BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengumpulan Tanaman Uji dan Determinasi Tanaman
Pada penelitian ini tanaman uji yang digunakan adalah tanaman kentut (Paederia foetida L.) dan bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya.
Tanaman tersebut diperoleh dari dua tempat yang berbeda yaitu dari Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung dengan ketinggian 600-700m dpl dan Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut dengan ketinggian 100m dpl. Sebelum dilakukan pengujian, tanaman tersebut dideterminasi terlebih dahulu di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung.
Tujuan dilakukan determinasi adalah untuk memastikan tanaman yang digunakan benar dan jika dilihat dari hasil yang diperoleh ternyata memang benar bahwa tanaman tersebut adalah daun kentut (Paederia foetidaL.). Hasil determinasi daun kentut dapat dilihat pada lampiran 1.
5.2. Pembuatan Simplisia Uji
Dalam proses pembuatan simplisia uji, bagian tanaman yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau dengan ukuran daun yang besar dan yang kecil.
Hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan dalam hal pengambilan tanaman serta lebih spesifik untuk mengidentifikasi tanaman yang akan diuji. Daun kentut yang diperoleh dari Banjaran dengan ketinggian 600-700m dpl dan Cikelet dengan ketinggian 100m dpl dapat dilihat pada lampiran 2.
Proses pengambilannya dilakukan secara acak (random sampling) karena daun kentut merupakan tanaman merambat, yang bisa tumbuh di berbagai tempat.
Tahapan dalam pembuatan simplisia uji yaitu daun kentut yang diperoleh kemudian dicuci bersih menggunakan air yang mengalir dengan tujuan untuk membersihkan kotoran yang menempel pada daun seperti tanah, kerikil ataupun pengotor lainnya kemudian dikeringkan dengan cara disinari lampu 5 watt dengan suhu 200C, karena bagian yang digunakan adalah daun, ditakutkan jika terlalu panas maka akan merusak komposisi kandungan kimia yang terkandung di dalam daun tersebut. Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan kadar air dari daun kentut, sehingga dapat menghentikan reaksi enzimatik dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan tidak mudah rusak selain itu kandungan kimia yang terkandung di dalam nya tidak mengalami perubahan.
Setelah bahan tersebut kering, kemudian dirajang menggunakan blender agar mendapatkan ukuran yang lebih kecil karena dengan ukuran yang kecil maka luas permukaan antara bahan dengan pelarut lebih besar dan untuk lebih memastikan ukuran nya sama maka diayak menggunakan mesh 60, yang nantinya akan menghasilkan simplisia dengan derajat kehalusan kasar sampai agak kasar.
Simplisia yang sudah diayak harus dilakukan sortasi kembali, ditakutkan ada simplisia yang rusak akibat dari proses sebelumnya kemudian disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat dan jangan terkena sinar matahari secara langsung.
5.3. Pembuatan Ekstrak Uji
Pembuatan ekstrak uji dilakukan dengan metode maserasi. Metode tersebut digunakan karena daun kentut memiliki kandungan senyawa yang tidak tahan terhadap panas, ditakutkan senyawa yang diinginkan rusak dan tidak akan tertarik oleh pelarut. Dimana pelarut yang digunakan etanol 96%, merupakan pelarut universal yang biasa digunakan untuk menarik sebanyak mungkin kandungan senyawa yang terdapat di dalam simplisia. Dilakukan selama 3 x 24 jam, perbandingan antara simplisia dan pelarut (1:10). Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporatory pada suhu 400C untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang terkandung di dalam nya. Ekstrak kemudian dipekatkan kembali di atas waterbath untuk memperoleh ekstrak kental. Rendemen ekstrak yang diperoleh untuk Banjaran adalah 9,33% dan Cikelet adalah 7,67%. Hasil perhitungan rendemen ekstrak dapat dilihat pada lampiran 9.
5.4. Penetapan Karakteristik Awal Simplisia Daun Kentut
Dilakukan penetapan karakteristik awal simplisia daun kentut meliputi parameter spesifik yang terkait langsung dengan senyawa yang terkandung di dalam simplisia, parameter non spesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan yang terjadi selama proses pembuatan simplisia.
5.4.1. Parameter spesifik
Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian parameter spesifik meliputi uji organoleptik, penetapan kadar sari larut air dan etanol.
Tabel V.1Hasil parameter organoleptik simplisia daun kentut
Tujuan dilakukan parameter organoleptik adalah untuk pengenalan awal dari simplisia yang akan digunakan untuk pengujian. Jika dilihat pada Tabel V.1 hasil yang diperoleh dari Banjaran dan Cikelet memiliki warna daun yang berbeda tetapi untuk bentuk, bau dan rasa terlihat tidak jauh berbeda. Hal ini terjadi karena ada pengaruh dari cahaya matahari yang dapat mempengaruhi hasil dari fotosintesis sehingga menyebabkan warna daun terlihat berbeda untuk yang di Banjaran dengan ketinggian 600-700m dpl merupakan daerah yang kurang disinari oleh cahaya matahari dibandingkan dengan Cikelet dengan ketinggian 100m dpl lebih banyak disinari oleh cahaya matahari.
Tabel V.2Hasil parameter kadar sari simplisia daun kentut
Parameter kadar sari dilakukan untuk mengetahui berapa banyak kandungan senyawa dalam simplisia yang tersari di dalam pelarut tertentu (air dan etanol). Hasil yang diperoleh, baik untuk yang didaerah Cikelet dan Banjaran, sesuai dengan standar dari MMI, dimana untuk kadar sari larut air tidak kurang dari 21% dan untuk kadar sari larut etanol tidak kurang dari 5%. Hal ini berarti
Banjaran Cikelet
Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar
Warna Hijau tua Hijau agak tua
Bau Agak berbau khas Agak berbau khas
Rasa Tidak berasa Tidak berasa
Parameter Organoleptik Simplisia Daun Kentut
Banjaran Cikelet
Larut air 22,75% 21,09%
Larut etanol 7,12% 6,00%
Parameter Kadar Sari Simplisia Daun Kentut
simplisia daun kentut lebih banyak yang terlarut di dalam etanol dibandingkan di dalam air. Perhitungan parameter kadar sari larut air dan etanol dapat dilihat pada lampiran 5.
5.4.2. Parameter non spesifik
Dilakukan parameter non spesifik meliputi penetapan susut pengeringan, kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam dan penapisan fitokimia yang bertujuan untuk mengetahui kandungan zat yang terkandung di daun kentut.
Tabel V.3Hasil parameter non spesifik simplisia daun kentut
Hasil yang diperoleh ternyata terlihat perbedaan dari parameter yang diuji antara daun kentut yang diperoleh dari Banjaran dan Cikelet. Untuk parameter susut pengeringan, ternyata lebih banyak senyawa yang hilang pada proses pemanasan sebanyak 18,78% untuk Banjaran sedangkan untuk di Cikelet sebanyak 18,27%. Perhitungan parameter susut pengeringan dapat dilihat pada lampiran 6.
Parameter kadar air, menggunakan metode azeotrop yang fungsinya untuk mengetahui berapa banyak kandungan air yang terdapat didalam simplisia. Dari hasil kadar air daun kentut di Banjaran dan Cikelet kurang dari 10%, artinya kadar air yang terdapat disimplisia tersebut memenuhi syarat, karena jika lebih dari 10%
akan membuat simplisia mudah rusak dan memicu perkembangan bakteri, jamur
Banjaran Cikelet
Susut pengeringan 18,78% 18,27%
Kadar air 8,73% 4,24%
Kadar abu total 5,50% 7,33%
Kadar abu tidak larut asam 0,67% 0,80%
Parameter Non Spesifik Simplisia Daun Kentut
dan mikroba, sehingga tidak layak digunakan. Perhitungan parameter kadar air dapat dilihat pada lampiran 7.
Parameter kadar abu, dilakukan dengan cara bahan (simplisia daun kentut) dipanaskan pada suhu 6000C, dimana senyawa organik dan turunan nya akan terdestruksi dan menguap sehingga yang tersisa hanya senyawa yang mengandung unsur mineral dan anorganik. Jika dilihat simplisia daun kentut, ternyata memenuhi standar yaitu kadar abu tidak melebihi 7% dan kadar abu tidak larut asam tidak melebihi 2%, artinya masih berada pada rentang yang diperbolehkan, yang terkait dengan kemurnian dan kontaminasi mikroba. Hal ini menunjukkan bahwa sisa unsur mineral dan anorganik dalam simplisia sebesar 5,61% untuk yang di Banjaran dan 6,75% untuk yang di Cikelet dan unsur tersebut tidak larut asam sebesar 0,28% di Banjaran dan 0,98% di Cikelet. Perhitungan parameter non spesifik simplisia daun kentut dapat dilihat pada lampiran 8.
5.5. Penetapan Karakteristik Awal Ekstrak Uji
Pada ekstrak kental yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian parameter spesifik dan non spesifik meliputi organoleptik, bobot jenis dan penapisan fitokimia.
Tabel V.4Hasil parameter organoleptik dan bobot jenis ekstrak daun kentut
Banjaran Cikelet
Bentuk Kental agak kasar Kental
Warna Coklat kehitaman Hitam
Bau Berbau khas Berbau khas
Rasa Pahit Pahit
Parameter bobot jenis 0,91 gram 0,77 gram Parameter Organoleptik Ekstrak Daun Kentut
Terjadi perbedaan ekstrak kental antara Banjaran yang bentuk nya lebih kasar dibandingkan dengan Cikelet sedangkan dalam hal warna, bau dan rasa tidak jauh berbeda. Parameter bobot jenis dilakukan untuk memberikan batasan tentang besarnya bobot kandungan senyawa yang tersari dan merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih bisa diperoleh dan juga berkaitan dengan kontaminasi dan kemurnian ekstrak (Depkes, 2000 : 1 ). Perhitungan parameter bobot jenis esktrak daun kentut dapat dilihat pada lampiran 10.
5.6. Penapisan Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia dilakukan pada simplisia dan ekstrak daun kentut (Paederia foetida L.), dengan tujuan untuk lebih mengidentifikasi kandungan senyawa kimia yang terdapat di ekstrak dan simplisia.
Tabel V.5Hasil penapisan fitokimia simplisia daun kentut
Keterangan : (+) = Terdeteksi
(-) = Tidak terdeteksi
Banjaran Cikelet
Alkaloid + -
Flavonoid + +
Kuinon + -
Saponin - -
Tanin - -
Polifenolat + +
Monoterpen dan sesquiterpen - -
Triterpenoid dan steroid + +
Identifikasi Golongan senyawa
Jika dilihat pada simplisia daun kentut untuk yang Banjaran lebih banyak terdeteksi golongan senyawa nya dibandingkan dengan yang di Cikelet.
Berdasarkan literatur yang ada bahwa daun kentut memiliki kandungan steroid, polifenolat dan flavonoid dan ternyata dilihat dari hasilnya, baik yang di Banjaran dan Cikelet menunjukan ketiga kandungan tersebut positif mengandung steroid, polifenolat dan flavonoid (Shetti, dkk., 2012 : 2079).
Tabel V.6Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun kentut
Keterangan : (+) = Terdeteksi (-) = Tidak terdeteksi
Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun kentut ternyata berbeda dibandingkan dengan simplisia daun kentut, dimana terdeteksi golongan senyawa yang paling banyak terdapat di Cikelet dibandingkan dengan di Banjaran. Hal ini terjadi, kemungkinan ada senyawa yang belum ada pada simplisia dan ketika menjadi ekstrak kental senyawa tersebut tertarik oleh pelarut tetapi ada juga senyawa yang hilang dalam proses pemanasan.
Kandungan kimia dari daun kentut yang diduga berpotensi untuk menurunkan kadar glukosa darah yaitu iridoid glikosida yang mampu membantu mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes tipe 2, tetapi ada
Banjaran Cikelet
Alkaloid - +
Flavonoid + +
Kuinon + +
Saponin - -
Tanin - -
Polifenolat + +
Monoterpen dan sesquiterpen + +
Triterpenoid dan steroid + +
Identifikasi Golongan senyawa
kandungan senyawa lain seperti flavonoid, steroid, polifenol. Flavonoid merupakan sekelompok senyawa bahan alam yang berasal dari senyawa fenolik yang merupakan pigmen tumbuhan, flavonoid terdiri dari beberapa golongan utama salah satunya flavon yang terdapat di daun kentut (Harbone, 1987 : 14).
Memiliki aktivitas untuk menurunkan kadar glukosa darah pada mencit yang hiperglikemik dengan cara menghambat kerja dari GLUT (Glucose Transporter Isoform 2) merupakan suatu protein transporter glukosa yang terdapat pada membran usus (Nofritasari, 2006 : 12). Polifenol memiliki sifat sebagai antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas, mengurangi stress oksidatif, menurunkan ekspresi TNF-α, sehingga mampu mengurangi komplikasi diabetes melalui pengurangan stress oksidatif dan TNF-α (Widowati, 2008 : 7). Steroid merupakan bagian struktur aglikon dari saponin, memiliki Aplysterylacetate yang dapat menstimulasi keluarnya insulin dari pankreas sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sediarso dkk., 2008 : 69).
5.7. Pembuatan Sediaan Uji
Sebelum dilakukan pengujian kadar glukosa darah, dibuat sediaan terlebih dahulu, ekstrak daun kentut yang diperoleh kemudian dibuat sediaan suspensi dengan suspending agent CMC-Na 0,5% tujuan nya agar lebih mudah untuk diabsorbsi, memiliki homogenitas yang tinggi, serta dapat menutupi rasa atau bau yang tidak enak yang dihasilkan oleh zat aktif, mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil di dalam air serta dapat digunakan bila obat sedikit diabsorbsi
dalam saluran gastrointestinal sehingga obat tersebut tidak cukup untuk menimbulkan respon (Syamsuni, 2006 : 36).
5.8. Pengujian Efek Hipoglikemik
Pengujian kadar glukosa darah dilakukan secara in vivo menggunakan hewan percobaan yaitu mencit jantan karena jika menggunakan mencit betina terdapat siklus hormonal yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah yang akan diukur. Mencit yang akan diuji diaklimasi terlebih dahulu selama 7 hari untuk menyesuaikan terhadap lingkungan, dikhawatirkan mencit tersebut akan stres karena lingkungan yang berbeda dan akan mempengaruhi pengukuran kadar glukosa darah.
Metode yang digunakan adalah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk mengukur kemampuan tubuh dalam pemberian glukosa. Kadar glukosa akan meningkat ketika diberi pemberian glukosa secara oral. Sebelum diberi perlakuan, mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 8 jam dengan tujuan untuk mendapatkan kadar glukosa darah puasa, sehingga bisa terlihat apakah mencit yang digunakan memiliki kadar glukosa darah yang normal atau tidak, karena kadar glukosa darah salah satunya bisa disebabkan dari makanan yang banyak mengandung gula, selain itu bisa disebabkan karena kurangnya beraktivitas.
Kemudian diberi sediaan pada masing-masing kelompok untuk kelompok kontrol negatif dan positif diberi sediaan suspensi CMC-Na 0,5%, kelompok pembanding diberi sitagliptin 0,13mg/20g BB mencit dan kelompok uji diberi suspensi ekstrak daun kentut baik yang di Banjaran dan di Cikelet dengan masing- masing dosis 70mg/20g BB mencit dan 35mg/20g BB mencit setelah itu diukur
kadar glukosa darah setelah pemberian sediaan. Selanjutnya, diinduksi dengan glukosa sebesar 195mg/20g BB mencit kecuali kelompok kontrol negatif dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah mencit pada menit ke 30, 60, 90, 120 dan 150 setelah pemberian glukosa. Pengujian dilakukan selama 2,5 jam untuk melihat efek penurunan kadar glukosa darah dengan selang waktu 30 menit, diharapkan absrobsi glukosa darah ke dalam jaringan dapat diamati dengan baik.
Data yang diperoleh, kemudian dianalisis menggunakan ANOVA dan uji lanjut Tukey HSD untuk mengetahui perbedaan antar kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, pembanding dan uji.
Tabel V.7Hasil rata-rata pengukuran kadar glukosa darah
Keterangan :
( T-30) = Kadar glukosa darah puasa (sebelum diberi sediaan uji)
( T0) = Kadar glukosa darah 30 menit setelah diberi sediaan uji (sesaat sebelum diinduksi glukosa)
(T30) = Kadar glukosa darah 30 menit setelah diinduksi glukosa (T60) = Kadar glukosa darah 60 menit setelah diinduksi glukosa (T90) = Kadar glukosa darah 90 menit setelah diinduksi glukosa (T120) = Kadar glukosa darah 120 menit setelah diinduksi glukosa (T150) = Kadar glukosa darah 150 menit setelah diinduksi glukosa (*) =kadar glukosa terhadap k- (P<0,05)
(**) =kadar glukosa terhadap k+ (P<0,05)
Jika dilihat dari hasil rata-rata kadar glukosa darah, tidak terjadi perbedaan bermakna secara stattistik (p=0,093 berdasarkan uji Student T) antara setelah diberi sediaan (T0) dan sebelum diberi sediaan uji (T-30), sehingga sediaan yang diberikan kepada hewan uji tidak mempengaruhi kadar glukosa darah, artinya
T-30 T0 T30 T60 T90 T120 T150
Kontrol negatif 186 ± 29,14 180,2±36,21 110,4±26,33 98±13,82 87±15,82 88,4±15,78 77,4 ± 10,11 Kontrol positif 194 ± 28,53 150,8±25,39 365,6±124,08* 306±160,01 230,6±77,56* 117±34,98* 99±14,88 Sitagliptin (0,13mg/20g BB mencit) 159,8 ± 23,19 146,2±17,03 194,6±105,93 167,2±43,12 128±44,97** 92,6±11,08** 103,4±20,50
Cikelet (70mg/20g BB mencit) 142,8 ± 63,27 101,4±22,70 193,6±112,44 112±35,65 85,8±18,60**78,2±13,31** 86,2±8,72 Cikelet (35mg/20g BB mencit) 149,2 ± 81,08 96±28,40 178,4±93,67 106±21,65 94,2±36,96**86,8±19,71** 106,2±21,44 Banjaran (70mg/20g BB mencit) 125,6±29,05 150±19,48 304,8±149,51 124,4±17,52 107,2±25,17**101,2±13,27** 79,4±11,26 Banjaran (35mg/20g BB mencit) 123,6±28,76 113,2±24,83 167,2±38,17 130,6±50,10 88,8±23,95**85,2±12,61** 81,8±24,92
Sistem Uji Hasil Rata-Rata Kadar Glukosa Darah
semua kondisi pada hewan uji relatif sama. Hasil uji statistik antara sebelum dan setelah diberi sediaan uji dapat dilihat pada lampiran 3. Kemudian sebelum dilakukan uji pengaruh pemberian ekstrak daun kentut terhadap penurunan kadar glukosa darah, perlu dilakukan pembebanan glukosa pada kontrol positif untuk melihat peningkatan kadar rata-rata glukosa darah. Jika dibandingkan dengan kontrol negatif yang tidak diberi glukosa, ternyata terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini menunjukan bahwa pembebanan glukosa dengan dosis 195mg/20g BB mencit mampu menciptakan kondisi hiperglikemik dan telah terjadi absorbsi glukosa dimenit ke 30 pada hewan percobaan (mencit). Dan pada menit ke 150 mulai terjadi penurunan kadar glukosa darah pada kontrol positif
Gambar V.1Grafik hasil rata-rata pengukuran kadar glukosa darah Keterangan :
Uji 1 = Dosis 70mg/20g BB mencit Uji 2 = Dosis 35mg/20g BB mencit
Gambar IV.1 menunjukan bahwa kadar glukosa darah maksimal dicapai pada T30setelah 30 menit diberi induktor glukosa, pada kelompok kontrol positif
0 50 100 150 200 250 300 350 400
30 60 90 120 150
K.negatif K.positif Sitagliptin Cikelet uji 1 Cikelet uji 2 Banjaran uji 1 Banjaran uji 2
Waktu setelahpemberianglukosa
Peningkatan kadar glukosa darah dapat memicu pelepasan insulin oleh sel β pankreas untuk menjaga homeostasis tubuh dengan cara merubah glukosa menjadi glikogen. Dan terjadi penurunan kadar glukosa pada T60, T90, T120, T150 hal ini menunjukan telah terjadi eliminasi glukosa pada hewan percobaan akibat pengaruh fisiologis. Pemberian glukosa diberikan secara oral akan memicu kenaikan insulin plasma yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian secara intravena, hal ini dipengaruhi karena adanya hormon-hormon pencernaan dalam metabolisme glukosa.
Pembanding yang digunakan adalah sitagliptin dengan dosis 0,13mg/20g BB mencit termasuk golongan DPP4-Inhibitor, mekanisme kerjanya mampu merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan glukagon (PERKENI, 2011 : 24). Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa sitagliptin mampu menurunkan kadar glukosa darah pada menit ke 90,120 dan kadar glukosa darah kembali menjadi normal pada menit ke 150. Hal ini menunjukan bahwa metode tersebut valid, prosedur yang dilakukan dikerjakan dengan benar.
Pada penentuan pengaruh ekstrak daun kentut dengan dosis 70mg/20g BB mencit pada hewan coba kelompok uji Cikelet dan Banjaran, terhadap penurunan kadar glukosa darah menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok uji terhadap kontrol positif pada menit ke 60. Menurut hasil uji Tukey HSD pada menit ke 90 dan 120 menunjukan perbedaan antara kelompok uji dengan kelompok positif, hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun kentut baik yang di Banjaran dan Cikelet dapat menurunkan kadar glukosa darah pada menit
ke 90 dan 120. Dilihat dari kadar rata-rata glukosa darah untuk kelompok uji lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif yang diberi induktor glukosa.
Ekstrak daun kentut dengan dosis 35mg/20g BB mencit, pada kelompok uji di Banjaran dan cikelet, pada pengukuran awal tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna dengan kelompok positif, hal ini dapat dilihat dari hasil uji statistik, dimana (p0,05). Pada menit ke 90 dan 120, menunjukkan adanya
perbedaan pada kelompok positif, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kentut baru memberikan efek pada menit ke 90 dan 120.
Dari hasil yang diperoleh ternyata ekstrak daun kentut dengan dosis 35mg/20g BB mencit dan 70mg/20g BB mencit, bisa menurunkan kadar glukosa darah. Sehingga dosis efektif dari ekstrak daun kentut yang dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah 35mg/20g BB mencit. Jika dilihat berdasarkan ketinggian nya untuk Banjaran terletak diketinggian 600-700 meter dpl dan Cikelet terletak diketinggian 100 meter dpl. Dikatakan dataran tersebut tinggi atau rendah nya, jika dibawah 1000 meter dpl dikatakan bahwa dataran tersebut rendah, artinya baik yang di Cikelet ataupun di Banjaran termasuk dataran rendah.
Sehingga dengan dosis 35mg/20g BB mencit, ternyata tidak ada pengaruh efek hipoglikemik dari kedua tempat tumbuh tersebut karena mempunyai efek yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Jika dosis 35mg/20g BB mencit dibandingkan dengan pembanding menunjukan tidak ada perbedaan bermakna, hal ini dapat dilihat dari nilai (p<
0,05). Sehingga obat sitagliptin dengan ekstrak daun kentut baik yang di Cikelet
maupun di Banjaran menunjukkan tidak ada perbedaan dalam menurunkan kadar glukosa darah.
5.9. Analisis Data
Dari hasil pengamatan kadar rata-rata glukosa darah ternyata sediaan uji yang diberikan baru menimbulkan efek pada menit ke 90. Jika dilihat dari normalitas nya (p>0,05) artinya data yang digunakan terdistribusi secara normal.
Sehingga dapat dianalisis menggunakan metode ANOVA hasil yang diperoleh dari (p=0,000) sehingga terjadi perbedaan antar kelompok dan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat kebermaknaan tiap kelompok yaitu kelompok negatif, kelompok positif, kelompok pembanding dan kelompok uji. Dan pada menit ke 90 kelompok kontrol positif masih memberikan kadar glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok uji, pembanding dan negatif.
Hasil yang diperoleh ternyata untuk kelompok kontrol positif dengan kelompok yang lain terjadi perbedaan yang bermakna. Untuk kontrol positif dengan kontrol negatif (p=0,000), artinya belum terjadi penurunan kadar glukosa darah. Kontrol positif dengan pembanding (sitagliptin, 0,13mg/20g BB mencit) (p=0,003), artinya obat sitaglipin sudah memberikan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah pada menit ke 90. Kontrol positif dengan cikelet (70mg/20g BB mencit) (p=0,000), sediaan uji ekstrak daun kentut baru bekerja dan menimbulkan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah, hal ini juga terlihat pada sediaan uji yang lain yaitu cikelet (35mg/20g BB mencit) (p=0,000), Banjaran (70mg/20g BB mencit) (p=0,000) dan Banjaran (35mg/20g BB mencit)
(p=0,000) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan uji yang diberikan baru menimbulkan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah pada menit ke 60 begitu juga dengan pembanding (sitagliptin). Jika dibandingkan antara kelompok pembanding dengan sediaan uji, pada menit ke 90 tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p>0,05), sehingga antara pembanding dan sediaan uji tidak terjadi perbedaan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Hasil data statistik dapat dilihat pada lampiran 4.