• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Preeklampsia merupakan gangguan dengan etiologi yang tidak diketahui secara khusus pada perempuan hamil. Bentuk sindrom ini ditandai oleh hipertensi dan proteinuria yang terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan. Menurut tingkat keparahannya, preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu: preeklampsia ringan, hipertensi dengan tekanan darah lebih 140/90 mmHg, proteinuria lebih dari sama dengan 300 mg/24 jam atau > +1 dipstik serta terdapat edema tetapi edema lokal tidak dimasukkan ke dalam kriteria kecuali edema lengan, muka dan perut dan preeklampsia berat, preeklampsia dengan tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 160 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 2g/24 jam atau > +2 pada dipstik (Cunningham, 2010). Eklampsia adalah preeklampsia yang ditandai dengan adanya kejang. Eklampsia yang tidak dikendalikan dengan baik akan dapat mengakibatkan kecacatan menetap atau bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi. Hal ini dapat meningkatkan angka kematian ibu dan kematian janin (Benson, 2009).

Tingkat keparahan preeklampsia ditandai dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteinuria 2+, terjadinya kejang (eklampsia), gangguan penglihatan, nyeri abdomen atas, terjadi trombositopenia, hemolisis, pertumbuhan janin terhambat, edema paru, dan oliguria. Proteinuria dan hipertensi adalah manifestasi klinis yang dominan pada preeklampsia karena ginjal menjadi target

(2)

penyakit pada beberapa organ seperti kegagalan ginjal, kerusakan pada organ hati, dan terjadinya perdarahan intrakranial. Sedangkan kejang pada pasien preeklampsia meningkatkan angka kematian ibu dan kematian janin dikarenakan terjadinya kolaps sirkulasi. Keterlibatan hepar pada preeklampsia-eklampsia adalah hal yang serius dan disertai dengan keterlibatan organ lain terutama ginjal dan otak, bersama dengan hemolisis dan trombositopenia atau sindrom HELLP (Muhani, 2015).

Preeklampsia termasuk dalam salah satu triad of mortality, selain perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2014, di Asia Tenggara kematian ibu yang diakibatkan oleh preeklampsia sebesar 17% dan di Indonesia sebesar 25%. Di negara berkembang, insiden eklampsia diperkirakan sekitar 1 kasus per 100 kehamilan hingga 1 kasus per 1700 kehamilan atau 300 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan negara maju.

Berdasarkan Overview of Maternal Health in ASEAN Countries pada tahun 2011 oleh WHO, dilaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-3 tertinggi di kawasan ASEAN untuk jumlah kematian maternal setelah negara Laos dan Kamboja.

Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari laporan rutin Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tahun 2010, dilaporkan bahwa preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab nomor dua terbanyak kematian maternal di Indonesia (Andriani dkk, 2016).

Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas merupakan determinan langsung kematian ibu. Semakin tinggi kasus komplikasi maka semakin tinggi pula kasus kematian ibu. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 rata-rata AKI di Indonesia tercatat mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka ini masih jauh dari target MDGS yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Di Jawa Barat jumlah kematian ibu maternal yang terlaporkan sebanyak 696 orang (76,03/100.000 KH) sementara untuk

(3)

Kabupaten Bandung (63,6/100.000 KH) atau sekitar 60 orang pada 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Jabar 2017).

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, jumlah kematian ibu pada tahun 2018 adalah sebanyak 39 orang. Hal ini diakibatkan karena komplikasi obstetri dimana Preeklampsia Berat (PEB) menduduki peringkat pertama sebagai komplikasi kehamilan tertinggi yaitu sebanyak 658 kasus, disusul dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) sebanyak 593 kasus, perdarahan sebanyak 386 kasus dan partus macet sebanyak 92 kasus.

Gambar 1.1 Komplikasi Persalinan Tahun 2018

Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat pertama perlu memberikan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Eryando, 2017). Salah satu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang diinginkan adalah penanganan komplikasi kebidanan melalui Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar (PONED). Terdapat 16 PONED yang tersebar di Puskesmas wilayah Kabupaten Bandung pada tahun 2018. Adapun 10 PONED dengan kasus PEB tertinggi antara lain:

38%

34%

23%

5%

Komplikasi Persalinan Tahun 2018

1 PEB 2 KPD 3 Perdarahan 4 Partus macet

(4)

Gambar 1.2 Data Puskesmas Dengan Kasus PEB Tertinggi Berdasarkan diagram di atas, Puskesmas Ciparay DTP merupakan puskesmas dengan kasus PEB terbanyak dengan presentase 11%. Disusul dengan Puskesmas Ibun dengan presentase 9,8%, Puskesmas Pasirjambu 8,6%, Puskesmas Nagrek 8,4%, Puskesmas Rancabali 6,8%, Puskesmas Margaasih 6,3%, Puskesmas Cikancung 6,3%, Puskesmas Solokan Jeruk 6%, Puskesmas Cikalong 5,8% dan Puskesmas Rawabogo sebanyak 5,4%.

Selama 3 tahun terakhir diperoleh data bahwa jumlah kasus PEB di Puskesmas Ciparay DTP terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016, jumlah kasus PEB adalah sebanyak 8,1% dan meningkat menjadi 8,5% di tahun 2017. Lalu di tahun 2018, kasus PEB kembali meningkat dengan presentase 11%. Maka dari itu, perlunya penanganan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut sehingga jumlah kasus PEB tidak terus meningkat di setiap tahunnya.

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

Puskesmas Ciparay Puskesmas Ibun Puskesmas Pasir Jambu Puskesmas Nagrek Puskesmas Rancabali Puskesmas Margaasih Puskesmas Cikancung Puskesmas Solokan Jeruk Puskesmas Cikalong Puskesmas Rawabogo

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Data 10 Puskesmas Dengan Presentase Kasus PEB

Terbanyak

(5)

Preeklampsia merupakan sekumpulan gejala yang dapat timbul pada wanita hamil, melahirkan dan nifas. Preeklampsia ringan dapat berubah menjadi preeklampsia berat karena gejala yang muncul kerap tak disadari oleh ibu hamil sehingga meningkatkan keparahan akibat penyakit tersebut. Morbiditas dan mortalitas akibat preeklampsia berat cukup signifikan jika dibandingkan dengan preeklampsia ringan. Sehingga perlu adanya langkah antisipasi untuk mencegah komplikasi maternal dengan perbaikan akses pelayanan kesehatan dan perawatan prenatal yang adekuat selama masa kehamilan (Indriyani, 2013).

Preeklampsia merupakan penyakit dengan multiple causes. Artinya etiologi belum diketahui secara pasti namun terdapat berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko munculnya preeklampsia yakni usia ibu, gravida, paritas, riwayat abortus, usia gestasi, pendidikan, pekerjaan, riwayat hipertensi, perilaku ANC dan riwayat kontrasepsi hormonal. Faktor-faktor tersebut penting untuk diteliti karena memberikan kontribusi yang besar terhadap kejadian preeklampsia. (Mitayani, 2013).

Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat. Karena pada usia kurang dari 20 tahun ukuran uterus belum mencapai ukuran yang normal untuk kehamilan sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan sehingga kemungkinan terjadinya gangguan dalam kehamilan seperti preeklampsia menjadi lebih besar (Muzalfah, 2018). Ibu primigravida lebih berisiko mengalami preeklampsia karena terjadi sindrom inflamasi. Sama halnya dengan implantasi atau persalinan yang berulang-ulang akan memiliki banyak risiko terhadap kehamilannya salah satunya adalah preeklampsia. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) merupakan paritas beresiko terjadinya preeklampsia karena terjadi penurunan fungsi

(6)

sistem reproduksi (Henderson, 2006 dalam Pratiwi, 2015). Kejadian abortus turut menjadi faktor risiko preeklampsia terkait adanya lesi sehingga mengakibatkan gangguan implantasi pada kehamilan selanjutnya dan dapan meningkatkan risiko preeklampsia (Maliana, 2016).

Pendidikan berhubungan dengan kejadian preeklampsia terkait usaha ibu menyerap informasi mengenai pencegahan dan faktor-faktor preeklampsia (Gustri, 2016). Menurut penelitian ibu yang bekerja meningkatkan risiko mengalami preeklampsia dibandingkan ibu yang tidak bekerja akibat stress dan berbagai aktivitas fisik di tempat kerja. Pemeriksaan ANC juga berhubungan dengan kejadian preeklampsia sesuai dengan hasil penelitian Saraswati (2016) sama halnya dengan riwayat kontrasepsi hormonal yang memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian preeklampsia (Muzalfah, 2018).

Hasil studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan berdasarkan data rekam medis ibu dengan penyakit preeklampsia di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung tahun 2018, diperoleh hasil dengan 10 responden dengan hasil 4 responden dengan usia tidak berisiko dan 6 responden dengan usia berisiko. 6 responden yang mengalami preeklampsia merupakan primigravida dan 4 responden multigravida.

Sedangkan 4 orang dengan paritas berisiko dan 6 orang dengan paritas tidak berisiko.

4 responden dengan riwayat abortus sedangkan 6 responden lainnya tidak dengan riwayat abortus serta 2 responden dengan usia gestasi ≤37 minggu dan 8 orang dengan usia gestasi >37 minggu. Sedangkan pada riwayat hipertensi, 3 orang memiliki riwayat hipertensi dan 7 orang tidak memiliki riwayat hipertensi. Pada variabel pendidikan, 3 reponden berpendidikan tinggi dan 7 responden berpendidikan rendah.

2 responden bekerja dan 8 responden tidak bekerja. Pada variabel pemeriksaan ANC

(7)

4 responden melakukan pemeriksaan ANC secara lengkap dan 6 responden melakukan pemeriksaan ANC secara tidak lengkap. Untuk variabel riwayat kontrasepsi hormonal 8 responden memiliki riwayat kontrasepsi hormonal dan 2 responden tidak memiliki riwayat kontrasepsi hormonal.

Berdasarkan latar belakang di atas dengan banyaknya kejadian preeklampsia peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah: Faktor-Faktor Apa Saja Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung?.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi kejadian preeklampsia berat di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

b. Mengidentifikasi hubungan antara usia ibu dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

(8)

c. Mengidentifikasi hubungan antara gravida dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

d. Mengidentifikasi hubungan antara paritas dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

e. Mengidentifikasi hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

f. Mengidentifikasi hubungan antara usia gestasi dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

g. Mengidentifikasi hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

h. Mengidentifikasi hubungan antara pendidikan dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

i. Mengidentifikasi hubungan antara pekerjaan dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

j. Mengidentifikasi hubungan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

k. Mengidentifikasi hubungan antara riwayat kontrasepsi hormonal dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

l. Mengidentifikasi faktor yang paling dominan terhadap kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di Puskesmas Ciparay DTP Kabupaten Bandung.

(9)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai pemantapan atau pembuktian teori tentang faktor-faktor determinan terjadinya preeklampsia.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat Bagi Puskesmas

Dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil dengan cara menentukan program untuk mencegah faktor-faktor yang bisa menimbulkan preeklampsia.

2. Manfaat Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia kehamilan. Sehingga masyarakat khususnya ibu hamil dapat lebih waspada dalam menjaga kehamilan atau menghindari faktor pencetus timbulnya kejadian preeklampsia.

3. Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai pengetahuan, informasi, dan referensi dalam penelitian selanjutnya terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia kehamilan.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 76%, berumur 45-65 tahun 80%, memiliki status gizi yang normal 48%, tidak memiliki riwayat keturunan