• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan tentang kajian pustaka dan dasar teori. Kajian pustaka ini menjelaskan mengenai Tanaman kelapa, komposit, klasifikasi komposit, alkalisasi, fraksi volume, pengujian tarik dan pengujian bending yang menjadi acuan untuk menunjang penelitian.

2.1 Tanaman Kelapa

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) yang diilustrasikan pada gambar 2.1 merupakan tanaman yang banyak ditemukan di Indonesia. Perkebunan kelapa di Indonesia menempati urutan teratas sebagai tanaman budidaya setelah tanaman padi dengan luas area sebesar 3,88 juta ha dengan persentase sebesar 26% dari total area perkebunan di Indonesia (Kementrian Pertanian RI, 2020).

Gambar 2.1 Kelapa dan sabut kelapa (Kementrian Pertanian RI, 2020) Kelapa merupakan tanaman yang memiliki beragam manfaat, dimana tanaman ini dijuluki the tree of life oleh Brandon & Blake tahun 1983. Bagian tubuh kelapa memiliki kegunaan tertentu. Batang kelapa dimanfaatkan sebagai

(2)

5 bahan bangunan seperti konstruksi, tiang dan furnitur. Daun muda kelapa dimanfaatkan sebagai janur, dekorasi, pembungkus makanan, upacara adat, sedangkan tulang daunnya dapat dipakai untuk membuat sapu lidi. Daging buah kelapa merupakan bahan alami untuk minyak nabati. Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan bahan kerajinan (Mardiatmoko dan Ariyanti, 2018).

Walaupun banyak manfaatnya, ada bagian lain dari kelapa yang kurang dimanfaatkan dan banyak menjadi limbah, yaitu sabut kelapa. Sabut kelapa memiliki tebal kisaran 5-6 cm yang terdiri dari lapisan dalam, dan lapisan luar.

Lapisan dalam serat sabut kelapa mengandung serat halus. Serat ini biasa digunakan sebagai bahan baku karpet dan tali. Satu butir buah kelapa dapat menghasilkan sekitar 0,4 kg sabut kelapa dengan komposisi serat sebanyak 30%.

Komposisi kimia sabut kelapa terdiri dari tannin, lignin, pyroligneous acid, arang, gas, selulosa, dan potasium. Sifat fisis sabut kelapa yaitu seratnya terdiri dari serat kasar dan halus namun tidak kaku, Mutu serat yang bergantung pada ketebalan dan warna serat, serta mengandung unsur kayu seperti suberin, lignin, tannin, kutin, dan zat lilin (Marcelino, 2018).

2.2 Komposit

Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material berbeda yang dibentuk menjadi bahan baru. Komposit material adalah suatu material baru yang tersusun dari dua material berbeda atau lebih dimana sifat mekanik dan sifat fisik dari material penyusunnya berbeda. Material baru yang tersusun dari material- material berbeda tersebut akan memperoleh sifat mekanik dan sifat fisik baru yang tidak dimiliki oleh material penyusunnya. Material penyusun komposit pada umumnya terdiri dari satu material sebagai pengisi (Matriks) dan material lainnya sebagai penguat (Reinforced) (Jones, 1999).

Komposit material merupakan material kompleks yang terkomposisi dari dua atau lebih material yang disatukan bersamaan pada skala makroskopik dan membentuk suatu produk baru yang berguna. Penguat biasanya bersifat elastis dan mempunyai sifat mekanik yang baik, sedangkan matriks mempunyai sifat ulet dan mengikat jika telah mencapai titik bekunya (Jacobs dan Kilduff, 2005).

(3)

6

2.3 Klasifikasi Komposit

Komposit material ditentukan berdasarkan beberapa jenis. Klasifikasi komposit yang sering digunakan yaitu:

A. Komposit berdasarkan bahan penguatnya.

Komposit berdasarkan bahan penguatnya dibagi menjadi 3 bagian yaitu komposit fiber, structure dan particulate.

1. Komposit fiber (serat)

Komposit jenis ini merupakan komposit yang menggunakan serat sebagai pengisi (filler). Serat digunakan sebagai penguat utama bahan komposit, dimana serat memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih baik, dibandingkan matriks pengikatnya. Serat yang digunakan berupa serat sintesis (fiberglass) maupun serat alam (bagian tumbuhan atau buah-buahan). Tipe-tipe komposit serat yaitu komposit serat pendek dan komposit serat panjang. Komposit serat memiliki keuntungan sebagai berikut.

a. Memiliki aspect ratio antara panjang dan diameter yang besar sehingga akan terbentuk area kontak yang luas antara matriks dengan serat dibandingkan jika menggunakan penguat lainnya dimana akan terbentuk ikatan yang kuat antara serat dengan matriks.

b. Ukuran serat fiber yang kecil membuat jumlah cacat per satuan volume serat lebih kecil dibandingkan dengan material lain sehingga serat akan memiliki sifat mekanik yang baik.

c. Densitas serat yang rendah membuat sifat mekanik per satuan densitasnya tinggi, sehingga menghasilkan produk material komposit yang ringan dan kuat.

d. Fleksibilitas serat yang tinggi dan diameternya yang kecil dapat mempermudah proses manufaktur material komposit berpenguat serat .

2. Komposit particulate (partikel)

Komposit jenis particulate adalah komposit yang menggunakan partikel atau butiran serbuk kecil sebagai bahan penguat utamanya. Partikel penguat ini

(4)

7 digabungkan kedalam pembuatan komposit dan terdistribusi secara merata dalam matriks untuk memperoleh sifat mekanik yang baik sesuai dengan keperluan aplikasi. Kelebihan dari komposit ini yaitu meningkatkan kekuatan komposit serta menambah ketahanan temperatur material.

3. Komposit structure (struktural)

Komposit structure atau struktural merupakan komposit dengan bahan berupa lembaran-lembaran (lamina) sebagai penguat utamanya. Komposit struktural dibagi menjadi dua, yaitu komposit lamina dan sandwich.

a. Komposit Lamina

Komposit lamina merupakan gabungan dua atau lebih lembaran komposit dengan arah sudut serat tertentu dimana setiap lapisan lamina memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

b. Komposit sandwich

Komposit sandwich adalah komposit yang dibentuk dari tiga lapisan yang terdiri dari metal sheet dan material inti (core) di bagian tengah. Core yang digunakan yaitu honeycomb, polyurethane, dan polyvynil clorida (PVC).

B. Komposit berdasarkan bahan matriksnya

Komposit berdasarkan matriksnya terdiri dari tiga bagian yaitu Polimer, Ceramic dan Metal.

1. Polymer matrix composites

Komposit matriks polimer menggunakan resin berbahan dasar polimer sebagai pengikatnya. Komposit matriks polimer memiliki sifat ketangguhan dan keuletan yang tinggi. Biaya komposit matriks polimer juga lumayan rendah. Jenis matriks polimer yang biasa digunakan yaitu thermoplastic dan thermoset.

2. Ceramic matrix composites

Komposit matriks keramik adalah gabungan material komposit dengan keramik sebagai matriksnya. Bahan penguat yang biasa digunakan pada matriks ini yaitu nitrida oksida, dan karbida. Proses pembuatan matriks keramik yaitu dengan cara mereaksikan oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik di sekitar daerah penguat. Jenis matriks yang digunakan antara lain, gelas

(5)

8 keramik, alumina, silikon nitrida dan gelas anorganik. Keuntungan dari matriks jenis ini yaitu

a. Kestabilan dimensi lebih baik dibandingkan logam

b. Nilai ketangguhan yang tinggi dan hampir sama dengan cast iron c. Ketahanan yang tinggi terhadap keausan

d. Memiliki kestabilan unsur kimia yang baik pada temperatur tinggi e. Memiliki kekuatan dan ketahanan yang tinggi terhadap korosi Kekurangan dari CMC yaitu:

a. Relatif sulit untuk Produksi massal b. Biaya produksi yang relatif mahal

c. Material hanya digunakan untuk aplikasi tertentu

Aplikasi CMC umumnya diaplikasikan pada bidang chemical, waste incineration, power generation, dan lain sebagainya.

2.4 Alkalisasi

Alkalisasi merupakan suatu perlakuan kimia yang biasa digunakan pada serat alam sebelum dilakukan pembentukan komposit. Alkalisasi dilakukan untuk membuang lapisan lignin pada permukaan serat alam. Proses alkalisasi pada serat alam dilakukan dengan merendam serat alam pada larutan NaOH dengan temperatur dan waktu tertentu. Proses alkalisasi yang baik dilakukan selama dua hingga tiga jam perendaman tergantung dari jenis serat alamnya. Pada serat sabut kelapa, proses alkalisasi terbaik adalah dengan laruan NaOH konsentrasi 5%

selama 2 jam (Pratama dkk, 2014).Proses alkalisasi akan menimbulkan selulosa dan menghilangkan kotoran pada serat alam. Selulosa berfungsi untuk menguatkan serat dan tidak mudah terdegradasi secara kimia dan mekanis (Chandramohan dan Kumar, 2017). Keuntungan dari alkalisasi yaitu tidak mudah terabrasi dan menghasilkan tingkat kekakuan yang tinggi (Pradana dkk, 2017).

2.5 Fraksi Volume Komposit

Fraksi volume komposit merupakan cara yang dilakukan untuk menentukan komposisi antara material penguat dan pengikat komposit yang akan dibuat menggunakan cetakan. Cetakan yang digunakan pada pembuatan komposit adalah

(6)

9 cetakan kaca. Campuran antara resin (pengikat) dan katalis dituangkan kedalam wadah cetakan. Banyaknya komposisi bahan yang akan dicampur diketahui dengan cara melakukan perhitungan berdasarkan persamaan sebagai berikut.

a. Densitas komposit

(2.1)

(Kaw, 2006)

b. Volume cetakan / volume komposit

(2.2)

(Kaw, 2006)

c. Volume komposit

(2.3) (Kaw, 2006)

d. Volume serat

(2.4)

(Kaw, 2006)

e. Volume matriks

(2.5)

(Kaw, 2006)

f. Massa serat

(2.6)

(Kaw, 2006)

(7)

10 g. Massa matriks

(2.7)

(Kaw, 2006)

2.6 Pengujian Tarik

Pengujian tarik merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan cara menarik spesimen uji dengan menggunakan alat uji tarik untuk mengetahui kemampuan spesimen dalam menahan beban tarik atau kekuatan tarik. Nilai kekuatan tarik suatu spesimen atau material didapatkan dari nilai regangan dan modulus elastisitas hasil pengujian. Sifat-sifat mekanik yang dapat diketahui dari pengujian tarik diantaranya kekuatan tarik maksimum, kekuatan luluh, beban maksimal, tegangan, regangan, modulus elastisitas, dan elongasi daerah benda uji yang putus. Setiap spesimen uji komposit apabila ditarik oleh suatu gaya, maka akan terjadi elongasi sebanding dengan gaya yang bekerja tiap satuan dan berbanding terbalik dengan luas penampang. Pada gambar 2.2 data-data hasil pengujian tarik tersebut disajikan dalam bentuk diagram (Callister, 2009)

Gambar 2.2 Diagram uji tarik (Callister, 2009)

Sifat mekanik yang diperoleh setelah melakukan pengujian tarik salah satunya adalah tegangan tarik maksimum. Tegangan tarik maksimum adalah gaya yang dapat diterima oleh spesimen atau material uji sebelum mengalami putus

(8)

11 atau perubahan bentuk penampang. Nilai tegangan didapatkan dengan menggunakan persamaan yaitu:

(2.8)

(Surdia dan Saito, 1995)

Nilai regangan pada spesimen uji, didapatkan dengan menggunakan persamaan berikut:

(2.9)

(Surdia dan Saito, 1995)

Hubungan perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus young atau modulus elastisitas. Nilai modulus elastisitas didapatkan dengan persamaan berikut:

(2.10)

(Surdia dan Saito, 1995)

Standar pengujian tarik yang digunakan merujuk pada ASTM (American Standard Testing and Material) D638. Dimensi dari benda uji ASTM D638 dalam satuan milimeter beserta gambar teknik spesimen disajikan pada tabel 2.1 dan gambar 2.3 berikut

Tabel 2.1 Dimensi Spesimen Uji Tarik ASTM D 638 Dimension Type I Type II Type III Type

IVB

Type

VCD Tolerances

W 13 6 3.18 + 0.5

L 57 57 9.53 + 0.5

WO 19 19 29 19 - +6.4

WO - - - - 9.53 + 3.18

LO 165 183 246 115 63.5 no max

G 50 50 50 - 7.62 + 0.25

G - - - 25 - + 0.13

D 115 135 115 65 25.4 + 5

R 76 76 76 14 12.7 + 1

*) ASTM, 2003

(9)

12 Gambar 2.3 Sketsa spesimen benda uji tarik (ASTM, 2003)

2.7 Pengujian Bending

Pengujian bending ialah jenis pengujian material yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik material dalam menerima pembebanan lengkung, atau tegangan lengkung (bending), defleksi sudut dan elastisitas. Pada pengujian bending, material akan diberikan perlakuan tekan pada sisi bagian atas hingga mengalami patah karena tidak mampu untuk menahan tegangan. Proses pengujian bending memiliki dua jenis metode, yaitu three-point bending dan four-point bending.

Three-point bending dilakukan menggunakan dua tumpuan dan satu penekan seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Three-point bending (ASTM, 2003)

(10)

13 Untuk four-point bending menggunakan dua tumpuan dan dua penekanan seperti pada gambar berikut

Gambar 2.5 Four-point bending (ASTM, 2003)

Pada pengujian bending, spesimen uji ditekan dan mengalami perubahan bentuk elastis ke plastis hingga fraktur. Proses penekanan pada pengujian bending terdapat dua gaya yang berjarak L/2 dimana gaya ini bekerja bersama dengan arah yang berbeda. Nilai kekuatan bending didapatkan menggunakan persamaan berikut:

(2.11) (ASTM, 2003)

Untuk nilai regangan bending diketahui dengan menggunakan persamaan berikut:

(2.13)

(ASTM, 2003)

2.8 Nilai Error

Penelitian yang melibatkan pengujian harus dilakukan secara berulang pada jenis variasi yang sama. Pengulangan pengujian ini dilakukan agar nilai yang didapatkan lebih akurat mendekati nilai sebenarnya atau nilai dugaan, dimana nilai sebenarnya tidak dapat ditentukan apabila hanya melakukan 1 pengujian

(11)

14 saja. Pada nilai hasil pengujian berulang di variasi yang sama, biasanya terdapat nilai yang memiliki selisih antara pengujian satu dan pengujian lainnya. Selisih antar nilai hasil pengujian ini, dinamakan Nilai Error. Tinggi atau rendahnya nilai error dipengaruhi oleh besar kecilnya selisih antara nilai hasil pengujian satu dengan pengujian lainnya di variabel material uji yang sama. Tinggi rendahnya nilai error menunjukkan seberapa jauh selisih nilai antara data satu dengan data lainnya. Untuk menentukan nilai error, perlu ditentukan nilai standar deviasinya.

Nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.14.

√∑ ( ̅)

(2.14)

(Soewarno, 1995)

Kemudian, nilai error dihitung dengan persamaan 2.15

(2.15)

(Soewarno, 1995)

2.9 Penelitian Terdahulu

Data hasil dari penelitian sebelumnya yang terkait dan dapat menunjang proses penelitian ini disajikan pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Abstraksi Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1 Astika dkk, 2013 Metode: Pengaruh variasi fraksi volume serat dan panjang serat terhadap kekuatan tarik, impak, dan kelenturan material komposit Hasil: fraksi volume dan panjang serat berbanding lurus terhadap kekuatan tarik, impak, dan kelenturan komposit. Nilai tertinggi di fraksi 30%

(12)

15 No

Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

2 Oroh dkk, 2013 Metode: Pengaruh variasi fraksi volume terhadap Kekuatan Bending komposit Serat sabut kelapa dengan dan tanpa perlakuan serat Hasil: Nilai kekuatan bending lebih tinggi pada Komposit serat yang diberi perlakuan Alkalisasi NaOH selama 2 jam

3 Pratama dkk, 2014 Metode: Pengaruh variasi fraksi volume, panjang Serat, dan lama perendaman alkalisasi terhadap kekuatan tarik komposit serat sabut kelapa

Hasil: Nilai kekuatan tarik tertinggi pada variasi 35% Fraksi, serat 10mm, lama perendaman 2 jam

4 Marcelino,

2018

Metode : Perbandingan arah serat terhadap kekuatan mekanik material komposit serat sabut kelapa

Hasil : Spesimen dengan arah serat lurus memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi

5 Prasojo dkk, 2018 Metode: pengaruh variasi konsentrasi NaOH terhadap kekuatan tarik komposit serat sabut kelapa

Hasil: Nilai kekuatan tarik tertinggi pada variable konsentrasi NaOH 5% saat proses alkalisasi serat

*) Astika dkk, 2013

*) Oroh dkk, 2013

*) Pratama dkk, 2014

*) Marcelino, 2018

*) Prasojo dkk, 2018

(13)

16 Berdasarkan data variabel penelitian yang dihimpun dari penelitian terdahulu, disajikan data perbandingan variabel-variabel yang digunakan pada penelitian terdahulu dan penelitian ini pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Ini No

.

Nama dan Tahun Publikasi

Alkali Waktu Perendaman

Fraksi Serat

Arah Serat

Metode Pengujian 1 Astika dkk,

2013

5% NaOH 2 jam 20%

25%

30%

Acak Uji Tarik Uji Bending

Uji Impak 2 Oroh dkk,

2013

5% NaOH 2 jam 0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Acak Uji Bending

3 Pratama dkk, 2014

5% NaOH 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

- Acak Uji Tarik

4 Marcelino, 2018

5% NaOH 2 jam 15% Lurus

Anyam Silang

Uji Tarik Uji Impak 5 Prasojo

dkk, 2018

0% NaoH 2% NaOH 5% NaOH 8% NaOH

2 jam - - Uji Tarik

6 Priyandono, 2021

5% NaOH 2 jam 2,5%

5%

7,5%

10%

Lurus Uji Tarik Uji Bending

*) Astika dkk, 2013

*) Oroh dkk, 2013

*) Pratama dkk, 2014

*) Marcelino, 2018

*) Prasojo dkk, 2018

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui pengaruh fraksi volume antara serat empelur sagu dan resin polyester terhadap nilai kekuatan tarik dan kekuatan bending