• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

40

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Dalam Karya Ilmiah Terapan ini penulis akan mendeskripsikan tentang gambaran umum objek penelitian sesuai dengan judul penelitian yaitu

”PENGARUH MARITIME ENGLISH DALAM MENUNJANG

KESELAMATAN PELAYARAN DI MT. CAPRIOLE”. Sehingga dengan adanya deskripsi gambaran umum objek penelitian ini pembaca dapat memahami dan mampu merasakan tentang hal yang terjadi pada saat penulis melakukan penelitian di atas MT. Capriole.

MT. Capriole adalah sebuah kapal Chemical Tanker IMO Type II yang dikelola oleh Hong Lam Marine Pte Ltd yang berkantor di 6 Shenton Way, #16-08 OUE Downtown 2, Singapore. Kapal MT. Capriole memiliki nama panggilan (Call Sign) Niner Victor Charlie Hotel Niner (9VCH9) dengan Port of Registry Singapore IMO No. 94887000, dan memiliki Dead Weight Tonnage (DWT) 11.313,60 Ton. Ukuran – ukuran pokok kapal diantaranya: panjang kapal/Length Over All (LOA) 130,20 meter dan lebar kapal 18,60 meter, serta memiliki Summer Draft 8,00 meter.

Dalam melakukan penelitian, lokasi penelitian taruna yaitu di atas kapal MT. Capriole, perusahaan Hong Lam Marine Pte Ltd, jenis kapal Chemical Tanker IMO Type II. Berikut adalah Ship Particular kapal MT. Capriole:

(2)

[SPACE FOR SHIP’S PARTICULAR]

[SPACE FOR SHIP’S PARTICULAR]

(3)

[SPACE FOR CREW LIST]

[SPACE FOR CREW LIST]

(4)

Kapal MT. Capriole mempunyai route yang tiap voyage-nya hanya meliputi Malaysia Barat – Singapura – Malaysia Timur. Kapal ini memuat dan membongkar muatan berupa product oil tiap sandarnya. Dalam pengoperasiannya, muatan yang akan dibongkar dan dimuat atau dikenal dengan istilah Discharging dan Loading terhitung dalam sebuah Voyage Instructions yang diberikan oleh Charterer dan akan diperiksa kembali oleh Mualim I di atas kapal dengan dibuatnya sebuah Stowage Plan untuk proses bongkar dan memuat muatan. Hal tersebut dilakukan pada setiap voyage baik pada saat loading maupun discharging.

Tabel 4.1.1 Crew List MT. Capriole

No Jabatan Kebangsaan

1 Kapten Bangladesh

2 Mualim I Cina

3 Mualim II Cina

4 Mualim III Bangladesh

5 Mualim IV Indonesia

6 KKM Indonesia

7 Masinis II Myanmar

8 Masinis III Cina

9 Masinis IV Cina

10 Masinis V Cina

11 Bosun Indonesia

12 Juru Mudi Indonesia

13 Juru Mudi Indonesia

14 Juru Mudi Indonesia

15 Kadet Indonesia

16 Tukang Las Bangladesh

17 Juru Minyak Indonesia 18 Juru Minyak Indonesia

19 Koki Indonesia

Sumber: IMO Crew List Arrival to Tawau MT. Capriole

(5)

MT. Capriole memiliki kru campuran yang datang dari berbagai negara, sehingga di atas kapal semua kru harus bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris, terlebih khusus Bahasa Inggris Maritim, untuk menghindari miscommunication yang dapat membahayakan pekerjaan, muatan, kapal dan lingkungan sekitar kapal.

B. Hasil Penelitian 1. Penyajian Data

Sesuai dengan masalah yang diangkat maka sebagai deskripsi data, akan dijelaskan tentang keadaan yang terjadi di kapal, sehingga dengan deskripsi ini penulis mengharapkan agar pembaca mampu dan bisa merasakan tentang semua hal yang terjadi selama penulis melaksanakan penelitian.

Penerapan Maritime English di atas kapal harus dilakukan dengan baik dan benar, baik pada saat kapal sedang berlayar maupun saat kapal sedang melaksanakan cargo operation atau sandar di sebuah pelabuhan. Sebab jika hal ini tidak diterapkan dengan baik maka akan mengakibatkan terjadinya kesalahan maupun kecelakaan yang tidak diinginkan, sehingga dapat merugikan semua pihak yang terlibat dalam sebuah operasi, baik charterer, owner dari perusahaan pelayaran maupun dapat membahayakan kru yang berada di atas kapal.

Berdasarkan hasil penelitian penulis selama berada di atas kapal MT.

Capriole pada saat kapal berlayar maupun saat kapal sedang melaksanakan cargo operation atau sandar di sebuah pelabuhan sering terjadi kesalahan pada saat melakukan komunikasi yang diakibatkan karena tidak diterapkannya

(6)

Maritime English dengan baik dan benar. Di bawah ini adalah beberapa contoh kejadian yang terjadi dan diuraikan sebagai berikut:

a. Hampir terjadinya cargo overfill pada saat kapal sedang memuat muatan Pada tanggal 10 November 2017 kapal MT. Capriole sedang melakukan loading operation di Sungai Udang Port, Melaka, Malaysia pada Voyage no. 27/18. Di mana kejadian terjadi pada malam hari pukul 22.00 LT pada saat Mualim III hendak memberikan sebuah perintah kepada AB jaga yang sedang bertugas di dek. Pada saat itu Mualim III yang berkebangsaan Cina memberikan sebuah perintah kepada AB yang berkebangsaan Indonesia untuk membuka valve nomor 2 kiri melalui walkie-talkie, tetapi dikarenakan aksen yang berbeda serta perintah dan jawaban yang tidak sesuai dengan SMCP maka AB yang berada di dek membuka valve nomor 4 kiri yang pada saat itu sudah mencapai tahap topping off, Mualim III yang tidak menyadari akan hal ini meninggalkan ruang kontrol dan melakukan 2-hourly checking di dek, setelah sampai di daerah manifold kemudian Mualim III menyadari bahwa AB jaga telah melakukan sebuah kesalahan dan segera membuka valve nomor 2 kiri dan menutup valve 4 kiri. Beruntung kejadian itu tidak begitu lama disadari oleh Mualim III dan tidak sampai terjadi cargo overfill.

(7)

Gambar 4.1.1 Kondisi Manifold MT. Capriole

Sumber: Gambar Kapal MT. Capriole b. MT. Capriole hampir bertubrukan dengan MV. Danum 9

Sekitar pukul 21.00 LT di daerah Laut China Selatan MT. Capriole hampir bertubrukan dengan sebuah kapal container MV. Danum 9 yang disebabkan karena terjadinya miscommunication antara perwira dek MT.

Capriole dengan perwira dek MV. Danum 9. Kejadian ini terjadi pada tanggal 09 Juli 2018 saat kapal sedang berlayar dari Bintulu menuju Sungai Udang, Melaka setelah selesai melaksanakan proses bongkar muatan pada voyage no. 15-18. Pada saat itu terjadi sebuah situasi kapal berhadapan dengan kecepatan MT. Capriole adalah 12.4 knots dan MV.

Danum 9 adalah 8.6 knots. Mempelajari situasi ini Mualim III mengambil inisiatif untuk mengubah haluan kapal ke kanan¸ akan tetapi pada saat itu terlihat melalui Radar MV. Danum 9 perlahan-lahan mengubah haluannya ke kiri. Melihat hal tersebut Mualim III MT. Capriole yang berkebangsaan Bangladesh mencoba untuk memanggil MV. Danum 9 melalui Radio VHF untuk memastikan keputusan yang akan diambil dalam situasi ini, setelah

(8)

beberapa saat perwira dek MV. Danum 9 menjawab panggilan Mualim III MT. Capriole dengan menggunakan bahasa Cina, pada saat itulah terjadi miss communication antara kedua perwira dek di kedua kapal yang terlibat, melihat CPA sudah menunjukan angka di bawah 0.50 nm, maka Mualim III MT. Capriole yang awalnya sudah mengubah haluan ke kanan langsung mengubah haluan ke kiri untuk menghindari tubrukan yang dikarenakan perwira dek MV. Danum 9 tidak bisa merespon pesan yang disampaikan oleh Mualim III MT. Capriole.

Gambar 4.1.2 Situasi antara MT. Capriole dengan MV. Danum 9

Sumber: ECDIS MT. Capriole

c. MT. Capriole hampir keluar dari separation lane atau traffic lane memasuki separation zone di TSS Singapore Strait

Pada tanggal 26 Juli 2018 voyage no. 17/18 Kapal sedang berlayar dari Sungai Udang, Melaka menuju Kuching. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 21.30 LT pada saat kapal sedang melewati Singapore Strait. Saat itu haluan kapal adalah 040o dan Mualim III berkebangsaan Bangladesh hendak memberikan perintah kepada juru mudi berkebangsaan Indonesia

(9)

untuk mengubah haluan kapal menjadi 045o, juru mudi yang memiliki aksen yang berbeda menerima perintah kemudi 5 kiri dan memutar kemudi ke kiri sebanyak 5 derajat, setelah beberapa saat kemudian terdengar sebuah alarm pada ECDIS, dan Mualim III menyadari bahwa kapal yang seharusnya menuju ke kanan tetapi malah berputar ke kiri, ketika itu Mualim III melihat Rudder Indicator menunjukan angka 5 kiri dan segera memberitahu juru mudi untuk melakukan cikar kanan.

Beruntung saat itu situasi di Singapore Strait tidak terlalu ramai seperti biasanya dikarenakan terjadinya kesalahan yang terjadi dalam berkomunikasi dapat mengakibatkan sebuah kecelakaan.

d. Hampir terjadinya tubrukan dengan kapal kargo Georgia Sejahtera

Pada saat itu MT. Capriole sedang membawa muatan berupa Naphtha yang dibawa dari Bintulu menuju Anyer, Indonesia pada voyage no. 25/18. Kapal berada di tengah Laut Jawa pada tanggal 02 Oktober 2018 saat kejadian ini terjadi. Sekitar pukul 20.30 LT terjadi situasi menyilang antara MT. Capriole dengan Georgia Sejahtera. Pada saat itu perwira dek Georgia Sejahtera memanggil MT. Capriole lewat Radio VHF yang di jawab oleh Mualim III MT. Capriole yang berkebangsaan Cina.

Kemudian perwira dek Georgia Sejahtera mengatakan “What is your forward?”, saat itu Mualim III MT. Capriole langsung menuju Radar dan ECDIS untuk memeriksa apakah ada sesuatu di depan kapal MT. Capriole, akan tetapi saat itu tidak ditemukan sebuah objek ataupun kapal baik di Radar maupun ECDIS, saat itu Kapten MT. Capriole yang berkebangsaan Indonesia langsung mengambil alih radio dan menanyakan maksud dari

(10)

perwira dek Georgia Sejahtera menggunakan Bahasa Indonesia mengingat kapal sudah semakin dekat dan dapat mengakibatkan turbrukan, kemudian akhirnya Kapten menemukan maksud dari pertanyaan perwira dek Georgia Sejahtera adalah “berapa haluan kapal anda?” akan tetapi karena kurangnya kemampuan Maritime English dari perwira dek Georgia Sejahtera menyebutkan “What is your forward?”. Setelah memastikan keputusan masing-masing kapal akhirnya tubrukan yang hampir terjadi saat itu dapat dihindari.

Gambar 4.1.3 Situasi antara MT. Capriole dengan Georgia Sejahtera

Sumber: ECDIS MT. Capriole

Dari pengalaman yang didapatkan penulis selama praktek laut di atas MT. Capriole, bahwa Maritime English sangatlah berpengaruh dalam menunjang keselamatan pelayaran mengingat sebuah kesalahan kecil dalam komunikasi di atas kapal saat kapal sedang berlayar maupun kapal sedang melakukan operasi bongkar muat dapat berakibat fatal.

2. Analisis Data

(11)

Dari beberapa data yang sudah penulis sebutkan di atas dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Hampir terjadinya cargo overfill pada saat kapal sedang memuat muatan Sesuai dengan dugaan langsung bahwa kejadian ini terjadi disebabkan oleh perbedaan aksen antara Mualim III yang berkebangsaan Cina dengan AB yang berkebangsaan Indonesia pada saat memberikan perintah untuk membuka valve nomor 2 kiri melalui walkie-talkie, Mualim III mengatakan “open two port” akan tetapi AB yang berada di dek mendengar perintah yang diberikan adalah “open four port” dan hanya membalas perintah dengan “okay” kemudian AB tersebut membuka valve nomor 4 kiri yang pada saat itu sudah mencapai tahap topping off. Akan tetapi sesuai dengan ketentuan SMCP ‘Produce Full Answer’ pada saat itu seharusnya AB jaga kembali membalas perintah yang diberikan dengan mengatakan “Okay, open four port” sehingga Mualim III akan menyadari telah terjadi kesalahan dalam komunikasi saat memberikan perintah dengan jawaban yang diberikan oleh AB jaga kemudian segera mengoreksi kesalahan yang telah terjadi. Hal ini tentu saja dapat dihindari apabila AB jaga pada saat itu menerapkan Maritime English dalam komunikasi yang dilakukan terlebih khusus saat berkomunikasi dengan orang berkebangsaan lain menggunakan radio. Ketentuan dari SMCP ketentuan SMCP ‘Produce Full Answer’ adalah AB tersebut harus mengulangi pertanyaan, pernyataan ataupun perintah yang diberikan oleh Mualim III atau perwira lainnya, untuk mengklarifikasi tentang perintah dan arahan yang diberikan atasan ataupun sebaliknya. Dengan kelalaian

(12)

ini hampir menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi semua pihak yang terlibat.

Dari sini terlihat dengan pengalaman AB yang sudah bertahun- tahun bekerja di luar negeri pun masih memungkinkan terjadinya kesalahan dalam berkomunikasi.

b. MT. Capriole hampir bertubrukan dengan MV. Danum 9

Sesuai dengan Colregs rules 14 paragraph (a) berbunyi “When two power-driven vessels are meeting on reciprocal or nearly reciprocal courses so as to involve risk of collision each shall alter her course to starboard so that each shall pass on the port side of the other”, maka pada saat itu baik perwira dek MT. Capriole maupun perwira dek MV. Danum 9 seharusnya dapat langsung mengambil keputusan untuk mengubah masing-masing haluan kapal ke kanan, akan tetapi pada saat itu MV.

Danum 9 mengubah haluannya ke kiri pada saat MT. Capriole telah mengubah haluan ke kanan yang menyebabkan terjadinya near miss antara MT. Capriole dengan MV. Danum 9.

Hal ini tentu saja dapat dihindari dari awal apabila sudah terjadi komunikasi yang baik antara kedua perwira pada masing-masing kapal, terlepas dari peraturan Colregs yang tertulis bahwa kapal harus mengubah haluan ke kanan, namun apabila MV. Danum 9 memiliki batasan untuk mengubah haluan ke kanan dan lebih memilih untuk mengubah haluan ke kiri seharusnya perwira kapal MV. Danum 9 harus menghubungi dan menjelaskan situasinya kepada perwira MT. Capriole. Akan tetapi kejadian pada saat itu membuktikan bahwa perwira di MV. Danum 9 tidak

(13)

menggunakan Maritime English dalam pekerjaannya yang meliputi navigasi laut. Tidak hanya Maritime English, bahkan perwira di atas kapal MV. Danum tidak dapat berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dan malah menggunakan bahasa Cina pada saat melakukan komunikasi lewat Radio VHF. Hal ini membuktikan bahwa perwira di MV. Danum 9 tidak mengikuti STCW Code, 2010, Table A-II/I Kolom II yang menyatakan

“Pengetahuan Bahasa Inggris yang memadai memungkinkan perwira untuk menggunakan peta dan publikasi nautika lainnya, untuk memahami informasi dan pesan meteorologi mengenai keselamatan dan operasi kapal, untuk berkomunikasi dengan kapal lain, stasiun pantai dan pusat VTS dan untuk melaksanakan tugas dari perwira juga dengan awak yang menggunakan berbagai bahasa, termasuk kemampuan untuk menggunakan dan memahami Standard Marine Communication Phrases (SMCP) IMO

pada aturan ini menyebutkan bahwa sebagai perwira laut harus bisa menggunakan Bahasa Inggris termasuk kemampuan untuk menggunakan dan memahami SMCP.

Kejadian seperti ini akan sangat berbahaya apabila pada saat itu Mualim III MT. Capriole tidak melakukan keputusan dengan cepat di tengah miss communication yang terjadi antara kedua kapal.

c. MT. Capriole hampir keluar dari separation lane atau traffic lane memasuki separation zone di TSS Singapore Strait

Hal yang seharusnya tidak perlu terjadi pada saat melintasi alur pelayaran sempit seperti selat, khususnya saat melewati Singapore Strait, akan tetapi hal ini dapat terjadi disebabkan Mualim III yang

(14)

berkebangsaan Bangladesh tidak mengikuti aturan SMCP pada saat hendak memberikan perintah kepada juru mudi berkebangsaan Indonesia untuk mengubah haluan kapal menjadi 045o dengan perintah yang diberikan adalah “four-five” yang kemudian diterima oleh juru mudi sebagai “port-five” dan memutar kemudi ke kiri. Akan tetapi sesuai dengan aturan SMCP Chapter 6 Point K tentang penyebutan angka, bahwa seharusnya Mualim III memberikan perintah berupa “zero-four-five”, dan AB jaga juga harus membalas dengan jawaban utuh “zero-four-five”.

Berbeda dengan penyebutan sudut haluan sesuai dengan peraturan SMCP Chapter 6 Point K yang misalnya 15 disebut dengan “fifteen” dan 20 disebut dengan “twenty”.

Tentu saja kejadian seperti ini dapat dihindari jika Mualim III memberikan perintah sesuai dengan aturan dari SMCP dan kapal tidak akan keluar dari separation lane atau traffic lane memasuki separation zone pada saat melintasi Singapore Strait yang dapat berakibat fatal pada keselamatan pelayaran.

d. Hampir terjadinya tubrukan dengan kapal kargo Georgia Sejahtera

“What is your forward?”, menunjukan betapa minimnya kemampuan Maritime English maupun kemampuan dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris dari perwira dek Georgia Sejahtera yang berkebangsaan Indonesia yang seharusnya menyebutkan “What is your course?”. Bahkan beberapa saat setelah menanyakan haluan MT. Capriole dengan cara yang salah, perwira dek Georgia Sejahtera kembali memanggil MT. Capriole dan menanyakan “What is your score?” yang

(15)

sebetulnya ingin diketahui oleh perwira dek Georgia Sejahtera ada berapa kelajuan dari MT. Capriole yang seharusnya menanyakan “What is your speed?”. Seperti halnya dengan MV. Danum 9, kejadian ini merupakan kelalaian dari perwira Georgia Sejahtera yang tidak memenuhi syarat STCW Code, 2010, Table A-II/I yang merupakan standard minimal kemampuan yang harus dimiliki seorang pelaut.

Dari kejadian ini terlihat gambaran dari sebagian perwira dek berkebangsaan Indonesia masih memiliki kemampuan yang sangat minim tentang Maritime English dan tetap melanjutkan kebiasaan yang salah ini yang dapat menuntun pada sebuah kecelakaan.

C. Pembahasan

Untuk memecahkan masalah - masalah mengenai kejadian buruk yang pernah penulis alami selama praktek laut di MT. Capriole adalah sebagai berikut:

a. Hampir terjadinya cargo overfill pada saat kapal sedang memuat muatan Proses pemecahan masalah yang dilakukan setelah kejadian ini adalah pada saat kapal berlayar Mualim I mengumpulkan awak dek untuk melaksanakan Safety Meeting di CCR. Dalam Safety Meeting ini Mualim I membahas tentang kesalahan pada komunikasi yang telah terjadi pada saat operasi sedang berlangsung, Mualim I menekankan untuk melakukan komunikasi lewat walkie-talkie menggunakan aturan SMCP yaitu

‘Produce Full Answer’ dengan demikian tidak akan terjadi lagi kejadian serupa baik pada saat memberikan perintah maupun menerima perintah yang dapat mengakibatkan kerugian yang fatal pada semua pihak.

(16)

Hal ini seharusnya sudah menjadi perhatian semua kru kapal mengingat kru MT. Capriole terdiri dari beberapa kru dari beberapa negara yang berbeda, dan memiliki alur pelayaran yang tidak menentu dalam cakupan Asia Tenggara, tentu saja Maritime English haruslah menjadi hal mendasar yang harus dikuasai dan juga diterapkan oleh semua kru di atas kapal.

b. MT. Capriole hampir bertubrukan dengan MV. Danum 9

Mengingat kejadian ini terjadi dikarenakan perwira dek di kapal MV. Danum 9 yang tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris, maka dari belajar dari hal ini Kapten menginstruksikan kepada perwira yang melakukan jaga di bridge untuk lebih fokus dan lebih cepat mengambil keputusan ataupun memanggil kapal yang sekiranya memiliki bahaya tubrukan dengan MT. Capriole.

Seperti dalam Colregs rules 7 paragraph (a) berbunyi “Every vessel shall use all available means appropriate to the prevailing circumstances and conditions to determine if risk of collision exists. If there is any doubt such risk shall be deemed to exist”.

Artinya setiap perwira ataupun awak kapal yang melakukan dinas jaga navigasi harus menggunakan semua sarana yang ada di atas kapal yang berkaitan dengan kegiatan navigasi sesuai dengan keadaan dan kondisi untuk menentukan bahaya tubrukan itu ada. Setiap saat ada keraguan harus dianggap bahwa bahaya tubrukan itu ada.

Mengingat kejadian ini terjadi karena faktor luar dari MT. Capriole maka solusi berdasarkan SMCP adalah untuk para perwira kapal dan awak

(17)

kapal di MT. Capriole untuk dapat menggunakan 8 Message Markers yaitu, Instruction, Advice, Warning Information, Question, Answer, Request, Intention. Hal ini akan memudahkan komunikasi antara 2 pihak baik antara kapal dengan darat, darat dengan kapal, maupun kapal dengan kapal lainnya. Cukup dengan menyatakan Messege Markers pada awal kalimat dan dilanjutkan dengan kalimat yang akan diajukan, sehingga hal ini dapat meminimalisir miss communication pada saat MT. Capriole akan melakukan komunikasi dengan pihak lainnya.

c. MT. Capriole hampir keluar dari separation lane atau traffic lane memasuki separation zone di TSS Singapore Strait

Kejadian ini dibuatkan sebuah memo yang dituliskan oleh Kapten MT. Capriole bahwa setiap perwira dek maupun juru mudi pada saat melakukan kemudi manual harus tetap menjaga komunikasi yang baik dan selalu memberikan jawaban dengan suara yang lantang, sehingga hal seperti ini dapat dihindari pada kesempatan selanjutnya.

Kejadian ini sangatlah berbahaya terutama ketika terjadi saat kapal sedang melintasi Singapore Strait yang merupakan salah satu Traffic Separation Scheme (TSS) yang biasanya selalu padat dengan kapal-kapal yang akan menuju ke Cina ataupun ke India, beruntung pada saat kejadian ini terjadi situasi Singapore Strait saat itu tidak terlalu ramai dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak.

d. Hampir terjadinya tubrukan dengan kapal kargo Georgia Sejahtera

Sama halnya dengan kejadian antara MT. Capriole dan MV.

Danum 9 yang disebabkan oleh perwira dek pada kapal oposisi yang tidak

(18)

dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan baik maka dari itu perwira dek dari MT. Capriole harus dapat mengambil keputusan dengan tepat sebelum bahaya tubrukan terjadi, mengingat kru kapal MT.

Capriole tidak semuanya berbangsaan Indonesia.

(19)

58 PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan proses penelitian yang dilakukan penulis selama melaksanakan praktek laut dapat disimpulkan bahwa:

1. Masih ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh awak kapal yang disebabkan karena miscommunication saat bekerja di atas kapal contohnya kesalahan pada saat cargo operation yang hampir terjadinya cargo overfill dikarenakan AB jaga saat itu tidak mengikuti aturan SMCP “Produce Full Answer” ataupun saat bernavigasi di Singapore Strait dan Mualim III salah mengucapkan perintah dan berlawanan dengan aturan SMCP yang mengakibatkan juru mudi mengemudikan kapal menuju haluan yang berbeda dengan Passage Plan yang sudah ditentukan.

2. Tindakan yang dilakukan oleh awak kapal untuk mencegah miscommunication saat bekerja di atas kapal adalah dengan memahami dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya SMCP pada saat bekerja di atas kapal serta tindakan yang dilakukan oleh perwira di atas kapal adalah dengan membuat Safety Meeting ataupun Memo yang ditujukan kepada seluruh awak kapal untuk lebih memperhatikan lagi tentang Maritime English, terlebih khusus keadaan di atas MT. Capriole yang memiliki kru dengan kebangsaan yang berbeda-beda.

3. Maritime English sangatlah berpengaruh pada keselamatan pelayaran di atas kapal. Dibuktikan dengan masih terjadinya beberapa kesalahan ataupun near

(20)

miss yang disebabkan karena miscommunication pada saat bekerja di atas kapal. Dengan mencegah hal ini untuk terjadi yaitu dengan menerapkan Maritime English dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari hal ini akan sangat berguna dan tentu saja dapat meningkatkan kualitas perkapalan dunia.

B. Saran

Melalui hasil kesimpulan di atas diharapkan kepada setiap pembaca yang ada baik taruna maupun pelaut lainnya untuk terus mengasah kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris, terlebih khusus menggunakan Maritime English yang di dalamnya terdapat aturan-aturan yang sesuai dengan Standard Marine Communication Phrases (SMCP). Karena kesalahan yang terjadi di atas kapal tidak hanya dilakukan oleh taruna ataupun ABK akan tetapi semua kru kapal termasuk para perwira di atas kapal.

Selain itu, pelaut ataupun perwira di atas kapal dapat membuat latihan di luar drill yang membahas tentang Maritime English, mulai dari percakapan sederhana, percakapan melalui walkie-talkie antara para kru di atas kapal, maupun percakapan melalui Radio VHF dengan kapal lain, pelabuhan ataupun subjek dari luar kapal lainnya dalam rangka meningkatkan kewaspadaan dan mutu para kru yang ada di atas kapal.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turnover Dan Return On Asset Terhadap Dividen Payout Ratio Pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di