• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

Selain kelima manfaat tersebut, jerami juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu, desinfektan dan pewangi pada pengolahan karet dengan menggunakan asap cair hasil proses pirolisis jerami padi. Asap cair mengandung lebih dari 400 bahan dan mempunyai fungsi menghambat perkembangan bakteri serta cukup aman sebagai bahan pengawet alami (Fachraniah, dkk., 2009). Kualitas dan kuantitas asap cair dipengaruhi oleh kondisi proses produksi antara lain bahan baku, tekanan, suhu dan waktu pembakaran.

Pada asap cair yang diperoleh masih terdapat senyawa tar yang mengandung senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH). Pemurnian asap cair dapat dilakukan dengan menggunakan distilasi, adsorpsi atau kombinasi keduanya. Asap cair grade 1 digunakan sebagai bahan pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, bumbu barbeque, warna bening, rasa agak asam, aroma netral.

Asap cair grade 1 merupakan asap cair kualitas terbaik dan tidak mengandung senyawa berbahaya untuk diaplikasikan pada produk pangan. Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang telah melalui tahap destilasi kemudian adsorpsi zeolit. Asap cair ini mempunyai warna kuning kecoklatan, rasa agak asam dan aroma asap lemah, dengan kandungan tar 16,6%, fenol 9,55%, karbonil 1,67%.

Asap cair ini mempunyai ciri-ciri berwarna coklat tua dan berbau menyengat, kandungan tar (51,82%) masih tinggi (Himawati, 2010).

Gambar 2.2 Teknologi Konversi Biomassa  Sumber: Anonim (2008)
Gambar 2.2 Teknologi Konversi Biomassa Sumber: Anonim (2008)

Keunggulan dan Sifat Fungsional Asap Cair

PAH cincin 3 dihasilkan melalui proses petrogenik, sedangkan PAH cincin 4 dan 5-6 dihasilkan melalui proses pirolisis (Muri et al., 2009). Pada pH 4,0, asap cair dapat menghambat semua bakteri pembusuk dan patogen, sedangkan pada pH tinggi sekitar 6,0, penghambatan pertumbuhan bakteri oleh asap cair mulai berkurang (Darmaji & Izimoto, 1995). Pada pengenceran 10 kali, asap cair mampu menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluoresensi, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Darmaji, 1996).

Senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah fenol yang merupakan antioksidan utama pada asap cair (Girard, 1992). Peran antioksidan ditunjukkan oleh senyawa fenolik dengan titik didih yang tinggi, terutama 2,6-dimetoksifenol; 2,6-dimetoksi-4-metilfenol dan 2,6-dimetoksi-4-etilfenol bertindak sebagai donor hidrogen melawan radikal bebas dan menghambat reaksi berantai (Pszczola, 1995). Senyawa tersebut dapat menghambat oksidasi lemak, mencegah oksidasi lipid dengan menstabilkan radikal bebas, dan efektif mencegah hilangnya rasa akibat oksidasi lemak (Khayat et al., 1983; Ladikos et al., 1990).

Pemanfaatan Asap Cair

Dibandingkan dengan koagulasi asam format, penggunaan asap cair lebih baik karena sari gom yang terkoagulasi tidak berbau. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keawetan kayu non permanen maka sangat diperlukan tindakan perlindungan kayu (Supriana et al., 1996). Asap cair mempunyai kemampuan mengawetkan kayu terutama terhadap jamur busuk putih seperti Ganoderma sp dan Paliporus alcularis.

Pengecatan kayu dengan asap cair merupakan salah satu cara yang bertujuan untuk memperpanjang umur kayu. Cara perendaman adalah dengan merendam kayu dalam asap cair selama beberapa menit, untuk hasil yang lebih baik sebaiknya kayu dikeringkan terlebih dahulu.

Aplikasi Asap Cair

Pembuatan Asap Cair

Torefaksi (Torrefaction)

Torrefaksi merupakan suatu proses perlakuan panas terhadap biomassa pada suhu antara 200ºC - 300ºC dan tekanan atmosfer tanpa adanya oksigen. Nama lain dari proses torefaksi adalah pemanggangan, pirolisis lambat-ringan, pemasakan kayu, dan pengeringan suhu tinggi. Pada proses torefaksi, biomassa akan mengalami devolatilisasi yang menyebabkan penurunan bobot, namun kandungan energi awal biomassa torefaksi tetap tertahan dalam produk padatnya, sehingga densitas energi biomassa lebih tinggi dibandingkan biomassa awal.

Keseluruhan proses torefaksi dapat dibagi menjadi beberapa tahapan seperti pemanasan, pengeringan, torefaksi dan pendinginan seperti yang dijelaskan oleh Bergman dkk (2000). Pada tahap ini suhu biomassa meningkat, dan pada akhir tahap ini uap air dari biomassa mulai menguap. Pada suhu biomassa mendekati 100ºC, air dalam biomassa akan mulai menguap pada suhu konstan.

Beberapa berat badan juga mungkin hilang selama tahap ini, itulah sebabnya tahap ini juga disebut torefaksi ringan. Biomassa yang telah dikeringkan kemudian didinginkan dari suhu yang lebih rendah dari 200 °C ke suhu akhir, yaitu suhu kamar. Mekanisme torefaksi didasarkan pada reaksi tiga komponen utama biomassa yaitu hemiselulosa, selulosa dan lignin.

Ketika suhu biomassa mencapai 200ºC, hemiselulosa mengalami devolatilisasi dan karbonisasi yang terbatas (biomassa mulai berubah warna menjadi coklat). Jika devolatilisasi dilanjutkan, pada suhu sekitar 250ºC - 260ºC, lignin dan selulosa mengalami sedikit degradasi yang tidak menyebabkan hilangnya berat biomassa secara signifikan. Reaksi yang berbeda pada hemiselulosa, selulosa dan lignin menghasilkan 2 rentang torefaksi, yang pertama torefaksi ringan dengan suhu di bawah 240ºC dan ditandai dengan degradasi hemiselulosa yang signifikan.

Yang lainnya adalah torefaksi parah, yang terjadi di atas 270 °C dan ditandai dengan reaksi selulosa dan lignin.

Karbonisasi

Fase pembentukan lapisan aromatik berada pada suhu lebih dari 400oC dan lignin terus terurai hingga suhu 500oC. Gambar 2.5 menegaskan bahwa pendistribusian produk bergantung pada dua tahap, yaitu penguraian dari saat “meleleh”, kemudian partikel kayu menjadi fraksi gas, cair dan padat (tahap pertama) dan penguraian terus menerus dari fraksi cair (tahap kedua). tahap), dan rasio laju konstan dari tahap pertama ke tahap kedua. Tiga yang terakhir umumnya penting dan hasil produk cair meningkat seiring dengan berkurangnya ukuran.

Pada suhu yang lebih tinggi, kurang arang dihasilkan dan lebih banyak tar dihasilkan di bawah 500°C.

Gambar 2.5 Skema Broide-Shafizadeh termodifikasi
Gambar 2.5 Skema Broide-Shafizadeh termodifikasi

Proses Pirolisis

  • Jenis Pirolisis
  • Proses Pirolisis Limbah Jerami Padi
  • Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pirolisis
  • Prinsip Kerja Alat Pirolisis
  • Komponen Alat Pembuatan Asap Cair

Asap yang dihasilkan dari proses pembakaran dengan suhu tinggi akan masuk ke kondensor dan akan mengalami pengembunan. Pada proses pirolisis dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa jerami padi yang telah dikeringkan dan dibersihkan dari kotoran. Asap cair diperoleh dari proses pemanasan limbah jerami padi, Asap yang keluar dari proses pemanasan selanjutnya akan terkondensasi sehingga diperoleh produk berupa asap cair.

Distilasi sebagai asap cair dan tar: Komposisi utama produk yang dikumpulkan adalah metanol dan asam asetat. Berbagai variabel yang mempengaruhi proses pirolisis antara lain waktu pemanasan, suhu pemanasan, kadar air, ukuran partikel, dan berat partikel. Lamanya waktu pemanasan mempengaruhi produk yang akan dihasilkan, karena semakin lama waktu pirolisis maka unsur karbon yang terkandung dalam produk yang dihasilkan (residu padat, tar dan gas) semakin bertambah.

Kadar air suatu bahan berbeda-beda tergantung jenis bahan dan proses pengolahan bahan bakunya. Semakin banyak bahan baku yang ditambahkan, maka rendemen bahan bakar cair (tar) dan arang akan meningkat (Wahyudi, 2001). Pada proses pemanasan yang berlangsung di dalam reaktor pirolisis, asap yang dihasilkan akan dialirkan ke dalam kondensor melalui pipa yang menghubungkan reaktor pirolisis dengan kondensor.

Hal ini disebabkan adanya perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan suhu antara reaktor pirolisis dan kondensor. Proses pembuatan asap cair dari limbah jerami padi dilakukan dengan menggunakan reaktor fixed bed yang disertai dengan komponen peralatan pendukung lainnya. Reaktor pirolisis merupakan suatu alat pengurai senyawa organik yang dilakukan melalui proses pemanasan tanpa kontak langsung dengan udara luar pada suhu 300 oC – 600oC.

Pipa penghubung pada rangkaian peralatan pengolahan asap cair berfungsi sebagai penghubung antara reaktor pirolisis dengan kondensor. Asap hasil pembakaran pirolisis akan mengalir menuju kondensor karena adanya perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan temperatur antara reaktor pirolisis dan kondensor. Gas buang yang mengalir dari reaktor pirolisis melalui pipa penghubung akan masuk ke kondensor dan akan.

Selama asap berada pada saluran kondensat maka akan terjadi kondensasi sehingga menimbulkan asap cair (Buckingham, 2010). Tungku adalah suatu alat yang menjamin perpindahan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dalam suatu ruang ke bahan yang dipanaskan hingga mencapai suhu yang diinginkan.

Tabel 2.5 Kandungan Produk pada Jenis Proses Pirolisis (Winanti dkk, 2011)
Tabel 2.5 Kandungan Produk pada Jenis Proses Pirolisis (Winanti dkk, 2011)

Pemurnian Asap Cair

Distilasi

Produk destilat yang dikumpulkan terlebih dahulu mempunyai kandungan komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat lainnya. Menurut Gorbatov et al., (1971) proses distilasi asap cair juga dapat menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan yaitu senyawa tar dan hidrokarbon aromatik polikistik.

Adsorpsi

  • Jenis-Jenis Adsorpsi
  • Jenis Adsorben yang Umum Digunakan`
  • Pemurnian Asap Cair dengan Adsorpsi Zeolit Aktif
  • Pemurnian Asap Cair dengan Adsorpsi Arang Aktif

Jika ukuran pori adsorben semakin kecil maka kapasitas adsorpsinya akan semakin besar dengan asumsi komponen yang teradsorpsi dapat masuk ke dalam rongga pori. Jumlah adsorben yang lebih besar akan memberikan luas permukaan yang lebih besar bagi adsorbat untuk terdesorbsi. Selain itu, jumlah adsorben yang lebih banyak juga akan memberikan peluang kontak yang lebih besar dengan molekul adsorbat.

Gaya tarik menarik zat padat dibedakan menjadi dua macam, yaitu gaya fisika dan gaya kimia yang menimbulkan adsorpsi fisik (fisisorpsi) dan adsorpsi kimia (chemisorpsi). Tidak termasuk energi aktivasi spesifik Termasuk energi aktivasi spesifik Sifatnya tidak spesifik Sangat spesifik. Pada umumnya suhu kerja silika gel sampai dengan 200 o C. Jika beroperasi diatas batas suhu kerja maka kandungan air pada silika gel akan hilang dan menyebabkan hilangnya kapasitas adsorpsinya.

Karbon aktif dapat dibuat dari batu bara, kayu, tempurung kelapa dan lain-lain melalui proses pirolisis dan karburisasi pada suhu 700ºC – 800ºC, contoh karbon aktif adalah arang aktif. Mineral aluminosilikat ini terdapat secara alami, sedangkan zeolit ​​buatan diproduksi dan dikembangkan untuk keperluan khusus, antara lain 4A, 5A, 10X dan 13X yang memiliki volume rongga antara 0,05 dan 0,30 cm3/gram dan dapat dimanfaatkan. Zeolit ​​​​4A (NaA) digunakan untuk memisahkan campuran hidrokarbon, sedangkan zeolit ​​​​5A (CaA) digunakan untuk memisahkan parafin dan beberapa hidrokarbon siklik.

Proses pemurnian asap cair secara adsorpsi dilakukan dengan menggunakan adsorben berupa zeolit ​​aktif dan karbon aktif untuk memisahkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan menghilangkan warna asap cair (Ginting, 2008). Proses pemurnian asap cair dengan zeolit ​​aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang bebas dari senyawa berbahaya seperti benzo(a)pyrene (Adhitya dkk, 2015). Distribusi muatan yang tidak biasa dalam rongga dehidrasi berarti bahwa beberapa bahan dengan dua kutub (dipol) akan diserap.

Apabila terdapat dua atau lebih molekul yang melintasi saluran rongga, namun karena pengaruh polar atau hubungan antara molekul zeolit ​​itu sendiri dengan zat yang diabsorpsi, hanya satu yang lolos sedangkan yang lainnya tertahan atau ditolak (Zuzzman dkk., 1985). ).

Tabel 2.6 Perbedaan Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia(sumber: Atkin, 1999: 437-438)
Tabel 2.6 Perbedaan Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia(sumber: Atkin, 1999: 437-438)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait