• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Membran Elektrolit

Membran elektrolit adalah elektrolit bermatriks padatan yang merupakan larutan padat dari logam-logam alkali di dalam polimer (Yang, 2003). Membran elektrolit merupakan salah satu jenis dari polimer elektrolit. Polimer elektrolit sendiri didefinisikan sebagai suatu larutan dari garam-garam logam alkali yang ada didalam matriks polimer (Meyer, 1998). Pada awalnya, pendefinisian tersebut hanya digunakan untuk menyebut suatu gel elektrolit di dalam baterai ion-lithium.

Akan tetapi pada perkembangan baterai, polimer elektrolit digunakan juga untuk menyebutkan suatu matriks padatan polimer yang mengandung garam-garam logam alkali (misal: garam lithium) atau membran elektrolit.

Prinsip dasar dari membran elektrolit adalah meningkatkan daya hantar dari matriks polimer dengan menambahkan garam atau asam kuat pada kondisi anhidrat. Kemampuan menghantarkan ion dari matriks polimer disebabkan adanya interaksi antara kation dengan elektron-elektron bebas pada suatu heteroatom: -O- pada eter, -S- pada sulfide, -N- pada amina, dan –P- pada fosfat.

Sifat dari membran elektrolit ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: kepolaran dari heteroatom, jarak antar heteroatom setelah adanya penambahan garam atau asam kuat, fleksibilitas rantai polimer, besarnya energi kohesif dari jaringan polimer, dan energi kisi dari garam.

Tidak semua jenis polimer dapat dikembangkan menjadi membran elektrolit.

Ada beberapa syarat dari membran elektrolit antara lain:

1. Mempunyai kekuatan mekanik yang cukup tinggi untuk menahan tekanan antara katoda dan anoda.

2. Mempunyai kestabilan kimia yang cukup besar. Membran harus inert baik pada kondisi oksidasi maupun reduksi yang sangat kuat, dan tidak menghasilkan pengotor.

3. Mempunyai konduktivitas ion yang tinggi (>10-5 S cm-1), pada range suhu - 20oC sampai dengan 60oC.

(2)

4. Kemudahan untuk dibuat dalam ukuran tipis (~40 µm). semakin tipis membran, maka resistensinya semakin kecil, selain itu, membran yang tipis tidak membutuhkan ruang yang besar di dalam rangkaian baterai, sehingga elektroda yang digunakan bisa lebih panjang yang akan meningkatkan kapasitas dari baterai.

5. Mempunyai kestabilan termal. Ketika dipanaskan membrane tidak boleh menyusut dan mengkerut. Penyusutan maksimal yang diperbolehkan adalah 5% ketika dipanaskan pada kondisi vakum dengan suhu 90oC selama 60 menit.

6. Mempunyai stabilitas dimensi atau ukuran, ketika membran dalam kondisi tidak digulung, membran harus tetap bisa dalam kondisi datar dan ujung- ujungnya tidak melengkung.

7. Mampu membentuk antarmuka yang bagus dengan elektroda untuk memudahkan aliran elektrolit atau mobilitas ion-ion (Zhang, 2004)

Adapun membran elektrolit yang telah dikembangkan terbuat dari berbagai macam polimer dan umumnya dimanfaatkan untuk penggunaan sel bahan bakar atau fuel cell seperti PEMFC (Proton Exchange Membrane Fuel Cell) dan DMFC (Direct Methanol Fuel Cell). Fuel cell seperti PEMFC dan DMFC difokuskan untuk kendaraan dan dapat dioperasikan pada suhu rendah yaitu sekitar 80-100oC.

Keuntungan membran elektrolit apabila diaplikasikan dengan fuel cell yaitu zero emission, tidak memiliki bagian yang bergerak sehingga tidak bising dan tidak bergetar, memiliki desai yang cocok dengan skala kendaraan, dan efisiensi operasi yang cukup tinggi (Spiegel, 2007). Setiap polimer memiliki sifat membran yang berbeda khususnya konduktivitas ionik dan karakteristik fisiknya. Adapun membran elektrolit yang pernah dikembangkan beserta sifatnya ditunjukkan pada tabel 2.1.

(3)

Tabel 2.1. Membran elektrolit yang telah dikembangkan Komposisi Membran Elektrolit Sifat Membran

Polimer jarungan fosfat-polieter (PPNs)/etilena karbonat

- Konduktivitas ioniknya 1,01x10-4 S cm-1

P(VDF-HFP)/LiClO4

- Konduktivitas ioniknya 1,04x10-2 S cm-1

- Membran berpori

P(AN-MMA)

- Konduktivitas ioniknya 1,25x10-3 S cm-1

- Mempunyai kestabilan termal sampai suhu 300oC

Selulosa Asetat/LiClO4

- Konduktivitas ioniknya 4,9x10-3 S cm-1

- Dapat terbiodegradasi

Poliuretan termoplastik (TPU)/LiClO4 - Konduktivitas ioniknya 3x10-4 S cm-1

PVA/PEG/LiClO4

- Konduktivitas ioniknya 4,49x10-5 S cm-1

- Mempunyai sifat mekanik dan kestabilan termal yang bagus

2.2 Nanoselulosa

Partikel nanoselulosa merupakan material jenis baru yang mengalami perubahan, perubahan ini berupa peningkatan kristalinitas, luas permukaan, peningkatan dispersi dan biodegradasi. Adanya perubahan dari selulosa menjadi nanoselulosa menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari selulosa dapat dimanfaatkan sebagai filler penguat polimer, aditif untuk produksi biodegradable, penguat membran, pengental untuk dispersi, dan media pembawa obat (Ioelovich, 2012). Nanoselulosa banyak terkandung pada tanaman, seperti tandan kosong kelapa sawit, kapas, buah nanas, rami, dan jagung.

Ada beberapa macam metode untuk sintesis nanoselulosa Pertama yaitu penggunaan metode mekanik berupa ultrasonifikasi, dengan daya ultrasonifikasi

(4)

yang dihasilkan berukuran 50-250x10-20 nm, dengan catatan adanya penambahan durasi waktu dalam ultrasonofikasi menyebabkan penurunan ukuran dari nano selulosa yang dihasilkan (Li, 2012). Berikut merupakan gambar sintesis nanoselulosa dengan metode ultrasonifikasi yang ditunjukkan oleh gambar 2.4.

Gambar 2.1 Mekanisme sintesis nanoselulosa dengan ultrasonifikasi

Kedua yaitu sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis asam. Hidrolisis asam yang umum digunakan yaitu berupa asam kuat. Asam kuat dapat menghilangkan bagian amorf dari suatu rantai selulosa sehingga isolasi pada bagian kristalin selulosa dapat dilakukan (Isdin, 2010). Adapun gambar sintesis nanoselulosa dengan metode hidrolisis asam ditunjukkan oleh gambar 2.5.

Gambar 2.2 Mekanisme sintesis nanoselulosa dengan hidrolisis asam

(5)

Ketiga adalah sintesis nanoselulosa menggunakan metode biologis (enzimatis). Nanoselulosa dapat diperoleh melalui pemtongan yang spesifik pada bagian amorf suatu rantai selulosa. Metode enzimatis dapat menghasilkan nanoselulosa yang berguna sebagai komponen penguat dalam preparasi dari polimer nanokomposit untuk aplikasi performa tinggi (George, 2011). Enzim yang sering digunakan untuk metode ini adalah enzim Trichoderma reesei yang digunakan untuk mengurangi ukuran dari mikrokristalin selulosa (MCC) dan menghasilkan nanoselulosa berukuran 49 nm (Nadanathangam, 2011). Metode ini memiliki kekurangan terutama pada biaya bahan kimia yang diperlukan. Isolasi untuk memperoleh enzim tertentu dalam keadaan murninya cukup sulit, sehingga harganya cenderung mahal. Selain itu waku yang dibutuhkan untuk treatment dengan metode biologis terbilang lebih lama dibanding dengan hidrolisis asam.

2.2.1 Cellulose Nanocrystal (CNC)

Nanokristalin selulosa merupakan turunan selulosa murni yang memiliki partikel yang berbentuk seperti batang diameter 1-100 nm dan panjang partikel dalam beberapa mikrometer (Brinchi, 2013). Nanokristalin selulosa dengan ukuran partikel 160-400 nm (panjang) dan 20- 30 nm (diameter) memiliki aspek ratio yang relatif rendah (Sofla, 2016). Nanokristalin selulosa adalah struktur nanokristal individual yang merupakan elemen nanofibril dari kristalin selulosa yang diperoleh setelah menghilangkan bagian amorf melalui reaksi hidrolisis dengan asam kuat serta ukuran partikelnya tergantung pada suhu, konsentrasi asam, dan lama hidrolisis. Nanokristalin selulosa telah diuji untuk berbagai aplikasi, salah satunya pada bahan penguat untuk industri biokomposit, antimikroba, dan alat medis serta green catalysts (Azeh, 2017).

Hidrolisis asam serat selulosa bahan alam merupakan metode utama yang digunakan untuk isolasi nanokristalin selulosa. Nanokristalin selulosa tergantung pada sumber dan metode isolasinya, sehingga dapat bervariasi dari struktur kristal, derajat kristalinitas, sifat fisika kimia dan aspek rasio. Gugus hidroksil nanokristalin selulosa mudah dimodifikasi sehingga dapat dengan mudah dimasukkan gugus ionik (sulfat, karboksilat), gugus katalis (ammonium), dan gugus polimerisasi (Sadeghifar, 2011).

(6)

Metode lain yang dapat digunakan untuk menghasikan nanokristalin selulosa adalah fermentasi. Namun metode yang paling dikenal dan banyak digunakan adalah metode hidrolisis asam karena memungkinkan dihasilkannya suspensi yang stabil. Asam sulfat dan asam klorida biasa digunakan dalam metode hidrolisis asam karena efektif dalam menghidrolisis ikatan glikosidik pada selulosa. Namun asam sulfat lebih disukai karena dapat menghasilkan suspensi yang lebih stabil. Hal ini diakibatkan terbentuknya gugus sulfat pada permukaan selulosa (Duran, 2011).

2.2.2 Cellulose Nanofiber (CNF)

Serat nano atau nanofiber adalah serat yang mempunyai diameter sangat kecil berskala nanometer (1 nm=10-9 meter) namun memiliki panjang bisa lebih dari 500 nm (Zubaidi, 2009). Nama lain dari nanofiber ini yaitu nanofibrils,nanofibrillated cellulose, microfibrils ,dan microfibrillated celullulose.

CNF biasanya dibuat dari berbagai bahan yaitu kayu, umbi kentang, rami dan masih banyak lagi (Klemm, 2011). Pada dasarnya, pembuatan nanoserat dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti wet spinning, dry spinning, melt spinning, electrospinning, refiner, grinder, high pressure homogenizer, dan lain- lain (Zubaidi, 2009). Berbeda dengan CNC yang permukaannya terdiri dari daerah kristal, permukaan daerah CNF terdiri dari daerah kristal dan daerah amorf.

Keunggulan serat nano atau CNF adalah mempunyai permukaan yang luas persatuan massa atau volume, sangat ringan, mudah dibentuk dan disesuaikan dengan pemakaian (1 D, 2D dan 3D), mampu menembus batas kinerja material konvensional serta punya nilai ekonomis yang sangat tinggi.

Gambar 2.3 Gambar Skematik CNF

(7)

Saat ini banyak dikembangkan serat nano dan bahan polimer dan polimer komposit dengan berbagai ragam sifat, bentuk dan ukuran. Serat nano dengan sifat piezoelektrik, dengan ukuran antara 60 nm 1000 nm telah dibuat, sifat serat nano diperkaya dengan menambahkan material lain sehingga terbentuk serat nanokomposit dengan sifat seperti piezo/penghantar listrik a piezo/sifat lain. Serat nano ini telah diuji untuk saringan udara kinerja tinggi untuk menembus batas kinerja teknologi filter udara konvensional. Kinerja serat nano jauh lebih bagus dibandingkan serat mikro. Potensi lain serat nanokomposit piezoelektrik adalah untuk sensor dan aktuator yang dapat digunakan pada sistem robotik dengan sensitivitas tinggi (Lucia, 2009).

2.3 Penelitian Terdahulu

Berikut merupakan rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1 Rosa, 2010 Metode : Hidrolisis asam pada limbah potongan kelapa dengan asam sulfat

Hasil : Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 58-515 x 5-6 nm.

2 Sadegifar, 2011 Metode : Hidrolisis asam pada kertas saring Whattman dengan asam bromide 2,5 M.

Hasil : Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 100-400 x 7- 8 nm.

3 Brito, 2012 Metode : Hidrolisis asam pada serat bambu dengan asam sulfat 64% berat.

Hasil : Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 100 -130 x 7-8 nm.

4 Xiong, 2012 Metode : Hidrolisis asam pada limbah katun dengan asam sulfat 63% berat.

Hasil : Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran dengan diameter 10-65 nm.

5 Septevani, 2019 Metode: Hidrolisis asam pada tandan kosong kelapa sawit dengan asam sulfat dan asam fosfat.

Hasil : Nanoselulosa yang dihasilkan dari asam sulfat berukuran 17,2-128,4 x 1,8-10,7 nm, sedangkan nanoselulosa yang dihasilkan dari asam fosfat berukuran diameter 2,1-10,5 nm sedangkan panjangnya lebih dari 500 nm.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

They felt (1) confused (“I felt so confused…this change of learning mode is alien to me. I used to meet my friends [in-person] at school but then we met online only”. -Student AH),