BAB III
KONSEP PERANCANGAN
3.1 Konsep Film Dokumenter 3.1.1 Tujuan Media
Perancangan media promosi ini akan direalisasikan berupa media video dokumenter yang digunakan untuk promosi wisata kota sejarah kota tua Jakarta yang diharapkan mampu menarik minat pengunjung dan memahami sejarah lahirnya ibukota Jakarta, pewayangan, dan perkembangan seni rupa di Indonesia. Konsep perancangan ini dibuat lebih menarik, kreatif, dan tampilan visual yang kekinian.
3.1.2 Strategi Media
Perancangan media promosi yang diwujudkan berupa film dokumenter ini nantinya akan di dukung dengan strategi promosi media lainnya seperti melibatkan media sosial dan juga media pendukung lainnya yaitu berupa poster, brosur, kaos, dan pin. yang nantinya disesuaikan dengan kebutuhan promosi. Dari strategi promosi yang melibatkan media pendukung tersebut nantinya diharapkan mampu membantu menarik perhatian pengunjung agar mau datang ke kawasan kota tua Jakarta.
3.2.2 Strategi Kreatif 3.2.2. Khalayak Sasaran
Adapun khalayak sasaran yang dijadikan sebagai target pengunjung sebagai berikut:
1. Geografis
Provinsi DKI Jakarta memiliki luas sekitar 661, 52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 10.374.235 jiwa (2017). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabodetabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.
2. Demografis
Segmentasi ini akan memberikan gambaran bagi penulis tentang bagaimana membuat media promosi yang harus dibuat untuk memenuhi fungsi promotional dari film dokumenter, yaitu :
a. Gender
Laki-laki dan perempuan. Hal ini berdasarkan hasil observasi dimana laki- laki dan perempuan yang mempunyai kesamaan dalam sisi entertainment atau hiburan.
b. Usia
Semua umur. Berdasarkan observasi penulis, kawasan kota tua mampu dinikmati oleh berbagai kalangan umur baik anak-anak hingga dewasa.
c. Pekerjaan
Semua kalangan. Hal ini berdasarkan hasil observasi bahwa kawasan wisata kota tua ini dapat dinikmati dengan harga tiket yang sangat terjangkau.
3. Psikografis
Segmentasi ini akan memberikan gambaran bagi penulis tentang bagaimana membuat media promosi yang harus dibuat untuk memenuhi fungsi promotional dari film dokumenter, yaitu :
a. Status sosial
Masyarakat yang tinggal di kota yang ada di provinsi DKI Jakarta maupun luar provinsi DKI Jakarta dimana memiliki tingkatan ekonomi menengah kebawah , dan menengah keatas.
b. Gaya hidup
Kepada mereka yang membutuhkan hiburan bersifat pendidikan (edutainment)
3.2.2.1 Isi Pesan / What To Say
Isi pesan yang akan disampaikan dalam perancangan film dokumenter ini adalah bagaimana masyarakat yang akan berkunjung ke kawasan kota tua Jakarta mengetahui kondisi terkini di kawasan kota tua dan menambah pengetahuan tentang sejarah yang ada di dalamnya sehingga masyarakat tertarik untuk datang berkunjung ke museum sejarah Jakarta, museum wayang, dan museum seni rupa dan keramik.
3.2.2.2 Bentuk Pesan / How To Say
Bentuk pesan yang akan disampaikan melalui media film dokumenter, di era perkembangan digital dan tekhnologi yang semakin maju literasi membaca masyarakat cenderung semakin menurun. Hal tersebut membuat media konvensional seperti buku, majalah, atau koran tidak efektif di era digital saat ini.
3.3 Program Kreatif 3.3.1 Pra Produksi
Pra produksi adalah salah satu tahap dalam proses pembuatan film. Pada tahap ini dilakukan sejumlah persiapan pembuatan film, di antaranya meliputi penulisan naskah skenario, menentukan jadwal pengambilan gambar, mencari lokasi, menyusun anggaran biaya, mencari/mengaudisi calon pemeran, mengurus perizinan, menentukan staf dan kru produksi, mengurus penyewaan peralatan produksi film, dan juga persiapan produksi, pascaproduksi, dan persiapan-persiapan lainnya (Andi Fachruddin, 2012).
3.3.1.1 Tema / Judul
Tema atau judul yang di angkat adalah “The Icon : Djakarta Poenya Sejarah”. Sebagai salah satu dari ikon ibukota, kawasan kota tua ini mempunyai nilai historis yang merupakan cikal bakal lahirnya ibukota Indonesia yaitu DKI Jakarta. Oleh karena itu, judul ini di angkat dengan harapan agar masyarakat yang menonton film ini dapat menggambarkan secara garis besar bagaimana alur cerita film ini.
3.3.1.2 Durasi
Durasi keseluruhan film dokumenter ini berkisar antara 15 sampai dengan 17 menit. Durasi tersebut terdiri dari opening atau pembuka, isi cerita, dan closing atau penutup yang diakhiri dengan credit title atau urutan nama-nama tim produksi dan pendukung acara.
3.3.1.3 Sinopsis
Sinopsis adalah ringkasan atau garis besar naskah yang menggambarkan isi dari suatu film atau pementasan yang dilakukan baik secara konkrit ataupun secara abstrak (Jason Matthews, 2014).
Sinopsis pada film ini menceritakan tentang kawasan budaya kota tua Jakarta yang di pandu oleh host serta penelusuran jejak peninggalan dan koleksi-koleksi yang ada di ketiga museum yang berada di kawasan ini yaitu, museum sejarah Jakarta, museum wayang, dan museum seni rupa dan keramik.
3.3.1.4 Naskah
Pembuatan naskah sangatlah penting dalam proses perancangan film dokumenter ini.
Naskah diperlukan agar host atau pemandu acara dapat mengerti apa yang akan disampaikan secara verbal kepada penonton. Berikut adalah uraian naskah yang dibuat dalam perancangan film ini :
Gambar III.1
Naskah film dokumenter di museum sejarah Jakarta
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar III.2
Naskah film dokumenter di museum wayang
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar III.3
Naskah film dokumenter di museum wayang
Sumber : dokumentasi pribadi
3.3.1.5 Karakter Tokoh
Karakter adalah persona dan identitas pendukung acara yang muncul secara visual di dalam film (Robby Hidajat, 1998). Pemandu acara atau host yang akan diperankan oleh Putri Restu Wulansari, memiliki karakter yang santai dan juga serius dalam memandu film dokumenter ini, karakter tersebut penulis anggap sesuai dengan isi film dokumenter yang dimana terdapat unsur edukasi dan wisata di dalamnya.
3.3.1.6 Background, Environment dan Property
Background dan environment yang ada di film dokumenter ini ditampilkan secara realistis sesuai dengan kondisi dan keadaan yang ada di kawasan kota tua Jakarta ini. Visualisasi peninggalan jaman kolonial mendominasi pada gedung-gedung ketiga museum yang ada disana. Sedangkan property yang digunakan dalam proses perancangan film dokumenter ini hanyalah sebuah sepeda tua onthel yang dimana merupakan bagian dari salah satu unsur hiburan yang ada dikawasan kota tua ini.
3.3.1.7 Studi Tipografi
Tipografi adalah penataan huruf, bentuk huruf dan mengolah huruf menjadi hasil karya desain yang ditempatkan kedalam ruang yang ada pada film bertujuan untuk menciptakan suatu kesan pada hasil susunan penataan huruf tersebut.
Dalam pemilihan tipe huruf atau font yang ada pada perancangan film dokumenter ini disesuaikan dengan suasana di kawasan kota tua. Kesan retro atau jaman dahulu cocok dengan pemakaian huruf Times New Roman dan Old Style. Kedua huruf tersebut mempunyai karakter yang kaku dimana sering digunakan dalam film-film dokumenter lainnya seperti samin vs semen karya Dhandy dwi laksono, senyap karya Joshua openheimer, tarling is darling karya Ismail fahmi lubish.
Gambar III.4
Font times new roman
Sumber : dokumentasi penulis
Gambar III.5
Font Old Style
Sumber : dokumentasi penulis
3.3.1.8 Elemen Audio
Ada dua jenis dasar suara di dalam film yaitu story telling dan story supporting. Story telling adalah yang terpenting dalam sebuah film. Yang termasuk dalam story telling adalah dialog, monolog, voice over atau narasi. Sedangkan story supporting terdiri dari sound effect untuk menaikkan tensi dari film dan membuat penonton merasakan. selain itu musik ilustrasi juga berperan di dalam nya (Andi Fachruddin, 2012).
Story telling yang digunakan berupa monolog dan voice over. Cara pengambilan monolog dengan on set atau di lokasi langsung dimana suara direkam selama pengambilan gambar. Dan voice over di rekam dengan bantuan alat microphone yang ada di gadget dan disinkronisasikan dengan visual. Musik illustrasi juga ditambahkan agar mendukung suasana ketika menonton. Musik illustrasi dalam perancangan film dokumenter ini disinkronkan dengan voice over.
3.3.1.9 Studi Warna
Color Grading, adalah multi-proses yang dapat mengubah nada visual dari seluruh film.
Color Grading ini digunakan lebih dari sebagai pewarnaan gambar dan disesuaikan dengan alur, tema, isi cerita, dan hal-hal lainnya yang dapat memengaruhi suasana dalam film tersebut. Software yang biasa digunakan untuk melakukan Color Grading ini, adalah Adobe Premiere, dan Adobe After Effect. Sedangkan dalam perancangan film dokumenter wisata budaya kota tua Jakarta ini, penulis memilih untuk menggunakan gaya cinematic.
Cinematic adalah teknik yang mengolah kualitas visual yang terdiri dari warna, kecerahan, kontras, ketajaman, motion blur, ruang tajam, efek optik, grain, vignette, tata pencahayaan, dan camera movement. Hasil shoot yang kita lakukan dengan kamera digital apapun diolah demikian agar tampilannya mendekati kualitas gambar dari kamera dengan format film (yang tayang di
cinema) (Andi Fachrudin, 2012). Teknik tersebut merupakan teknik kekinian yang sering digunakan oleh para videographer dan cinemator baik di Indonesia ataupun di dunia.
Gambar III.6 Color Grading Cinematic
Sumber : dokumentasi penulis
3.3.1.10 Format
Format yang digunakan dalam film dokumenter ini adalah format H.264. H.264 / Advanced Video Coding (AVC) adalah standar industri untuk kompresi video dengan resolusi 1280x720.
Standar H.264 juga disebut MPEG-4 Part 10 dan merupakan penerus standar sebelumnya seperti MPEG-2 dan MPEG-4. Standar ITU untuk mengompresi video berdasarkan MPEG-4 yang populer, terutama untuk video berdefinisi tinggi. Bisa dua kali lebih efisien seperti MPEG-4 Part 2.
3.3.2 Produksi
Pengambilan gambar dilakukan dengan dual kamera dengan menggunakan kamera DSLR Canon 80D. Proses tersebut dilakukan secara berulang sehingga banyak gambar mentah yang dihasilkan sehingga memudahkan penulis untuk memilih yang terbaik. Proses pengambilan gambar dilakukan dalam rentang waktu 5 hari selama akhir pekan karena kesibukan penulis dan juga pendukung acara. Dan beberapa pengambilan gambar footage atau stok video dilakukan secara timelapse atau menghitung waktu.
3.3.3 Pasca Produksi
Pasca produksi merupakan salah satu tahap dari proses pembuatan film. Tahap ini dilakukan setelah tahap produksi film selesai dilakukan. Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas seperti pengeditan film, pemberian efek khusus, pengoreksian warna, pemberian suara dan musik latar, hingga penambahan animasi. Pengeditan video dilakukan dengan menggunakan software adobe premiere pro cc dan pengolahan suara dilakukan dengan menggunakan software adobe audition.
3.4 Jadwal Kegiatan dan Biaya Kreatif 3.4.1 Jadwal Kegiatan
Gambar III.7 Tabel jadwal kegiatan
Sumber : dokumentasi pribadi
3.4.2 Biaya Kegiatan
1. Transportasi
Transportasi umum untuk pengambilan gambar menuju lokasi tiket Mrt dan Transjakarta
Harga : Rp. 9000 x 3500 = Rp. 12.500 x 5 = Rp. 62.500 2. Pembuatan poster A3
Poster film dokumenter “The Icon.: Djakarta Poenya Sejarah”
Harga : Rp. 25.000
Waktu Jadwal Kegiatan Lokasi
26 Mei 2019 Pengambilan Footage opening Stasiun MRT dan Bundaran HI
23 Juni 2019 Pengambilan Timelapse Monas
04 Juli 2019 Survey lokasi dan pengambilan footage Kawasan kota tua jakarta 30 Juli 2019 Pengambilan suara voice over Jl. Sisingamangaraja no 11A
28 Juli 2019 Pengambilan gambar utama Museum sejarah, museum wayang,museum seni rupa dan
keramik
3. Pembuatan brosur
Brosur film dokumenter “The Icon.: Djakarta Poenya Sejarah”
Harga : Rp. 50.000
4. Pembuatan Merchandise
3.1 Kaos “The Icon. : Djakarta Poenya Sejarah”
Size M warna hitam polos Harga : Rp. 125.000
3.2 Pin “The Icon.; Djakarta Poenya Sejarah”
Diameter 5,8 cm Harga : Rp. 55.000