• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUMAN TRAFFICIKING MENURUT KONVENSI PALERMO TAHUN 2000

A. Kajian Umum Tentang Human Trafficking Dalam Instrumen Hukum Internasional

Berbicara tentang hukum internasional berarti berbicara tentang adanya pengaturan hukum yang berlaku secara internasional yang bukan hanya mencakup keberadaan satu negara saja melainkan negara dengan negara lain. Hukum internasional saat ini telah berada pada kondisi yang relatif dibuhtukan oleh setiap negara sebagai pedoman bersosialisasi dan berorientasi dengan negara lain. Pada praktiknya hukum internasional telah mengatur beberapa hal baik hubungan politik, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya namun, di dunia kejahatan hukum internasional telah memberikan pengaruh yang sangat substansial salah satunya jenis kejahatan perdagangan orang . Sebelum membahas lebih jauh tentang kajian umum perdagangan orang terlebih dahulu kita membahas tentang hakekat hukum internasional.

Secara konteks hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas yang berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara, namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga menyangkut struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan

(2)

individu.1 Selain dari pada itu hukum internasional pula mengacu kepada istilah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa, dan atau hukum antar negara. Artinya bahwa istilah tersebut tidaklah berbeda jauh namun, memiliki kaitan satu sama lainnya oleh karena merujuk pada kaidah asas dan konsep hukum yang mengatur hubungan atau aspek yang melintasi batas suatu negara. Mochtar Kusumaatmajda menyatakan bahwa hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas- asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. 2 Arti dari pengertian hukum internasional sebagaimana dikemukan oleh Mochtar Kusumaatmadja hendak menyatakan bahwa hukum internasional ialah hukum yang bersifat hukum publik oleh karena berdampak bagi kepentingan semua negara.

Ruang lingkup definisi hukum internasional merupakan sistem hukum yang terintegrasi secara horizontal. Satu negara dan organisasi internasional berelasi satu sama lain. Di mana negara merupakan subjek hukum internasional dalam arti klasik dan telah demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional.3 Sifat hukum internasional memiliki pula tujuan untuk mengatur keberadaan masyarakat internasional yang menjadikan hukum internasional sebagai norma dasar hukum yang berlaku antar satu negara dengan negara lain, sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat internasional. Hukum internasional tidak dipaksakan

1Andi Tenripadang, “Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Diktum, Vol 14 No. 1, Juli 2016, hal. 67.

2 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Jakarta, 1981, hal.

.1

3 Davidsion, Hal Asasi :Sejarah, Teori Dan Praktik Dalam Pergaulan Internasional, Graffiti, Jakarta, 1994, hal 84-85.

(3)

oleh lembaga supranasional untuk diikuti tetapi hubungan antara hukum internasional dengan negara bukan hanya sebatas subjek hukum internasional melainkan sebagai dasar, norma yang akan selalu diikuti. Beberapa bukti seperti di bawah ini yang pada prinsipnya menunjukan bahwa hukum internasional berkembang dan berorientasi dalam masyarakat internasional. Adapun implementasi hukum internasional dapat tercermin dari 3 (tiga) aspek yang dipadang sebagai bentuk penyelesaian suatu permasalahan, yakni:

1. Alat-alat perlengkapan negara, khususnya yang bertugas menangani masalah-masalah luar negeri atau internasional, menghormati kaidah-kaidah hukum intemasional yang mengatur hubungan-hubungan yang diadakannya dengan sesama alat-alat perlengkapan dari negara lain.

2. Perselisihan-perselisihan internasional, khususnya yang menyangkut masalah yang mengandung aspek hukum-walaupun tidak selalu- diselesaikan melalui jalur-jalur hukum internasional

3. Pelanggaran-pelanggaran atas kaedah-kaedah hukum internasional ataupun konflik-konflik intemasional yang sering kita jumpai dalam berita-berita media massa, hanyalah sebagian kecil saja jika dibandingkan dengan perilaku dan tindakan-tindakan negara-negara yang mentaati hukum internasional itu.4

4 Dina Sunyowati, Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum Nasional (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Di Indonesia), Jurnal Hukum Dan Peradilan, Vol 2 No. 1, Maret 2013, hal. 74-75.

(4)

Tiga aspek menunjukan bahwa hukum internasional memiliki arti esensial yakni berupa alat-alat perlengkapan negara sebagai bagian dari perselisihan internasional serta mengatur pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam hukum internasional.

Tidak bisa dipungkiri bahwa objek hukum internasional nyatanya bersifat luas sebagaimana yang dibahas sebelumnya bahwa hukum internasional mengatur satu negara dengan negara lain.

Makna hukum internasional ialah adanya keberadaan yang sangat strategis saat ini, oleh karena hukum internasional telah berdampak pada suatu instrument.

Adapun instrumen hukum internasional adalah alat yang berupa standar -standar pembatasan pelaksanaan dan mekanisme kontrol terhadap kesepakatan - kesepakatan antar negara tentang apapun permasalahan dan juga pengaturan baik berupa konvensi maupun protokol.5

Konteks hukum internasional, mencakup pengaturan yang sangat luas sebab oleh karena hampir meliputi seluruh negara yang keberadaanya ada saat ini. Maka secara tidak langsung hukum internasional mengatur berbagai hal, salah satunya mengatur tentang permasalahan perdaganngan orang. Dunia memperingati tanggal 2 Desember sebagai Hari Penghapusan Perbudakan setiap tahunnya. Modernisasi tak lantas secara otomatis menjadikan perbudakan sebagai bagian dari sejarah manusia yang tinggal kenangan. Faktanya hingga kini perbudakan masih saja terjadi dalam berbagai bentuk. Perbudakan yang mendorong terjadinya perdagangan orang merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Perdagangan orang

5 Ibid. hal. 75.

(5)

adalah permasalahan internasional yang terjadi pada setiap negara di dunia ini, nyatanya semua negara mempunyai catatan kasus perdagangan orang yang terjadi di negaranya.6 Sebagai kejahatan transnasional perdagangan orang menjadi permasalahan yang terjadi di setiap negara-negara di dunia sejak dulu sampai sekarang. Namun, guna menuntaskan permasalahan tersebut, dalam hukum internasional mengenal ada beberapa instrument hukum internasional yang telah mengatur tentang hal ini antara lain :

1. Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) Tahun 1948;

2. Convention Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forums of Child Labor (ILO.182) (Konvensi Mengenai Larangan dan Tindakan Segera untuk Penghapusan Forum Terburuk Pekerja Anak (ILO No. 182) Tahun 1999;

3. International Convention for The Suppression of White Slave Traffic (Konvensi Internasional Untuk Menghapus Perdagangan Budak Kulit Putih) Tahun 1921;

4. International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children (Konvensi Internasional Untuk Menghapus Perdagangan Perempuan Dan Anak) Tahun 1921;

5. International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age (Konvensi Internasional Untuk Menghapus Perdagangan Perempuan Dewasa) Tahun 1933;

6. Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Againts Women, CEDAW ( Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan) Tahun 1979;

7. Protocol to Prevent, Suppress ang Punish Traffikking in Person, Especially Women and Children , Supplement the United Nation Convention Againtst Transnational Organization Crime (Protokol Untuk Mencegah, Menindak, Dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan Dan Anak- Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) Tahun 2000; dan

8. SAARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution (Konvensi SAARC tentang Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak untuk Prostitusi) Tahun 2002.

6 Ibid. hal. 75.

(6)

Protokol Palermo Tahun 2000 (Protocol to Prevent, Suppress ang Punish Traffikking in Person, Especially Women and Children , Supplement the United Nation Convention Againtst Transnational Organization Crime) atau Protokol Tentang Mencegah, Menindak dan Menghukum (Pelaku) Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak melengkapi eksistensi United Nation Convention Againtst Transnational Organization Crime) tahun 2000, Perdagangan orang dapat diartikan sebagai

“The recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by means of the treath or use of force or other forms of coercion, of abduction, of deception, of the abuse of power or of apposition of vunerability of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or forms of sexual exslpotation, forced labor or sevices, slavery, servitude or the removeal of organs.” Yang dalam terjemahan Bahasa Indonesia berarti “Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, melalui perlakuan atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau penetapan kerentanan pemberi atau penerima. pembayaran atau manfaat untuk mendapatkan persetujuan dari orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi harus mencakup, minimal, eksploitasi pelacuran orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.”

Instrumen hukum internasional secara prinsip memuat ada berbagai macam atau bentuk perdagangan orang, Harkristuti Harkrisnowo menyatak jenis perdagangan orang pada saat melakukan penelitian di lembaga Indonesia yakni sebagai berikut :

1. Pengiriman TKI keluar negeri tanpa adanya dokumen resmi atau dengan dokumen resmi yang dipalsukandan dengan berkedok berbagai kegiatan legal, misalnya, “misi kebudayaan”;

2. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri untuk dieksploitasi secara seksual;

(7)

3. Penyelenggaraan perkawinan berbatas waktu hanya untuk melegalisasi hubungan seksual yang dimaksud untuk jangka waktu tertentu dengan mendapat kompensasi finansial (kawin kontrak) yang biasanya dilakukan oleh laki-laki pekerja asing dengan perempuan Indonesia;

4. Penyelenggaraan perkawinan antar negara melalui pesanan (mail- order bride) dan si pengantin perempuan sama sekali tidak mengetahui kondisi sebenarnya dari calon suami;

5. Perekrutan anak-anak untuk menjadi pekerja di jermal dengan upah yang sangat minim, kondisi kerja yang mengancam kesehatan tubuh, mental serta moral mereka; dan

6. Pengangkatan anak bayi tanpa proses yang benar.7

Secara umum membicarakan bentuk-bentuk perdagangan orang maka,tidak terlepas dari tindakan yang melanggar HAM hal ini disebabkan karena perdagangan orang terlah melanggar hak seseorang untuk menikmati kebebasan yang fundamental.

Instrumen hukum international tentang perdagangan orang memang memiliki makna berupa pencegahan karena secara umum instrument-instrumen hukum international memiliki konsep sebagai langkah yang dapat memutus suatu perbuatan yang melanggar hukum internasional. Sebagai kejahatan transnasional tentu langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam instrument hukum internasional tidak boleh merugikan bahkan memberikan efek terhadap siapapun dan harga diri seseorang, melainkan yang terutama ialah melindungi hak-hak mereka yang telah diperdagangkan, ini merujuk pada kerangka respon komprehensif yang mencakup pencegahan perdagangan orang, perlindungan atas orang-orang yang diperdagangkan, dan penjatuhan hukuman kepada para pelaku

7 Harkristuti Harkrisnawo, ”Tindak Pidana Perdagangan Orang : Beberapa Catatan”, Law Reviuw, Vol. 7, 2007, hal. 6.

(8)

perdagangan orang.8 di sisi lain perdagangan orang adalah kegiatan atau tindakan yang dapat menganggu dan juga bertentangan dengan HAM sehingga untuk mencegah hal itu, salah satu Rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disingkat Rekomendasi PBB) tentang HAM dan Perdagangan Orang menegaskan bahwa strategi-strategi yang ditujukan terhadap pencegahan perdagangan orang harus memusatkan perhatian pada permintaan sebagai penyebab utama perdagangan orang. Selain itu, Negara-negara serta organisasi-organisasi antar-pemerintah harus menjamin bahwa intervensi mereka memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap perdagangan orang, termasuk ketidakadilan, kemiskinan dan semua bentuk diskriminasi.9

Sebagai salah satu instrument hukum internasional Protocol to Prevent, Suppress ang Punish Traffikking in Person, Especially Women and Children , Supplement the United Nation Convention Againtst Transnational Organization Crime Tahun 2000 merupakan pendekatan internasional yang komprehensif dalam mengambil tindakan yang efektif guna mencegah, menekan dan menghukum perdagangan manusia. Kajian dalam instrument ini terfokuskan pada aspek perlindungan, sistem informasi dan tindakan lainnya seperti investigasi dan tuntutan.

Pada Pasal 2 memuat secara jelas prinsip-prinsip dasar untuk mencegah perdagangan orang yakni:

8Undp Regional Hiv And Development Programme Team, “Twilight Zone”, Cerita Sampul Dalam You And Adis The Hiv And Development Magazine For Asia Pacific, Vol. 2, No. 1, Agustus 2003.

9 Kantor Perburuhan Internasional, “Buku 6: Perdagangan Perempuan Dan Anak”, Dalam Pedoman Informasi: Mencegah Diskriminasi, Eksploitasi Dan Perlakuan Sewenang-Wenang Terhadap Pekerja Migran Perempuan, Jakarta, Internatioal Labour Organization, 2004, hal. 11.

(9)

1. Untuk mencegah dan memerangi perdagangan orang dengan lebih mengkhsuskan terhadap praktik perdangangan wanita dna anak;

2. Untuk melindungi dan membantu korban praktik perdagangan dengan menghormati hak asasi mereka;

3. Untuk mempromosikan kerja sama antar negara peserta dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah diatur dalam protokol ini.

Pencegahan yang dilakukan berdasarkan dasar instrumen hukum internasional adalah dengan tindakan pencegahan bagi korban agar tidak menjadi korban praktik lagi. Adapun salah satu langkah yang dilakukan ialah melakukan sistem informasi berupa kampanye nyata. Sejalan dengan itu, dalam instrument hukum internasional, berbicara mengenai kajian maka akan ditemukan beberapa kompenen dasar antara lain:

1. Instrumen hukum internasional merupakan kaidah pokok dengan beragam konvensi dan juga protokol yang memuat hakekat pentingnya pencegahan perdagangan orang

2. Seperti halnya beberapa konvensi di atas maka telah diyakini bawasannya menjadi kerangaka acuan bagi setiap negara untuk memberikan perlindungan lebih

3. Khalayak perdagangan orang masih menjadi dinamika permasalahan yang serius namun juga luar biasa untuk segera dimarginalkan sejak dini.

(10)

B. Tinjauan Tentang Human Trafficking Sebagai Salah Satu Kejahatan Transnasional

Isu perdagangan orang nyatanya telah memberikan daftar merah bagi setiap negara yang kedapatan masih aktif dalam praktek perdagangan orang tersebut.

Sebelum adanya tinjaun umum mengenai perdagangan manusia, harus pula dipahami apa yang dimaksud dengan perdagangan. Pada Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 49/166 mendefinisikan istilah “trafficking”

adalah:

“Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largely from developing countries and some countries and some countries with economiesin transition, will the end goal of forcing women and girl children intosexually or economically oppresivve and exploitative situations forthe profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well asother illegal activities related to trafficking, such as forced domestic Labour, false marrriages, clandestine employment and false adoption.” Yang jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia mengandung arti bahwa (Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembatu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi).10

Tahun 1994 PBB dalam Sidang Umum Majelis mendefenisikan yang dimaksud dengan trafficking adalah:

“Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum, terutama dari Negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi dengan tujuan memaksa perempuan dan anak perempuan masuk dalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi, sebagaimana juga tindakan ilegal lainnya yang berhubungan

10Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan Dan Anak), Usu Press, Medan, 2006, hal. 9.

(11)

dengan perdagangan perempuan seperti pekerja paksa domestik, kawin palsu, pekerja gelap dan adopsi palsu demi kepentingan perekrut, pedagang dan sindikasi kejahatan.”

Lembaga Anti Perdagangan Perempuan yakni Global Aliance Traffic in Women (selanjutnya disebut GAATW) mendefinisikan istilah perdagangan trafficking adalah:

“Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.”11

Kata trafficking sebenarnya adalah peng-Indonesian dari istilah Bahasa Inggris trafficking in human atau trafficking in person yang diperpendek menjadi trafficking saja. Secara sederhana, trafficking dipahami sebagai perdagangan manusia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa trafficking adalah tindakan yang pada umumnya berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan yang dengan tujuan untuk dilakukan perbudakan sehingga melanggar aspek-aspek kemanusian.

Perdangangan sendiri memiliki subjek yang akan diperdagangkan yakni manusia oleh karena, manusia memiliki pengaruh yang sangat utama, ini sejalan dengan prinsip atau konsep perdagangan manusia. Umunya perdagangan orang didefinisikan sebagai semua tindakan yang melibatkan pemindahan,

11Fajar Online, “Perdagangan Perempuan Dan Anak (Trafiking) Menurut Aturan-Aturan Hukum Internasional”, Http://Usupress.Usu.Ac.Id/Files/Trafiking_Finish_Normal_Bab%201.Pdf, Diakses Tanggal 10 Oktober 2021.

(12)

penyelundupan atau menjual manusia baik di dalam negera ataupun antar negara melalui mekanisme paksaaan, ancaman, penculikan, penipuan dan memperdaya, atau menempatkan seseorang dalam situasi sebagai tenaga kerja paksa seperti prostitusi paksa, perbudakan dalam kerja domestik, belitan utang atau praktek- praktek perbudakan lainnya.

Tentang pengertian perdangangan, berdasarkan Pasal 3 Protokol Tambahan Konvensi PBB tentang Kejahatan Terorganisir Transnasional (Protocol to prevent, suppress and punish trafficking in persons, especially women an children, supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime) menyatakan bahwa:

Trafficking in persons shall mean the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by menas of the threat or use of forcr or other forms of coercion, of abduction, of fraund, of deceotion, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation.”

Adapun pengertian trafficking pada Pasal 3 Konvensi PBB tentang Kejahatan Terorganisir kemudian diadaptasi dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RANP3A) dengan rumusan sebagai berikut:

“Perdagangan orang adalah segala tindakan pelaku yang mengandung salah satu tindakan ataulebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah atau antar negara, pemindatanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di temoat tujuan, orang dengan cara ancaman, pengunaan kekerasan verbal atau fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan, memberikan atau menerika pembayaran atau keuntungan, untuk tujuan pelacuran, eksploitasi seksual, buruh migran legal/illegal, adopsi anak, pekerja jermal, pengantian pesanan, pembantu

(13)

rumah tangga, industry pornografi, pengedar obat terlarang, pemindahan organ tubuh serta bentuk eksploitasi lainnya.”

Kejahatan transnasional berupa perdagangan orang secara lingkup merupakan kejahatan yang terorganisir di mana kompleks kejahatan ini bersifat lintas negara.

Sejalan dengan itu yang dimaksud dengan kejahatan transnasional adalah kejahatan lintas batas negara (transnational crime) yang terorganisir, yang wilayah operasinya meliputi beberapa negara, yang berdampak kepada kepentingan politik, pemerintahan, sosial budaya, dan ekonomi suatu negara dan bersifat global. Secara konsep, transnational crime berarti tindak pidana atau kejahatan yang melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara internasional pada era tahun 1990-an dalam The Eigth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders.12 Sebelumnya, istilah yang telah lebih dulu berkembang adalah organized crime.13 Lalu apa adakah hubungan yang dapat menempatkan kejahatan perdagangan orang sebagai kejahatan transnasional, untuk menjawab hal ini, seperti yang dikemukan oleh Wayan Parthiana bahwa kejahatan transnasional memiliki sifat tidak mengenal batas-batas wilayah negara. Kejahatan itu melapaui batas-batas wilayah negara baik mengenai tempat terjadinya akibat- akibat yang ditimbukannya maupun tujuan kejahtan itu sendiri. Selanjutnya adapun unsur-unsur transnasional yang hampir sama sebagaimana dikemukakan oleh Cherif Bassiouni, yaitu:

12John R. Wagley, Transnational Organized Crime: Principal Threats And U.S. Responses, Congressional Researsch Service, The Library Of Congress, 2006.

13United Nations, Changes In Forms And Dimensions Of Criminality – Transnational And National, Toronto, Canada, September 1975, hal 1-12

(14)

1. Conduct affecting more than one State (tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara);

2. Conduct including or affecting citizens of more than one State (tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara dari lebih satu negara);

3. Means and methods transcend national boumdaries (sarana dan prasarana serta metode yang dipergunakan melampaui batas-batas territorial suatu negara).

Dengan demikian dari pengertian dan unsur-unsur yang diuraikan maka dapat dinyatakan bahwa kejahatan perdagangan orang merupakan jenis yang bersifat kejahatan transnasional sebab salah satu perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pengertian trafficking di atas terdapat unsur pengangkutan antar negara atu daerah yang melintasi batas wilayah negara. Akibat dari terjadinya kejahatan perdagangan orang tentu menimbulkan permasalahan dan perhatian masyarakat internaisonal sehigga diaturnya perbuatan tersebut dalam instumen hukum internasional.

Sebagai bagian dari kejahatan transnasional maka terdapat beberapa bentuk perdagangan orang yang dapat dikatakan sebagai bagian penting dalam mengetahui apa saja yang menjadi bentuk perdagangan orang, antara lain:

1. Berdasarkan tujuan pengiriman, artinya perdagangan manusia dapat dibedakan atas perdagangan dalam negeri (internal-trafficking) dan perdagangan manusia antar negara/lintas batas (international trafficking).

2. Berdasarkan korbannya perdagangan manusia dapat dibedakan atas perdagangan perempuan, anak dan pria.

3. Perdagangan Orang Berdasarkan Bentuk Eksploitasi Perdagangan orang dibedakan atas eksploitasi seksual dan eksploitasi non-seksual.

Eksploitasi seksual dibedakan atas pelacuran paksa, kawin paksa dan

(15)

kawin lewat perantara. Sedangkan eksploitasi non-seksual dibedakan atas kerja paksa dan perdagangan organ tubuh.14

Faktor terjadinya perdagangan orang merupakan hal utama yang sangat penting, artinya tanpa adanya suatu faktor tentu saja perdagangan orang tidak dapat terjadi. Sebagai bagian dari kejahatan transnasional yang kemudian di atur berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 55/25 pada 15 November 2000 tentang United Conventions against Transnational Organized Crime dan Protocol untuk mencegah, mensahkan sekaligus menghukum perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, maka terdapat beberapa faktor antara lain:

1. Faktor internal berupa kemampuan ekonomi yang di mana oleh karena status kemiskinan atau sosial lainnya seseorang dengan gampang dapat menjadi korban perdagangan manusia. Indikasi ini terjadi jika korban tidak mendapatkan pekerjaan yang layak;

2. Faktor eksternal berupa penegkan hukum yang harus bersifat massif dan tegas dalam pencegahan agar tidak terjadinya perdagangan orang yang semakin berkepanjangan ini.

Macam model perdagangan orang yang sering kali terjadi, antara lain : eksploitasi seksual; kerja paksa; perbudakan dalam rumah tangga; adopsi anak antara negara secara illegal; penjeratan utang dan pengantin pesanan. Korelasi antara human trafficking sebagai kejahatan transnasional adalah benar oleh karena

14Shidqi Noer Salsa, Kejahatan Perdagangan Orang Sebagai Kejahatan Terorganisasi

Transnasional Menurut Teori Diskriminasi Dan Pemidanaan,

File:///C:/Users/Acer/Downloads/Rasyidfikrie-7-Article-Text-22-1-11-20210113.Pdf, Diakses 10 Oktober 2021

(16)

tindak dan perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan lintas wilayah atau negara. Dengan demikian hal umum yang harus dilihat ialah pencegahan dalam tindakan perdagangan orang.

C. Instrumen Konvensi Palermo Tahun 2000 Sebagai Manifestasi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran

Dasar pengaturan instrument konvensi yang sangat berkaitan erat dengan kejahatan perdagangan orang berarti telah menjadi dasar pencegahan lahirnya Konvensi Palermo Tahun 2000 merupakan jawaban dari hal dimaksud. Latar belakang lain adanya konvensi ini saat kejahatan lintas negara yang terorganisir dipandang oleh masyarakat internasional telah membahayakan kedaulatan, keamanan dan stabilitas nasional maupun internasional, sehingga untuk memberikan rasa aman maka melalui organisasi PBB mencetus Konvensi Palermo Tahun 2000 untuk mengatur permasalahan tersebut.

Tantangan kemajuan zaman dan maraknya kejahatan dalam berbagai motif dalam lingkup transnasionl menjadikan PBB pada Tahun 2000 bertempat di Palermo Negara Italia mengadakan konferensi mengenai pencegahan, penekanan dan penghukuman perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak, melengkapi konvensi PBB terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir. Dari sisi judul protokol ll Konvensi Palermo tersebut di atas sudah terbukti bahwa kejahatan terorganisir dalam perdagangan perempuan dan anak yang bersifat transnasional merupakan kejahatan yang serius dan berdampak luas bahkan dapat digolongkan ke

(17)

dalam kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) sebagaimana telah ditegaskan dalam Statuta Roma Tahun 1998 yang mengatur pengadilan (tetap) pidana internasional (international criminal court). Sasaran ketentuan dalam Protokol ll tersebut adalah organisasi kejahatan yang berada di balik perdagangan perempuan dan anak yaitu dengan menghukum para pelakunya dan melindungi korban-korbannya.15

Berangkat dari latar belakang di atas, dan dihubungkan dengan adanya instrument hukum internasional berupa Konvensi Palermo Tahun 2000 memiliki eksistensi yang sangat fundamental. Secara spesifikasi hak-hak terhadap setiap individu dalam konvensi Palermo Tahun 2000 memang secara langsung tidak dijabarkan namun, bukan berarti Konvensi Palermo Tahun 2000 menghiraukan hal demikian tetapi aspek yang kemudian ditekankan dalam konvensi ini yang dapat dinyatakan sebagai hak-hak individu dalam hal ini berbicara tentang perdagangan orang ialah merujuk pada 2 hal mendasar yakni:

1. Bantuan perlindungan bagi korban perdagangan orang.

2. Pencegahan kerjasama dan tindakan-tindakan lainnya.

Perlindungan dan pencegahan merupakan karakteristik yang terdapat bagi hak-hak korban perdagangan orang. Terjadinya perdagangan orang tidak lepas dari muatan atau faktor pendukung, artinya terdapat titik di mana seseorang dapat diperdagangakan yang salah satunya ialah pekerja migran. Sebelum mengkaji instrumen Konvensi Palermo tahun 2000 sebagai manifestsi perlindungan hak-hak

15Elia Daniel Gagola, Tindak Pidana Perdagangan Orang Sesuai Konvensi Palermo Menentang Kejahatn Transnasional Terorganisasi Menurut Uu No. 21 Tahun 2007, Lex Crimen Vol. 7, No. 3, Mei 2018, hal. 82.

(18)

pekerja migran, maka aspek penting yang harus kita lihat utama ialah kenapa migran sering menjadi sasaran perdagangan orang atau manusia.

Data pada Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (selanjutnya disingkat ILO) menemukan beberapa fakta tentang migrasi kerja internasional diantaranya; terdapat sekitar 105 (seratus lima) juta pekerja migran yang tinggal di luar negara asal mereka, dengan tingkat pertumbuhan persentase perempuan yang besar hingga 50 (lima puluh) persen. Diperkirakan sekitar 30 (tiga puluh) juta atau sekitar 30 (tiga puluh) persen pekerja migran di Benua Asia (data tahun 2010). Jumlah perempuan di kalangan pekerja migran dari Asia terus meningkat, dan diperkirakan mencapai antara 60 (enam puluh) juta atau 80 (delapan puluh) persen sekitar 53 (lima puluh tiga) juta pekerja migran bekerja sebagai pekerja rumah tangga (selanjutnya disebut PRT) di seluruh dunia pada 2010; setengah dari jumlah keseluruhan PRT ini berada di Asia. PRT masih menjadi sektor yang sangat didominasi perempuan: kaum perempuan mencapai 83%

(delapan puluh tiga persen) dari jumlah keseluruhan PRT. PRT menjadi salah satu sumber lapangan kerja terpenting bagi kaum perempuan di Benua Asia yang pergi melewati batas negara mereka.16Migran sering menjadi sasaran utama korban perdagangan oleh karena 2 (dua) kategori secara hukum yaitu ekonomi legal dan ilegal. Ekonomi legal menunjuk pada proses ekonomi yang bersifat formalkontraktual. Ekonomi ilegal bersifat informal nonkontraktual. Perdagangan merupakan bagian yang sangat menonjol dalam ekonomi informal nonkontraktual

16 Lihat Dalam International Labour Organization (Ilo), Jakarta, 10 Tahun Menangani Migrasi Kerja Di Indonesia, Http://Www.Ilo.Org/Wcmsp5/Groups/Public/---Asia/---Ro-Bangkok/- -- Ilo-Jakarta/Documents/Publication/Wcms_213360.Pdf , Diakses 10 Oktober 2021

(19)

diantara perdagangan narkoba dan senjata. Fenomena perdagangan merupakan sesuatu yang bersifat global (tidak hanya menjadi ciri negara-negara berkembang).

Terjadinya perdagangan berakar pada ketidakberdayaan migran dalam memasuki pasar komiditas tenaga kerja dan faktor sosial politik lainnya. Migran yang rentan untuk menjadi komoditas perdagangan. Kerentanan tersebut disebabkan oleh faktor relasi sosial dan budaya yang melemahkan.17

Dinamika ini sejalan dengan teori imigrasi Menurut Oishi pada tahun 2002 yang mengenai Network theory, dengan mengkaitkan proses migrasi melalui hubungan personal, kultur, dan hubungan-hubungan sosial lain. Oishi menjelaskan bahwa di negara-negara pengirim migran, informasi tentang pekerjaan dan standar hidup di luar negeri secara efisien disampaikan melalui jaringan personal seperti teman dan tetangga yang telah beremigrasi. 18Sedangkan, di negara-negara penerima (negara tujuan), masyarakat migran sering membantu laki-laki dan wanita seusianya (sejawat) untuk berimigrasi, mendapatkan suatu pekerjaan, dan menyesuaikan dengan suatu lingkungan baru. Jaringan yang demikian ini mengurangi biaya-biaya migrasi bagi para pendatang baru, yang menyebabkan para migran yang potensial untuk meninggalkan negara (daerah) mereka.19

Sebagai subjek korban perdagangan orang maka migran (dalam konsep pekerjaan) sudah tentu harus menjadi perhatian serius, oleh karenanya yang

17 Ibid

18Didit Purnomo, Fenomena Migrasi Tenaga Kerja Dan Perannya Bagi Pembangunan Daerah Asal: Studi Empiris Di Kabupaten Wonogiri, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10, No. 1, Juni 2009, hal. 84 – 102.

19 Ibid, hal. 84 – 102.

(20)

dimaksud dengan buruh migran berdasarkan kepada Konvensi ILO Buruh Migran Nomor 97 Tahun 1949 Pasal 11 adalah :

“Istilah tenaga kerja migran (migrant for employment) berarti orang-orang yang bermigrasi (pindah) dari satu negara ke negara lain dengan maksud untuk dipekerjakan (bukan untuk berwiraswasta). Pengertian istilah ini meliputi siapa saja yang secara teratur diterima sebagai tenaga kerja migran.”

Selanjutnya jika mengacu pada ketentuan Konvensi Buruh Migran Tahun 1990 Pasal 2 ayat (1) mengatur bahwa:

“Buruh migran mengacu pada seseorang yang akan, tengah atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu Negara di mana ia bukan menjadi warganegara.”

Demikian pengertian buruh migran dapat disimpulkan sebagai kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan pada territorial lintas negara atau suatu wilayah, namun oleh karena pekerjaan yang dilakukan bukan berarti seseorang dapat secara langsung dikategorikan sebagai warga negara tempat di mana negara penerima.

Istilah manifestasi sendiri merupakan perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat selain itu manifestasi juga adalah perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan.20 Dalam konsep hukum, manifestasi diartikan sebagai wujud dari suatu instrument hukum yang menjadi payung dalam pelaksanaannya. Dasar instrument Konvensi Palermo pada konsepnya merupakan bagian dari manifestasi perdagangan orang, hal dapat dibuktikan sebagai berikut:

Pertama, Konvensi Palermo Tahun 2000 lahir dengan tujuan untuk melakukan pencegahan maraknya perdagangan orang. Artinya konvensi ini

20 Manifestasi, Https://Id.Wiktionary.Org/Wiki/Manifestasi, Diakses 10 Oktober 2021

(21)

menentang kejahatan lintas negara yang terorganisir. Selanjutya sebagai komitmen yang kemudian timbul dari konvensi ini, yakni adanya persepakatan dengan negara pihak (contracting parties) untuk melakukan kerjasama dalam upaya menanggulangi terjadinya kejahatan transnasional secara efektif, serta mengatur tata cara yang perlu dilakukan oleh contracting parties dalam melakukan kerjasama tersebut. Di samping itu wujud dari Konvensi Palermo dipandang sebagai aspirasi masyarakat internasional yang resah dengan maraknya terjadi perdagangan manusia.

Kedua Konvensi Palermo Tahun 2000 pula memberikan hak-hak bagi migran untuk memperoleh perlindungan, perlindungan yang dimaksud ketiak terjadi perdagangan manusia. Sebagaimana di atur dalam Pasal 6 yang berbunyi:

Pasal 6

Bantuan dan Perlindungan bagi Korban Perdagangan Orang

1. Dalam kasus-kasus yang tepat dan sepanjang dimungkinkan berdasarkan hukum nasionalnya, setiap Negara Pihak wajib melindungi kerahasiaan dan identitas korban perdagangan orang, termasuk, antara lain, dengan merahasiakan proses persidangan yang berhubungan dengan perdagangan tersebut.

2. Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa sistem hukum atau administrasi nasionalnya memuat tindakan-tindakan yang memberikan korban perdagangan orang,dalam kasus-kasus yang tepat:

a. Informasi tentang proses peradilan dan administratif yang relevan;

b. Bantuan untuk memungkinkan pendapat dan keprihatinan mereka disampaikan dan dipertimbangkan di tahapan yang tepat dalam proses persidangan pidana melawan pelanggar, dengan cara yang tidak merugikan hak-hak pembelaan.

3. Setiap Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk melaksanakan tindakantindakan bagi penyediaan pemulihan fisik, psikologis dan sosial bagi korbankorban perdagangan orang, terrnasuk, dalam kasus-kasus yang tepat, bekerja sama dengan organisasi-organisasi non-pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya, dan, khususnya, ketentuan mengenai;

a. Perumahan yang layak;

(22)

b. Bimbingan dan informasi, khususnya lerkait dengan hak-hak hukum mereka, dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh korban-korban perdagangan orang;

c. Bantuan kesehatan, psikologis dan materi; dan

d. Kesempatan-kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan.

4. Setiap Negara Pihak wajib memperhatikan, dalam menerapkan ketentuanketentuan dalam pasal ini, umur, jenis kelamin dan kebutuhan- kebutuhan khusus korban-korban perdagangan orang, terutama kebutuhan- kebutuhan khusus anak-anak, termasuk perumahan, pendidikan dan perawatan yang layak.

5. Setiap Negara Pihak wajib berupaya untuk menyediakan keamanan fisik bagi korban-korban perdagangan ketika mereka berada di dalam wilayahnya.

6. Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa sistem hukum nasionalnya memuat tindakan-tindakan yang menawarkan kepada korban-korban perdagangan orangkemungkinan untuk memperoleh kompensasi atas kerugian yang dideritanya.

Ketiga Konvensi Palermo menjadi payung hukum yang bersifat responsif terhadap setiap tindakan yang berkonsepkan pencegahan perdagangan orang, di mana pada ketentuan Pasal 9 jelas dan tegas mengatur bahwa:

Pasal 9

Pencegahan Perdagangan Orang

1. Negara-Negara Pihak wajib membuat kebijakan-kebijakan, program- program dan tindakan-tindakan komprehensif lainnya:

a. Untuk mencegab dan memberantas perdagangan orang; dan.

b. Untuk melindungi korban-korban perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak, agar tidak dijadikan korban lagi.

2. Negara-Negara Pihak wajib berupaya mengambil tindakan-tindakan seperti penelitian, sosialisasi informasi dan kampanye media massa dan inisiatifinisiatif sosial dan ekonomi untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang.

3. Kebijakan-kebijakan, program-program dan tindakan-tindakan lainnya yang dibuat sesuai dengan pasal ini wajib, sepatutnya, termasuk keijasama dengan organisasi-organisasi non-pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.

4. Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat tindakan- tindakan, termasuk melalui kerjasama bilateral atau multilateral, untuk mengurangi faktor-faktor yang membuat orang-orang, terutama perempuan

(23)

dan anak-anak, reman terhadap perdagangan, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kurangnya kesempatan yang setara.

5. Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat tindakan- tindakan legislatif atau tindakan-tindakan lainnya, seperti pendidikan, tindakan- tindakan sosial atau kebudayaan, termasuk melalui kerjasama bilateral dan multilateral, untuk mengurangi permintaan yang memicu segala bentuk eksploitasi orang, termasuk perempuan dan anak-anak, yang mengarah ke perdagangan.

Dengan demikian Konvensi Palermo Tahun 2000 lebih banyak memberikan tanggungjawab kepada negara untuk berekplorasi dalam menjaga, mencegah dan memberikan perlindungan kepada setiap warga negara yang oleh haknya sebagai migran tidak sesuai dengan yang diatur, tentu manifestasi terbesar dari konvensi ini menintibertakan peran serta pemerintah, penegak hukum dan juga regulasi yang efektif dan efesian.

Referensi

Dokumen terkait

Theoretical Linguistics focuses on the examination of the structure of English in all its manifestations (phonetics, phonology, morphology, syntax, grammar at large). Other