• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Permasalahan gizi yang sering dialami remaja merupakan permasalahan gizi ganda yaitu gizi kurang dan kelebihan berat badan serta obesitas. Indikator status gizi yang digunakan pada kelompok umur ini didasarkan pada pengukuran antropometri berat badan (kg) dan tinggi badan (cm), yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (BMI/U). ) ). Menurut Guthrie (2010) dalam Almatsier (2006), kelebihan gizi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi dan kebutuhan gizi sehingga mempengaruhi status gizi seseorang.

Ketidakseimbangan positif terjadi ketika asupan energi lebih besar dari kebutuhan sehingga menyebabkan kelebihan berat badan atau gizi berlebih. Menurut Darmadi dan Ruslie (2010), selain membatasi asupan makanan, remaja yang memiliki body image negatif diyakini akan berusaha aktif secara fisik guna mencapai berat badan ideal yang diinginkannya. Menurut Darmadi dan Ruslie (2010), remaja yang memiliki body image negatif akan merasa memiliki berat badan yang tidak ideal.

Selain itu tinggi badan merupakan ukuran penting kedua, karena dengan menghubungkan berat badan dengan tinggi badan maka faktor usia dapat dikesampingkan (Supariasa, 2002).

Tabel berikut ini memaparkan jumlah bahan makanan yang rata- rata-rata dibutuhkan dalam waktu sehari pada usia remaja berdasarkan  Angka Kecukupan Gizi (AKG) remaja putri
Tabel berikut ini memaparkan jumlah bahan makanan yang rata- rata-rata dibutuhkan dalam waktu sehari pada usia remaja berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) remaja putri

Kebiasaan Makan

Arisman (2004) dalam Kadir (2016) menyatakan bahwa ‘kebiasaan makan’ adalah cara individu dan kelompok mempersiapkan, mengkonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia, berdasarkan faktor sosial dan budaya di mana mereka tinggal. Kebiasaan makan adalah apa, oleh siapa, untuk siapa, kapan dan bagaimana makanan tersebut disajikan di meja untuk dimakan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan Menurut Khumaidi (2004) dalam Kadir (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan masyarakat pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua faktor utama, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

Suharjo (2003) mengatakan bahwa “unsur sosial budaya mampu menciptakan kebiasaan makan yang bersifat turun-temurun dan sulit diubah”. Faktor lingkungan budaya yang berkaitan dengan kebiasaan makan biasanya mencakup nilai-nilai kehidupan spiritual dan kewajiban sosial. Kelompok masyarakat yang kuat secara ekonomi cenderung makan banyak, dan konsumsi rata-rata melebihi tingkat kecukupannya.

Di sisi lain, masyarakat yang ekonominya paling lemah, yang umumnya merupakan produsen pangan, mempunyai kebiasaan makan yang memberikan nilai gizi di bawah kuantitas dan kualitas yang sesuai. Oleh karena itu, lingkungan ekonomi juga menjadi faktor penentu yang mewarnai kebiasaan makan. Wawasan konsumsi yang merupakan faktor internal yang ada dalam diri setiap individu akan mempengaruhi kebiasaan makan (Ahmad 2001).

Kebiasaan makan (food behavior) seseorang juga sangat dipengaruhi oleh faktor (status) kesehatan seseorang. Selain itu, perasaan bosan, kecewa, putus asa, stres merupakan ketidakseimbangan psikologis yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan. 20 Keadaan seperti ini, jika menonjol dalam kebiasaan makan, akan menyebabkan kekurangan berbagai zat gizi.

Kebiasaan makan yang buruk meliputi pantangan (pantangan) yang sebenarnya merupakan kebalikan dari konsep gizi, seperti larangan anak makan daging/ikan karena kelak kelak akan kena cacingan. Penelitian tentang kebiasaan makan sarapan menunjukkan bahwa 50% remaja putri tidak sarapan, hal ini berhubungan dengan hilangnya nafsu makan dan tersedianya menu yang tidak memuaskan (Rickert & Jay 1996).

Gizi Seimbang Remaja Putri

Pada Tumpeng Gizi Balang, makanan sumber protein hewani dan nabati diletakkan berdekatan pada tingkat yang sama di bawah bagian atas tumpeng. Menurut Soekirman (2006) dalam Dedeh (2010), pesan dalam pedoman gizi seimbang menganjurkan kebutuhan lemak sebaiknya seperempat dari kebutuhan energi. Lemak juga merupakan sumber asam lemak esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan, sebagai sumber pasokan energi tingkat tinggi, dan sebagai pembawa vitamin yang larut dalam lemak.

Pada Tumpeng Gizi Balancing, sumber lemak makanan seperti yang telah dijelaskan di atas ditempatkan pada bagian atas Tumpeng Gizi Balancing karena penggunaannya dianjurkan sesuai kebutuhan (Dedeh dkk: 2010). Sumber makanan yang baik adalah biji-bijian, beberapa buah dan sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian kering. Penyebabnya paling sering adalah akibat kurangnya asimilasi zat besi dari makanan, zat besi dari simpanan dalam tubuh dengan pertumbuhan yang cepat dan hilangnya zat besi.

Peran zat besi penting dalam mengangkut oksigen dalam tubuh dan peran lainnya dalam pembentukan sel darah merah.Gadis yang sedang menstruasi membutuhkan kadar zat besi ekstra yang lebih tinggi. Defisiensi zat besi akan menyebabkan defisiensi zat besi atau anemia zat besi, sedangkan asupan yang berlebihan akan menyebabkan kelebihan zat besi pada pasien dengan kecenderungan genetik tertentu. Sumber zat besi yang baik termasuk hati, daging sapi, kacang kering, bayam, serta biji-bijian dan biji-bijian. diperkaya (Dedeh, et al., 2010). Kebutuhan kalsium meningkat secara paralel dan meningkat dari 800 mg/hari menjadi 1200 mg/hari pada kedua jenis kelamin pada usia 11-19 tahun.

Fungsi vitamin C adalah pembentukan kolagen, tulang dan gigi, meningkatkan penyerapan zat besi dan melindungi vitamin dan mineral lainnya dari oksidasi (antioksidan). Konsumsi vitamin C menyebabkan gejala kekurangan vitamin C, berupa pendarahan pada kulit dan gusi, kelemahan dan berdampak pada perkembangan tulang. Fungsinya sebagai antioksidan, sumber vitamin E yang baik dalam makanan, minyak dan lemak nabati, beberapa produk biji-bijian, kacang-kacangan dan beberapa ikan laut.

Survei Konsumsi Makanan (24 Hour Recall )

Dapat memberikan gambaran nyata tentang apa yang sebenarnya dikonsumsi individu sehingga asupan gizi hariannya dapat dihitung. Sindrom lereng datar, yaitu kecenderungan responden kurus melaporkan bahwa mereka mengonsumsi lebih banyak (overestimasi) dan responden gemuk melaporkan lebih sedikit (underestimasi). Mewajibkan staf atau petugas terlatih dan terampil dalam penggunaan alat bantu URT dan keakuratan alat bantu yang digunakan sesuai kebiasaan masyarakat.

Untuk mengetahui gambaran konsumsi makanan sehari-hari: penarikan kembali tidak boleh dilakukan pada saat panen raya, hari pasar, akhir pekan pada saat upacara keagamaan, hari raya dan sebagainya.

Tingkat Konsumsi

Zat gizi lainnya akan terpenuhi jika konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai tingkat kecukupan gizi (AKG). Sedangkan tingkat pengeluaran energi (TKE) diperoleh dengan membandingkan konsumsi protein dan pengeluaran energi dengan RDA yang dianjurkan. Mutu suatu pangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam pangan tersebut dan perbandingan antar keduanya.

Apabila penataan masakan memenuhi kebutuhan tubuh, baik kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan mencapai kesehatan gizi yang baik, yang disebut dengan konsumsi yang cukup. Apabila konsumsi baik kuantitas maupun kualitas melebihi kebutuhan tubuh disebut konsumsi berlebihan, maka akan terjadi keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kualitas dan kuantitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi kesehatan gizi buruk atau kondisi defisiensi (Sediaoetama, 2006).

Citra Tubuh (Body Image)

29 Secara umum, remaja perempuan kurang puas dengan bentuk tubuh mereka dan mempunyai citra tubuh yang lebih negatif selama masa pubertas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Semarang mengenai body image dan perilaku yang tidak tepat dalam mencapai bentuk tubuh ideal pada kalangan siswi SMA diketahui bahwa motivasi remaja dalam mencapai bentuk tubuh ideal adalah sebesar 48,6%. Hal ini akan mempengaruhi psikologi remaja putri mengenai body image mereka sehingga akan melakukan perilaku yang tidak tepat dalam mencapai bentuk tubuh ideal dan kebiasaan makan yang salah (Dieny, 2014). Citra tubuh mengandung tiga komponen tersendiri, yaitu 1) persepsi ukuran tubuh (kebenaran mengenai persepsi terhadap ukuran tubuh seseorang, seperti keyakinan bahwa ukuran tubuh seseorang lebih besar dari ukuran tubuh sebenarnya), 2) komponen subjektif (kepuasan terhadap tubuh seseorang ukuran, kecemasan dan kekhawatiran terhadap ukuran tubuh atau bagian tubuh tertentu), 3) aspek perilaku (menghindari situasi yang dapat menimbulkan kegelisahan atau ketidakpuasan terhadap citra tubuh), sehingga citra tubuh seseorang mengacu pada perasaan, gambaran, dan perilaku individu terhadap tubuhnya (Dieny , 2014).

Seseorang yang memiliki persepsi yang salah terhadap bentuk tubuhnya, atau menerima bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan bentuk aslinya, dikatakan memiliki body image yang negatif. Sebaliknya, orang dengan body image positif mempunyai persepsi yang benar, atau melihat bentuk tubuh apa adanya. Seseorang dengan body image positif merasa bangga dan nyaman dengan bentuk dan ukuran tubuhnya (Dieny, 2014).

Penelitian yang dilakukan Christofel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan body image antara siswa laki-laki dan perempuan, siswa laki-laki memiliki body image yang lebih positif dibandingkan siswa perempuan. Citra tubuh sangat dipengaruhi oleh media yang menggambarkan sosok langsing sebagai sosok ideal. Orang tua dan lingkungan cenderung mengkritik penampilan fisik, sehingga dapat meningkatkan ketidakpuasan terhadap citra tubuh seseorang.

Komentar orang tua dan anggota keluarga lainnya berdampak besar pada citra tubuh anak. Menurut Metcalf, tingkat pendidikan yang rendah dan tingkat sosial ekonomi yang rendah akan mempunyai body image yang lebih positif, begitu pula dengan tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. 33 yang tinggi akan mempunyai citra tubuh yang lebih negatif atau ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang lebih besar.

Aktivitas Fisik

Hubungan Body Image dengan Kebiasaan Makan

Kesalahpahaman mengenai perilaku makan akan menyebabkan remaja membatasi asupan makanannya karena remaja merasa bentuk tubuhnya tidak sesuai dengan keinginannya. Perilaku makan mempunyai pengaruh yang besar terhadap status gizi remaja putri, karena perilaku makan yang baik menjamin asupan zat gizi yang diperlukan tercukupi, sehingga status gizi remaja putri meningkat.

Hubungan Body Image dengan Status Gizi

Hal ini dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat mempertahankan dan mengubah status gizi seseorang menjadi normal. Menilai citra tubuh seseorang dapat mempengaruhi status gizi seseorang, menjadi normal, kurus, atau kelebihan berat badan dan obesitas (Serly, dkk, 2015). Penyebab status gizi seseorang banyak faktor, selain gambaran tubuh, status gizi dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik sehari-hari, pengetahuan tentang gizi, asupan energi yang dikonsumsi atau faktor lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden yang tidak puas dengan citra tubuhnya memiliki pola makan yang tidak baik, namun masih banyak responden yang tidak puas dengan citra tubuhnya dan ternyata status gizinya kurang atau obesitas. Ternyata masih banyak responden yang tidak memperdulikan status gizinya, padahal responden merasa tidak puas dengan body image dirinya. Ketidakpedulian tersebut juga bisa disebabkan karena sebagian besar responden adalah pelajar yang rata-rata tidak tinggal bersama orang tuanya (kost), sehingga kurang peduli dengan makanan yang dimakannya (Serly, dkk, 2015).

Hubungan Body Image dengan Aktifitas Fisik

38 Menurut Dacey dan Kenny dalam Kinanti Indika, persepsi negatif remaja terhadap body image akan menghambat perkembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan membangun hubungan positif dengan remaja lainnya (Aritonang, dkk, 2015). Menurut Hurlock dalam Kinanti Indika, setiap orang tentu ingin menampilkan penampilan fisik yang menarik, tak terkecuali para remaja putra dan putri. Bagi para remaja khususnya remaja putri yang bentuk tubuhnya kurang ideal sering kali mengingkari kenyataan akan perubahan fisiknya sehingga terkesan mengucilkan diri karena minder, dan bagi remaja yang menerima perubahan fisik yang terjadi pada dirinya, mereka menganggap itu merupakan hal yang wajar karena semua orang pasti mengalaminya, manusia pasti melewati masa pubertas.

Oleh karena itu, untuk menjaga berat badan tetap ideal, selain menjaga pola makan, aktivitas fisik juga harus diperhatikan. Banyaknya kalori yang terbakar tergantung pada frekuensi, durasi dan intensitas olahraga yang dilakukan (Aritonang, dkk, 2015).

AFHC (Adolescent Food Habits Checklist)

39 (sum: UCL Institute of Epidemiology and Health Care Research. Department of Behavioral Science and Health.

Body Shape Questionnaire

Referensi

Dokumen terkait