6
BAB II
KONTEKS KONSEPTUAL
2.1. Kajian Terdahulu
Terdapat beberapa referensi penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan dan dijadikan referensi oleh peneliti untuk memperkuat kajian penelitian yang ada, sehingga aspek yang belum atau kurang tersentuh dalam penelitian terdahulu dapat dilakukan dalam penelitian kali ini. Kajian terdahulu sendiri merupakan tinjauan penelitian terdahulu dan berfungsi sebagai dasar acuan peneliti dalam melakukann penelitian ini. Melalui jurnal-jurnal penelitian, peneliti dapat mengetahui apa yang akan terjadi sekarang didalam bidang yang diteliti. Berikut ini merupakan kajian terdahulu peneliti.
Diantaranya:
1. Konstruksi Makna Budaya Merantau di Kalangan Mahasiswa Perantau
Suci Marta, S. Sos,. PT. Valbury Asia Futures, Jl. Diponegoro No. 40 Bandung 40115
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan mahasiswa perantau tentang budaya merantau, motif mahasiswa perantau untuk merantau, dan untuk mengetahui pengalaman mahasiswa perantau selama merantau. Karena ingin melihat fenomena rsecara mendalam, maka jenis studi penelitian ini adalah
fenomenologi. Adapun kesimpulan yang di dapat setelah menyelesaikan penelitian ini adalah (1) merantau bagi mahasiswa perantau adalah sebuah kebiasaan.
Kebiasaan tersebut telah dilakoni oleh pria dan wanita. Tujuan merantau berbeda- beda, salah satu yang tepenting adalah untuk membuat perubahan kepada kehidupan yang lebih baik. (2) motif merantau yang dimiliki oleh seorang mahasiswa perantau dapat mempengaruhi cara mereka berperilaku selama diperantauan. Motif seseorang menentukan apa yang ingin dicari dan apa yang didapat selama merantau. Motif yang kuat untuk mencapai kesuksesan dapat membantu mahasiswa perantau dalam menyelesaikan studi dan mencapai cita-cita lainnya di dalam hidup. (3) mahasiswa perantau mengalami beragam pengalaman pahit (negatif) dan pengalaman manis (positif) selama merantau. Setiap pengalaman dijadikan ajang untuk belajar agar dapat menjadi orang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Prinsip merantau orang Minangkabau adalah dima bumi dipijak, disitu langik dijunjuang. Hal ini yang melandasi mahasiswa perantau agar selalu dapat beradaptasi dengan lingkungan perantauan. Penelitian ini membawa Peneliti untuk memberikan beberapa saran, diantaranya (1) merantau memang dapat memperkuat tali silaturrahmi antara keluarga yang berada di kampung halaman dengan keluarga yang ada di perantauan. Hal ini sebaiknya digunakan pula sebagai ajang untuk membangun kekuatan di perantauan yang berguna untuk menarik lebih banyak lagi orang untuk memperbaiki diri dan hidupnya melalui merantau. Kesuksesan setelah merantau dapat menarik perhatian orang. (2) motif merantau yang berbeda-beda bagi seorang mahasiswa perantau harus menjadi cambuk untuk mencapai kesuksesan. (3) pengalaman merantau, baik yang positif maupun yang negatif tidak boleh menjadi hambatan dalam mencapai kesuksesan.
Dalam hidup di perantauan, mahasiswa perantau Minangkabau diharapkan dapat berkomunikasi dengan baik pula dengan masyarakat sekitar (masyarakat sunda).
2. Studi Fenomenologi Pada Pemaknaan Fakultas Komunikasi Bisnis Di Universitas Sebagai Peserta Audisi Indonesian Idol
Rachmat Fitra, Fakultas Komunikasi Bisnis, Universitas Telkom, Bandung 2015.
Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan pemaknaan mahasiswa Fakultas Komunikasi Bisnis di Universitas sebagai peserta audisi Indonesian Idol dan menjabarkan motif para mahasiswa tersebut untuk menjadi peserta audisi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemaknaan mahasiswa Fakultas Komunikasi di Universitas Telkom, serta motif mereka sebagai peserta audisi Indonesian Idol.
Hasil penelitian mengungkapkan pemaknaan mahasiswa Fakultas Komunikasi Bisnis pada audisi Indonesian Idol, merupakan ajang pencarian bakat paling bergengsi di Indonesia. Kemudian terdapat beberapa motif peserta untuk mengikuti audisi Indonesian Idol diantaranya, motif sosial, motif ingin tahu, dan motif harapan yang dimiliki oleh para informan.
3. Konstruksi Makna Hijab Fashion Bagi Moslem Fashion Blogger Ade Nur Istiani, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, Lampung 2015.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh mengenai pemahaman, motif, dan pengalaman Moslem Fashion Blogger dalam menggunakan blog sebagai media komunikasi mengenai Hijab Fashion di Indonesia. Teori yang digunakan untuk membentuk kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah teori fenomenologi Alfred Schutz, Teori Konstruksi Sosial Atas Realitas Luckmann dan Berger, dan Teori Interaksi Simbolik George Herbert Mead. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan tradisi fenomenologi yang memusatkan perhatian pada pengalaman hidup dan mencari makna mengenai realitas berdasarkan sudut pandang subjek penelitian melalui enam informan sebagai sumber informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahamanMoslem Fashion Blogger mengenai hijab fashion adalah bahwa perkembangan tren hijab fashion di Indonesiamerupakan perkembangan yang positif namun terjadi suatu pergeseran makna. Motif dalam menggunakan blog sebagai media komunikasi mengenai hijab fashion terbagi atas motif atraksi, motif inspirasi, dan motif eksistensi.
4. Konstruksi Makna Mahasiswi Sebagai SPG ( Sales Promotion Girl ) Freelance Di Kota Pekanbaru
Arfryani Lolyna, Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, Pekanbaru 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif, makna dan pengalaman komunikasi mahasiswai sebagai SPG freelance di Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Informan dalam penelitian ini adalah 5 mahasiswi yang bekerja sebagai SPG freelance yang telah diseleksi secara purposive.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motif mahasiswi yang bekerja sebagai freelance SPG motif awal (because of motives) adalah kebutuhan ekonomi, memanfaatkan waktu, dan pengaruh orang lain; serta motif tujuan (in order to motives) adalah menambah pengalaman kerja dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Makna dari pekerjaan mereka sebagai SPG freelance adalah pengalaman komunikasi yang menyenangkan yang mendapatkan banyak pengalaman baru, memahami karakter orang, menerima pujian dari orang lain, serta menjadi lebih komunikatif; serta pengalaman komunikasi yang tidak menyenangkan adalah penyalahgunaan konsumen, tanggapan buruk dan pandangan masyarakat, dan cap negatif dari masyarakat.
5. Makna Warung Kopi Bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Di STAI MIFTAHUL ULUM PANYEPPEN PALENGAAN Pamekasan
Isnawati, Agus Suprijono, Program Studi S-1 Sosilogi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, 2018
Penelitian ini pertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang warung kopi bagi mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Penyeppen Palengaan “ Kota Pamekasan” bahwa di dalam warung kopi terdapat proses dan aturan warung kopi yang berupa unsur-unsur simbolik, sebagai pengukapan atau keinginan dalam bersilaturahmi dengan orang lain dari rasa keinginan yang merupakan sebuah wujud berkomunikasi yang
ditunjukan kepada orang lain dengan cara bersosialisasi khususnya dan mendapatkan manfaat bagi mahasiswa dalam mengeratkan suatu hubungan yang erat yaitu siraturahmi bagi mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam di STAI Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan menggukan teori interaksi simbolik. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, pengamatan berpartisipatif, observasi langsung dan dekomentasi menggunakan catatan, buku, surat kabar.
Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif verifikasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa latar belakang berdirinya warung kopi mahasiswa program studi pendidikan agama islam panyeppen palengaan “Kota Pamekasan”. Yaitu sebagai bentuk keresahan kondisi warung kopi terhadap mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam STAI Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan, sebagai wujud pengaktualisasikan dalam mengeratkan suatu hubungan, karena mahasiswa yang mampu membentuk masyarakat moralitas. Proses “makna warung kopi bagi mahasiswa program Pendidikan Agama Islam Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan” meliputi beberapa tahap yaitu interaksi sosial yang dimiliki mahasiswa dalam mematangkan kreatifitas dan komunitas berdasarkan perspektif ideologi dalam memahami kegiatan atau aktifitas mahasiswa dalam bersosialisasi. Respon masyarakat terhadap mahasiswa STAI Miftahul Ulum dalam melakukan aktifitas di warung kopi atau dengan istilah kata nongkrong itu sudah biasa karena sudah menjadi bagian gaya hidup anak muda masa kini.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti
Suci Marta Rachmat Fitra
Ade Nur Istiani
Arfryani Lolyna
Isnawati, Agus Suprijono
Mancara Rahajeng
Judul Penelitian
Konstruksi Makna Budaya Merantau di Kalangan
Mahasiswa Perantau
Studi Fenomenolo gi Pada Pemaknaan Fakultas Komunikasi Bisnis Di Universitas Sebagai Peserta Audisi Indonesian Idol
Konstruksi Makna Hijab Fashion Bagi Moslem Fashion Blogger
Konstruksi Makna Mahasiswi Sebagai SPG (Sales
Promotion Girl)
Freelance Di Kota
Pekanbaru
Makna
Warung Kopi Bagi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam
Di STAI
MIFTAHUL ULUM PANYEPPE N
Konstruksi Makna Nongkrong Bagi Anak Muda Di Kota
Bandung
PALENGAA N Pamekasan Instansi Valbury Asia
Futures
Ilmu
Komunikasi, Fakultas Komunikasi Bisnis, Universitas Telkom
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
Jurusan Ilmu Komunikasi –
Konsentrasi Manajemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
Universitas BSI Bandung
Tahun 2014 2015 2015 2016 2018 2019
Metode Kualitatif dengan pendekatan
Kualitatif dengan pendekatan
Kualitatif dengan pendekatan
Kualitatif dengan pendekatan
Kualitatif dengan pendekatan Deskriptif
Kualitatif dengan pendekatan
Fenomenolo gi
Fenomenolo gi
Fenomenolo gi
Fenomenolo gi
Fenomenolo gi
Persamaa n
Mengkaji tentang motif dan
pengalaman suatu fenomena
Mengkaji tentang pemaknaan dan motif pada suatu fenomena
Mengkaji tentang makna dengan memusatkan perhatian pada
pengalaman hidup subjek dan dan mencari makna mengenai realitas berdasarkan sudut pandang subjek
Mengkaji tentang makna, motif dan
pengalaman
Mengkaji tentang makna warung kopi
Menggunaka n Teori Fenomenolo gi menurut Alfred Achutz
Perbedaa n
Terletak focus penelitian pada
pengalaman dan motif merantau
Terletak fokus penelitian, dalam jurnal ini adalah membahas tentang sebuah ajang pencarian bakat
Penelitian berfokus pada
pengalaman subjek dalam menggunaka
n blog
sebagai media komunikasi dalam fokus masalah yang diteliti
Terletak focus penelitian pada suatu profesi
Penelitian berfokus pada latar belakang berdirinya warung kopi
Lebih berfokus pada makna dan motif
2.2. Kajian Literatur 2.2.1. Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu ‘communis’ yang artinya bersama. Komunikator berusaha untuk mencari kebersamaan dengan si penerima pesan. (Sunyoto, & Burhanudin, 2011:70). Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Changara, 2007:20). Berdasarkan definisi-definisi komunikasi tersebut, komunikasi dapat didefinisikan sebagai transisi informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol bersama dari satu orang atau kelompok kepada pihak lain.
Menurut Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (2007:9), Komunikasi merupakan aspek yang tidak akan bisa dilepaskan dari kehidupan sosial yang di lakoni oleh manusia. Segala macam lini kehidupan manusia dapat dipastikan memerlukan komunikasi sebagai alat untuk beinteraksi. Mulai dari tangisan seorang bayi hingga gerakan seorang manusia lanjut usia yang terbaring sakit pun dapat diklasifikasikan sebagai bentuk komunikasi.
Menurut Laswell dalam (Mulyana, 2011:69) cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan ‘who say what in which channel to whom with what effect?’ atau siapa yang mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana? Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu :
1. Komunikator (Source/Sender/Encoder) adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa berupa individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau negara.
2. Pesan (Message) adalah apa yang dikomunikasikan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan apa berupa symbol verbal maupun nonverbal.
3. Saluran media, adalah alat yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.
4. Komunikan (Receiver/Communican) adalah pihak yang menerima pesan dari komunikator
5. Efek adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.
Menurut Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (2007:33), proses komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan atau pemikiran yang dilakukan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima). Proses komunikasi dapat terjadi dengan berbagai cara.
Effendy membagi proses komunikasi kedalam Dua tahapan. Yaitu:
1. Proses komunikasi secara primer, proses ini adalah proses penyampaian pikian dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
“menejemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
2. Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relative jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televise, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sifat komunikasi yang pertama adalah dengan tatap muka (face to facecommunication) yaitu komunikasi yang berhadapan langsung antara komunikator dengan komunikannya. Komunikasi selanjutnya dapat dinamakan dengan komunikasi bermedia atau istilah asingnya (mediated communication). Komunikasi ini menggunakan alat bantu sebagai perantaranya (Effendy, 2007:16).
Menurut Nurjaman dan Umam dalam bukunya yang berjudul Komunikasi
& Public Relations (2012:45) ada lima aspek yang yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif, yaitu:
1. Kejelasan (clarity), Bahasa atau informasi yang disampaikan harus jelas.
2. Ketepatan (accuracy), Bahasa dan informasi yang disampaikan harus betul-betul akurat atau tepat. Bahasa yang digunakan harus sesuai dan informasi yang disampaikan pun harus benar-benar, artinya sesuai dengan hal yang ingin disampaikan. Bisa saja, informasi yang ingin
disampaikan belum tentu kebenarannya tetapi apa yang kita sampaikan benar-benar kita ketahui. Inilah yang dimaksud akurasi.
3. Konteks (contex), Bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan tempat komunikasi itu terjadi. Bisa saja, kita menggunakan bahasa dan informasi yang jelas dan tepat, tetapi karena konteksnya tidak tepat, reaksi yang kita peroleh tidak sesuai dengan yang diharapkan.
4. Alur (flow), Keruntutan alur bahasa dan informasi sangat berarti dalam menjalin komunikasi yang efektif. Sebelum melakukan komunikasi, sebaiknya disusun secara sistematis sehingga alur komunikasinya menjadi jelas.
5. Budaya (culture), Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi tata krama atau etika. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan yakni didalam membangun komunikasi yang efektif itu ternyata ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti kejelasan dalam menyampaikan pesan agar mudah dimengerti, ketepatan informasi yang ingin disampaikan, konteks pembicaraannya harus fokus, alur cerita yang disampaikan harus sistematis sehingga komunikan mengetahui jalan ceritanya dengan baik, dan yang tidak kalah pentingnya harus memperhatikan budaya komunikannya. Jika komunikannya berasal dari budaya yang berbeda sebaiknya menggunakan bahasa yang formal agar tidak salah pengertian sehingga dapat menimbulkan perselisihan.
Dari penjelasan tersebut mengenai komunikasi, peneliti menggunakan kajian litelatur komunikasi karena penelitian ini tentang makna nongkrong di coffee shop bagi remaja di Kota Bandung, dan nongkrong tersebut merupakan salah satu kegiatan komunikasi dimana informan pada penelitian ini berinteraksi dengan temannya pada saat nongkrong tersebut.
2.2.2. Persepsi
Persepsi berlangsung dalam setiap kegiatan komunikasi baik yang melibatkan orang lain maupun intra personal. Itu dikarenakan persepsi merupakan hasil dari kontak langsung indera manusia dengan berbagai rangsangan baik yang berasal dari lingkungan fisik maupun dari manusia.
Menurut Darmastuti dalam bukunya yang berjudul Media Relations : Konsep, Strategi dan Aplikasi, persepsi sangat ditentukan oleh banyak hal, yaitu melalui faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal adalah faktor-faktor internal yang ada didalam diri orang tersebut seperti kesukaan, kondisi fisik dan lain sebagainya. Sedangkan faktor situasional adalah faktor diluar diri orang tersebut yang mempengaruhinya antara lain pendapat maupun pengaruh orang lain ketika orang tersebut berada pada satu proses untuk mempersepsi (Darmastuti, 2011:183)
Dengan kata lain, persepsi terbentuk dari adanya pengalaman masa lalu yang dipertajam oleh nilai-nilai budaya, nilai-nilai yang dianut, serta berita-berita yang berkembang. Komponen-komponen tersebut memberikan suatu rekaman di benak individu dan siap diputar ulang di kemudian hari bila individu berhadapan dengan situasi atau stimuli tertentu. Stimuli yang masuk akan dicocokan dengan
rekaman yang ada. Untuk memberikan suatu interpretasi yang melahirkan pendirian dari individu tersebut.
Dari penjelasan tersebut tentang persepsi, peneliti menggunakan kajian litelatur persepi karena penelitian ini mengenai makna nongkrong di coffee shop bagi remaja di Kota Bandung, dimana persepsi terbentuk dari adanya pengalaman masa lalu yang dipertajam oleh nilai-nilai budaya, nilai-nilai yang dianut, serta berita-berita yang berkembang. Sehingga untuk menjelaskan makna nongkrong di coffee shop perlu persepsi untuk memberikan suatu interpretasi yang melahirkan pendirian dari individu tersebut.
2.2.3. Makna
Pengertian akan makna atau maksud yang disampaikan melalui kata, frase, dan kalimat oleh seseorang terkadang salah dimengerti oleh orang lain karena makna disampaikan dalam macam-macam gaya bahasa sehingga makna itu samar- samar, penting, dan sukar dipahami (Hurford, 2007:1). Sedangkan Menurut Riemer (2010:12) makna adalah suatu bagian dunia yang memberikan penjelasan atau arti dari kata. Dalam penjelasan Umberto Eco, makna dari sebuah wahana tanda adalah kesatuan kultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta, dengan begitu, secara semantik mempertunjukkan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya (Sobur 2009:255).
Para ahli mengakui, istilah makna atau meaning memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia: indrawinya, daya pikirnya, dan akal.
Dari penjelasan tersebut mengenai makna, peneliti menggunakan kajian literatur tentang makna karena judul dari penelitian ini adalah makna nongkrong di coffee shop bagi remaja di Kota Bandung.
2.3. Kajian Teori
2.3.1. Teori Fenomenologi Alfred Schutz
Alfred Schutz dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonom yang suka dengan musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi, sosiologi dan ilmu sosial lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji fenomenologi secara lebih komprehensif dan juga mendalam.
Alfred Schutz adalah salah satu tokoh fenomenologi yang merupakan ahli fenomenologi yang paling menonjol. Schutz sangat tertarik untuk memahami makna subjektif yaitu yang melihat bahwa orang selalu melakukan tindakan dan sekaligus memberikan reaksi atas tindakan orang lain, juga melihat bahwa pengetahuan yang dimiliki diperoleh karena adanya peranan indera.
Schutz menjelaskan dalam buku karya Campbell (1994:237) tentang bagaimana manusia memiliki kesadaran aktif bahwa mereka merupakan makhluk yang melontarkan masalah dan memecahkan masalah. Masalah menempatkan individu pada situasi tertentu. Agar dapat keluar dari masalahnya, seorang individu harus mampu mendefinisikan situasinya, yaitu dia harus mendefinisikan dalam situasi macam apakah ia berada, apakah masalahnya dan bagaimana ia berusaha mencapai tujuannya.
Menurut Schutz dalam buku Kuswarno yang berjudul Fenomenologi : fenomena pengemis kota bandung (2009:111). , ilmu sosial secara esensial tertarik pada tindakan sosial (social action). Tindakan sosial diartikan sebagai tindakan yang berorientasi pada perilaku orang atau orang lain pada masa lalu, sekarang dan akan datang. Tindakan ini juga meliputi tindakan yang telah lengkap (the completed act) dan tindakan yang sedang berlangsung (the action in progress).dalam tindakan yang telah lengkap dikenal istilah “proyek” yang menurut Schutz merupakan sebuah makna yang rumit atau makna yang kontekstual. Karena kerumitan ini lah kemudian Schutz mengusulkan pemikirannya terkait dengan fase yang dapat menggambarkan tindakan seseorang secara keseluruhan. Dua fase yang diusulkan oleh Schutz ini diberi nama tindakan in-order-to motive (Um-zu-motive), yang merujuk pada masa yang akan datang; dan tindakan because-motive (Weil-Motiv) yang merujuk pada masa lalu.
Lebih lanjut Schutz menjelaskan dalam buku karya Wirawan yang berjudul Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (2012:134). In-order-to motive adalah tujuan seseorang merujuk pada suatu keadaan pada masa yang akan datang, dimana aktor berkeinginan untuk mencapainya melalui beberapa tindakan seseorang pada masa kini dan masa yang akan datang. Because motive, adalah motif yang timbul akibat pengalaman masa lalu individu sebagai anggota masyarakat. Motif-motif tersebut menentukan tindakan yang akan dilakukan oleh seorang aktor, tindakan seseorang hanya merupakan suatu kesadaran terhadap motif, karena kesadaran terhadap motif menjadi sebab yang mendasari suatu tindakan dari individu
Menurut Schutz dalam bukunya yag berjudul The Penomenologi of Sosial World (1967 : 7) Orang secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan
memberi tanda dan arti tentang apa yang mereka lihat. Interpretasi merupakan proses aktif dalam menandai dan mengartikan tentang sesuatu yang diamati, seperti bacaan, tindakan atau situasi bahkan pengalaman apapun. Pengalaman inderawi sebenarnya tidak punya arti. Semua itu hanya ada begitu saja; obyek-obyeklah yang bermakna.
Pendapat demikian diungkapkan pula oleh Little John dalam bukunya yang berjudul Teori Komunikasi, Theories of human communication (2009:57) berasumsi bahwa, fenomenologi adalah interpretasi dari pengalaman-pengalaman pribadi seseorang, seperti berikut ini “Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif mengintrepetasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya”.
Manusia berusaha mengkonstruksi makna di luar arus utama pengalaman melalui proses “tipikasi”. Hubungan antar makna ini kemudian diorganisasi menjadi sebuah proses yang disebut stock of knowledge. Inti pemikiran Schutz terletak pada bagaimana memahami tindakan sosial melalui penafsiran. Yang digunakan untuk memperjelas atau memeriksa makna yang sesungguhnya. Hakikat manusia menurut Schutz adalah pengalaman subjektif yang mengambil sikap dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan sehari-hari merupakan sebuah kesadaran sosial sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dunia individu adalah dunia intersubjektif yang memiliki makna yang beragam, dan perasaan sebagai bagian dari kelompok sehingga ada penerimaan timbal balik, pemahaman atas dasar pengalaman bersama, dan tipikasi atas dunia bersama.
Dalam kehidupan totalitas masyarakat, setiap individu menggunakan symbol-
simbol yang telah diwariskan untuk memberi makna pada tingkah laku individu tersebut (Kuswarno, 2009: 18).
Menurut Schutz, tindakan tersebut tidak muncul begitu saja, tetapi melalui proses yang rumit dan panjang. Dunia sosial harus dilihat secara historis, oleh karenanya Schutz menyimpulkan bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang beriorientasi pada perilaku orang atau orang lain pada masa lalu, sekarang dan akan datang (Kuswarno, 2009:110). Melalui pendekatan fenomenologi Alfred Schutz, peneliti akan menggambarkan realitas yang kompleks dalam kehidupan subjek dalam suatu fenomena.
Dalam konteks tersebut, ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut. Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya baik yang langsung maupun tidak langsung dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya.
Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif menuju pemaknaan.
Peneliti menggunakan teori fenomenologi dari Alfred Schutz sebagai teori aplikasi dalam penelitian ini, sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana remaja di Kota Bandung mengkonstruksi makna nongkrong di coffee shop. Dalam teori fenomenologi Alfred Schutz menjelaskan bahwa orang secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberi tanda dan arti tentang apa yang mereka lihat.
2.3.2. Kerangka Pemikiran
Hasil Olahan Peneliti (2019)
Fenomena yang akan diteliti yaitu makna nongkrong di coffee shop.
Kemudian, peneliti membagi fokus masalah yang akan diteliti antara lain, makna, motif, dan kegiatan nongkrong di coffee shop bagi remaja di Kota Bandung. Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan Teori Fenomenologi dari Alfred Schutz sebagai alikasi teori dalam penelitian ini.
Makna Nongkrong di Coffee Shop
Persepsi Terhadap Coffee Shop
Motif Nongkrong di Coffee Shop Bagi Anak Muda Di Kota Bandung Makna Nongkrong
di Coffee Shop Bagi Anak Muda Di Kota Bandung
Teori Fenomenologi
Alfred Schutz Kegiatan Nongkrong di Coffee Shop Bagi
Anak Muda Di Kota Bandung