• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 4"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

Rencana sistem pencegahan kebakaran Pasal 7 1) RSCK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a meliputi pelayanan pemeriksaan keamanan bangunan dan lingkungan untuk:

PERIZINAN

IPK bersama instansi terkait memberikan masukan pada tahap perencanaan dan melakukan pemeriksaan pada tahap desain, pelaksanaan, dan penggunaan bangunan baru. Pada tahap perencanaan pembangunan gedung baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, IPK memberikan masukan teknis mengenai akses mobil pemadam kebakaran, sumber air pemadam kebakaran, stasiun pemadam kebakaran untuk dijadikan acuan pemberian izin. Pada tahap pelaksanaan pembangunan gedung baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, IPK melakukan pengawasan berkala sesuai tugas pokok dan fungsinya dan/atau pengawasan bersama dengan Perangkat Daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab di lapangan. penataan dan pengawasan bangunan gedung dan/atau Tim Arsitektur (TABG) untuk memeriksa kesesuaian antara gambar pemasangan bangunan gedung yang dilampirkan pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan pelaksanaan di lapangan.

34. “BANGUNAN INI TIDAK MEMENUHI KEAMANAN KEBAKARAN” dan dapat diketahui masyarakat melalui media cetak dan/atau elektronik. Bangunan tempat tinggal di kawasan pemukiman Pasal 61 Orang atau badan yang merencanakan pembangunan perumahan di kawasan pemukiman harus menyediakan ruang yang cukup untuk akses kendaraan pemadam kebakaran berupa pintu masuk, ruang olah raga, dan jalur pengisian atau penyediaan air untuk kendaraan pemadam kebakaran. Pemilik, pengguna atau pengelola properti hunian di kawasan pemukiman hendaknya mengupayakan penyediaan peralatan dan bahan APAR atau pemadam kebakaran tradisional sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.

Pemilik, penghuni atau pengelola rumah susun di kawasan pemukiman harus memastikan peralatan dan bahan APAR atau alat pemadam kebakaran tradisional selalu dalam kondisi baik dan dapat digunakan kapanpun diperlukan. Pengemudi, personel kendaraan dan/atau pemilik kendaraan bermotor umum dan kendaraan bermotor khusus wajib memasang APAR pada kendaraan tersebut. Pengemudi, personel kendaraan dan/atau pemilik kendaraan bermotor umum dan kendaraan bermotor khusus wajib melakukan perawatan dan pemeriksaan atau pengujian secara berkala terhadap APAR yang dipasang pada kendaraannya.

Pemilik atau penangan bahan berbahaya wajib menyediakan alat pemadam kebakaran untuk memadamkan kebakaran yang melibatkan bahan berbahaya tersebut. Pemilik atau operator bahan berbahaya harus melakukan perawatan dan pemeriksaan rutin terhadap alat pemadam kebakaran bahan berbahaya. Setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum dilarang: pembukaan lahan dengan cara membakar; penggunaan metode pembakaran untuk mempermudah proses pemanenan; Dan. pembakaran limbah pertanian di darat.

Pemilik, pengelola atau penggarap lahan harus menyediakan akses berupa jalan untuk kendaraan atau sistem pemadam kebakaran lahan. Pemilik, pengelola dan masyarakat sekitar lahan rawan kebakaran harus berupaya menyediakan jalur menuju sumber air atau tempat penampungan air untuk pengisian kendaraan pemadam kebakaran. Melalui IPK, Bupati memberikan pembinaan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran untuk:. pemilik, pengguna dan pengelola bangunan gedung; pemilik, pengguna, dan pengemudi kendaraan bermotor khusus; peninjau teknis di bidang pencegahan kebakaran dan pengendalian kebakaran;

PENYIDIKAN

UMUM

Setiap orang berhak atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dikuasainya serta berhak atas rasa aman. Berdasarkan hal tersebut, negara berkewajiban melindungi dan berusaha mencegah bahaya yang dapat mengancam hak asasi setiap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Perkembangan Kabupaten Purworejo cukup pesat, dimana Hal ini terlihat dari bertambahnya jumlah penduduk dan bertambahnya jumlah pemukiman dan pemukiman, selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda akibat bahaya kebakaran.

Penyebab terjadinya bahaya kebakaran yang dimaksud didasari oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga mempengaruhi pola perilaku masyarakat yang tinggal di perkotaan, terutama bagi mereka yang kurang memahami atau kurang peduli terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan karena ketidaktahuan atau ketidakpedulian pihak-pihak yang terlibat, serta Masyarakat di perdesaan harus memahami akan bahaya penggunaan api dan benda-benda mudah terbakar lainnya, sehingga suatu tindakan yang dalam pelaksanaannya memerlukan standar prosedur keselamatan, namun diabaikan justru akan menimbulkan dampak buruk. bahaya kebakaran yang tidak dapat dihindari. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan partisipasi masyarakat untuk turut serta bersama petugas pemadam kebakaran mengatasi bahaya kebakaran yang terjadi di wilayahnya, karena tanpa partisipasi masyarakat sulit bagi petugas IPK dalam menjalankan tugasnya. untuk melakukan pemadaman secara optimal. kebakaran, dengan mempertimbangkan banyak indikator yang penting untuk diperhatikan. Diharapkan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, dapat menunjukkan peran yang lebih besar bagi Petugas Pemadam Kebakaran dalam melaksanakan tugasnya dalam pencegahan, pengendalian bahaya kebakaran, dan penanganan bahaya kebakaran lainnya. bencana, pengendalian keselamatan, dan lain-lain. Untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan payung hukum dalam upaya melindungi masyarakat dari bahaya kebakaran, hendaknya Pemerintah Daerah menyusun Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran di Kabupaten Purworejo.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Yang dimaksud dengan “bangunan yang tergolong mempunyai bahaya kebakaran ringan” meliputi tempat ibadah, perkantoran, pendidikan, ruang makan, ruang rumah sakit, penginapan, hotel, museum, penjara, dan tempat tinggal. Yang dimaksud dengan “bangunan dengan bahaya kebakaran serius II” meliputi pabrik selulosa nitrat, pabrik yang menggunakan dan/atau menyimpan bahan berbahaya. Yang dimaksud dengan “Kendaraan Bermotor Umum” adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan umum orang atau barang dengan dikenakan biaya, seperti pesawat udara, kereta api, bus, truk, taksi, dan angkutan pedesaan.

Yang dimaksud dengan “bahan berbahaya” antara lain bahan padat yang mudah terbakar secara spontan, selulosa, bensin, gas LPG, korek api, bahan peledak, aspal/limbah, kembang api, dan bahan cair yang mudah terbakar. Yang dimaksud dengan “jalan keluar pada deretan bangunan setinggi-tingginya 4 (empat) lantai” adalah jalan yang diletakkan di atas atap atau di belakang deretan bangunan. Yang dimaksud dengan “perlindungan pasif” adalah suatu sistem proteksi kebakaran yang dilaksanakan dengan menata komponen-komponen bangunan dari segi arsitektural dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda-benda dari kerusakan fisik apabila terjadi kebakaran, antara lain konstruksi. bahan. , konstruksi bangunan, partisi, pintu tahan api, penutup tahan api, pakaian tahan api, dll. yang berfungsi mencegah dan membatasi.

Yang dimaksud dengan “perlindungan aktif” adalah sistem proteksi kebakaran yang dilaksanakan dengan menggunakan peralatan yang dapat beroperasi secara otomatis atau manual, yang digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melakukan operasi pemadaman, selain sistem yang digunakan dalam pelaksanaan kebakaran awal. pengendalian, termasuk sistem pipa tegak dan selang, sprinkler otomatis, penerangan darurat, fasilitas komunikasi darurat, elevator kebakaran, sistem deteksi dan alarm kebakaran, perangkat pengendalian asap, ventilasi, pintu kebakaran otomatis dan pusat pengendalian kebakaran. Yang dimaksud dengan “tipe A” adalah konstruksi yang unsur strukturnya tahan api dan mampu menahan beban bangunan secara struktural. Yang dimaksud dengan “tipe B” adalah konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuk kompartemen tahan api mampu mencegah menjalarnya api ke ruangan-ruangan yang berdekatan di dalam bangunan gedung, dan dinding luarnya mampu mencegah menjalarnya api ke ruangan-ruangan di sekitarnya. mencegah berada di luar gedung paling sedikit 2 (dua) jam.

Yang dimaksud dengan “Tipe C” adalah struktur yang komponen strukturnya terbuat dari bahan yang tahan api paling sedikit ½ (setengah) jam dan tidak dimaksudkan untuk tahan api secara struktural. Yang dimaksud dengan “kompartmentalisasi” adalah upaya untuk mencegah meluasnya api dengan membuat pembatas pada dinding, lantai, kolom, dan balok yang tahan api dalam jangka waktu yang sepadan dengan potensi bahaya kebakaran yang dilindungi. Yang dimaksud dengan “sistem pemadaman lengkap” (banjir total) adalah suatu sistem pemadaman yang dirancang untuk mengalirkan bahan pemadam gas ke dalam ruang tertutup sehingga dapat menghasilkan konsentrasi yang cukup untuk memadamkan api di seluruh volume ruang.

Yang dimaksud dengan “sistem pemadaman lokal” (local use) adalah suatu sistem pemadaman yang dimaksudkan untuk mengeluarkan zat-zat pemadam yang berbentuk gas secara langsung apabila terjadi kebakaran yang terjadi pada suatu ruangan tertentu yang tidak mempunyai ruangan tertutup atau hanya tertutup sebagian dan tidak tertutup. perlu menciptakan konsentrasi pemadam untuk seluruh volume ruang yang terbakar. Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah semua lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang menjadi pihak utama dalam terjadinya kebakaran dan bencana lainnya. Yang dimaksud dengan “sertifikat kemampuan fungsional” adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menegaskan kecukupan fungsional suatu bangunan, baik secara administratif maupun teknis, sebelum digunakan.

Referensi

Dokumen terkait