• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah kumpulan dari beberapa mesin yang menjalankan proses konversi energi kimia dari bahan bakar fosil yaitu batubara menjadi energi mekanik yaitu menggerakkan turbin yang terhubung dengan generator dan menghasilkan energi lsitrik dengan menggunakan bahan bakar fosil antara lain batubara, minyak dan gas bumi seperti diagram alur yang disajikan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram Alur PLTU Sumber : (http://dunia-pltu.blogspot.com, 2015)

Pada gambar 2.1 dapat dijelaskan secara singkat mengenai sistem kerja pembangkit listrik. PLTU pada umumnya menggunakan bahan bakar batubara. Batubara dari tambang di kirim ke PLTU kemudian di simpan di coal yard. Dari coal yard dengan menggunakan belt conveyor di kirim ke coal bunker. Dari coal bunker dengan menggunakan coal feeder dan bantuan udara, batubara masuk ke dalam boiler. Di dalam boiler terjadi proses pembakaran batubara yang kemudian menghasilkan panas di ruang boiler. Panas yang dihasilkan kemudian untuk memanaskan air yang

(2)

terdapat di pipa-pipa boiler dan menghasilkan uap. Uap dengan tekanan dan suhu tertentu yang dihasilkan tersebut digunakan untuk memutar turbin. Turbin yang dihubungkan dengan generator menghasilkan putaran 3000 putaran per menit.

Berdasarkan teori kelistrikan, generator tersebut menghasilkan energi listrik yang kemudian disalurkan ke pelanggan perusahaan listrik negara PT. (PLN) (Suripto, 2016). Prinsip kerja dari PLTU adalah siklus tertutup yaitu air-uap-air berdasarkan siklus Rankine seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Siklus Rankine

Sumber : (http://thermodynamicsproject.blogspot.com, 2015) Dari gambar 2.2 dapat dijelaskan masing-masing proses sebagai berikut :

Proses C-D : Proses kompresi-isentropik. Fluida berupa air dipompa dari tekanan rendah menuju tekanan tinggi. Proses ini dinamakan proses kompresi-isentropik karena saat dipompa secara ideal tidak ada perubahan entropi yang terjadi.

Proses D-F : Proses Isobarik. Air bertekanan tinggi tersebut masuk ke boiler untuk mengalami proses selanjutnya, yaitu dipanaskan secara isobarik (tekanan konstan). Sumber panas didapatkan dari luar misalnya pembakaran batubara, solar, minyak bumi, biomassa atau juga reaksi nuklir. Di boiler air mengalami perubahan fase dari cair, kombinasi cair dan uap, serta 100% uap kering.

Proses F-G : Proses Expansi. Proses ini terjadi pada turbin uap. Uap air kering dari boiler masuk ke turbin dan mengalami proses ekspansi secara isentropik. Energi yang tersimpan di dalam uap air dikonversi menjadi energi gerak pada turbin.

Proses G-C : Uap air yang keluar dari turbin uap masuk ke kondensor dan mengalami kondensasi secara isobarik. Uap air diubah fasenya menjadi cair kembali sehingga dapat digunakan kembali pada proses siklus (Rachmat, 2018).

(3)

Uap adalah produksi utama yang dihasilkan oleh boiler untuk mengubah energi panas menjadi energi mekanik yaitu berputarnya turbin dan generator. Boiler merupakan salah satu peralatan utama pada pembangkit listrik dimana berfungsi sebagai ruang pembakaran yang terdiri dari pipa-pipa boiler yang berisi air demineralized yang dibakar sampai mencapai titik didih dan tekanan tertentu untuk merubah air menjadi uap (Rachmat, 2018) seperti gambar 2.3

Gambar 2.3 Titik didih air

Sumber : (EON, https://www.eonchemicals.com/artikel/prinsip-kerja-boiler/, 2021) Gambar 2.3 menjelaskan hubungan antara tekanan dan suhu mendidih dari suatu boiler. Pada grafik tersebut terlihat bahwa semakin tinggi tekanan suatu boiler yang ingin dihasilkan maka semakin tinggi juga suhu mulai mendidih air yang dipanaskan (Rachmat, 2018).

Menurut ASME PTC 4-2008 (2008)terdapat beberapa tipe steam generator yang memproduksi uap untuk menggerakkan turbin dan generator antara lain : 1 Tipe Oil and Gas Fired steam Generator

Berdasarkan bahan bakarnya tipe ini memproduksi uap dengan bahan bakar minyak dan gas.

2 Tipe Pulverized Coal Fired Steam Generator

Tipe ini menggunakan bahan bakar batubara untuk memproduksi uap dimana batubara sebelum masuk boiler di haluskan dengan meggunakan peralatan Pulverizer.

3 Tipe Circulating Bed Steam Generator

Tipe ini menggunakan bahan bakar batubara untuk memproduksi uap dan pada

(4)

boiler terdapat bed material yang terfluidasi untuk membakar batubara.

4 Tipe Stoker coal fired steam generator

Tipe ini menggunakan bahan bakar batubara untuk memproduksi uap dan menggunakan chain grate sebagai media trasnport batubara ke dalam boiler.

2.2 Boiler Circulating Fluidized Bed (CFB)

Boiler tipe Circulating Fluidized Bed (CFB) adalah perangkat untuk menghasilkan uap dengan membakar bahan bakar fosil dalam tungku yang dioperasikan di bawah kondisi hidrodinamika khusus, di mana padatan halus dialirkan menuju tungku dengan kecepatan melebihi kecepatan rata-rata partikel, namun ada tingkat refluks padatan yang memadai untuk memastikan keseragaman suhu dalam tungku (Basu, 2015). Beberapa peralatan utama dalam pembangkit listrik tenaga uap seperti disajikan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tipe CFB Sumber : (ASME, 2008)

Gambar 2.4 menjelaskan bagian-bagian utama boiler tipe CFB antara lain combustion chamber, cyclone, loop seal, external heat exchanger. Menurut Basu (2015) pada umumnya Boiler CFB dapat dibagi menjadi dua bagian: (a) Lingkaran sirkulasi padat, (b) Bagian konvektif. Bagian pertama terdiri dari:

(5)

a. Ruang bakar atau tungku (tempat terjadinya pembakaran secara fluidized)

b. Gas–solid separator atau pemisah gas-padat (Cyclone) c. Solid recycle device atau alat daur ulang padatan (loop seal) d. Penukar panas eksternal (opsional)

Bagian kedua disebut convective section atau back pass, dimana reheater, superheater, economizer, dan air preheater menyerap sisa panas dari gas buang.

Komponen tambahan tetapi kurang penting yang melekat pada boiler CFB adalah saluran pembuangan dan pengklasifikasi padat (Basu, 2015).

Berdasarkan Handbook Fluidized Bed Combustion (2004) material yang digunakan dalam proses pada boiler CFB (pasir, batu bara, batu kapur / limestone, abu). Material tersebut termasuk dalam kelompok bahan yang disebut padatan (partikulat) (Oka, 2004). Berdasarkan Handbook Circulating Fluidized Bed Boilers, ruang bakar boiler CFB berisi padatan granular yang sangat banyak dan disebut bed material, yang pada umumnya mempunyai ukuran kisaran 0,1-0,3 mm.

Bahan bed material dapat dibuat dari bahan berikut:

1 Pasir atau kerikil (untuk boiler pembakaran bahan bakar rendah abu, seperti serpihan kayu)

2 Batu kapur segar atau bekas (untuk boiler yang membakar batubara belerang tinggi dan memerlukan pengendalian emisi pada belerang)

3 Abu dari bahan bakar (boiler yang membakar bahan bakar dengan kadar abu tinggi atau sedang dan tidak memerlukan penyimpanan belerang).

Gambar 2.5 Ilustrasi Fluidisasi Material Bed Sumber : (Basu, 2015)

Menurut Basu (2015) fluidisasi pada boiler CFB didefinisikan sebagai operasi di mana padatan granular diubah menjadi keadaan seperti fluida dengan

(6)

menggunakan gas atau cairan. Pada saat kondisi terfluidisasi, gaya gravitasi pada partikel padat granular diimbangi oleh gaya hambat fluida. Dengan demikian, partikel tetap dalam kondisi melayang. Material bed yang terfluidisasi dengan cairan, seperti yang disajikan pada gambar 2.5. Pada saat proses pembakaran material bed tersebut di fludisasi dengan menggunakan udara. Kemudian bahan bakar batubara dari silo batubara dengan menggunakan coal feeder dimasukkan ke dalam boiler dari atas bed material yang terfluidisasi tersebut.

Batubara dikeringkan dan dihancurkan menjadi partikel dengan diameter kisaran 1-10 mm. Pada umumnya partikel batubara dicampur dengan limestone melalui fluidisasi untuk menangkap SOx yang dihasilkan selama pembakaran.

Udara utama dari Primary Air Fan (PAF) memasuki ruang bakar dari bawah dan sangat penting dalam menjaga penkombinasi bahan bakar yang baru ditambahkan dengan bed material. Partikel kombinasi, terdiri dari batubara yang terbakar sebagian, limestone dan abu, dibawa ke bagian atas tungku dengan gas buang, dan kemudian dikirim ke pemisah siklon, di mana partikel padat yang lebih berat dipisahkan dari gas dan dikembalikan ke ruang bakar untuk sirkulasi lebih lanjut.

Partikel batubara yang belum terbakar akan beberapa kali sirkulasi dalam ruang bakar, disertai dengan pembakaran suhu rendah 850-950o C (Hong et al., 2021).

Boiler tipe ini memiliki efisiensi yang tinggi karena penkombinasi gas-padat yang lebih baik, tingkat pembakaran yang lebih tinggi (terutama untuk partikel yang lebih kasar) dan resirkulasi terus menerus dari partikel karbon panas yang tidak terbakar ke dasar tungku (Basu, 2015). Bed material dan batubara dapat tercampur dengan baik sehingga terjadi pembakaran yang baik. Dengan hydrodinamic yang baik akan menyebabkan batubara yang masuk ke dalam ruang bakar akan dengan mudah terbakar.

Pada boiler tipe Circulating Fluidized Bed Boiler (CFB), fleksibilitas penggunaan bahan bakar adalah fitur utama yang menarik karena di pasar global harga dan ketersediaan bahan bakar dapat berfluktuasi secara luas sehingga akan mempengaruhi operasional pembangkit (Basu, 2015). Di beberapa negara Eropa, Amerika Utara, dan Cina membakar berbagai macam bahan bakar, dari berbagai tingkatan batubara mulai dari low rank coal sampai dengan high rank coal,

(7)

biomassa, limbah industri dan limbah yang berasal dari sampah pada boiler tipe CFB (Oka, 2004). Secara umum boiler tipe CFB mempunyai standart seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Boiler CFB

Karakteristik Standart

Height of furnace or burning zone (m) 15–40 Superficial gas velocity (m/s) 4–6

Excess air (%) 15–20

Grate heat-release rate (MW/m2) 3–5

Coal size (mm) 0–6

Turndown ratio 3.4:1

Combustion efficiency (%) 95–99.5

Nitrogen oxide (ppm) 50–200

Sulfur dioxide capture in furnace 80–90 Sumber : (Basu, 2015)

Boiler CFB mempunyai rentang ukuran batubara yang sangat lebar antara 0 - 10 mm (Hong et al., 2021). Untuk menghasilkan ukuran batubara tersebut digunakan alat yang dinamakan crusher. Gambar 2.6 merupakan ilustrasi bermacam-macam crusher untuk menghasilkan ukuran batubara tertentu sebelum digunakan untuk pembakaran.

(a) (b) (c) Gambar 2.6 (a) Jaw Crusher (b) Impact Crusher (c) Cone Crusher

Sumber : (https://www.caesarvery.com, 2013)

Peralatan boiler adalah peralatan kritikal dimana jika salah mengoperasikan akan menimbulkan ledakan dan kerusakan yang parah. Pengoperasian boiler yang benar adalah mengoperasikan sesuai kapasitas boiler dengan memperhatikan parameter-parameter operasi boiler susuai desain manufaktur boiler tersebut. Pada

(8)

boiler terdapat beberapa peralatan untuk mengukur parameter boiler saat operasi.

Dalam Kepmen Ketenagakerjaan Republik Indonesia No.248 tahun 2016 didalamnya diatur mengenai operasi boiler yaitu proses pengontrolan produksi steam dalam boiler, seperti kapasitas produksi, suhu, pressure dan jenis alat ukur lainnya yang ada di boiler antara lain peralatan ukur tekanan/ pressure, level air, suhu/temperatur, aliran air, tegangan dan arus listrik (Kementerian Tenaga Kerja Republik Indoneisa, 2016).

2.3 Efisiensi Boiler

Untuk proses terjadinya pembakaran, boiler menggunakan bahan bakar baik padat, gas, atau cair. Semua bahan bakar tersebut tentunya mengandung energi sehingga bisa menghasilkan panas. Penggunaan energi terutama energi fosil harus memperhitungkan tingkat keekonomianya untuk menghasilkan energi yaitu bagaimana menggunakan bahan bakar sekecil mungkin namun menghasilkan energi sebesar mungkin (Ghurri, 2016).

Gambar 2.7 Ilustrasi Efisiensi Boiler Sumber : (Shah dan Adhyaru, 2011)

Efisiensi adalah rasio keluaran energi terhadap masukan energi, yang dinyatakan dalam persentase (ASME, 2008). Menurut ASME (2008) terdapat dua macam efsiensi yaitu efisiensi bahan bakar (fuel effciciency) dan efisiensi kotor (gross efficiency). Untuk efisiensi bahan bakar (EF), masukan energi ke sistem didefinisikan sebagai panas total pembakaran yang tersedia dari bahan bakar atau masukan bahan bakar. Untuk menyatakan efisiensi sebuah boiler lebih tepat menggunakan efisiensi bahan bakar.

(9)

Gambar 2.7 menjelaskan bahwa efisiensi suatu boiler di hitung berdasarkan nilai aliran uap yang keluar dan jumlah bahan bakar yang di gunakan. Menurut ASME (2008) persamaan efisiensi bahan bakar adalah sebagai berikut :

(1) Dimana :

EF : Efisiensi bahan bakar QrO : Panas keluar (Joule/detik) QrI : Panas masuk (Joule/detik)

Panas yang keluar dari boiler di hitung dengan persamaan

(2) (3) Dimana :

Jumlah aliran uap : Ton / jam Enthalpy uap : Kj/kg Enthalpy air umpan : Kj/kg

Panas yang masuk dari boiler di hitung dengan persamaan

(4) Sehingga persamaan efisiensinya menjadi :

(5)

Efisiensi dari suatu sistem pembangkit listrik dapat dihitung dengan menggunakan simulasi cycle tempo. Pada simulasi cycle tempo ini menghitung efisiensi secara menyeluruh meliputi semua peralatan yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik antara lain Boiler, Turbin dan Generator. Dengan cycle tempo dapat dihitung seluruh efisiensi masing-masing proses yang berbeda.

(10)

2.4 Teknologi Pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa

Pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa adalah pembakaran kombinasi antara batubara dan biomassa. Biomassa dapat digunakan untuk pembakaran di boiler dengan tiga macam teknologi yaitu Direct co-firing, Indirect co-firing, Parallel co-firing (Xu et al., 2020). Teknologi pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa ini dianggap paling mudah diaplikasikan dan biaya murah. Teknologi pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa ada beberapa cara seperti ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Konsep Teknologi Pembakaran Kombinasi Sumber : (Dam-johansen et al., 2013)

Pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa tipe Direct adalah teknologi yang sederhana dimana biomassa langsung dicampur dengan batubara sebelum digunakan untuk pembakaran boiler (Agbor et al., 2014) seperti pada gambar 2.8.

Pembakaran bersama secara langsung adalah opsi yang paling sering diterapkan pada pembakaran di boiler antara bahan bakar fosil dan biomassa atau limbah (Variny et al., 2021). Sebelumnya biomassa yang masih memiliki ukuran besar di cacah terlebih dauhulu untuk menghasilkan ukuran yang sama dengan ukuran batubara yang digunakan untuk pembakaran di boiler.

Pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa tipe Indirect adalah batubara dan biomassa digunakan untuk pembakaran boiler secara terspisah baik menggunakan proses gasifikasi. Biomas di proses terlebih dahulu dalam bentuk gas dengan metode gasifikasi kemudian hasil gasifikasi biomas tersebut digunakan untuk bahan bakar boiler bersama batubara (Variny et al., 2021).

Pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa tipe Paralel adalah pembakaran batubara dan biomassa pada boiler yang berbeda. Metode ini

(11)

menggunakan ruang bakar dan peralatan perpindahan panas yang terpisah untuk bahan bakar fosil dan biomassa atau limbah dengan proses gasifikasi atau pirolisis.

Uap dari boiler biomassa bisa digunakan untuk memutar turbin bersama uap dari boiler batubara ataupun digunakan untuk suplai uap pada peralatan lain (Variny et al., 2021).

Tabel 2.2 Penerapan Kombinasi Biomassa dan Batubara Pada Pembangkit Listrik

Pembangkit Listrik Kapasitas Tipe

Kombinasi Bahan Bakar Biomassa Baoji No 2 Power Generation Co. Ltd 300 MW Direct co-firing Jerami

Datang Changshan Thermal Power 660 MW Indirect co-firing Jerami, sekam padi, kayu Huadian Xiangyang Power Plant 600 MW Indirect co-firing 50% sekam padi, 50% briket

biomassa Changyuan Jingmen Power Plant 640 MW Indirect co-firing Sekam padi, Jerami Finnish Kymijarvi Power Plant 167 MW / 240 MW Indirect co-firing Biomassa kayu, sampah bahan

bakar

Finnish Vaskiluote Power Plant 560 MW Indirect co-firing Biomassa kayu yang kering British Tibury Power Plant 712 MW Direct co-firing Kayu hutan, pellet kayu British Fiddlers Ferry Power Plant 4 x 500 MW Direct co-firing pellet kayu, dan biomassa

yang lain

Sumber: (Xu et al., 2020)

Tabel 2.2 dijelaskan bahwa beberapa pembangkit di China dengan berbagai kapasitas pembangkit telah menggunakan berbagai jenis biomassa dengan komposisi bermacam-macam juga. Metode yang digunakan pada umumnya direct co-firing dan indirect co-firing.

2.5 Bahan Bakar

Bahan bakar merupakan suatu zat yang mudah terbakar yang bisa diubah menjadi suatu energi. Biasanya bahan bakar tersebut mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Pada umumnya bahan bakar yang digunakan manusia saat ini untuk menghasilkan energi melalui proses pembakaran (reaksi redoks) di mana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen. Dalam penelitian ini bahan bakar yang di bakar adalah bahan bakar hidrokarbon dimana bahan bakar tersebut mengandung hidrogen dan karbon. Bahan bakar hidrokarbon dapat berupa cair, gas ataupun padat. Bahan bakar padat yang banyak digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap adalah

(12)

batubara. Kandungan hidrogen dan karbon selain pada batubara juga terdapat pada biomassa padat antara lain kayu (Lisý et al., 2020).

2.5.1 Batubara

Batubara adalah sumber energi fosil yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi. Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan atau organik yang mati dan mengendap dibumi kurang lebih selama 300 tahun. Energi fosil ini banyak digunakan untuk menghasilkan energi terutama energi listrik. Menurut PT Bukit Asam (2014) teori terbentuknya batubara terdapat dua teori antara lain :

1. Teori In-situ

Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.

2. Teori Drift

Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).

2.5.2 Klasifikasi Batubara

Menurut Handbook of Coal Analysis (2005) klasifikasi batubara adalah pengelompokan batubara yang berbeda menurut kualitas atau sifat tertentu, seperti jenis batubara, peringkat, rasio karbon-hidrogen, dan bahan yang mudah menguap.

Karena keberadaan deposit batubara di terdapat di seluruh dunia, berbagai jenis batubara yang tersedia, dan banyak kegunaannya, maka telah banyak

(13)

dikembangkan mengenai sistem klasifikasi batubara (Speight, 2005).

Batubara diklasifikasikan menjadi empat jenis utama antara lain antrasit, bituminus, subbituminus, dan lignit. Pemeringkatan tergantung pada jenis dan jumlah karbon yang dikandung batubara dan pada jumlah energi panas yang dapat dihasilkan batubara. Peringkat deposit batubara ditentukan oleh jumlah tekanan dan panas yang bekerja pada pembangkit dari waktu ke waktu (U.S. Energy Information, 2021).

Secara visual jenis-jenis batubara terlihat pada gambar 2.10 dan menurut The Babcox & Wilcox Company (2015) sebuah pabrikan yang membuat mesin boiler menyatakan bahwa, berdasarkan kualitasnya batubara diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Sub-bituminous secara fisik memiliki ciri-ciri berwarna coklat gelap cenderung hitam. Tipe ini memiliki kadar moisture 15 – 30% dan jika kering mudah terbakar sendiri. Memiliki kadar ash content dan sulfur yang rendah. Nilai kalori HHV sebesar 4614,2 – 6393,1 kCal/kg.

2. Bituminus adalah batubara yang memiliki tingkat kualitas lebih tinggi dari sub- bituminus. Mayoritas berwarna hitam, namun terkadang masih ada yang berwarna coklat tua. Dinamakan bituminus karena adanya kandungan bitumen atau aspal. Memiliki fix carbon sebesar 69 – 86 % dan nilai kalori HHV antara 5837,1 – 7782,8 kCal/kg.

3. Anthracite adalah jenis batubara yang paling baik kualitasnya yaitu jenis batubara High grade dan Ultra High Grade. Memiliki fix carbon sebesar 86- 98% dan volatile matter rendah, moisture content 3% dan nilai kalori HHV sebesar 8338,7 kCal/kg. Namun persediannya masih sangat terbatas, yaitu sebanyak 1% dari total penambangan batubara.

4. Lignite dikenal juga dengan sebutan batubara coklat, Jenis batubara ini paling rendah kualitasnya. Memiliki moisture content sekitar 30% dan HHV (High Heating Value) kurang dari 4614,14 kCal/kg. Tipe ini memiliki high volatile matter sehingga mudah terbakar sendiri (auto ignition).

(14)

Gambar 2.9 Jenis batubara

(Sumber : https://ahmad-tarmizi.blogspot.com, 2013)

Secara internasional klasifikasi batubara disajikan pada Tabel 2.3, klasifikasi tersebut menurut ASTM (American Standard Testing and Material), (2004) dibagi menjadi empat tipe. Untuk mengklasifikasikan batubara tersebut di perlukan analisis proximate (moisture, ash, volatile matter, dan fixed carbon) dengan standart (ASTM D-3172; ASTM D-3173; ASTM D-3174; ASTM D-3175;

ASTM D-5142; ISO 1171) (Speight, 2005).

Tabel 2.3 Klasifikasi Batubara

Class Group

Fixed carbon limit (% dry,

Mineral- matter, Free

basis

Vollatile matter limits

(% dry, Mineral- matter, Free

basis

Calorivic Value limits (% dry, Mineral-matter,

Free basis Agglomerating character Equal

to or greater

than Less than

Greter than

Equal to or

less than

Equal to or greater

than Less than

Anthracitic Metaanthracite 98 - - 2 - -

Non Agglomerating

Anthracite 92 98 2 8 - -

Semianthracite 86 92 8 14 - -

Bituminous Low-volatile bituminous coal 78 86 14 22 - -

Commonly agglomerating

Medium-volatile bituminous coal 69 78 22 31 - -

High volatile A bituminous coal - 69 31 - 14000 -

High volatile B bituminous coal - - - - 13000 14000

High volatile C bituminous coal - - - - 11500 13000

Subbituminous Subbituminous A coal - - - - 10500 11500

Non Agglomerating

Subbituminous B coal - - - - 9500 10500

Subbituminous C coal - - - - 8300 9500

Lignite Lignite A - - - - 6300 8300

Lignite B - - - - - 6300

Sumber: (ASTM, 2004)

(15)

Pada umumnya nilai kalori batubara yang digunakan oleh pembangkit listrik di Indonesia terbagi dalam 3 golongan, antara lain :

Low rank coal (LRC) : 4200 – 4800 kCal/kg Medium rank coal (MRC) : 5100 kCal/kg

High rank coal (HRC) : 5800 kCal/kg 2.5.3 Properti Batubara

Pada batubara terdapat unsur-unsur kimia yang berbeda-beda dimana unsur kimia tersebut yang menyebabkan batubara bisa terbakar dan menghasilkan energi.

Unsur kimia tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Rentang Nilai Properti Tiap Jenis Batubara

Item Anthracite Bituminous Subbituminous Lignite

Moisture (%) 3 - 6 2 – 15 10 - 25 25 - 45

Volatile matter 2 - 12 15 – 45 28 - 45 24 - 32

Fixed carbon (%) 75 - 85 50 – 70 30 - 57 25 - 30

Ash (%) 4 - 15 4 – 15 3 - 10 3 - 15

Sulfur (%) 0.5 - 2.5 0.5 – 6 0.3 - 1.5 0.3 - 2.5

Hydrogen (%) 1.5 - 3.5 4.5 – 6 5.5 - 6.5 6 - 7.5

Carbon (%) 75 - 85 65 – 80 55 - 70 35 - 45

Nitrogen (%) 0.5 - 1 0.5 - 2.5 0.8 - 1.5 0.6 - 1

Oxygen (%) 5.5 - 9 4.5 – 10 15 - 30 38 - 48

Btu/lb 12.000 - 13.500 12.000 - 14.500 7500 - 10.000 6000 - 7500

Density (g/mL) 1.35 - 1.70 1.28 - 1.35 1.35 - 1.40 1.40 - 1.45

Sumber : (Speight, 2005)

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa setiap jenis batubara mempunyai unsur yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, jenis batubara yang digunakan adalah batubatara jenis Lignite. Batubara jenis Lignite ini merupakan jenis batubara yang memiliki kualitas terendah diantara jenis batubara yang lain.

2.5.4 Biomassa

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang memiliki potensi menurunkan polutan dan menjadi CO2 netral (Pradhan et al., 2018). Salah satu sumber energi yang diketahui manusia sejak jaman dahulu berasal dari bahan

(16)

organik seperti tanaman pertanian, sisa panen hutan, rumput laut, bahan herba, dan limbah organik (Agbor et al., 2014). Sumber biomassa yang paling penting seperti disajikan pada Gambar 2.10 yaitu residu pertanian dan kehutanan (limbah dari industri pengolahan kayu seperti serutan, serbuk gergaji, dll.), residu hewan (peternakan), limbah, ganggang, dan tanaman air (Tursi, 2019). Adapun jenis biomassa antara lain rice hulk, corn waste, palm waste, woodchip, sugarcane dan wooden pellet (Sorrentino, 2019) seperti disajikan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Sumber dan Jenis Biomassa Sumber : (Tursi, 2019; Sorrentino, 2019)

Menurut penelitian yang lain bahwa bahan biomassa padat secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu ‘berkayu’ dan ‘tidak berkayu (Bajwa et al., 2018).

Menurut LIPI (2014) potensi sumber daya biomassa di Indonesia diperkirakan sebanyak 49.810 MW. Biomassa tersebut banyak berasal dari tanaman dan limbah hasil perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa dan tebu, serta limbah hasil hutan.

Limbah hasil hutan misalnya limbah gergajian dan limbah produksi kayu, memiliki potensi yang sangat besar untuk di manfaatkan sebagai energi alternatif.

Terdapat beberapa metode untuk pengelolaan biomassa menjadi energi.

Khususnya untuk menghasilkan energi listrik antara lain pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa, gasifikasi dan torefaksi. Menurut (Agbor et al., 2014) pembakaran kombinasi batubara dengan biomassa adalah pembakaran bersama batubara dengan biomassa didalam boiler. Gasifikasi merupakan proses konversi biomassa menjadi energi berupa gas dengan menggunakan reaktor gasifier (Parinduri dan Parinduri, 2020). Kemudian gas hasil gasifikasi tersebut digunakan

(17)

sebagai sumber energi. Di Itali menggunakan residu tanaman jeruk anggur, dan zaitun sebagai bahan bakar kombinasi batubara (Proto et al., 2021). Di China menggunakan jerami gandum sebagai kombinasi batubara untuk bahan bakar boiler (Yao et al., 2020). Biomassa dari kayu juga dapat digunakan sebagai bahan bakar kombinasi batubara untuk pembakaran di tanur pada peleburan bijih besi (Sefidari et al., 2020). Menurut penelitian yang lain telah dilakukan penelitian pada variasi bahan bakar biomassa dengan kayu jati, tongkol jagung, dan sekam padi masing- masing 10 kg dan hasil pengujian didapatkan laju perpindahan panas bahan bakar kayu 22,5 kW, tongkol 22 kW, dan sekam 4,7 kW serta energi total tungku selama pembakaran dengan bahan bakar kayu 83.484,7 kJ, bahan bakar tongkol 33.718,37 kJ, dan bahan bakar sekam 16.125 Kj (Rahmada, 2021). Secara umum pemanfaatan biomassa terutama biomassa kayu menjadi energi seperti disajikan pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pemanfaatan Biomassa Kayu Menjadi Energi Sumber : (Malico et al. 2019; Pradhan et al., 2018)

Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah ada mengenai pemanfaatan biomassa untuk pembakaran, dengan demikian kombinasi biomassa kayu dengan batubara pada pembakaran di boiler pembangkit listrik dapat juga diterapkan di Indonesi. Sebagai kombinasi batubara, biomassa kayu dapat berupa serbuk kayu (sawdust), wood pellet, wood chip atau yang lainnya. Dalam pemilihan biomassa untuk energi perlu dipertimbangkan mengenai properties dari biomassa (Tursi, 2019).

(18)

2.5.5 Properti Biomassa

Komponen kimia dari biomassa kayu terdiri dari unsur utama terutama unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Komposisi unsur tersebut mempengaruhi sifat proksimat dan nilai kalor biomassa (Nawawi et al., 2018). Properti biomassa pada umumnya terdiri dari moisture content (intrinsic and extrinsic), calorific value, proportions of fixed carbon and volatiles, ash/residue content, alkali metal content, cellulose/lignin ratio (McKendry, 2002). Unsur kimia pada biomassa umumnya terdiri dari C, O, H, N, Ca, K, Si, Mg, Al, S, Fe, P, Cl, Na, Mn, dan Ti (Vassilev et al., 2010). Komposisi tanaman dan sifat fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan energi biomassa. Biomassa umumnya dicirikan oleh komposisi organiknya, analisis unsur, analisis proksimat, dan kualitasnya seperti nilai kalor dan densitas curah seperti disajikan pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Properti Biomassa

Feedstock Corn Stover

Herbeceous Crop

Woody Crop

Organic composition (wt%)

Cellulose 53 45 50

Hemicellulose 15 30 23

Lignin 16 15 22

Other 16 10 5

Elemtal analysis (dry wt%)

C 44 47 48

H 5,6 5,8 5,9

O 43 42 44

N 0,6 0,7 0,5

Proximate analysis (dry wt%) Ash 6,8 4,5 1,6

Volatile matter 75 81 82

Fixed C 19 15 16

Ash 6 4 1,3

HHV (Mj/kg) 17,7 18,7 19,4

Bulk density (kg/m) 160 – 300 160 – 300 280 – 480

Yield (Mg/ha) 8400 14000 14000

Sumber : (Brown, 2003).

Dari unsur tersebut dimungkinkan ketika dilakukan pembakaran masih akan menghasilkan emisi berupa CO, CO2, SO2 dan NOx. Namun demikian karena nilai dari unsur-unsur kimia biomassa lebih rendah dari batubara seperti disajikan pada Tabel 2.5 dan karbon dioksida tersebut merupakan karbon netral, maka penggunaan biomassa untuk dicampur dengan batubara berpotensi menurunkan emisi SO2, CO2

(19)

serta mengurangi emisi NOx (Xu et al., 2020).

Pada penelitian ini menggunakan biomassa berupa kayu yang berbentuk sawdust dan woodchip. Kandungan kimia sawdust disajikan seperti pada Tabel 2.6.

Sedangkan untuk kandungan kimia woodchip di sajikan pada table 2.7.

Tabel 2.6 Kondungan Kimia dan Nilai Kalori Sawdust

SAWDUST Unit ARB ADB DB DAFB

Proximate Analysis

Total moisture %wt 16.85

Moisture in analysis %wt 4.54

Ash content %wt 0.98 1.13 1.18

volatile matter %wt 66.11 75.90 79.51 80.46

Fixed carbon %wt 16.05 18.43 19.31 19.54

Total sulfur %wt 0.01 0.01 0.01 0.01

Gross calirific value kCal/kg 4036 4634 4854 4913

Ultimate analysis

Hydrogen %wt 4.56 5.24 5.49 5.55

Carbon %wt 45.11 51.80 54.26 54.91

Nitrogen %wt 0.38 0.44 0.46 0.46

Oxygen %wt 32.09 36.85 38.60 39.06

Sumber : (Sucofindo, 2021), Keterangan : ARB : As Received Basis, ADB : As Dried Basis, DB : Dried Basis, DAFB : Dry As Free Basis

Tabel 2.7 Kandungan Kimia dan Nilai Kalori Woodchip

WOODCHIP Unit ARB ADB DB DAFB

Proximate Analysis

Total moisture %wt 13.68

Moisture in analysis %wt 4.64

Ash content %wt 3.59 3.97 4.16

volatile matter %wt 65.92 72.82 76.36 79.68

Fixed carbon %wt 16.81 18.57 19.47 20.32

Total sulfur %wt 0.10 0.10 0.11 0.11

Gross calirific value kCal/kg

Ultimate analysis

Hydrogen %wt 4.61 5.10 5.34 5.58

Carbon %wt 46.17 51.01 53.49 55.81

Nitrogen %wt 0.45 0.49 0.52 0.54

Oxygen %wt 31.40 34.69 36.38 37.96

Sumber : (Sucofindo, 2021), Keterangan : ARB : As Received Basis, ADB : As Dried Basis, DB : Dried Basis, DAFB : Dry As Free Basis

(20)

2.6 Pembakaran dan Emisi Gas Buang

Proses pembakaran dapat terjadi pada semua benda yang mempunyai unsur kimia mudah terbakar. Proses pembakaran terjadi karena adanya benda yang mudah terbakar, panas dan oksigen yang dikenal dengan segitiga api seperti pada gambar 2.12.

Gambar 2.12 Segitiga Api

Sumber : (https://saberindo.co.id, 2017)

Pada benda yang mudah terbakar terdapat unsur utama antara lain karbon dan hidrogen. Karbon dan hidrogen apabila bereaksi dengan oksigen pada proses pembakaran akan menghasilkan polutan berbahaya yang dapat mempengaruhi lingkungan dan kesehatan makhluk hidup di bumi ini (Proto et al., 2021).

2.6.1 Proses Pembakaran

Proses pembakaran adalah suatu reaksi dimana unsur kimia dari bahan bakar yang mudah terbakar mengalami proses oksidasi dengan oksigen dan panas. Proses tersebut terjadi baik secara lambat maupun cepat pada suhu dan tekanan tertentu.

Proses oksidasi tersebut menghasilkan energi berupa panas, cahaya, dan suara.

Oksigen yang digunakan untuk pembakaran berasal dari udara sekitar. Udara sekitar selain mengandung unsur oksigen juga ada unsur Nitrogen dan yang lain.

Unsur-unsur yang tidak bisa terbakar saat proses pembakaran namun melewati proses tersebut maka akan menghasilkan polutan seperti NO2, selain itu proses pembakaran juga menghasilkan polutan lain seperti CO2, dan SO2 (Samlawi, 2017).

Dibandingkan dengan sumber energi lain, biomassa mempunyai beberapa keuntungan unik sehubungan dengan lingkungan karena karbon netral. Meskipun pembakaran biomassa menghasilkan karbon dioksida sebanyak bahan bakar fosil,

(21)

karbon dioksida yang dilepaskan di udara akan hilang karena di hisap oleh tumbuhan lain. Ini berarti biomassa mengeluarkan karbon dalam bentuk karbon dioksida yang awalnya diambil dari atmosfer, sehingga sangat signifikan mengurangi emisi karbon (Alper et al., 2020).

Unsur utama yang menyebabkan benda mudah terbakar yaitu adanya karbon (C), hidrogen (H) dan sulfur (S) dalam benda tersebut khususnya bahan bakar.

Menurut Samlawi (2017) reaksi kimia proses pembakaran ditunjukkan pada beberapa reaksi kimia di bawah ini.

C + O2  CO2 + Panas (33820 KJ/kg) (6)

Persamaan di atas menunjukkan pembakaran sempurna dimana semua karbon terbakar semua.

C + 1/2 O2  CO + Panas (10.120 KJ/kg) (7)

Persamaan 9 menunjukkan pembakaran tidak sempurna. Untuk proses pembakaran hidrogen yang terdapat dalam bahan bakar akan menghasilkan uap air seperti pada persamaan 10.

2H2 + O2  2H2O (8)

Untuk proses pembakaran sulfur yang terdapat dalam bahan bakar akan menghasilkan gas sulfu dioksida seperti pada persamaan 11.

S + O2  SO2 (9)

2.6.2 Emisi Gas Buang

Biomassa sebagai sumber energi terbarukan menghasilkan hampir CO2

netral, dan nilai kalor rata-rata tanaman bioenergi sebanding dengan batubara coklat. Secara umum, dengan mengganti batubara dengan biomassa dimungkinkan untuk mencapai penurunan emisi CO2 bersih sebesar 93% per unit nilai kalor dan penurunan emisi ini sebesar 84% dengan menggunakan proses CHP (Combined

(22)

Heat Power) di mana gas alam akan diganti dengan biomassa (Bilandzija et al., 2018).

Gambar 2.13 Siklus Karbon Saat Produksi dan Pemanfaatan Biomassa (Sumber: Tursi 2019)

Biomassa adalah sumber energi yang sepenuhnya terbarukan, karena CO2

yang dilepaskan melalui proses pembakaran dan pemanfaatannya tidak menyebabkan peningkatan karbon dioksida di atmosfer karena berasal dari biogenik. Oleh karena itu, eksploitasi biomassa hanya berdampak pada transfer CO2

yang lebih cepat ke atmosfer, dimana CO2 tersebut akan digunakan kembali oleh tanaman untuk menghasilkan biomassa lagi seperti ditunjukkan siklus pada gambar 2.13 (Tursi, 2019).

Nitrogen oksida, secara kolektif disebut sebagai NOx, pada umumnya terbentuk pada semua proses pembakaran, sebagian besar sebagai oksida nitrat (NO) dimana jumlah yang lebih kecil dari nitrogen dioksida (NO2) dan dinitrogen oksida (N2O) (Proto et al., 2021). Oksida nitrat kemudian dioksidasi menjadi NO2

di atmosfer.

Sulfur dioksida (SO2) adalah polutan utama yang paling penting dan muncul terutama dari oksidasi belerang dalam proses pembakaran batubara, minyak dan solar. Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berwarna dan tidak berbau yang terbentuk dari pembakaran tidak sempurna dari hidrokarbon yang ada dalam bahan bakar. Dari hasil penelitian diatas pada umumnya menyarankan penggunaan dan pemilihan biomassa yang tepat berdasarkan karakteristik biomassa yang akan digunakan untuk bahan bakar di dalam boiler (Proto et al., 2021).

(23)

2.7 Slagging dan Fouling

Boiler adalah peralatan utama pada pembangkit listrik untuk menghasilkan uap. Pada boiler terdapat proses pembakaran bahan bakar. Pada umumnya bahan bakar yang digunakan adalah batubara. Pada saat proses pembakaran batubara terdapat sisa abu yang dinamakan fly ash dan bottom ash. Selain itu terdapat juga fly ash yang menempel pada pipa-pipa boiler. Slagging dan fouling adalah fenomena menempel dan menumpuknya abu bahan bakar antara lain batu bara yang melebur pada pipa penghantar panas (heat exchanger tube) ataupun dinding boiler. Slagging adalah proses terbentuknya endapan cair atau lebur, yang sebagian di-resolidifikasi dan terbentuk pada dinding ruang bakar boiler dan permukaan lain yang terpapar panas radiasi. Sedangkan Fouling merupakan pembentukan endapan berikatan suhu tinggi pada permukaan penyerap panas konveksi, seperti superheater dan reheater, yang tidak terpapar panas radiasi (Saputra dan Yuliyani, 2020). Dampak kedua hal ini sangat serius pada operasional boiler, misalnya permasalah penghantaran panas, menurunya efisiensi boiler, tersumbatnya pipa, serta kerusakan pipa dikarenakan terlepasnya clinker. Semua permasalah yang timbul tersebut sering pula dinamakan dengan clinker trouble. Pada boiler CFB slagging dan fouling terjadi pada area- area seperti pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Area Slagging dan Fouling Pada Boiler CFB (Sumber: Basu, 2015)

(24)

Fenomena menempelnya abu ini terutama dipengaruhi oleh suhu melebur abu atau ash fusion temperature (AFT) dan unsur – unsur dalam abu (Hariana et al., 2021). AFT menandakan kisaran suhu di mana endapan abu terbentuk pada permukaan penyerap panas misalnya pada pipa boiler (Tambe et al., 2018) seperti disajikan pada gambar 2.16. Evaluasi terhadap fenomena ini dapat diketahui melalui perhitungan rasio terhadap beberapa unsur tertentu dalam abu. Evaluasi terhadap slagging dan fouling ini perlu dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai faktor, karena terkadang hasilnya tidak akurat apabila hanya mendasarkan diri pada satu aspek saja.

Gambar 2.15 Ilustrasi Slagging Pada Boiler Sumber : (https://biomassproject.blogspot.com, 2014)

Untuk mengetahui potensi slagging dan fouling pada umumnya dilakukan analisa bahan bakar di laboratorium. Pada pengujian karakteristik bahan bakar di laboratorium difokuskan pada kandungan sulfur, ash fusion temperature, dan analisis komposisi abu (Hariana et al., 2021). Dari hasil pengujian karakteristik seperti penelitian yang dilakukan oleh Magdziarz (2016) dapat dihitung prediksi slagging dan fouling berdasarkan analisa abu tersebut dengan persaman seperti di bawah ini (Magdziarz et al., 2016):

Rasio basa asam 𝐵

𝐴 = 𝐹𝑒2𝑂3+ 𝐶𝑎𝑂 + 𝑀𝑔𝑂 + 𝑁𝑎2𝑂 + 𝐾2𝑂

𝑆𝑖𝑂2+ 𝐴𝑙2𝑂3+ 𝑇𝑖𝑂2 (10)

Untuk mengetahui index fouling di hitung dengan persamaan

(25)

𝐹

𝑢

= 𝑅

𝐵/𝐴

𝑥 (𝑁𝑎

2

𝑂 + 𝐾

2

𝑂

) (11) Untuk menghitung index slagging digunakan persamaan

𝑅

𝑠

= 𝑅

𝐵 𝐴

𝑥 𝑆

(12)

2.8 Analisis Ekonomi

Selain pendapatan, terdapat komponen biaya yaitu Operational Expenditure (OPEX) yang terdiri dari biaya operasinal yang meliputi SDM, belanja bahan bakar, dll. Selain OPEX, terdapat Capital Expenditure (CAPEX) atau biaya investasi yang dikeluarkan dalam mendanai proyek (Dewi dan Wessiani, 2021). Penelitian saat ini, pada OPEX terdapat perubahan biaya operasional berupa biaya belanja bahan bakar biomassa. Untuk CAPEX dianggap tidak ada karena tidak memerlukan investasi untuk proyek perubahan bahan bakar dari batubara menjadi kombinasi batubara dengan biomassa.

Evaluasi ekonomi dari setiap opsi pembakaran bersama antara batubara dan biomassa sawdust dan woodchip didasarkan pada penghematan biaya bahan bakar yang timbul dari perbedaan harga batubara dan biomassa (Basu et al., 2011).

Penghitungan biaya penghematan bahan bakar akan di hitung sesuai dengan alur diagram pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Alur Diagram Penghitungan Penghematan Biaya

(26)

Pemerintah Indonesia pada tahun 2022 telah menerapkan pajak karbon untuk industri energi. Karbon yang dihasilkan tentunya akan dikenai pajak dan hal tersebut akan menjadikan tambahan biaya saat unit pembangkit beroperasi. Untuk penghitungan karbon yang dihasilkan akan dihitung dengan menggunakan persamaan dari Basu (2015).

Pada tiap jenis metode pembakaran bersama, energi yang dimasukkan sama.

dan di tentukan dengan persamaan : 𝑄𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡 = 𝑃𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡

𝐻𝑅𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡

(13) Dimana:

𝑄𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡 : Panas input (MJ)

𝑃𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡 : Produksi energi listrik (MWh) 𝐻𝑅𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡 : Heat Rate (Laju Panas) (MJ/MWh)

Pada penelitian saat ini menggunakan biomassa sawdust dan woodchip masing-masing sebesar 5% dari jumlah keseluruhan aliran bahan bakar yang diperlukan. Maka jumlah batubara yang tergantikan oleh bimassa dalam setahun di hitung dengan persamaan dibawah ini (Basu et al., 2011) :

𝑚𝑐𝑜 = 𝑄𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡 𝑥 𝑓𝑏𝑓

𝐻𝐻𝑉𝐶𝑜𝑎𝑙 𝑥 3600 𝑥 24 𝑥 𝐶𝐹 (14)

Dimana:

𝑚𝑐𝑜 : Berat batubara yang di gantikan biomassa (ton/tahun) 𝑄𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡 : Panas masuk (MJ)

𝑓𝑏𝑓 : Fraksi biomassa untuk co-firing (%) 𝐻𝐻𝑉𝐶𝑜𝑎𝑙 : High Heating Value (MJ/ton) 𝐶𝐹 : Capacity Factor (%)

Capacity Factor (CF) adalah kapasitas pembangkit berproduksi per waktu.

Adaakalanya pembangkit tidak beroperasi atau beroperasi pada beban rendah dikarenakan sistem di jaringan tercukupi atau unit tersebut melakukan

(27)

pemeliharaan. Dari persamaan dia atas dapat diketahui penghematan mengenai penggunaan batubara dan biomassa untuk co-firing.

Jumlah emisi CO2 dapat diketahui dari kandungan C dan C dari komposisi bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran bersama. Emisi carbon yang dihasilkan selain di ambil dari hasil sample flue gas (gas buang) boiler juga dapat di hitung besarannya dengan menggunakan persamaan 13 – 16 (Basu et al., 2011).

𝐶 + 𝑂2 → 𝐶𝑂2 (15)

[𝐶𝑂2] = 3,66 𝑥 [𝐶] 𝑥 𝑚𝑐𝑜 (16)

Berdasarkan Undang-undang No 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pasal 13 di jelaskan bahwa tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan tarif paling rendah Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Penelitian ini akan membandingkan hasil perhitungan di atas pada uji bakar dengan tiga percobaan yaitu pembakaran 100% batubara, kombinasi 5% sawdust dan 95% batubara serta kombinasi 5% woodchip dan 95% batubara. Besaran biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak karbon akan dibandingkan pada ke tiga percobaan tersebut.

(28)
(29)

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi pembangkit daya terdiri dari ketel uap dan turbin uap, turbin uap adalah mesin konversi energi yang dapat mengubah energi potensial uap menjadi energi mekanik

survey penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Punagaya, maka dapat diambil kesimpulan