• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil riset penelitian yang telah peneliti lakukan. Peneliti melakukan riset di sekretariat “sanggar seni sunda POLTEKKESOS Bandung” dengan memperoleh data berdasarkan hasil wawancara dan proses akulturasi dalam mengenal kebudayaan Sunda melalui seni tari sunda di organisasi sanggar seni sunda POLTEKKESOS Bandung yang dilakukan ketua serta informan yang terlibat dalam proses akulturasi dalam mengenal kebudayaan Sunda melalui seni tari sunda di organisasi sanggar seni sunda POLTEKKESOS Bandung.

Permasalahan yang diteliti dantaranya mengenai, landasan anggota seni sanggar sunda POLTEKKESOS Bandung, cara beradaptasi dalam lingkungan budaya sunda, proses dalam mempelajari seni tari sunda. Untuk lebih jelasnya, peneliti menyajikan data hasil wawancara berdasarkan penjelasannya yang kemudian akan ditarik kesimpulan sebagai hasil akhir.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi fenomenologi, dimana peneliti disini menggali informasi lebih dalam mengenai proses akulturasi di organisasi sangga seni sunda POLTEKKESOS Bandung dengan mewawancarai ketua organinasi sanggar seni sunda POLTEKKESOS Bandung, koordinator calung, coordinator panata laksana dan anggota dari organinasi sangga seni sunda POLTEKKESOS Bandung.

(2)

4.1.1 Profil Informan

Salah satu metode yang digunakan peneli dalam mengumpulkan data adalah dengan melakukan wawancara dengan informan terkait. Peneliti memberikan gambaran tentang profil informan yang memberikan pandangan terkait penelitian ini.

Informan dalam penelitian ini terdiri dari lima orang, kelima orang informan tersebut adalah subjek dalam penelitian ini yang memberikan informasi melalui wawancara yang penulis lakukan sebagai bahan untuk memperoleh data penelitian.

Informan tersebut adalah ketua dari organisasi sanggar seni sunda, koordinasi calung, koordinasi panata laksana dan dua anggota yang memiliki pengalaman mendalami seni tari sunda sebagai informan tambahan pada analisa penelitian ini.

Selanjutnya informan akan peneliti berikan kode dengan inisal F1 untuk ketua, F2 untuk koordinasi calung, F3 untuk anggota pertama . Pengkodean ini berguna untuk mempermudah dalam penyebutan para informan dalam pembahasan penelitian.

Berikut ini peneliti paparkan data-data singkat mengenai profil seluruh informan pada table penyajian data informan.

No Kode Informan Jenis kelamin Jabatan

1 F1 Siti Nurhafidah Perempuan Ketua

2 F2 Maharani Perempuan Koordinasi Calung

3 F3 Amram Laki-laki Anggota

Siti Nurhafidah (F1) adalah ketua organisasi Sanggar Seni Sunda POLTEKKESOS Bandung. Seluruh kegiatan yang berhubungan dengan organisasi

(3)

tersebut adalah tanggung jawab beliau. Gita Nurhafidah sangat terlihat ramah dan periang. Apalagi ketika peneliti sedang mewawancarai, kerahaman ada pada dirinya. Dan dalam menjawab pertanyaan terlihat begitu santai. F1 ketua sanggar seni sunda POLTEKKESOS Bandung mempunyai peran yang besar terhadap segala macam bidang kegiatan pada organisasi ini, sehingga F1 peneliti jadikan sebagai informan utama yang memiliki informasi mendalam seputar proses akulturasi.

Maharani (F2) merupakan koordinator calung. Setiap kali yang berhubungan dengan pentas seni adalah tanggung jawabnya. F2 juga memiliki peran terhadap proses kegiatan pentas seni. F2 begitu sangat ramah ketika pertamakali bertemu. F2 peneliti jadikan informan tambahan guna mendukung informasi yang didapat dari F1.

Amram (F3) beliau adalah salah satu anggota dari daerah Ambon, Maluku Utara. F3 berperan sebagai Punggawa ketika acara pementasan seni. F3 memiliki sifat yang sangat baik dan mampu memberikan kesan pertama yang positif.

Meskipun F3 merupakan anggota yang kebudayaannya jauh dari kata mendekati budaya sunda tetapi dia tetap dengan senang hati untuk belajar kebudayaan sunda di GARNIDA ini.

4.1.2 Gambaran Lokasi Penelitian dan Sejarah GARNIDA POLTEKKESOS Bandung

Penelitian ini dilakukan di Sekertariat GARNIDA Jalan Ir. H. Djuanda No.367, Dago, Bandung. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi tersebut karena informan yang dibutuhkan peneliti untuk melengkapi data-data penelitian

(4)

merupakan pengelola dan Anggota Sanggar Seni Sunda POLTEKKESOS Bandung dan mereka beraktivitas di lokasi tersebut.

Sanggar Seni Sunda (GARNIDA) POLTEKKESOS Bandung merupakan sebuah organisasi mahasiswa atau unit kegiatan mahasiswa yang ada di Politeknik Kesejahteraan Sosial atau sekarang yang bernama Pliteknik Kesejahteraan Sosial Bandung, dimana organisasi ini bergerak di bidang kesenian khususnya kesenian sunda.

(5)

Gambar 4.1.2A Logo GARNIDA POLTEKESOS Bandung Sumber: Data Organisasi

GARNIDA sendiri berdiri sejak 6 Januari 1988 di Bandung, dengan seni garapan berupa kesenian tradisional sunda dan kesenian inovasi baru dari hasil kreativitas anggota sanggar seni sunda. Keanggotaan GARNIDA POLTEKKESOS Bandung saat ini sudah ada 30 angkatan. Keanggotaan terbagi menjadi 3 kategori.

1. Anggota resmi, 2. Anggota luar biasa 3. Anggota kehormatan.

(6)

GARNIDA berdiri dengan 6 garapan diantaranya : Musik Kolaborasi, Tari, Degung, Calung, Upacara Adat dan Longser. GARNIDA Memiliki Suluk atau moto yaitu “Moal Boga Lamun Teu Miboga” yang berarti kita tidak akan memiliki jika tidak merasa memiliki. GARNIDA merupakan organisasi yang sangat menerapkan rasa kekeluargaan hingga tidak ada perbedaan antara senior dan junior maupun anggota dari kebudayaan sunda dan diluar kebudayaan sunda.

Pada tanggal 20 Juni 2019 pukul 13.00 Peneliti melakukan pra-penelitian ke sekertariat GARNIDA POLTEKKESOS Bandung. Peneliti bertemu dengan ketua GARNIDA, F1 dan F2 lalu menanyakan tentang para anggota GARNIDA POLTEKKESOS Bandung yang di dalamnya banyak di isi oleh individu-individu dari luar kebudayaan sunda.

Di tanggal 1 Juli pukul 19.30 peneliti mengadakan pertemuan dengan F1, F2 dan F3 untuk melakukan wawancara terkait objek penelitian yang akan diambil.

Para informan merupakan satu teman satu kelas, F1 dan F2 mempunyai kebudayaan yang sama yaitu kebudayaan jawa dari jawa tengah sedangkan F3 merupakan kebudayaan dari Ambon, Maluku Utara. Mereka menjelaskan apa alasan mereka untuk mengikuti organisasi GARNIDA.

4.1.3 Pandangan mengenai Kebudayaan Sunda

Banyak orang-orang yang memandang budaya sunda sebagai budaya yang unik, sopan santun dan baik. Bagi mereka yang hanya sekali atau dua kali atau bahkan tidak sama sekali datang ke kebudayaan sunda khususnya bandung

(7)

memandang bahwa budaya sunda mempunyai karakter yang baik lemah lembut dan disiplin.

Informan F3 mengatakan jika budaya sunda merupakan budaya yang unik

“hal yang saya ketahui tentang budaya sunda tuh budayanya unik orangnya juga ramah terus budaya sunda tuh disiplin”

Hal itu juga dipertegas dengan pernyataan F2

“ya bayangannya ramah, bersh-bersih terus murah senyum juga”

Bagi mereka yang mendengar bahwa kebudayaaan sunda memiliki budaya yang unik juga ramah dan baik, banyak para pendatang yang akhirnya memilih bandung sebagai tempat kedua untuk disinggahi seperti untuk mencari pekerjaan, menimba ilmu ataupun karena ingin merasakan tantangan baru bagi budaya yang ingin mereka ketahui, dan mereka juga memiliki ketertarikan untuk mempelajai kebudayaan sunda.

Informan F3 mengatakan bahwa alasan untuk memilih budaya sunda karena menarik bagi dia

“kalo aku kenapa memilih budaya sunda karena unik dari bahasanya, dari sekian banyak bahasa yang lain bahasa sunda tuh unik terus dari penyampaiannuya juga halus jadi tertarik untuk lebih tau kebudayaan sunda itu”

F2 juga mempertegas pernyataan itu

(8)

“kalo aku buat bekal aja nanti biar bisa berbaur dan berkomunikasi dengan masyarakat sekitar juga untuk membekali diri untuk praktikum satu, dua dan tiga”

F1 menambahkan pernyataannya

“ya bener itu, tapi keseniannya juga unik loh kan beda kan kalo di jawa tengah itu khususnya kaya tari itu kan lambat gerakannya halus, kalo disini kan kaya jaipongan itu bener-bener cepet kan, terus alat musiknya kaya calung yang bener-bener gak ada di jawa sana, jadi bikin tertarik untuk mengenal lebih dalam kebudayaannya”

Para pendatang yang memilih Bandung untuk menjadi rumah kedua baik untuk para pencari kerja, orang-orang yang sedang menimba ilmu ataupun mereka yang benar-benar ingin merasakan tinggal di daerah yang sejuk dan senyaman ini.

Alasan mereka untuk menetap di Bandung bermacam-macam ada yang karena cuaca ada yang karena karakter orang sunda yang dipandang sebagai orang lemah lembut, baik, sopan dan suka saling berbaur.

4.1.4 Proses Mempelajari Kebudayaan Sunda

Proses untuk belajar suatu kebudayaan yang baru tidaklah mudah, bagi mereka yang baru datang ke tanah sunda ini tidaklah mudah untuk mempelajari semua kedalaman isi dari kebudayaan sunda. Tetapi agar mereka bisa bertahan di lingkungan kebudayaan sunda khususnya di Bandung mereka harus bisa mempelajari semua hal tentang kebudayaan sunda, dan tidak sedikit bagi para pendatang yang benar-benar ingin mempelajari tentang kebudayaan.

(9)

Informan F1 mengatakan jika kita ingin bertahan di lingkungan baru maka kita juga harus bisa mempelajari semua tentang kebudayaannya.

“ya kalau kita berada di tempat baru kita juga harus tahu tentang budaya dan bahasanya juga”.

Selain itu mereka juga dihadapkan dengan lingkungan yang dimana teman teman mereka terkadang memakai bahasa sunda. Informan F3 mengatakan bahwa di sekitar lingkungan dimana ia tinggal dikelilingi oleh orang-orang yang menggunakan bahasa sunda dan ia sempat mengalami shock kultur karena perbedaan karakter dan bahasa yang digunakan, hingga membuat informan F3 ini sempat pusing.

“pas pertama di bandung ini jujur saya pusing, bahkan dalam sehari tuh sampai pening ngedenger orang sunda ngomong apa artinya sampe saya pusing sendiri”

Informan F2 juga mengatakan hal yang sama.

“ya ketika pertama saya tinggal dibandung dan punya temen-temen disini pusing, pas lagi mereka ngomong sunda karena saya juga bingung, mereka ini ngomong apaan”.

Dengan mempelajari kebudayaan sunda maka mereka sudah siap untuk hidup di tanah sunda khususnya di bandung dan mereka bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang sering menggunakan bahasa sunda. Informan F1 menambahkan lagi bahwa ketika mereka akan menjalankan praktikum satu di bandung mereka akan bertemu dengan warga asli sunda.

“ya mau ga mau nanti kita praktikum satu itu di bandung dan pasti kita ketemu sama warga, warganya itu asli sunda dan belum tentu warga itu ngerti bahasa indonesia itu”.

(10)

Mempelajari kebudayaan yang baru bukanlah hal yang mudah bagi seseorang yang asing dengan kebudayaan tersebut, tetapi mereka harus bisa mengenal dan kebudayaan baru itu agar mereka bisa nyaman dan aktif di dalam kebudayaannya itu tanpa mengurangi kebiasaan di dalam kebudayaan asal mereka.

F2 mengatakan cara untuk mempelajari kebudayaan baru adalah dengan cara langung berinteraksi dengan sekitar.

“kalau pribadi saya, saya berinteraksi aja sih, karena dengan banyak berinteraksi kita jadi tahu, selain karakter mereka masing-masing kita juga tau latar belakang budaya mereka itu kaya gimana”

Butuh waktu lama agar proses pembelajaran kebudayaan tersebut masuk kedalam kebiasaan kita, dan belum tentu hasilnya akan baik jika kita tidak serius untuk mempelajarinya. Kebudayaan itu juga bisa kita lakukan dengan melihat kebiasaan orang lain di sekitar kita. Menurut informan F3 banyak hal sulit dalam mempelajari kebudayaan sunda terutama dari segi bahasa yang digunakan.

“Susah sekali untuk belajar budaya sunda, terutama dari bahasanya banyak sekali kosa katanya bahkan ada perbedaan-perbedaan setiap katanya kaya yang lemes dan kasar atau yang paling lemes, banyak sekali kata-katanya”.

Perkataan itupun dipertegas oleh informan F2

“ya susah belajar budaya sunda itu sampai saya pusing dengar kata- katanya”.

Selain itu proses pembelajaran dalam mengenal budaya sunda juga tidaklah cepat setidaknya butuh beberapa bulan untuk belajar budaya sunda dan banyak yang dilalui untuk menjadikan kebudayaan asing masuk kedalam kebiasaan mereka.

(11)

Seperti yang dikatakan informan F1 dari hasil wawancara peneliti, yaitu :

“belajar budaya sunda itu ga gampang , kalau aku susah buat masuk ke otak ucapan orang sunda itu, lama juga nerapnya, kalau ga salah 6 bulan baru bisa ngerti bahasa sunda dan budaya sunda juga kesenian sunda, itu juga ga terlalu ngerti tapi tau artinya soalnya nanya ke temen yang ngerti sunda apa sih itu artinya kalau ada yang ngomong bahasa sunda teh”.

Dan hal sama juga dikatakan oleh informan F2

“iya bener sampe 6 bulan lebih bisa belajar sama ngomong bahasa sunda, dan sekarang juga masih akan tetap terus belajar tapi kadang ga ngerti juga kalo ada yang ngomong cepet”.

Dalam beradaptasi di lingkungan baru merupakan tantangan bagi setiap individu yang merantau ke suatu tempat, dalam hal ini adaptasi di butuhkan agar kita terbiasa dengan lingkungan baru, walaupun waktu yang dibutuhkan lama tetapi adaptasi tersebut akan berjalan sesuai dengan kebiasaan kita sehari-hari

Informan F2 mengatakan jika beradaptasi mudah bila ada orang yang masih satu kebudayaan dengan kita

“kalo yang ikut UKM ini kan bukan semua dari sunda, ada juga dari luarnya kaya jawa, pasti kan kalo ada temen sedaerah tuh ya gampang lah pastinya beradaptasi ada temennya juga gitu”.

Hal yang berbeda dikatakan oleh informan F1

“kalo aku sih kaya temen-temen kelas tuh yang dari orang sunda minta di ajarin bahasa sunda”.

Dalam sebuah proses pembelajaran pastinya akan ada hasil yang di dapat, apakah semua itu efektif atau tidak tetapi akan ada perbedaan yang dirasakan oleh seseorang yang mempelajari budaya asing. Hasil yang didapat pun beragam ada

(12)

yang membawa kebiasaan budaya asing itu masuk kedalam hidup sehari-harinya ketika ia kembali ke tempat asalnya ada juga yang tidak terpengaruh budaya asing itu.

Informan F1 mengatakan bahwa kebiasaan budaya asing itu terbawa kedalam kebiasaanya ketika ia sedang pulang ke tempat asalnya :

“kalo aku biasanya kalo chatingan sama temen seringnya pake bahasa sunda kaya ‘kunaon’ tapi yang simel-simpel aja sih, terus kan kaya disini biasanya punteun terus kalo disana ngunnyewu malah aku disana tuh punteun, ya gitu loh jadi yang lain tuh suka bilang loh, gitu”.

Pernyataan itu pun dipertegas oleh informan F2 :

“Iya kalo itu pasti adalah kaya nuwun sewu jadi punten, jadi bahasanya jadi apa ya, ada lah kebawa dari tanah sunda ketika pulang kampung gitu dikit-dikit pasti ada”.

Informan F3 juga mempertegas pernyataannya :

“iya kalau saya paling hanya imbuhannya saja yang sering terbawa seperti

‘teh’, ‘atuh’ atau engga yang simpelnya aja”

di balik hasil yang efektif ada juga hasil yang tidak efektif, ada juga yang tidak terpengaruh ketika mereka pulang ke tempat asal mereka seperti contoh informan F2 yang mengatakan jika ia tidak terpengaruh ketika ia ada di kampung halamannya.

“kalo aku engga terlalu ngaruh apa-apa sih”

Selain hasil yang didapat ada beberapa pengalaman yang terjadi setelah kita mempelajari budaya asing, pengalaman yang di dapat pun akan berbeda yang dirasakan setiap individunya.

(13)

Informan F3 mengatakan jika banyak pengalaman yang didapat ketika ia mempelajari budaya sunda khususnya di kesenian sunda yang ada di GARNIDA.

“Kalau pengalaman sih banyak sekali, apalagi di garnida ini kita bisa mempelajari budaya-budaya sunda yang belum kita ketahui seperti longser dan bobodoran yang kita tidak tahu apa itu kita jadi tahu kalau itu adalah ciri khas yang ada di adat sunda, kita juga bisa tahu bahasa-bahasa sunda dari yang kasar, lemes sampai yang paling lemes kita tahu semua.

Bagi orang-orang yang baru mempelajari kebudayaan asing, pengalaman merupakan hal mudah bagi mereka untuk mengetahui apa isi kebudayaan tersebut dan agar mereka bisa masuk ke dalam kebudayaan yang sedang mereka tempati dengan tidak merubah ciri khas asal kebudayaannya itu.

4.2 Pembahasan Penelitian

4.2.1 Analisis Proses Pengenalan Budaya Sunda di GARNIDA

Kebudayaan sunda merupakan salah satu kebudayaan yang memiliki hal menarik diantaranya ada dalam karakternya, bahasanya ataupun keseniannya.

Banyak orang-orang yang berasumsi jika kebudayaan sunda adalah kebudayaan yang ramah, sopan, santun dan bersih. Hal menjadi pandangan jika kebudayaan sunda adalah salah satu kebudyaan yang baik dan unik yang ada di negara Indonesia.

Bandung adalah kota yang sangat kental akan kebudayaan sunda yang ada, dimulai dari keseniannya, bahasanya ataupun adatnya. Banyak orang yang akhirnya

(14)

memilih Bandung untuk menjadi tempat kedua dalam persinggahannya. Asumsi- asumsi tentang kebudayaan sunda itu tidak lepas dari komunikasi yang terjalin antara beberapa orang yang pernah datang ke bandung untuk sesekali dan saling menceritakan bagaimana kebudayaan sunda itu.

Dalam hal ini hubungan antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami agar dapat memahami kebudayaan sunda. Melalui komunikasi tersebutlah suatu kebudayaan bisa dikenal oleh setiap orang, orang-orang saling memberi informasi satu sama lain bagaimana karakter kebudayaan tersebut dan bagaimana ciri dari kebudayaan sunda ini. Sehingga mereka memiliki pandangan yang baik tentang kebudyaan sunda ini.

Menurut Rahmat dan Mulyana dalam bukunya yang berjudul komunikasi antar budaya (2015) bahwa hubungan antara budaya dan komunikasi itu bersifat timbal balik, keduanya saling mempengaruhi, yang menyebabkan orang-orang tertarik untuk mengenal apa kebudayaan sunda dan bagaimana kebudayaan tersebut. Sehingga banyak para migran yang datang ke bandung untuk mengenal lebih dalam kebudayaan sunda itu.

Sanggar seni sunda POLTEKESOS Bandung mempunyai tujuan untuk mengenalkan kebudayaan sunda melalui kesenian sunda yang ada, para anggota yang ada di organisasi tersebut pun bermacam-macam dari berbagai daerah dan budaya. Mereka juga punya tujuan masing-masing untuk masuk ke organisasi ini.

Baik karena mempunyai kemampuan dalam seninya dan karena ingin mengenal kebudayaan sunda melalui seni ini ataupun karena ingin memiliki tantangan baru.

(15)

Dalam beberapa kegiatan yang di lakukan GARNIDA POLTEKESOS Bandung dalam memperkenalkan kebudayaan sunda melalui kesenian sunda kepada setiap orang dengan kebudayaan yang berbeda yaitu langsung memberikan pengalaman dan praktik, merasakan apa yang ada di dalam kebudayaan sunda tersebut dan berkomunikasi secara pribadi dengan salah-satu teman mereka dari kebudayaan sunda.

Dalam hal ini komunikasi antar pribadi mepengaruhi sikap Anggota GARNIDA untuk mengenal kebudayaan sunda tersebut. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mepengaruhi komunikasi antar pribadi tersebut terdapat 8 hal yang perlu diperhatikan. Menurut Josep De Vito (2013) dalam komunikasi ini terdapat beberapa elemen penting diantaranya sumber dan penerima. Dalam sebuah interaksi yang dilakukan beberapa anggota GARNIDA baik dua atau lebih mereka saling bertukar informasi tentang kebudayaan sunda agar para pendatang dapat mengenal kebudayaan sunda tersebut.

Menurut De Vito kedua elemen penting yaitu sumber dan penerima itu tidak dapat dihilangkan, karena dua hal tersebut merupakan komponen wajib dalam melakukan komunikasi yang efektif. Sehingga elemen ini masuk dalam teori De Vito.

Selama ini proses interaksi yang terjadi di sanggar seni sunda POLTEKESOS Bandung yaitu melalui cara mencoba berkomunikasi dengan karakter kebudayaannya masing-masing untuk menyatukan setiap pendapat dalam satu tema yang sama. Dalam hal ini juga komunikasi antar budaya terjadi dalam organisasi tersebut yaitu komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda baik dari ras, suku, etnis maupun latar belakang sosial di sanggar seni sunda POLTEKESOS Bandung.

(16)

Awal ketika para anggota GARNIDA dari luar kebudayaan sunda datang ke Bandung mereka mengungkapkan kesulitan dalam berkomunikasi dengan beberapa orang yang berkebudayaan berbeda, tetapi dengan cara berinteraksi langsung dengan orang sekitar dan mencoba beradaptasi merekapun menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, menciptakan hubungan pertemanan yang dengan orang- orang baru dengan latar kebudayaan berbeda. Hal ini juga berkaitan dengan Teori Adaptasi Interaksi yang di ciptakan oleh Bungron dimana ketika kita mulai berkomunikasi dengan orang lain, kita memiliki ide mengenai apa yang akan terjadi yang disebut posisi interaksi yaitu tempat atau titik awal dimana kita akan memulai komunikasi. Ia juga membuktikan jika posisi interaksi ini ditentukan oleh kombinasi tiga faktor yang salah satu diantaranya adalah kebutuhan yang dapat bersikap biologis seperti meminta makanan, atau kebutuhan sosial seperti berafiliasi ataupun kebutuhan berteman.

Wilbur Schramm mengemukakan bahwa kita juga harus mengamati setiap hubungan antara seorang pengirim dan penerima. Model komunikasi interaksi yang menekankan proses komunikasi dua arah dari pengirim kepada penerima dan sebaliknya dari penerima ke pengirim. Model komunikasi interaksi juga merupakan umpan balik atau tanggapan terhadap suatu pesan dengan menggunakan bebeberapa simbol yang bisa juga dikatakan interaksi simbolik.

Komunikasi interaksi sangatlah penting dalam membangun sebuah keseimbangan di dalam organisasi GARNIDA. Para anggota mengatakan mereka saling berkomunikasi untuk mendapatkan sebuah informasi dan saling menyampaikan pesan sehingga menciptakan sebuah kesamaan makna yang terjadi disetiap para anggota GARNIDA.

(17)

Para anggota GARNIDA juga mengatakan jika interaksi yang mereka ciptakan yaitu dengan cara berkomunikasi, komunikasi yang dimaksud oleh mereka adalah dengan cara bertanya langsung kepada sesorang, lalu bertemu dan berkumpul bersama, secara aktif mereka selalu mengikuti semua kegiatan yang ada di garnida, melalui interaksi inilah mereka mampu mengenal beberapa komunikasi non verbal yang ada di kebudayaan sunda, seperti budaya sunda yang murah senyum, sopan, selalu menunduk ketika melewati keramaian. Hal ini juga berkaitan dengan sebuah teori interaksi simbolik yang merupakan teori dengan memiliki sebuah asumsi jika manusia memiliki makna melalui proses komunikasi (Pengantar Ilmu Komunikasi, 2015). Melalui saling bertukar informasi para anggota menyatukan semua pendapat dan pemikiran mereka agar mereka mengerti tentang bagaimana kebudayaan sunda itu. Mereka saling berkomunikasi menciptakan keharmonisan dan keselasaran setiap individunya. Pada akhirnya mereka juga mampu berkomunikasi secara pribadi dan menceritakan apa yang mereka alami ketika bertemu dengan orang-orang di kebudayaan sunda itu.

La Rossan mengatakan bahwa terdapat beberapa asumsi dalam teori interaksi simbolik ini diantaranya interaksi antar individu yang dapat mengembangkan konsep diri seseorang dan konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku seseorang. Dalam hal ini konsep diri merupakan hal penting bagi para anggota GARNIDA untuk mengenal kebudayaan sunda. Ketika para anggota mengenal dan mengetahui apa kebudayaan sunda itu mereka membentuk konsep diri agar terbiasa dengan lingkungan baru. Hal yang sama diungkapkan oleh para anggota GARNIDA yang dimana mereka mengatakan jika mereka ingin menetap disuatu tempat maka mereka harus mengetahui juga bagaimana tempat itu,

(18)

bagaimana kebudayaan di tempat itu agar mereka bisa terus berkomunikasi dan saling memberikan informasi dengan sesama maupun masyarakat di lingkungan sunda tersebut. Konsep diri merupakan kemampuan seseorang membentuk, menggambarkan, memahami, mengevaluasi dan mengenali dirinya senidiri secara sehingga dirinya dapat menempatkan posisinya dalam berinteraksi di lingkungan sosialnya. Cokey (1998) membuktikan bahwa dengan mengamati pencerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang di berikan orang lain maka ia dapat mempelajari dirinya sendiri, hal ini juga sama dibuktikan oleh beberapa anggota GARNIDA yang dari luar kebudayaan sunda, ia menceritakan bahwa ketika ia berinteraksi dengan orang lain ia melihat dan mengamati dara dan perilaku orang lain tersebut sehingga ia dapat mempelajari apa yang orang lain lakukan dan bagaimana kebudayaan sunda tersebut terbentuk dalam dirinya, seperti contoh ketika di tempat tinggalnya ia berbicara dengan lantang tetapi disaat ia datang ke Bandung ia mempelajari dengan melihat dan berinteraksi dengan orang lain jika budaya sunda adalah budaya yang dengan berbicara pelan dan lembut dalam pengucapan, lalu ia pun merubah gaya bicaranya dengan sedikit pelan dan tidak teriak-teriak.

4.2.2 Analisis Proses Pembelajaran dalam Mengenal Budaya Sunda

Proses dalam mempelajari suatu kebudayaan baru tidaklah mudah, dalam hal ini butuh berbulan-bulan untuk mencapai kata berhasil dalam mempelajari kebudayaan baru, dan tidak semua kebudayaan baru itu dapat diterima oleh masing- masing individu. Keberhasilan seseorang dalam menerima kebudayaan asing masuk kedalam kebiasaannya diukur dari hasil yang di dapat. Seperti yang di katakan oleh Koentjaraningrat bahwa untuk bisa tetap bertahan hidup diperlukan

(19)

komunikasi yang efektif dengan sekitar, dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan komunikasi yang efektif diperlukan adaptasi yang sangat cepat agar kita bisa terbiasa dengan lingkungan di sekitar kita.

Selain itu menurut Suster Callista Roy (1969) mengatakan jika di dalam suatu adaptasi ada beberapa urutan elemen dan jika di kaitkan dengan penelitian ini maka elemen yang sesuai dengan penelitian ini yaitu lingkungan dalam penggambaran yang dimaksud lingkungan adalah suatu kondisi yang di dalamnya dapat mempengaruhi suatu keadaan, dan juga dapat mempengaruhi perkembangan serta perilaku manusia,

Dalam hal ini sangat jelas jika lingkungan yang ada di GARNIDA mempengaruhi semua keadaan serta perkembangan dan juga perilaku anggota garnida yang datang dari luar kebudayaan sunda. Hal itu juga yang mempengaruhi adaptasi budaya yang ada di dalam penelitian ini.

Tanpa adanya adaptasi budaya para anggota GARNIDA yang dari luar kebudayaan sunda tersebut mungkin tidak akan bertahan hidup dan memiliki mental yang kuat agar tetap berada di kebudayaan sunda ini. Dalam hal ini mereka yang dari kebudayaan luar sunda mencoba beradaptasi mengikuti semua kebiasaan yang ada di kebudayaan sunda ini dan mengikuti semua kegiatan yang ada di GARNIDA POLTEKESOS Bandung tersebut melalui gaya bicaranya masing- masing. Gaya bicara tersebut bermacam-macam ada yang dengan logat jawanya ada juga dengan logat indonesia timurnya, dengan gaya bicaranya masing-masing mereka dapat berkomunikasi dalam mempelajari kebudayaan sunda ini.

Ellingsworth mengemukakan dalam teori adaptasi antar budaya, bahwa adaptasi

(20)

dalam interkultural terkait antara lain dengan unsur adaptasi dalam gaya komunikasi.

Dengan menggunakan gaya komunikasi dalam setiap anggota mereka menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada di kebudayaan sunda baik dari perilaku ataupun bahasa yang di gunakan baik verbal maupun nonverbal. Para anggota GARNIDA mengatakan jika mereka harus menyesuaikan bahasanya dengan orang sunda agar komunikasi mereka berjalan dengan lancar dan mereka mengetahui maksud dari perkataan orang sunda. Hal berkaitan dengan teori adaptasi yang dikemukakan oleh Gudykunst dan Kim bahwa adaptasi dapat terjadi dalam dimensi kognitif dan dimensi itu terjadi dengan penyesuaian bahasa verbal dan nonverbal.

Dalam menyesuaikan diri dalam dalam organisasi GARNIDA dari luar kebudayaan sunda untuk mempelajari kebudayaan sunda para anggota mencoba berinteraksi dalam sebuah komunikasi agar proses pembelajaran kebudayaan sunda tersebut dapat di pahami oleh para anggota GARNIDA. Mereka juga harus bisa merespon komunikasi yang dilakukan dengan para anggota GARNIDA yang dari berbeda kebudayan agar hubungan antar anggota tetap baik dan terjaga. Dalam teori akomodasi komunikasi diungkapkan oleh Howard Giles bahwa seseorang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri, memodifikasi dan mengatur orang lain agar bisa merespons komunikasi.

Setiap proses yang di lakukan pasti akan ada kesulitan yang di hadapi, banyak hal sulit yang mereka alami, baik dari bahasa saat berkomunikasi melalui bahasa sunda ataupun nama-nama yang ada dalam adat sunda tersebut. Bagi para

(21)

anggota GARNIDA dari luar pulau jawa seperti Informan F3 terasa sekali perbedaan kebudayaan yang ia alami dari segi makanan cara berpakaian, berucap dan saling menghargai satu sama lain. Tetapi untuk orang-orang yang di dalam pulau jawa ini perbedaan tidak terasa signifikan hanya saja dari bahasa dan karakter setiap kebudayaannya ataupun karakter kesenian yang ada di setiap budayanya.

Dalam memahami kebudayaan sunda mereka mengalamami beberapa hambatan diantaranya culture shock yaitu mereka tidak terbiasa dengan budaya dan bahasa yang ada di lingkungan sunda ini, mereka terkadang pusing dan stress dengan yang terjadi ketika mereka mendengarkan seseorang berbahasa sunda. Ada beberapa tingkatan stress dari setiap orang yang berbeda budaya, dan yang sangat terasa yaitu stress yang di alami oleh kebudayaan di luar jawa seperti riau, papua maupun ambon, hal ini dikarenakan perbedaan geografis yang ada seperti orang-orang di timur sana sangat berbeda sekali kebudayaannya dengan yang ada di budaya sunda ini. Para pendatang dari luar jawa mengaku sangat terbebani oleh perbedaan budaya , Bahasa dan kebiasaan yang mereka alami ketika mereka datang ke daerah kebudayaan sunda. Berbeda dengan pendatang dari daerah jawa tengah tingkatan stress yang mereka alami hanya sebatas perbedaan beberapa Bahasa dan budaya tetapi sikap dan kebiasaan dari kedua kebudayaan tersebut tidak terlalu signifikan perbedaannya, sehingga mereka yang dari jawa tengah lebih cepat untuk memahami setiap Bahasa dan kebiasaan yang ada di kebudayaan sunda. Ada beberapa teori yang sesuai dengan yang mereka alami, yaitu bahwa tingkat stres yang terjadi pada seseorang karena perbedaan kebudayaannya hal itu dihubungkan dengan perubahan yang ditandai oleh penurunan mental dan fisik.

(22)

Melalui sanggar seni sunda ini para anggota dari luar kebudayaan sunda akan mengalami proses pembelajaran dengan langsung mempelajari dari orang- orang sekitar dan kejadian-kejadian yang ada, baik dengan cara bertanya langsung kepada para anggota garnida yang merupakan orang asli dari kebudayaan sunda atau belajar dengan mendengarkan apa yang di jelaskan oleh pembina dalam organisasi tersebut. Melalui organisasi inilah mereka mencoba terbiasa dengan kebudayaan sunda dan belajar untuk meningkatkan mental mereka agar tetap tinggal di kebudayaan sunda ini.

Hasil pembelajaran yang didapat saat para anggota GARNIDA mempelajari kebudayaan sunda melalui organisasi ini yaitu mereka akhirnya mengetahui bagaimana kebudayaan sunda itu, baik dari bahasanya atau karakter sikapnya. Ada beberapa hal yang mendukung hasil dari proses pembelajaran seseorang menganal kebudayaan sunda di GARNIDA POLTEKESOS Bandung ini, yaitu Adanya pengaruh kebudayaan asing melalui proses difusi atau penyebaran budaya. Dalam beberapa hal fakor pendukung tersebut ada dampak yang diterima oleh para anggota setelah berhasil mempelajari kebudayaan sunda di organisasi GARNIDA POLTEKESOS Bandung.

Dampak-dampak dari proses akulturasi dengan mempelajari kebudayaan sunda itu terjadi di GARNIDA POLTEKESOS Bandung, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya :

1. Terjadinya perubahan cara pandang individu mengenai kehidupan masyarakat.

(23)

2. Terjadi perubahan dalam hubungan sosial di masyarakat, seperti yang di anggap tabu tetapi sekarang dibicarakan

3. Wawasan dan pengetahuan semakin terbuka luas

4. Terjadi perubahan mentalitas, rasa malu, dan keahlian masyarakat

Ada beberapa hal yang terbawa ketika para anggota GARNIDA POLTEKESOS Bandung mempelajari kebudayaan sunda, salah satunya adalah dari segi bahasanya, juga dari karakter para migran yang terpengaruh dengan kebudayaan sunda tersebut setelah beberapa bulan mereka menetap di bandung. Dengan yang terjadi pada beberapa anggota GARNIDA tersebut bisa dikatakan ada beberapa orang yang mampu menjalani proses akulturasi tersebut dengan efektif, menerima kebudayaan sunda masuk ke dalam kebudayaannya dan menjadi sebuah kebiasaan dan dibawa dalam hidupnya tanpa merubah dan menghapus karakter dari kebudayaannya sendiri, seperti contoh pengucapan kata ‘teh’ dan ‘atuh’ pada setiap imbuhan kata atau ‘punteun’ ketika lewat di keramaian ada juga yang membawa kebiasaan ngaliwet yang hanya ada di sunda di bawa kedalam kebiasaannya ketika pulang ke asalnya masing-masing, tetapi ada juga yang tidak merasakan proses akulturasi tersebut dengan tidak membawa kebiasaan setelah mempelajari kebudayaan sunda ke dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam teori akulturasi yang diuungkapkan oleh Berry dikatakan bahwa seseorang yang tinggal lama di kebudayaan asing mereka akan mulai mengadopsi nilai-nilai, sikap dan kebiasaannya. Hal itu juga membawa kebudayaan asing tersebut masuk ke dalam kebiasaan hidupnya.

Bagan 4.2.2 Proses Pembelajaran Kebudayaan Sunda

(24)

Sumber : Hasil olah data peneliti

Berdasarkan bagan di atas di jelaskan bahwa melalui proses pembelajaran yang tejadi di organisasi GARNIDA POLTEKESOS Bandung, para anggota mengetahui bagaimana budaya sunda itu dan apa saja yang ada di dalam budaya sunda baik dari segi bahasa, karakter kebudayaan, kesenian ataupun latar belakang sosial. Melalui GARNIDA para anggota dari luar kebudayaan membiasakan diri dan menerima kebudayaan sunda masuk ke dalam kehidupan sehari-hari nya tanpa menyebabkan kebudayaan aslinya hilang. Melalui organisasi GARNIDA juga para anggota berkomunikasi dan beradaptasi dengan kebudayaan sunda agar mereka tetap nyaman dan terbiasa dengan adat kebudayaan sunda.

Proses Pembelajaran dalam mempelajari Kebudayaan Sunda

Mempelajari budaya sunda melalui sanggar seni sunda (GARNIDA) POLTEKESOS Bandung

Hasil yang di dapat setelah para anggota mempelajari kebudayaan sunda yaitu mereka mengetahui apa saja yang ada dalam

kebudayaan sunda baik dari bahasa karakter maupun kesenian yang ada di kebudayaan sunda, para anggota membawa kebiasaan dalam kebudayaan sunda masuk kedalam kehidupannya sehari-hari tetapi tidak

menyebabkan karakter dari kebudayaan asalnya luntur atau hilang.

(25)

4.3 Mind Map Hasil Penelitian

Proses Akulturasi Anggota Garnida Dalam Mengenal Budaya Sunda

Proses Pengenalan Kebudayaan Sunda

Proses Pembelajaran Budaya Sunda

1. Mengetahui bagaimana cara mereka

beradaptasi dengan kebudayaan sunda 2. Menerima budaya baru

menjadi sebuah kebiasaan

3. Membawa kebiasaan baru dalam

kehidupannya sehari- hari

1. Mengetahui apa yang di asumsikan dan

diinformasikan oleh orang lain dengan kenyataan setelah mereka datang ke bandung

2. Mengenal bagaimana kebudyaan sunda itu

Teori Adaptasi Budaya

Referensi

Dokumen terkait

Di antara faktor utama yang mempengaruhi perilaku seks bebas, peneliti tertarik pada faktor religiusitas dan kematangan emosi sebagai independent variabel yang digunakan untuk