• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Data

A. Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL) adalah rasio antara jumlah Total Kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap Total Kredit. Rasio ini mengukur kemampuan bank dalam meminimalkan kredit bermasalah yang dihadapi. Rasio Non Performing Loan yang tinggi akan memperbesar biaya, sehingga berpotensi memberi kerugian pada bank dan menurunkan tingkat laba.

Berikut ini adalah data rasio Non Performing Loan triwulanan yang dimiliki oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk. tahun 2014-2016:

Sumber: Bank BNP

Gambar IV.1.

Grafik pertumbuhan Non Performing Loan (NPL) Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016

Rasio Non Performing Loan triwulanan Bank Nusantara Parahyangan Tbk.

periode 2014-2016 yang ditunjukan pada gambar IV.1. menunjukan hasil yang

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

NPL 0.32% 0.47% 2.02% 1.41% 2.45% 2.33% 2.75% 3.98% 4.43% 3.89% 3.85% 4.07%

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

3.00%

3.50%

4.00%

4.50%

5.00%

60

(2)

fluktuatif dan cenderung meningkat. Pada triwulan I tahun 2014, rasio Non Performing Loan menunjukan sebesar 0,32%. Pada triwulan-triwulan berikutnya, Non Performing Loan terus didominasi oleh peningkatandan hingga pada tahun 2016 triwulan keempat, rasio Non Performing Loan menunjukan nilai sebesar 4,07%. Nilai tersebut hampir mendekati batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5%.

Rasio Non Performing Loan dibentuk oleh dua indikator, yaitu diantaranya adalah total kredit dan kredit bermasalah. Berikut adalah kondisi total kredit dan kredit bermasalah pada Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016:

Sumber: Bank BNP

Gambar IV.2.

Kondisi total kredit dan kredit bermasalah Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016

Menurut Gambar IV.2, total kredit yang dikucurkan oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk. pada triwulan I tahun 2014 sebesar 6,9 triliun. Kemudian meningkat pada triwulan II tahun 2014 sebesar 7,1 triliun. Selanjutnya pada setiap triwulan-triwulan berikutnya, nilai total kredit menunjukan kecenderungan menurun hingga pda triwulan IV tahun 2016 sebesar 5,3 Triliun.

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Bermslh 22,3 33,5 138, 94,6 166, 153, 179, 257, 274, 230, 214, 216, Total Kredit 6,98 7,13 6,85 6,71 6,79 6,57 6,51 6,47 6,20 5,91 5,57 5,31

- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000

(3)

Kredit bermasalah pada Bank Nusanntara Parahyangan Tbk. yang ditunjukan pada gambar IV.2. menujukan kondisi berbanding terbalik dengan total kredit. Pada triwulan I tahun 2014, nilai kredit bermasalah meunjukan nilai sebesar 22 miliar. Selanjutnya pada setiap triwulan-triwulan berikutnya hingga pada triwulan IV tahun 2016, nilai kredit bermasalahh menunjukan kecenderungan peningkatan yang signifikan sebesar 216 miliar.

Kondisi yang berbanding terbalik antara nilai kredit bermasalah yang cenderung meningkat dengan nilai total kredit yang cenderung meurun pada setiap periode triwulan, akan mengakibatkan nilai rasio Non Performing Loan meningkat. Dimana Non performing Loan merupakan hasil perbandingan antara nilai kredit bermasalah dengan nilai total kredit. Nilai rasio Performing Loan yang tinggi, akan memperbesar biaya yang nantinya akan membawa kerugian dan mengakibatkan perolehan laba menurun.

B. Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Efisiensi biaya operasional merupakan masalah yang kompleks dimana setiap perusahaan perbankan selalu berusaha memberi pelayanan yang terbaik kepada nasabah, namun disisi lain pada saat yag sama bank harus berupaya beroperasi secara efisien. Indikator efisiensi biaya operasional yang umum digunakan adalah rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO).

BOPO adalah rasio perbandingan antara total biaya operasional terhadap total pendapatan operasional. Semakin besar BOPO maka akan semakin kecil atau menurun kinerja keuangan perbankan. Begitu juga sebaliknya, jika BOPO semakin kecil, maka dapat disimpulkan kinerja keuangan bank semakin

(4)

meningkat atau membaik. Berikut ini adalah data rasio BOPO triwulanan yang dimiliki oleh Bank Nusantara Parahyangan tahun 2014-2016:

Sumber: Bank BNP

Gambar IV.3.

Grafik pertumbuhan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016

Rasio BOPO triwulanan Bank Nusantara Parahyangan Tbk. yang ditunjukan pada gambar IV.3. menunjukan hasil yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Pada triwulan pertama tahun 2014, rasio BOPO menunnjukan nilai sebesar 87,9%. Nilai tersebut cukup tinggi dan berada di atas batas maksimal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu sebesar 80% untuk bank kategori BUKU 2. Pada triwulan-triwulan berikutnya hingga triwulan keempat tahun 2016, rasio BOPO menunjukan hasil yang fluktuatif. Tercatat rasio BOPO tertinggi yang pernah didapat oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk. adalah sebesar 99,4% pada triwulan pertama tahun 2015.

Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dbentuk oleh dua indikator, yaitu beban operasional dan pendapatan operasional. Berikut adalah kondisi beban operasional dan pendapatan operasional pada Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016:

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

BOPO 87.9% 87.9% 90.0% 88.4% 99.4% 95.0% 93.5% 91.9% 98.5% 91.5% 94.6% 98.5%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

96%

98%

100%

102%

(5)

Sumber: Bank Bnp

Gambar IV.4.

Kondisi Beban Operasional dan Pendapatan Operasional Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016.

Menurut gambar IV.4. nilai beban operasional pada triwulan I tahun 2014 menunjukan nilai sebesar 92 miliar. Nilai beban operasional tersebut terus mengalami peningkatan hingga triwulan IV tahun 2014 sebesar 368 miliar. Nilai beban operasional mengalami penurunan pada triwulan I tahun 2015 sebesar 98 miliar. Selanjutnya nilai beban operasional tersebut terus mengalami peningkatan hingga trwulan IV tahun 2015 sebesar 386 miliar. Nilai beban operasional kembali mengalami penurunan pada triwulan I tahun 2016 sebesar 101 miliar.

Selanjutnya nilai beban operasional tersebut terus mengalami peningkatan hingga trwulan IV tahun 2016 sebesar 458 miliar.

Kondisi yang fluktuatif ditunjukan pula oleh nilai pendapatan operasional yang terdapat pada gambar IV.4. Nilai pendapatan operasional pada triwulan I tahun 2014 menunjukan nilai sebesar 104 miliar. Nilai pendapatan operasional tersebut terus mengalami peningkatan hingga triwulan IV tahun 2014 sebesar 416 miliar. Nilai pendapatan operasional mengalami penurunan pada triwulan I tahun

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Beban Operasional 92,0187,284,368,98,1197,293,386,101,201,322,458, Pendapatan Operasional 104,212,315,416,98,7207,314,420,102,220,341,465,

- 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000 500,000

(6)

2015 sebesar 98 miliar. Selanjutnya nilai pendapatan operasional tersebut terus mengalami peningkatan hingga trwulan IV tahun 2015 sebesar 420 miliar. Nilai pendapatan operasional kembali mengalami penurunan pada triwulan I tahun 2016 sebesar 102 miliar. Selanjutnya nilai pendapatan operasional tersebut terus mengalami peningkatan hingga trwulan IV tahun 2016 sebesar 465 miliar.

Kondisi beban operasional menunjukan perkembangan yang berbanding lurus dengan kondisi pendapatan operasional. Beban operasional menunjukan rata-rata peningkatan sebesar 38% per triwulan. Sedangkan peningkatan yang dialami pada pendapatan operasioanl menunjukan rata-rata sebesar 39% per triwulan. Peningkatan yang diraih pada pendapatan operasional yang juga diraih oleh beban operasional akan tetap menjaga kondisi BOPO pada tingkat yang tinggi di atas 80%. Rasio BOPO yang tinggi, akan mengurangi pendapatan bersih yang dihasilkan oleh bank dan akhirnya akan mempengaruhi tingkat perolehan laba.

C. Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Selain itu, Return On Asset memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Berikut ini adalah data rasio Return On Asset triwulanan yang dimiliki oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016:

(7)

Sumber: Bank BNP

Gambar IV.5.

Grafik pertumbuhan Return On Asset (ROA) Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016

Rasio Return On Asset triwulanan Bank Nusantara Parahyangan yang ditunjukan pada gambar IV.5. menunjukan hasil yang fluktuatif dan cenderung menurun. Pada triwulan I tahun 2014, nilai rasio Return On Asset menunjukan nilai sebesar 1,34%. Nilai tersebut dapat dikatakan rendah mengingat batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah minimal sebesar 1,5%. Pada triwulan- triwulan berikutnya hingga triwulan keempat tahun 2016, nilai rasio Return On Asset menunjukan nilai yang fluktuatif dan cenderung menurun. Tercatat nilai rasio ROA terendah yang pernah didapat oleh Bank BNP adalah sebesar 0,15%

pada triwulan IV tahun 2016.

Return On Asset dibentuk dari dua indikator yaitu laba sebelum pajak dan total asset. Berikut adalah kondisi laba sebelum pajak dan total asset pada Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016:

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

ROA 1.34% 1.34% 1.13% 1.32% 0.16% 0.65% 0.81% 0.99% 0.19% 0.93% 0.58% 0.15%

0.00%

0.20%

0.40%

0.60%

0.80%

1.00%

1.20%

1.40%

1.60%

(8)

Sumber: Bank Bnp

Gambar IV.6.

Kondisi Laba Sebelum Pajak dan Total Asset Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016.

Laba sebelum pajak yang diraih oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk.

menurut gambar IV.6. menunjukan hasil yang fluktuatif. Pada triwulan I tahun 2014 raihan laba sebelum pajak menunjukan nili sebesar 132 miliar. Selanjutnya raihan laba sebelum pajak pada setiap periode triwulan menunjukan hasil yang cenderung menurun. Tercatat raihan laba sebelum pajak pada triwulan IV tahun

(9)

2016 menunjukan mengalami penurunan yang signifikan sejak triwulan I tahun 2014 sebesar 11 miliar.

Nilai total asset Bank Nusantara Parahyangan Tbk. yang ditunjukan pada gambar IV.6. menunjukan kecenderungan menurun. Pada triwulan I tahun 2014 nilai total asset menunjukan nilai sebesar 9.9 triliun. Nilai total asset selanjutnya mengalami penurunan pada setiap periode triwulan hingga pada triwulan IV tahun 2016 sebesar 7,7 triliun.

Nilai laba sebelum pajak yang diraih Bank Nusantara Parahyangan Tbk.

menurut gambar IV.6. pada triwulan IV tahun 2016 apabila dibandingkan dengan nilai laba sebelum pajak pada triwulan I tahun 2014 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 91,3%. Sedangkan Nilai total asset yang diraih Bank Nusantara Parahyangan Tbk. pada triwulan IV tahun 2016 apabila dibandingkan dengan nilai laba sebelum pajak pada triwulan I tahun 2014 mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan sebesar 22,24%. Selisih persentase penurunan yang dialami laba sebelum pajak dan total aset yang cukup besar menyebabkan nilai rasio Return On Asset mengalami penurunan yang cukup rendah. Hal tersebut sangat dirasa buruk untuk tingkat kesehatan dan kelanjutan hidup sebuah bank. Dimana Bank Nusantar Parahyangan Tbk. sangat tidak efektif dan tidak optimal dalam mencapai tingkat keuntungan.

4.1.2. Analisis Data A. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengdeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

(10)

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang beralaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dalam penelitian ini merujuk pada nilai rata-rata (mean) dan simpanan baku (standar deviation), nilai minimum dan maksimum serta dari seluruh variabel dalam penelitian ini yaitu Return On Assets (Y), Non Performing Loan (X1) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (X2) selama periode penelitian 2014 sampai dengan 2016 sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel IV.1.

Analisa Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ROA 12 ,0015 ,0134 ,007992 ,0045634

NPL 12 ,0032 ,0443 ,026642 ,0142053

BOPO 12 ,8785 ,9938 ,930775 ,0419786

Valid N (listwise) 12

Sumber: Output SPSS V.24.0

Berdasarkan hasil perhitungan dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa n atau jumlah data pada setiap variabel yaitu 12 buah yang berasal dari sampel laporan keuangan triwulan Bank BNP mulai tahun 2014 sampai dengan 2016.

Masing-masing variabel akan dijelaskan sesuai dengan data pada tabel 4.1 sebagai berikut:

1. Return On Assets (ROA)

Pada tabel IV.1. diatas dapat dibuktikan bahwa, variabel Return On Assets (ROA) mempunyai nilai mean sebesar 0,007992 dengan standar deviasi (std devition) sebesar 0,0045634 yang artinya bahwa nilai mean lebih besar dari pada standar deviasi, sehingga mengindikasikan bahwa hasil yang cukup baik. Hal tersebut dikarenakan standar deviasi adalah pencerminan penyimpangan yang sangat tinggi, sehingga penyebarab data menunjukkan

(11)

hasil yang normal dan tidak menyebabkan bias. Nilai minimalnya sebesar 0,0015 dan nilai maksimumnya sebesar 0,0134.

Berdasarkan tabel IV.1. dapat diartikan bahwa nilai rata-rata Return On Asset sebesar 0,45% dan nilai Return On Asset terendah yang diraih adalah sebesar 0,15% serta nilai Return On Asset tertinggi yang diraih sebesar 1,34%.

2. Non Performing Loan (NPL)

Pada tabel IV.1. diatas dapat tercatat bahwa, variabel Non Performing Loan (NPL) mempunyai nilai mean sebesar 0,026642 dengan standar deviasi (std devition) sebesar 0,0142053 yang artinya bahwa nilai mean lebih besar dari pada standar deviasi, sehingga mengindikasikan bahwa hasil yang cukup baik. Hal tersebut dikarenakan standar deviasi adalah pencerminan penyimpangan yang sangat tinggi, sehingga penyebarab data menunjukkan hasil yang normal dan tidak menyebabkan bias. Nilai minimalnya sebesar 0,0032 dan nilai maksimumnya sebesar 0,0443.

Berdasarkan tabel IV.1. dapat diartikan bahwa nilai rata-rata Non Performing Loan sebesar 2,66% dan nilai Non Performing Loan terendah yang diraih adalah sebesar 0,32% serta nilai Return On Asset tertinggi yang diraih sebesar 4,43%.

3. Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Pada tabel IV.1. diatas dapat dibuktikan bahwa, variabel Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) mempunyai nilai mean sebesar 0,930775 dengan standar deviasi (std devition) sebesar 0,0419786 yang artinya bahwa nilai mean lebih besar dari pada standar deviasi, sehingga

(12)

mengindikasikan bahwa hasil yang cukup baik. Hal tersebut dikarenakan standar deviasi adalah pencerminan penyimpangan yang sangat tinggi, sehingga penyebarab data menunjukkan hasil yang normal dan tidak menyebabkan bias. Nilai minimalnya sebesar 0,8785 dan nilai maksimumnya sebesar 0,9938.

Berdasarkan tabel IV.1. dapat diartikan bahwa nilai rata-rata Beban Operasional Pendapatan Operasional sebesar 93%% dan nilai Beban Operasional Pendapatan Operasional terendah yang diraih adalah sebesar 87,8% serta nilai Beban Operasional Pendapatan Operasional tertinggi yang diraih sebesar 99,3%.

B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Sehingga apabila data kontinu telah berdistribusi normal maka bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni uji validitas, uji-t, korelasi dan regresi dapat dilaksanakan. Untuk menguji apakah data bersifat normal atau tidak maka peneliti menggunakan analisa Kolmogrov-Smirnov dan P-P Plot sebagai berikut:

(13)

Tabel IV.2 Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov

Sumber: Output SPSS V.24.0

Dari tabel IV.2. Kolmogrof-Smirnov diperoleh angka probabilitas atau asymp. Sig. (2-tailed). Nilai ini dibandingkan dengan 0,05 (dalam kasus ini menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% atau α = 5%). Sehingga apabila dikaitkan dari penelitian di atas maka nilai variabel Return On Asset sebesar 0,200 lebih dari 0,05 sehingga variabel Return On Asset normal. Nilai variabel Non Performing Loan sebesar 0, 132 sehingga nilai tersebut lebih dari 0,05 yang berarti bahwa data Non Performing Loan adalah normal. Dan yang terakhir yakni variabel BOPO dengan nilai yang diperoleh sebesar 0, 200 yang melebihi 0,05 sehingga data BOPO normal.

Pengujian normalitas yang kedua yakni menggunakan pengujian normal P-P Plot. Pada normalitas data dengan menggunakan normal P-P Plot, dengan kriteria suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran

ROA NPL BOPO

N 12 12 12

Normal Parameters Mean ,007992 ,026642 ,930775

Std. Deviation ,0045634 ,0142053 ,0419786

Most Extreme Differences Absolute ,159 ,215 ,151

Positive ,159 ,107 ,119

Negative -,123 -,215 -,151

Test Statistic ,159 ,215 ,151

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200 ,132 ,200

(14)

titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. Hasil dari pengujian normal P-P Plot dapat dilihat dibawah ini:

Sumber: Output SPSS V.24.0

Gambar IV.7.

Normal P-P Plot

Berdasarkan gambar IV.7. diatas, P-P Plots menunjukkan pola distribusi normalyang mana bahwa titik-titik yang terbentuk menyebar disekitar garis diagonal.

2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Deteksi multikolonieritas dapar dilakukan dengan menganalisis matriks korelasi antar variabel independen dan dengan melihat nilai tolerance dan lawannya VIF.

(15)

Adapun hasil uji multikolonieritas dengan menggunakan matriks korelasi sebagai berikut:

Tabel IV.3

Hasil Uji Multikolonieritas

Sumber: Output SPSS V.24.0

Hasil perhitungan nilai tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki tolerance kurang dari 0,10. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Berdasarkan tabel 4.3, maka dapat diketahui bahwa nilai VIF adalah 1,891 untuk variabel Non Performing Loan dan 1,891 untuk variabel BOPO. Sehingga kesimpulannya bahwa variabel independen terbebas dari asumsi klasik multikoloniaritas karena hasilnya lebih kecil dari pada 10.

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pengganggu pada pada periode t-1 (sebelumnya). Pengujian autokolerasi dilakukan dengan uji run test. Jika hasil nilai sig di atas nilai alpha (5% atau 0,05) maka data terbebas dari autokorelasi. Berikut adalah tabel hasil pengujian autokorelasi:

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

NPL ,529 1,891

BOPO ,529 1,891

(16)

Tabel IV.4.

Uji Autokorelasi Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -,00014

Cases < Test Value 6

Cases >= Test Value 6

Total Cases 12

Number of Runs 3

Z -2,119

Asymp. Sig. (2-tailed) ,034 a. Median

Sumber: Output SPSS V.24.0

Berdasarkan tabel IV.4., hasil uji autokorelasi terlihat bahwa nilai Asymp Sig. (2-Tailed) sebesar 0,034. Nilai tersebut lebih kecil daripada nilai signifikansi nilai alpha (5% atau 0,05), maka dapat dikatakan uji tersebut terdapat autokorelasi.

4. Uji heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot

(17)

antara nilai prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Berikut adalah grafik hasil uji Heterokedastisitas:

Sumber: Output SPSS V.24.0

Gambar IV.8.

Uji heterokedastisitas

Berdasarkan gambar IV.5., maka dapat dilihat bahwa penyebaran residual tidak homogen. Hal tersebut dapat dilihat dari plot yang menyebar dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Dengan hasil demikian terbukti bahwa tidak terjadi gejala homoskedastis atau persamaan regresi memenuhi asumsi non–heteroskedastis.

C. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk melakukan prediksi bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikan/diturunkan. Berikut adalah tabel hasil analisis regresi linear berganda menggunakan program SPSS V.24.0:

(18)

Tabel IV.5

Analisis Regresi Linear Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,107 ,004 25,901 ,000

NPL -,008 ,014 -,026 -,598 ,565

BOPO -,106 ,005 -,978 -22,587 ,000

a. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS V.24.0

Model diatas regresi linier berganda yang biasa dibentuk dari variabel yang ada pada tabel IV.5. dapat diformulasikan dalam model persamaan sebagai berikut :

𝑌 = 0,107 − 0,008𝑋1− 0,106𝑋2

Dari hasil persamaan regresi berganda tersebut masing-masing variabel dapat diinterpretasikan pengaruhnya terhadap Return On Asset sebagai berikut :

1. Nilai konstanta bertanda positif 0,107, yang menunjukkan apabila variabel Non Performing Loan dan Beban Operasional Pendapatan Operasional tidak ada perubahan atau sama dengan 0 maka akan meningkatkan Return On Asset sebesar 0,107.

2. Non Performing Loan memiliki koefisien regresi bertanda negatif sebesar 0.008, hal ini berarti apabila nilai X1 (Non Performing Loan) meningkat 1 satuan dengan asumsi variabel-variabel lain adalah tetap, maka akan menurunkan Return On Asset sebesar 0.008.

3. BOPO memiliki koefisien regresi bertanda negatif sebesar 0.106, hal ini berarti apabila nilai X2 (BOPO) meningkat 1 satuan dengan asumsi

(19)

variabel-variabel lain adalah tetap, maka akan menurunkan Return On Asset sebesar 0.106

D. Uji t (Parsial)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini yaitu dengan membandingkan nilai probabilitas atau p-value (sig-t) dengan taraf signifikansi 0,05. Jika nilai p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, dan sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Berikut adalah tabel hasil uji t:

Tabel IV.6 Hasil Uji t

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,107 ,004 25,901 ,000

NPL -,008 ,014 -,026 -,598 ,565

BOPO -,106 ,005 -,978 -22,587 ,000

a. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS V.24.0

Hasil uji t diatas dapat disimpulkan bahwa pada variabel Non Performing Loan (X1) seperti pada tabel IV.6. diatas diperoleh t hitung sebesar -0,598 dengan probabilitas sebesar 0,565 yang nilainya diatas 0,05. Dengan demikian H1 ditolak, yang artinya tidak terdapat pengaruh Non Performing Loan secara parsial terhadap Return On Assets (Y).

Hasil uji t pada variabel Rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (X2) seperti pada tabel 4.2 diatas diperoleh t hitung sebesar -22,587 dengan probabilitas 0,000 yang nilainya di bawah 0,05. Dengan demikian H2 diterima, yang artinya terdapat pengaruh signifikan antara variabel Non Performing Loan secara parsial terhadap Return On Assets (Y).

(20)

E. Uji F (Simultan)

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama- sama (simultan) terhadap variabel terikat. Berikut adalah hasil uji F:

Tabel IV.7 Hasil Uji F ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,000 2 ,000 500,303 ,000b

Residual ,000 9 ,000

Total ,000 11

a. Dependent Variable: ROA

b. Predictors: (Constant), BOPO, NPL

Sumber: Output SPSS V.24.0

Berdasarkan tabel IV.7 di atas, di dapat F hitung sebesar 500,303 dengan probabilitas sebesar 0,000. Maka dengan 0,000 ≤ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa semua variabel independen yatu Non Performing Loan dan BOPO berpengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap Return On Asset, dengan demikian, H3 diterima.

F. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel ROA. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1.

Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel independen penelitian memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel Return On Asset. Hasil koefisien determinasi dapat dilihat dalam tabel 4.8 dibawah ini:

(21)

Tabel IV.8 Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,996a ,991 ,989 ,0004763 ,611

a. Predictors: (Constant), BOPO, NPL b. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS V.24.0

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menggunakan adjusted R Square (R2) pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Dari tabel koefisien determinasi 4.8 di atas, dapat dilihat bahwa angka koefisien korelasi (R) sebesar 0,996. Hal ini berarti hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen sebesar 99,6%.

Dari angka tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sangat kuat.

Besarnya Adjust R Square (R2) adalah 0,991. Hasil perhitungan statistik ini berarti bahwa kemampuan variabel independen dalam menerangkan variasinya perubahan variabel dependen sebesar 99,1%, sedangkan sisanya sebesar 1%

(100%- 99%) diterangkan oleh faktor-faktor lain di luar model regresi yang dianalisis.

(22)

4.2. Pembahasan

A. Kondisi Non Performing Loan pada Bank Nusantara Parahyangan Tbk.

periode 2014-2016.

Non Performing Loan (NPL) adalah rasio antara jumlah Total Kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap Total Kredit. Rasio ini mengukur kemampuan bank dalam meminimalkan kredit bermasalah yang dihadapi. Rasio Non Performing Loan triwulanan yang dimiliki Bank Nusantara Parahyangan Tbk. menunjukan hasil yang fluktuatif dan cenderung meningkat.

Pada triwulan I tahun 2014, rasio Non Performing Loan menunjukan sebesar 0,32%. Pada triwulan-triwulan berikutnya, Non Performing Loan terus didominasi oleh peningkatandan hingga pada tahun 2016 triwulan keempat, rasio Non Performing Loan menunjukan nilai sebesar 4,07%. Nilai tersebut hampir mendekati batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5%.

Rasio Non Performing Loan dibentuk oleh dua indikator, yaitu diantaranya adalah total kredit dan kredit bermasalah. Total kredit yang dikucurkan oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk. pada triwulan I tahun 2014 sebesar 6,9 triliun.

Selanjutnya pada setiap triwulan-triwulan berikutnya, nilai total kredit menunjukan kecenderungan menurun hingga pda triwulan IV tahun 2016 sebesar 5,3 Triliun. Pada triwulan I tahun 2014, nilai kredit bermasalah meunjukan nilai sebesar 22 miliar. Selanjutnya pada setiap triwulan-triwulan berikutnya hingga pada triwulan IV tahun 2016, nilai kredit bermasalahh menunjukan kecenderungan peningkatan yang signifikan sebesar 216 miliar.

Kondisi yang berbanding terbalik antara nilai kredit bermasalah yang cenderung meningkat dengan nilai total kredit yang cenderung menurun pada

(23)

setiap periode triwulan, akan mengakibatkan nilai rasio Non Performing Loan meningkat. Dimana Non performing Loan merupakan hasil perbandingan antara nilai kredit bermasalah dengan nilai total kredit. Nilai rasio Performing Loan yang tinggi, akan memperbesar biaya yang nantinya akan membawa kerugian dan mengakibatkan perolehan laba menurun.

B. Kondisi Beban Operasional Pendapatan Operasional pada Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016.

Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio perbandingan antara total biaya operasional terhadap total pendapatan operasional.

Rasio BOPO triwulanan Bank Nusantara Parahyangan Tbk. menunjukan hasil yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Pada triwulan I tahun 2014, rasio BOPO menunnjukan nilai sebesar 87,9%. Pada triwulan-triwulan berikutnya hingga triwulan keempat tahun 2016, rasio BOPO menunjukan hasil yang fluktuatif. Tercatat rasio BOPO tertinggi yang pernah didapat oleh Bank Nusantara Parahyangan Tbk. adalah sebesar 99,4% pada triwulan I tahun 2015.

Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dbentuk oleh dua indikator, yaitu beban operasional dan pendapatan operasional. nilai beban operasional pada triwulan I tahun 2014 menunjukan nilai sebesar 92 miliar. Nilai beban operasional menujukan hasil yang fluktuatif dan cenderung meningkat hingga trwulan IV tahun 2016 sebesar 458 miliar. Nilai pendapatan operasional pada triwulan I tahun 2014 menunjukan nilai sebesar 104 miliar. Nilai pendapatan operasional menujukan hasil yang fluktuatif dan cenderung meningkat hingga trwulan IV tahun 2016 sebesar 465 miliar.

(24)

Kondisi beban operasional menunjukan perkembangan yang berbanding lurus dengan kondisi pendapatan operasional. Beban operasional menunjukan rata-rata peningkatan sebesar 38% per triwulan. Sedangkan peningkatan yang dialami pada pendapatan operasioanl menunjukan rata-rata sebesar 39% per triwulan. Peningkatan yang diraih pada pendapatan operasional yang juga diraih oleh beban operasional akan tetap menjaga kondisi BOPO pada tingkat yang tinggi di atas 80%. Rasio BOPO yang tinggi, akan mengurangi pendapatan bersih yang dihasilkan oleh bank dan akhirnya akan mempengaruhi tingkat perolehan laba.

C. Kondisi Return On Asset pada Bank Nusantara Parahyangan Tbk. periode 2014-2016.

Return On Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Selain itu, Return On Asset memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Rasio Return On Asset triwulanan Bank Nusantara Parahyangan Tbk. menunjukan hasil yang fluktuatif dan cenderung menurun.

Pada triwulan I tahun 2014, nilai rasio Return On Asset menunjukan nilai sebesar 1,34%. Pada triwulan-triwulan berikutnya hingga triwulan keempat tahun 2016, nilai rasio Return On Asset menunjukan nilai yang fluktuatif dan cenderung menurun. Tercatat nilai rasio ROA terendah yang pernah didapat oleh Bank BNP adalah sebesar 0,15% pada triwulan IV tahun 2016.

Return On Asset dibentuk dari dua indikator yaitu laba sebelum pajak dan total asset. Laba sebelum pajak yang diraih oleh Bank Nusantara Parahyangan

(25)

Tbk. menunjukan hasil yang fluktuatif. Pada triwulan I tahun 2014 raihan laba sebelum pajak menunjukan nilai sebesar 132 miliar. Selanjutnya raihan laba sebelum pajak pada setiap periode triwulan menunjukan hasil yang cenderung menurun. Raihan laba sebelum pajak pada triwulan IV tahun 2016 menunjukan mengalami penurunan yang signifikan sejak triwulan I tahun 2014 sebesar 11 miliar. Nilai total asset Bank Nusantara Parahyangan Tbk. menunjukan kecenderungan menurun. Pada triwulan I tahun 2014 nilai total asset menunjukan nilai sebesar 9.9 triliun. Nilai total asset selanjutnya mengalami penurunan pada setiap periode triwulan hingga pada triwulan IV tahun 2016 sebesar 7,7 triliun.

Nilai laba sebelum pajak yang diraih Bank Nusantara Parahyangan Tbk.

pada triwulan IV tahun 2016 apabila dibandingkan dengan nilai laba sebelum pajak pada triwulan I tahun 2014 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 91,3%. Sedangkan Nilai total asset yang diraih Bank Nusantara Parahyangan Tbk.

pada triwulan IV tahun 2016 apabila dibandingkan dengan nilai laba sebelum pajak pada triwulan I tahun 2014 mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan sebesar 22,24%. Selisih persentase penurunan yang dialami laba sebelum pajak dan total aset yang cukup besar menyebabkan nilai rasio Return On Asset mengalami penurunan yang cukup rendah. Hal tersebut sangat dirasa buruk untuk tingkat kesehatan dan kelanjutan hidup sebuah bank. Dimana Bank Nusantar Parahyangan Tbk. sangat tidak efektif dan tidak optimal dalam mencapai tingkat keuntungan.

D. Pengaruh Non Performing Loan terhadap Return On Asset

Risiko yang dihadapi bank adalah risiko tidak terbayarnya kredit dan/atau bunga yang disebut resiko kredit. Meskipun resiko kredit bermasalah tidak dapat

(26)

dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang wajar. Bila kredit yang disalurkan bank banyak yang bermasalah (macet), maka salah satu masalah yang muncul adalah bank akan mengalami penurunan laba. Hasil pengujian pada variabel Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Asset (ROA) menunjukan bahwa Non Performing Loan (NPL) tidak berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA). Hasil ini ditunjukan oleh uji t (parsial) menggunakan software SPSS V.24 dimana diperoleh t hitung sebesar -0,598 dengan probabilitas sebesar 0,565 yang nilainya diatas 0,05. Dengan demikian tidak terdapat pengaruh Non Performing Loan secara parsial terhadap Return On Assets.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Made Ria dkk. (2014:33) dan Ni Putu Ayu dkk. (2017:22) yang menunjukan bahwa Non Performing Loan (NPL) memberikan pengaruh signifikan terhadap Return On Asset (ROA).

E. Pengaruh Beban Operasional Pendapatan Operasional Terhadap Return On Assets

Bank dapat memperbaiki rasio biaya operasional terhadap pendapatannya dengan mengurangi biaya yang sesungguhnya akan meningkatkan profit dimasa yang akan datang. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Hasil pengujian pada variabel Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA) menunjukan bahwa Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA). Hasil ini ditunjukan oleh uji t (parsial) menggunakan software SPSS V.24 dimana hasil uji t pada variabel

(27)

rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (X2) seperti pada tabel 4.2 diatas diperoleh t hitung sebesar -22,587 dengan probabilitas 0,000 yang nilainya di bawah 0,05. Dengan demikian terdapat pengaruh signifikan antara variabel Non Performing Loan secara parsial terhadap Return On Assets (Y).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mario Christiano Dkk. (2014:11) dan Farah Margaretha Dkk. (2013:7) yang menunjukan bahwa Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset (ROA).

F. Pengaruh Non Performing Loan dan Beban Operasional Pendapatan Operasional Terhadap Return On Assets

Return On Assets menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Selain itu, Return On Assets memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Return On Assets diantaranya adalah rasio Non Performing Loan dan rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional.

Hasil pengujian pada variabel Non Performing Loan (NPL) dan variabel Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA) menunjukan bahwa variabel Non Performing Loan (NPL) dan variabel Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA). Hasil ini ditunjukan oleh uji F (simultan) menggunakan software SPSS V.24 dimana di dapat uji F hitung sebesar 500,303 dengan probabilitas sebesar 0,000. Maka dengan 0,000 ≤ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa semua variabel independen yatu Non Performing Loan dan BOPO

(28)

berpengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap Return On Asset,

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Made Ria Anggreni dkk. (2014:33) dan dan Farah Margaretha Dkk. (2013:7) bahwa Non Performing Loan (NPL) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap Return On Assets.

Referensi

Dokumen terkait