1. Konsumsi energi dapat diminimalkan dengan mengurangi konsumsi daya dan waktu kerja.
2. Sumber energi yang lebih murah . 3. Melakukan perawatan peralatan.
Rencana Penghematan Energi dapat ditentukan berdasarkan hasil identifikasi potensi penghematan energi didalam audit energi. Rencana Penghematan Energi tersebut tentu mempertimbangkan faktor yang diantaranya adalah tingkat kelayakan secara teknis dan ekonomis dari pelaksanaan rencana tersebut, ketersediaan dana dan waktu, dan komitmen dari pihak manajemen dan/atau instansi setempat, selanjutnya, jika Rencana Peluang Penghematan Energi dapat ditentukan maka Target Penghematan Energi dapat dihitung dan pencapaiannya dapat direncanakan secara bertahap (Berchmans dkk, 2012).
Besarnya penghematan energi yang aktual dapat ditentukan dengan menghitung perbedaan konsumsi energi rata-rata dalam satu periode dari gedung sebelum dan setelah implementasi penghematan energi. Namun demikian dalam tahap awal, secara umum potensi penghematan energi dapat dihitung dengan melihat perbedaan intensitas energi tersebut dengan standar yang berlaku. Dengan mengetahui selisih kedua nilai tersebut, potensi penghematan yang dapat dicapai dalam 6 bulan atau 1 tahun ke depan dapat dihitung (Berchmans dkk, 2012).
2.8 Penelitian Terdahulu
Adapun untuk penelitian terdahulu yang digunakan sebagai media pendukung dalam penelitian tugas akhir pada kali ini sebagai berikut:
No Nama dan
Tahun Publikasi Hasil
1 Illahi dkk, 2020 Metode: Metode yang digunakan ialah audit energi dengan menghitung IKE, mengukur
No Nama dan
Tahun Publikasi Hasil
intensitas pencahayaan, mengukur suhu dan kelembaban pada beberapa ruangan.
Hasil: Dari penelitian ini di dapatkan nilai IKE rata-rata pada gedung D dan E Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Garut yaitu 1,1 kWh/m2/bulan dan 2,54 kWh/m2/bulan. Peluang konservasi energi pada penelitian ini adalah dengan perancangan ulang sistem pencahayaan buatan dengan mengganti lampu TL konvensional menjadi LED dengan total daya 2307,5 watt, kemudian disimulasikan pada software DIALux EVO 7.1 . Untuk sistem pendingin, berdasarkan penghitungan ulang beban kalor pada ruangan yang dihuni terdapat rekomendasi untuk penggantian AC pada ruangan yang telah terkondisi dan penambahan AC pada ruangan yang belum terkondisi dengan AC inverter dan dihasilkan daya total 6760 watt dengan payback period selama 27 bulan.
2 Suntoro, 2020
Metode: Metode yang digunakan yaitu menghitung beban pendingin dengan mengambil acuan standar SNI tentang selubung bangunan dan menentukan nilai IKE bangunan.
Hasil: Perhitungan menggunakan beban pendinginan maksimal adalah 912,54 kW. Beban pendinginan tersebut terdiri dari beban pendinginan pada jam kantor yaitu pukul 07:00- 17:00 adalah 565,97 kW, sedangkan di luar jam kantor yaitu pukul 17:00-07:00 adalah 346,56 kW.
3 Pasisarha, 2012
Metode: menggunakan metode audit energi untuk mengevaluasi konsumsi daya dan intensitas konsumsi energi kampus Politeknik Negeri Semarang .
Hasil: IKE Kampus Politeknik Negeri Semarang ternyata masih tergolong sangat efisien.
4 Suhendar; Ervan Efendi, 2016
Metode: Metode yang dilakukan dengan menghitung IKE, Sistem Pencahayaan, dan Pendingin sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Hasil: IKE RSUD Cilegon ialah sebesar101,62 kWh/m pertahun" . IKE perbulan tahun 2012 rata- rata sebesar 8,13" kWh/m2/perbulan IKE masih tergolong efisien.perlu dilakukan perbaikan dengan mengganti lampu jenis LED dan pada AC mengganti refrigerant yaitu R-22 menjadi
No Nama dan
Tahun Publikasi Hasil
musicool M-22 atau dengan mengganti jenis AC menjadi AC Inverter.
5 Kresnadi, 2020
Metode: Metode yang dilakukan dengan menghitung IKE, Sistem Pencahayaan, dan Pendingin sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Hasil: Nilai IKE yang didapat gedung CB FKIP Untirta sebesar 254,5 kWh/m2 nilai tersebut belum efisien. langkah penghematan energi yaitu mengganti lampu TL dengan lampu Led atau dengan mengganti lampu TL yang lebih kecil wattnya dan dari segi beban tata udara atau AC yaitu mengganti refrigeran R32 dengan refrigeran campuran R32 dan R290.
6 Wirawan dkk, 2020
Metode: Metode yang dilakukan dengan menghitung IKE, Sistem Pencahayaan, dan Pendingin sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, kemudian menentukan peluang hemat energi.
Hasil: Nilai IKE yang didapatkan berdasarkan data yaitu 178,44 kWH/m2/Tahun tergolong masih dalam penggunaan energi yang efisien.
Tidak lebih dari 300 kWH/m2/Tahun.