• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perkembangan kejahatan seksual terhadap anak di kabupaten kepulauan aru

Kabupaten kepulauan aru terletak dibagian tenggara Provinsi Maluku, kabupaten kepulauan aru adalah daerah kepulauan, ibukota kepulauan aru yaitu Dobo, Dobo sebagai pusat kota. Orang-orang yang menghuni kabupaten kepulauan aru yang berasal daru suku aru, adapun dari berbagai daerah dengan beragam suku, ras, dan agama. Kehidupan masyarakat aru tergolong baik dengan budaya kekeluargaannya, gotong royong, serta masih menjunjung tinggi adat istiadatyang tidak lepas dari sejarah persebaran masyarakat kepulauan aru, mulai anak-anak, orang dewasa dan para orang tua. Namun dengan adanyaperkembangan zaman yang semakin modern meningkatkan berbagai macam perilaku yang merusakkehidupan anak-anak, orang dewasa dan bahkan orang tua.

Seiring berjalannya waktu Kejahatan merupakan perbuatan yang tidak lazim untuk masyarakat aru. Tindakan kejahatan merupakan perbuatan yang jahat sepserti pembunuhan, pencurian, pencabulan, penipuan, penganiyaan, dan lain- lain yang dilakukan oleh manusia, tidaklah asing bagi masyarakat aru dengan perkembangan zaman sekarang ini. Banyaknya dampak negatif bagi masyarakat

(2)

yang hidup di zaman modern kini. Apalagi dengan kehidupan masa kini jauh berbeda dengan masa lampau.

Kejahatan seksual di kabupaten kepulauan aru mencakup perzinaan, pemerkosaan, pencabulan maupun pelecehan seksual dan lain-lain. Di aru korban kejahatan seksual tersebut tak lain adalah anak-anak, pelakunya pun tergolong orang dewasa dan orang yang lebih tua. Di aru Kejahatan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau orang yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seseorang anak untuk melakukan aktivitas seksual. 65% Kejahatan seksual di aru merupakan bentuk kejahatan yang terjadi dalam lingkungan keluarga, maupun lingkungan sekitar. Kejahatan itu sendiri bisa terjadi kapan dan dimana saja bukan hanya di lingkungan sekitar tapi juga dalam lingkungan keluarga.

Dalam pembahasan ini penulis akan mengkaji terkait dengan faktor penyebab dan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan seksual tersebut.

Sebelum melakukan pengkajian lebih lanjut penulis akan memaparkan data tingkat kejahatan seksual yang terjadi dalam tiga tahun belakangan ini dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2018.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada instansi Lembaga Kepolisian Kabupaten Kepulauan Aru, penulis memperoleh data mengenai kejahatan seksual yang rentan terjadi terhadap anak dalam kurun waktu tiga tahunseperti yang terlampir pada tabel 1.

(3)

Tabel 1.

jumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak di kabupaten kepulauan aru tiga tahun belakang 2016, 2017, dan 2018.

Tahun Korban Kejahatan Seksual

Jumlah Kasus Total

63

2016 Anak 11 Kasus

2017 Anak 36 Kasus

2018/bulan januari-oktober

Anak 16 Kasus

Sumber Data : Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Penyidik kapolres Aru.

Dari data di atas pada table 1 kasus kejahatan seksual dalam kurun waktu 3 tahun sebanyak 63 kasus yang menimpa anak-anak. Terlihat dalam kurun waktu 3 tahun korban kejahatan seksual diantaranya berjenis kelamin perempuan dengan kelompok usia tertinggi berada pada usia 6-14 tahun. Hal ini rentan terjadi sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin memperburuk kehidupan masyarakat aru khususnya orang dewasa dan juga orang yang tergolong lebih tua.

Dapat kita lihat bahwa kejahatan seksual terhadap anak pada tahun 2016 sebanyak 11 kasus, dan dari tahun 2016 menuju ke tahun 2017 mengalami peningkatan dengan kasus kejahatan seksual sebanyak 36 kasus, setelah diikuti dari tahun 2017 menuju ke 2018 kasus kejahatan seksual terhadap anak mengalami penurunan dengan kasus kejahatan seksual terhadap anak sebanyak 16

(4)

kasus. hal ini menunjukan bahwa di kabupaten kepulauan aru tindak kejahatan seksual terhadap anak mulai berkurang.

Setelah melakukan penelitian pada lokasi penelitian polres kabupaten kepulauan aru. penulis memperoleh data 3 tahun belakangan yakni pada tahun 2016, 2017, dan 2018 mengenai jenis-jenis kasus tindak kejahatan seksual terhadap anak Berdasarkan Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Selaku Penyidik kapolres Aru Bapak Beni Kurniawan, terdapat data kasus jenis-jenis atau bentuk-bentuk kejahatan seksual terhadap anak di kabupaten kepulauan aru yang rentan terjadi terhadap anak dalam kurun waktu 3 tahun seperti yang terlampir pada tabel 2.

Tabel 2. Data kasus Bentuk-bentuk kejahatan seksual pada korban.

Tahun 2016, 2017 dan 2018

Sumber DataSumber Data : Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Selaku Penyidik kapolres Aru Bapak Beni Kurniawan.

Pada tabel 2 dapat kita lihat bahwa kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual terhadap anak di kabupaten kepulauan aru dalam kurun waktun 3 tahun belakangan. Sering terjadi pemerkosaan di

No Jenis Kasus Tahun 2016

Jumlah 2017

Tahun 2018 /januari-oktober

1. Pemerkosaan 6 16 8

2. Pencabulan 2 11 5

3. Pelecehan Seksual

3 9 3

Total 11 36 16

(5)

kabupaten kepulauan aru dibandingkan dengan pencabulan dan pelecehan seksual. hal ini menunjukan bahwa tindak kejahatan seksual yakni pemerkosaan lebih rentan terjadi.

Dari data tersebut pada tabel 1 dan tabel 2 menunjukan bahwa 65% dalam kurun waktu tiga tahun 2016, 2017, dan 2018 kasus kejahatan seksual terhadap anak terjadi tiap tahunnya Dengan jenis kasus yang berbeda-beda. lebih rentan terjadi pemerkosaan pada anak-anak di kabupaten kepulauan aru di bandingkan pada orang dewasa. Hal ini rentan terjadi dikarenakan lemahnya fisik anak untuk memberikan perlawanan terhadap pelaku.

Tetapi dapat kita lihat pada table 1 dan 2 bahwa tindak kejahatan seksual terhadap anak dengan kasus sebanyak 36 kasus pada tahun 2017 menuju pada tahun 2018 dengan kasus kejahatan seksual sebanyak 16 kasus mulai berkurang.

hal ini menunjukan bahwa di kabupaten kepulauan aru tindak kejahatan seksual terhadap anak mengalami penurunan atau mulai berkurang.

Berdasarkan dengan hasil wawancara penulis terhadap Kasat Reskrim Selaku Penyidik pada polres kabupaten kepulauan aru yang beralamatkan di Jl.

Cendrawasi pada senin 15 oktober 2018 yang mengatas namakan kapolres Aru Bapak Beni Kurniawan. yang menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab kejahatan seksual rentan terjadi di kabupaten kepulauan aru. Antara lain faktor pendidikan yang rendah dan ekonomi, faktor lingkungan atau tempat tinggal,

(6)

faktor kurangnya pemahaman terhadap hukum, faktor peranan korban, faktor minuman keras (beralkohol), dan faktor sosial budaya.1

Dari Peranan faktor tersebut ada terdapat beberapa teori kriminologi yang mengungkapkan tentang sebab-sebab mengapa kejahatan bisa terjadi atau yang mendukung seseorang untuk melakukan kejahatan antara lain;

a. Teori Anomie; Teori ini untuk mendeskripsikan atau mencari sebab kejahatan dan sosio-kultur dengan keadaan didalam masyarakat yang diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat.

b. Teori Labeling; teori ini untuk mengukur reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku yang dapat menimbulkan perilaku jahat

c. Teori Differensial assocation; teori ini mengetengahkan suatu penjelasan sistematika mengenai penerimaan pola-pola kejahatan.

B. Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan Seksual terhadap anak di kabupaten kepulauan aru

Berdasarkan dari keseluruhan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan kejahatan dan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan seksual dalam

1Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Selaku Penyidik kapolres Aru Bapak Beni Kurniawan. senin 15 oktober 2018.

(7)

lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat di kabupaten kepulauan aru adalah sebagai berikut:

1. Faktor Pendidikan Yang Rendah dan ekonomi

Rendahnya pendidikan formal dalam diri seseorang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yang bersangkutan mudah melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Tapi perlu diketahui rendahnya pendidikan formal belum bisa dikategorikan sebagai faktor utama penyebab kejahatan. Karena pendidikan yang rendah justru berhubungan dengan taraf ekonomi yang rendah juga, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebab seseorang melanggar norma hukum. dimana dapat dilihat dari hasil penelitian penulus terkait kejahatan seksual terhadap anak bahwa terdapat lebih dari 1 orang pelaku yang memiliki pekerjaan dengan hasil ekonomi yang kurang. Dengan rendahnya pendidikan dan ekonomi sangat mempengaruhi keadaan jiwa tingkah laku seseorang.

2. Faktor Lingkungan Atau Tempat Tinggal

Kejahatan seksual yang terjadi dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar merupakan tindak manusia terhadap manusia lainnya. dari hasil penelitian penulis bahwa bukan hanya faktor lingkungan sosial yang ikut berperan akan timbulnya kejahatan tetapi faktor tempat tinggal pun ikut menjadi penyebab seseorang dengan pola-pola kejahatannya melakukan tindakan jahat sehingga menyebabkan kejahatan seksual terjadi kapan saja.

(8)

3. Faktor Kurangnya Pemahaman Terhadap Hukum

Kurangnnya pemahaman terhadap hukum berkaitan dengan rendahnya pendidikan seseorang. Jika seseorang tersebut kurang mendapatkan pendidikan formal sejak dini, tentunya pentahuannya terhadap hukum, aturan-aturan, perundang-undangan pun berkurang. Seseorang melakukan kejahatan atas kemaunnya sendiri yang terpenting segala keinginannya dapat terpenuhi dan tidak peduli akan akibat yang ditimbulkannya.

4. Faktor Peranan Korban

Peranan korban atau sikap korban sangat menentukan seseorang untuk melakukan kejahatan terhadapnya. Sebagaimana korban dalam keseharian dalam hal berpakaian yang tidak sopan mengundang nafsu birahinya untuk melakukan kejahatan seksual.

5. Faktor Minuman Keras (beralkohol)

Kasus kejahatan ini juga bisa terjadi karena adanya stimulasi diantaranya karena dampak alkohol. Orang yang berpengaruh alkohol sangatlah berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya daya menahan diri, bahwa alkohol jika digunakan akan menyebabkan orang yang jiwanya paling lemah. Begitu seseorang yang mempunyai gangguan-gangguan dalam seksualitasnya, dimana minuman alkohol melampui batas yang menyebabkan dirinya tak dapat menahan nafsunya lagi, dan akan mencari kepuasan seksualnya.

(9)

6. Faktor Sosial Budaya

Meningkatnya kasus-kasus kejahatan seksual tersebut terkait dengan aspek sosial budaya. Akibat modernisasi berkembanglah budaya yang semakin terbuka dari pergaulan yang semakin bebas.

Perbuatan kejahatan merupakan perbuatan yang meresahkan masyarakat dan tidak dikhendaki oleh manusia yang menginginkan ketenangan dan kedamaian.

Oleh karena itu dilakukan penanganan dan penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah dampak yang semakin luas. Upaya penanggulangan kejahatan tersebut perluh dilakukan untuk menciptkan ketertiban dan ketenangan masyarakat. Dalam melakukan pananggulangan tentunya harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi sebab-sebab terjadinya kejahatan.

Usaha penanggulangan kejahatan tidaklah mudah seperti yang dibayangkan karena tidak mungkin akan bisa menghilangkan setidaknya dapat diminimalisasi.

Karena tindak kejahatan atau kriminalitaa akan tetap terjadi kapan dan dimana saja. Kriminalitas akan hadir disetiap bentuk kehidupan masyarakat.

Tingkah laku penjahat sangatlah beragam serta sesuai dengan perkembangan zaman kini yang semakin modern dan juga kemajuan teknologi masa kini. Dengan kemajuan teknologi tersebut memberikan dampak yang negative akibat penyalahgunaan seperti yang berbaur pornografi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan tindakan kejahatan yang melanggar hukum.

(10)

C. Bagaimana Upaya Penanggulangan Pencegahan Kejahatan Seksual yang dilakukan Oleh Aparat Penegak Hukum

Berikut ini berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Selaku Penyidik Bapak Beni Kurniawan. pada 16 oktober 2018 mengenai siapa saja yang bertanggungjawab untuk menanggulangi, mencegah kejahatan seksual yang rentan terjadi dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat dan upaya apa saja yang perluh dilakukan;

1. Tindakan Pre-Emtif

Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif disini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara Pre- Emtif adalah menananmkan nilai-nila/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinernalisasi dalam diri seseorang.

2. Tindakan Preventif a. Individu

Yang harus dilakukan oleh setiap individu adalah berusaha untuk menjaga diri agar tidak menjadi salah satu korban kejahatan seksual yaitu agar tidak memberikan kesempatan kepada setiap orang atau setiap pelaku untuk melakukan kejahatan yaitu dengan cara Menghindari pakian yang dapat mengundang/menimbulkan rancangan seksuaterhadap lawan jenis.

b. Masyarakat

(11)

Kehidupan masyarakat adalah suatu komunitas yang memiliki watak dan perilaku yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sehingga kehidupan masyarakat merupakan salah satu hal yang penting dimana menentukan dapat atau tidaknya suatu kejahatan dilakukan.

c. Kepolisian

Kepolisian merupakan salah satu penegak hukum, juga memandang peranan yang sangat penting demi terwujudnya kehidupan yang aman dan tentram. Usaha-usaha atau upaya-upaya yang dilakukan oleh kepolisian yaitu:

1. Melakukan patroli rutin untuk menungkatkan suasana kamtibmas dalam kehidupan bermasyarakat,

2. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada sekolah-sekolah yang tujuannya untuk menambah pengetahuan siswa mengenai kejahatan seksual sejak dini,

3. Melakukan penyuluhan hukum kepada tiap-tiap desa termasuk lurah, ataupun kepala desa serta masyarakat.

3. Upaya Represif

Selain upaya preventiv diatas, juga dilakukan upaya represif. Dalam upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegahkan hukum dengan menjatuhkan hukuman atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga masyarakat.

(12)

Dalam kepolisisan selain tindakan preventif diatas dapat juga dilakukan tindakan-tindakan represif. Tindakan represif yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintah atasan. Tindakan tersebut harus mendapat perintah dari atasan dikarenakan jika terjadi kesalahan prosedur tentunya akan mengakibatkan kerugian dan kepada masyarakat dan hal tersebut merupakan tanggung jawab atasan. Sehingga aparat yang bekerja dilapangan tidak sewenang-wenang melakukan penangkapan, penyelidikan, pendidikan dan lain sebagainya.

Sementara bagi pihak kejaksaan adalah meneruskan penyidikan dari kepolisisan dan melakukan penuntutan dihadapan majelis hakim pengadilan negeri.

Sementara bagi pihak hakim adalah pemberian pidana maksimal kepada pelaku agar pelaku dan calon pelaku mempertimbangkan kembali untuk melakukan dan menjadi takut serta jera untuk melakukan kembali kejahatan.

Sementara dalam pihak lembaga pemasyrakatan merupakan suatu proses pembinaan terhadap narapidana setelah proses hukum. dalam lembaga pemasyarakatan ini tidak berlaku lagi sistem kepenjaraan terhadap narapidana yang diganti menjadi sistem pembinaan, bagaimana membina manusia yang jahat menjadi lebih baik. Dalam hal ini pihak lembaga pemasyarakatan akan melakukan pembinaan dengan kepribadian baik jasmani maupun kerohanian serta melakukan

(13)

kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti melakukan ketrampilan-ketrampilan sesuai bakat dan kemampuannya masing-masing.2

Dengan adanya upaya-upaya penanggulangan kejahatan tersebut semoga bisa membawa dampak positif khususnya bagi masyarakat kabupaten kepulauan aru. Diharapakan juga ada kerjasama yang baik antara masyarakat dan aparat penegak hukum untuk mencegah dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan khususnya pada anak-anak.

2Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Selaku Penyidik kapolres Aru 16 oktober 2018.

Referensi

Dokumen terkait

PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dan pembahasan yang dijabarkan mengenai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 mengenai Pajak