• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brushless DC Motor

Motor Brushless DC (BLDC) banyak digunakan dalam dunia industri.

Motor BLDC menggunakan arus searah (DC) sebagai sumber tegangan. Motor BLDC tidak menggunakan sikat dan komutator untuk proses komutasi, tetapi proses komutasi digantikan menggunakan gulungan yang terhubung dengan kontrol elektronik. Jadi pada motor BLDC proses komutasinya menggunakan komutasi elektronik (Padmaraja, 2003).

Gambar 2. 1 BLDC Motor (Yuniarto, 2014)

Rotor pada motor BLDC terbuat dari magnet yang terdiri dari dua hingga delapan pasang kutub dengan alternatif kutub utara dan kutub selatan.

Berdasarkan kebutuhan kerapatan medan magnet, bahan magnet yang dipilih untuk membuat rotor adalah magnet besi. Magnet besi secara umum digunakan untuk membuat magnet permanen. Sedangkan stator terdiri dari tumpukan laminasi baja dengan lilitan yang ditempatkan pada celah sepanjang pinggir lingkaran. Ada dua macam jenis motor berdasarkan statornya: motor trapesium dan spiral. Perbedaan ini berada pada hubungan antar kumparan di lilitan stator untuk memberikan berbagai jenis arah balik gaya listrik. Stator motor trapesium menunjukan arah balik gaya listrik berbentuk trapesium sedangkan stator motor spiral pemberian arah balik gaya listrik berbentuk spiral (Padmaraja, 2003).

(2)

6

(a)

(b)

Gambar 2. 2 BLDC Motor, (a) Rotor, (b) Stator (Yuniarto, 2014)

Pada awalnya kendaraan listrik menggunakan motor DC karena mempunyai karakteristik torka awalnya yang kuat sehingga dapat menarik beban yang berat seperti kendaraan listrik. Tetapi motor DC memiliki salah satu kelemahan yaitu adanya sikat (brush) dan komutator. Dari kelemahan motor DC tersebut maka motor ini mulai ditinggalkan. Seiring perkembangan teknologi kendaraan listrik mulai menerapkan penggunaan motor modern. Di antaranya motor modern yang digunakan yaitu motor BLDC. Penggunaan motor BLDC untuk aplikasi kendaraan listrik, industri dan aplikasi lainnya banyak digunakan karena motor ini memiliki karakteristik yang sama dengan motor DC tetapi tidak menggunakan sikat untuk beroperasi sehingga biaya perawatan yang dibutuhkan rendah dan lebih praktis, kecepatan yang lebih baik dibandingkan karakteristik torsi dan respons dinamis yang lebih besar (Wibowo, 2018)

2.2 Pemodelan Inverter dalam Fungsi Alih (Krishnan, 2001)

Inverter dimodelkan dengan penguatan inverter ( ) dan waktu tunda inverter ( ). Penguatan didapatkan dari tegangan masukan DC ( ) dan

(3)

7 tegangan kontrol maksimum ( ). Perhitungan ditunjukkan pada persamaan 2.1.

cm DC

in V

K 0,65V (2.1)

Nilai 0,65 digunakan untuk menghitung nilai puncak maksimum yang dapat diperoleh dari inverter pada saat diberikan suplai DC. Nilai waktu tunda inverter sama dengan waktu siklus penyakelaran sinyal carrier dalam setengah periode (frekuensi carrier ). Waktu tunda inverter dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.2.

c in 2f

 1

 (2.2)

Sehingga fungsi alih dari inverter didapatkan dengan menggunakan persamaan 2.3.

1

s K V

i

in in

 (2.3)

2.3 Pemodelan Motor Brushless DC dalam Fungsi Alih (Patel, 2013)

Pemodelan matematis dari sistem motor brushless DC hanya memiliki sedikit perbedaan dengan motor DC konvensional. Untuk pemodelan motor BLDC dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Diagram Simetris Motor DC

Dengan menggunakan hukum tegangan kirchoff pada persamaan 2.4.

(4)

8

) ) ( ) (

( )

( e t

dt t Ldi t R t

Vs    (2.4)

Dimana adalah tegangan sumber, R adalah resistansi stator, L merupakan induktansi stator dan e adalah Back EMF motor. Berdasarkan hukum gerak Newton kedua, sifat matematis torsi putaran elektrik ditunjukan pada persamaan 2.9.

a J

T  . (2.5)

Dimana persamaaan percepatan sudut ditunjukan pada persamaan 2.6.

dt t a dm( )

 (2.6)

i

m T

dt t J d ( )

(2.7) Dengan persamaan jumlah torsi menggunakan persamaan 2.8.

L m

f e

i T k t T

T   

( )

(2.8)

L m

m f

e T

dt t Jd t k

T   ( )

)

( 

 (2.9)

Dimana, adalah torsi putaran elektrik, adalah koefisien gesek, J adalah inersia rotor, adalah kecepatan sudut dan adalah torsi beban mekanik. Nilai putaran elektrik dan back EMF dapat menggunakan persamaan 2.10 dan 2.11 dimana adalah konstanta torsi dan adalah konstanta BEMF.

) (t i k

Tet (2.10)

) (t k

eem (2.11)

Kedua persamaan tersebut dapat disubstitusikan ke persamaan 2.4 dan 2.9. Dengan menggunakan transformasi Laplace untuk mengevaluasi hasil persamaan tersebut diperoleh persamaan 2.12 dan 2.13.

) ( )

( )

(s RI s sIL k s

V    em (2.12)

(5)

9

L m

m f

e k s sJ s T

T   ( )  ( ) (2.13)

Pada penggunaan motor tanpa menggunakan beban maka nilai torsi beban bernilai nol (0). Persamaan 2.12 dan 2.13 kemudian disubstitusikan agar mendapatkan persamaan fungsi alih motor dengan perbandingan antara nilai keluaran motor yaitu kecepatan motor dan nilai masukan motor yaitu tegangan.

Persamaan fungsi alih motor yang telah didapatkan dituliskan pada persamaan 2.11.

1 1

) (

) ) (

(

2  

k s k s JR k k

JL k s

V s s G

e t e

t

e

m

(2.14)

2.4 Ziegler Nichols

Metode dasar Ziegler-Nichols dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

2.4.1 Metode ke-1 Ziegler-Nichols (Ogata, 2010)

Metode ini dilakukan hanya dengan memberikan input step sehingga didapatkan respon open loop. Setelah didapatkan respon open loop yang dihasilkan, parameter-paramater metode Ziegler-Nichols open loop (L dan T) dapat ditentukan. Proses menentukan parameter L dan T dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Setelah parameter Ziegler-Nichols open loop didapatkan, nilai-nilai Kp, Ti, dan Td dapat dicari menggunakan rumus-rumus parameter PID untuk metode Ziegler-Nichols open loop. Tabel 2.1 menunjukkan tabel parameter PID pada metode Ziegler-Nichols open loop.

Gambar 2. 4 Proses Penentuan Parameter L dan T (Ogata, 2010)

(6)

10

Tabel 2. 1 Penalaan Ziegler-Nichols metode ke-1*)

Tipe Kontroler Kp Ti Td

P ∞ 0

PI 0.9

0

PID 1.2

*)Ogata, 2010

2.4.2 Metode ke-2 Ziegler-Nichols (Ogata, 2010)

Metode Ziegler-Nichols tipe 2, digunakan sistem closed loop dengan menambahkan nilai penguat, namun yang digunakan hanya nilai Kp. Sistem dibuat dengan mengatur besarnya nilai Kp hingga berosilasi terus menerus. Sistem ini digunakan apabila hasil respon sistem open loop tidak membentuk kurva tangensial. Besarnya nilai Kp saat respon sistem berosilasi terus menerus sama dengan nilai Kcr. Parameter lain pada metode Ziegler-Nichols closed loop selain Kcr adalah Pcr, dimana Pcr adalah periode dari 1 siklus gelombang.

Setelah parameter Kcr dan Pcr didapatkan, nilai-nilai Kp, Ti, dan Td dapat dihitung menggunakan persamaan parameter PID pada metode Ziegler-Nichols tipe 2. Tabel 2.5 menunjukan tabel parameter PID pada metode Ziegler-Nichols closed loop.

Gambar 2. 5 Sistem Ziegler-Nichols Closed Loop dengan Menggunakan Kp (Ogata, 2010)

Tabel 2. 2 Pemodelan Ziegler-Nichols metode ke-2*)

Pengendali Kp Ti Td

P - -

PI -

PID

*) Ogata, 2010

(7)

11

2.5 Kontroler P, PI dan PID

Kontrol proporsional berfungsi untuk memperkuat sinyal error, sehingga akan mempercepat keluaran sistem mencapai set point. Hubungan antara masukan sistem pada kontroler proposional u(t) dengan sinyal error e(t) ditunjukkan pada persamaan 2.15 (Ogata, 2010).

) ( . )

(t K e t

up (2.15)

Kontrol integral berfungsi untuk menghilangkan kesalahan keadaan tunak (offset) yang biasanya dihasilkan oleh kontrol proporsional. Hubungan antara masukan sistem pada kontrol integral u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan 2.16 (Ogata, 2010).

K e t dt t

u( ) i. ( ) (2.16)

Kontrol derivatif dapat disebut pengendali laju, karena output kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal error. Hubungan antara output kontrol derivatif u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan 2.17 (Ogata, 2010).

dt t K de t

u d ( )

. )

(  (2.17)

Gabungan dari ketiga kontroler tersebut menjadi kontrol PID. Diagram Blok dari kontrol PID ditunjukan pada Gambar 2.6

Gambar 2. 6 Kontrol PID (Gunterus,1994) Sehingga persamaan untuk kontrol PID adalah (Gunterus, 1994)

dt

t K e dt t e K t e K t

u p i d ( )

. )

( . ) ( . )

( (2.18)

(8)

12 Dengan:

u(t) = sinyal output pengendali PID Kp = konstanta proporsional Ki = konstanta integral Kd = konstanta derivatif e(t) = sinyal error

2.6 Kestabilan Routh-Hurwitz (Sofiah, 2013)

Kestabilan ini dapat menentukan apakah suatu sistem stabil atau tidak, walaupun kriteria ini tidak dapat menentukan lokasi akar-akar. Untuk sistem orde satu dan orde dua, akar-akar ini dapat ditentukan secara analitis. Tetapi untuk sistem orde lebih tinggi, dengan suatu persamaan polinomial orde n kestabilan dapat ditentukan dengan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz. Dengan kriteria ini dapat diperoleh secara langsung kestabilan mutlak. Anggap fungsi alih loop tertutup suatu sistem sebagai berikut :

m n

a s a s

a s a

b s b s

b s b s R

s C

n n

n n

m m

m

m

 

) , (

) (

1 1

1 0

1 1

1 0

 (2.19)

Penentuan kestabilan dari Persamaan 2.16 dengan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz adalah dengan memberikan jawaban atas persoalan pada persamaan karakteristik yang berbentuk seperti berikut :

0 )

(sa0sna1sn1 an1san

Q  (2.20)

Persamaan 2.21 dibuat susunan deret Routh-Hurwitz seperti berikut :

1 0

1 1

2 1 2

3 3 2 1 3

4 3 2 1 2

7 5 3 1 1

6 4 2

m s

l s

k k s

c c c c s

b b b b s

a a a a s

a a a a s

n n

n n n n n

n n n n n

(2.21)

(9)

13 Persaman 2.21 dibuat menjadi :

1 3 2

1 1

n n n n n

a a a a

b a (2.22)

1 5 4

1 2

n n n n n

a a a a

b a (2.23)

1 7 6

1 3

n n n n n

a a a a

b a (2.24)

Perhitungan dilakukan hingga diperoleh sisa 0, dan proses diterus hingga koefisien c dan seterusnya.

2.7 Respons Transien Sistem (Ogata, 2010)

Dalam menentukan suatu sistem kendali, hal terpenting untuk dilihat adalah spesifikasi atau kriteria performansi yang ditampilkan. Penjelasan dari kriteria performansi yang akan digunakan ditunjukan pada gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Spesifikasi Grafik Respon Step (Ogata, 2010)

1. Error steady-state adalah nilai selisih antara nilai setpoint dengan nilai aktual pada kondisi steady-steate. Sistem yang baik jika nilai error steady-state bernilai 0.

2. Rise time adalah waktu pada saat respon naik dari 10% sampai 90%.

(10)

14

3. Maximum overshoot adalah puncak maksimum respon transien, yang dinyatakan dalam bentuk persentase selisih nilai setpoint dengan nilai aktual puncak. Besarnya persentase ini menunjukkan kestabilan relatif sistem.

4. Settling time adalah waktu pada saat respon mencapai suatu nilai dan menetap pada fraksi harga akhir memiliki error sebesar ± 2% atau ± 5%.

2.8 Transformasi Vektor

Pada transformasi vektor terdapat tranformasi Clarke dan Pak.

Transformasi Clarke adalah transformasi dari koordinat tiga fasa ke koordinat stasioner dua fasa (αβ), (Ong, 1998).

Gambar 2. 8 Transformasi Clarke

Persamaan 2.2 menunjukkan persamaan transformasi tiga fasa (abc) ke koordinat stasioner dua fasa (αβ). Variabel f dapat berupa nilai tegangan, arus dan fluks.





















c b a b

a

f f f f

f

2 1 2 1 2 1

2 3 2

0 3

2 1 2 1 1

3 2 0

(2.25)

(11)

15 Transformasi dq0 merupakan transformasi sistem 2 koordinat (dq) ke sistem 3 koordinat (a,b,c). Transformasi besaran 3 fasa ke arus 2 fasa secara matematis dapat ditunjukkan oleh persamaan matriks 2.26 (Kundur, 1993).



















 

 

 

 

 



 

 

 

 

  





0 3 1

sin 2 3

cos 2

3 1 sin 2

3 cos 2

1 sin

cos 3

2

q d

c b a

i i

i i i

 

 

 

 

(2.26)

2.9 Direct Torque Control

Gambar 2. 9 Direct Torque Control (Jacob et al, 2015)

Metode DTC adalah suatu metode yang digunakan untuk mengontrol torsi dan kecepatan pada motor. Metode ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan estimasi fluks dan torsi motor berdasarkan tegangan dan arus pada motor. Fluks stator diestimasi berdasarkan nilai tegangan stator. Torsi diestimasi berdasarkan estimator vektor fluks stator dan arus motor. Nilai magnitude fluks dan torsi yang diestimasi kemudian dibandingkan dengan nilai referensinya (Ozkop et al, 2005).

DTC ini terdiri dari empat bagian utama, yaitu Voltage Source Inverter (VSI), fluks stator dan torsi estimator, tabel switching serta hysterisis fluks dan

(12)

16

torsi estimator (Ozkop et al, 2005). Persamaan fluks dan torsi dapat menggunakan persamaan 2.27 dan 2.28 (Liu, 2005).

est ref

e T T

T  

 (2.27)

est

ref

  

 (2.28)

Untuk mencari fluks pada stator dapat menggunakan persamaan 2.31.

 

s

s V Ri

(2.29)

 

s

s V Ri

(2.30)

s s

est

   (2.31)

Torsi yang diberikan oleh BLDC dapat dihitung menggunakan persamaan 2.32 (Qing-ruir et al, 2009).

a a b b c c

est K e i e i e i

T    (2.32)

2.10 Sinusoidal PWM

Sinyal untuk pemicu pada switching inverter didapatkan dengan mengkomparasi sinyal segitiga yang disebut dengan sinyal carrier dengan sinyal sinusoidal tiga fasa yang disebut dengan sinyal reference. Sinyal reference memiliki frekuensi jauh lebih rendah dibandingkan dengan sinyal carrier.

Komparasi antara sinyal reference dan sinyal carrier dapat dilihat pada Gambar 2.10. Perbandingan antara amplitudo sinyal reference dengan sinyal carrier dinamakan dengan index modulasi (Esa, 2017).

c r

A

MA (2.31)

Dimana M merupakan indeks modulasi dari sinyal SPWM, Ar merupakan amplitudo sinyal reference dan Ac merupakan amplitudo sinyal carrier. Indeks modulasi dari SPWM biasanya berada antara 0 dan 1. Semakin mendekati 1 maka nilai THD akan semakin berkurang.

(13)

17 (a)

(b)

Gambar 2. 10 Sinyal SPWM, (a)Komparasi Sinyal Sinusoidal dengan Segitiga, (b)Sinyal Switching (Zahira, 2014)

2.11 Voltage Source Inverter

VSI satu fasa mencakup aplikasi pada daya rendah dan VSI tiga fasa mencakup aplikasi pada daya menengah dan daya tinggi. Tujuan utama dari topologi ini adalah untuk menyediakan sumber tegangan tiga fasa dimana amplitudo, fase, dan frekuensi dari tegangan selalu dapat dikontrol (Rashid, 2001). Topologi standar dari VSI tiga fasa dapat dilihat pada Gambar 2.11

Gambar 2. 11 Topologi VSI 3 Fasa (Rashid, 2001)

(14)

18

Rangkaian VSI terdiri dari enam saklar, dimana saklar tersebut dapat berupa BJT (Bipolar Junction Transistor), FET (Field Effect Transistor), atau IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor). Masing-masing saklar memiliki karakteristik yang berbeda, BJT dikendalikan menggunakan aliran arus sedangkan FET dan IGBT dikendalikan menggunakan tegangan. Input dapat berupa sinyal PWM dengan frekuensi tinggi.

2.12 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan

(15)

19 Tabel 2. 3 Penelitian Terdahulu

No

Nama Penulis dan Tahun

Publikasi

Metode Objek Teknik

Modulasi Kontroler Hasil Keterangan

1 Kusuma dkk, 2014

DTC dan Tanpa Metode

Motor BLDC

SVM Metode DTC dapat

meningkatkan pengontrolan kecepatan dan torsi sehingga mampu mengurangi riak torsi

2 Awate, 2016 Motor

Induksi

SPWM Total Harmonic Distortion

dapat dikurangi dengan meningkatkan indeks modulasi.

3 Dave, 2016 FOC dan DTC

Motor Induksi

HBPWM Respons torsi pada metode

DTC memiliki settling time yang lebih baik dibandingkan dengan metode FOC

4 Korkmaz dkk, 2016

DTC Motor BLDC

PWM PI dan Tanpa Kontroler

Metode DTC dengan kontroler PI menghasilkan riak torsi yang lebih kecil dibanding dengan tanpa kontroler

6 Shintya, 2019 DTC Motor BLDC

SPWM P, PI dan PID Arus stator maksimum pada pengendalian dengan menggunakan kontroler PID memiliki nilai yang paling besar. Torsi pull-out pada kontroler PID memiliki nilai yang paling besar diantara

Analisis pengaruh kontroler P, PI dan PID menggunakan metode DTC dan penyaklaran SPWM terhadap torsi, kecepatan dan arus pada motor BLDC

(16)

20

pengendalian yang lainnya.

Kecepatan pada pengendalian dengan kontroler PID lebih cepat mencapai kondisi steady state dibanding pengendalian lainnya, selain itu error steady state pada pengendalian dengan kontroler PID juga memiliki nilai yang paling kecil.

Referensi

Dokumen terkait

"A Hybrid DTC-DSC Drive for High Performance Induction Motor Control", Journal of Power Electronics, 2011 Publication mafiadoc.com Internet Source www.ariacenter.com Internet Source