Dari data yang diperoleh dari 23 ibu yang melahirkan anak pertama, 17 ibu diantaranya memberikan ASI Eksklusif dan 3 ibu tidak memberikan ASI Eksklusif. Sedangkan pada 7 orang ibu yang memiliki anak lebih dari satu, 3 orang diantaranya memberikan ASI Eksklusif dan 4 orang ibu tidak memberikan ASI Eksklusif. Komponen-komponen tersebut dapat mempengaruhi berhasil tidaknya pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Namun agar berhasil dalam memberikan ASI eksklusif, sebaiknya para ibu berusaha mencari informasi mengenai pemberian ASI eksklusif pada ibu primipara (ibu yang baru melahirkan anak pertama), yaitu melalui pengalaman orang lain yang memberikan ASI eksklusif dan pada ibu multipara. -berpasangan. (ibu yang telah melahirkan lebih dari satu anak) dengan jarak kelahiran yang pendek cenderung mempengaruhi pikiran, perasaan dan sensasi yang akan mempengaruhi peningkatan dan penghambatan produksi ASI (Friedman, 2005). Tenaga kesehatan antara lain adalah bidan, dimana peran tenaga kesehatan menjadi salah satu faktor peningkat pemberian ASI Eksklusif. Rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Indonesia disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Secara teoritis, Green (1991) berpendapat bahwa paritas merupakan salah satu faktor pemicu yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan. Usia juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, semakin tua usia maka semakin matang dalam berpikir dan menerima informasi. Husaini (1999) mengatakan ibu diatas 35 tahun yang melahirkan beresiko karena erat kaitannya dengan anemia gizi pada saat itu sehingga mempengaruhi produksi ASI.
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sehingga promosi dan informasi mengenai ASI eksklusif dapat dengan mudah diterima dan dilaksanakan (Setianingsih & Haryono, 2014). Dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar responden di Desa Sumberkradenan berada pada kategori sedang. Alat untuk mengukur tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yang berjumlah 15 pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi nilai 1 jika benar dan 0 jika salah.
Tenaga kesehatan yang membantu di posyandu seperti bidan desa, selain memberikan semangat dan motivasi kepada ibu menyusui, bidan desa juga harus memberikan informasi tentang ASI Eksklusif, tidak hanya pengertian ASI Eksklusif saja, namun juga manfaat ASI Eksklusif dan apa saja manfaatnya. itu termasuk, termasuk informasi tentang. 41 kolostrum di dalamnya, sehingga ibu menyusui di Desa Sumberkradenan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena mereka memahami manfaat ASI eksklusif, bukan karena tidak bisa membeli ASI. Faktor perilaku pemberian ASI eksklusif ada tiga, yaitu faktor predisposisi antara lain pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.
Selain itu dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas kesehatan seperti penguatan perilaku pemberian ASI eksklusif (Notoatmojo, 2003). Semakin ibu mengenal ASI eksklusif, maka semakin besar pula kemungkinan ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sebaliknya, semakin rendah pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, maka semakin kecil kemungkinan ibu untuk memastikan pemberian ASI eksklusif (Suharyono, 1992 dalam Aprilia).
Semakin baik tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu maka akan semakin baik pula pola makan yang diberikan kepada anaknya, begitu pula dengan status gizi anaknya (Shookrin, 2011). Menurut penelitian Afifah (2007), pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi.
Hubungan Antar Variabel
Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
43 responden berkode nomor dan 26 mempunyai alasan mengapa tidak memberikan ASI Eksklusif, alasan ibu pertama adalah ASI ibu tidak keluar sehingga sejak bayi lahir langsung diberikan susu formula, alasan ibu kedua adalah karena menurut ibu adalah ASI yang diberikan tidak cukup untuk bayinya, sehingga ibu memutuskan untuk menambah susu formula, alasan ibu selanjutnya adalah ibu mempunyai pekerjaan yang mengharuskannya meninggalkan bayinya, sehingga bayinya tidak diberikan. ASI eksklusif dan alasan ibu yang terakhir adalah karena ibu merasa cukup mampu untuk membeli susu formula sehingga bayinya tidak diberikan ASI eksklusif melainkan susu formula. Perilaku seseorang baik positif maupun negatif akan dipengaruhi oleh usia dan usia termasuk dalam faktor predisposisi, dimana semakin tua seseorang maka semakin positif perilakunya sehingga ideal untuk memberikan ASI Eksklusif (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Reproduksi yang sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk hamil, melahirkan dan menyusui adalah 20-35 tahun, oleh karena itu sesuai dengan masa reproduksi yang sangat baik dan sangat mendukung pemberian ASI Eksklusif.
Selain faktor umur, paritas atau jumlah anak yang dilahirkan juga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, karena jika ibu sudah matang dan mempunyai anak lebih dari satu maka ibu mempunyai pengalaman lebih banyak dalam mengasuh bayi dibandingkan ibu yang masih muda dan mempunyai anak. hanya mempunyai satu anak. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan uji statistik Chi Square, usia ibu menyusui eksklusif diberi nilai p ≥ 0,05. Berdasarkan penelitian, ibu yang memiliki bayi usia 0 sampai 6 bulan di Desa Sumberkradenan selalu meluangkan waktu untuk datang ke posyanda untuk memeriksakan status kesehatan ibu dan bayinya, sehingga mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan informasi tentang ASI Eksklusif dan dapat mengubah pola hidup ibu. sikap ibu terhadap pengasuhan anak.
Oleh karena itu, tidak hanya usia yang dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, namun ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Menurut Soetjingsih (1997), tidak hanya usia saja yang dapat mempengaruhi seseorang untuk memberikan ASI eksklusif, namun dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu budaya, psikologi dan semakin maraknya promosi susu formula sebagai pengganti ASI. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Somi et al. 2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif dengan p value = 0,272.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Rahmawati (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p = 0,102. Namun penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian Sariyanti (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif.
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Bagi ibu yang bekerja, upaya untuk memastikan pemberian ASI eksklusif seringkali terhambat oleh pendeknya cuti melahirkan dan cuti ayah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan uji Chi Square, pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif memberikan nilai p ≤ 0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatmawati (2013) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi orang tua dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 sampai 6 bulan dengan p value = 0,041.
Kelompok dengan kondisi ekonomi rendah mempunyai peluang lebih besar untuk memberikan ASI Eksklusif, karena harga susu formula mahal, hampir sebagian besar pendapatan keluarga hanya digunakan untuk membeli susu, sehingga tidak cukup untuk kebutuhan lain dibandingkan ibu dengan pendidikan ekonomi tinggi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sariyanti (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Godean II Sleman Yogyakarta. Ibu yang bekerja cenderung berhenti memberikan ASI eksklusif pada bayinya dengan alasan tidak punya waktu dan produksi ASI menurun.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah peraturan cuti yang hanya 3 bulan menyebabkan banyak ibu yang harus menyiapkan makanan pendamping ASI pada bayinya sebelum masa cuti berakhir, sehingga pemberian ASI eksklusif menjadi tidak berhasil. Menurut Utama Roesla (2005), pekerjaan bukanlah alasan untuk berhenti memberikan ASI eksklusif selama minimal 4 bulan dan mungkin sampai 6 bulan, meskipun cuti melahirkan hanya berlangsung selama 3 bulan. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Rahmawati (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten Bone.
Dalam penelitian Ida (2011) juga menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok. Ida (2011) berpendapat bahwa ibu yang tidak bekerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan dan waktu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dibandingkan ibu yang bekerja.
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif Hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI
Sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 3 orang dengan persentase 15% dan yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 2 orang dengan persentase 20%. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah memberikan ASI lebih eksklusif dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena ibu yang berpendidikan rendah memilih untuk memberikan ASI eksklusif karena tidak mampu membeli susu botol dan tidak perlu mengeluarkan biaya lagi.
Namun selain hal tersebut terdapat beberapa faktor lain yang mendukung alasan mengapa responden di Desa Sumberkradenan yang berpendidikan rendah lebih banyak memberikan ASI Eksklusif dibandingkan responden yang berpendidikan tinggi. Hal ini diduga mempunyai pengaruh yang kuat sehingga tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (Syamsiah et al, 2010). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan uji statistik Chi Square, pendidikan ibu tentang ASI eksklusif diberikan nilai p ≥ 0,05.
Di Desa Sumberkradenan, ibu-ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan selalu datang ke posyandu agar para ibu juga mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmawati (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berpendidikan tinggi belum tentu memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif sehingga dapat mempengaruhi perilaku responden dalam kaitannya dengan pemberian ASI eksklusif (Wijayanti, 2005).
Namun hal ini bertentangan dengan penelitian Widiyanto, dkk (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif. Edukasi orang tua atau keluarga khususnya ibu bayi merupakan faktor penting dalam memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif Hubungan antara pekerjaan ibu terhadap pemberian ASI
Berdasarkan penelitian di Desa Sumberkradenan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan uji Chi Square diperoleh pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif. Namun menurut Suharyono, 1992 dalam Aprilia menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif.
Sebaliknya, semakin rendah pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif maka semakin sedikit pula kesempatan ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada anaknya sehingga akan mempengaruhi status gizi anaknya. Semakin baik pengetahuan seorang ibu tentang ASI Eksklusif maka akan semakin banyak pula seorang ibu yang akan memberikan ASI Eksklusif pada anaknya.
Hubungan pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat dijelaskan pada tabel berikut. Berdasarkan penelitian di Desa Sumberkradenan, mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah, namun hal tersebut tidak mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Rendahnya tingkat pendidikan ibu mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi permasalahan khususnya yang berkaitan dengan ASI eksklusif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Sumberkradenan. Di Desa Sumberkradenan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif di Desa Sumberkradenan.
Saran