• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Belajar Mandiri melalui System of Intensification (SRI)di Duabelas Subak di Provinsi Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Belajar Mandiri melalui System of Intensification (SRI)di Duabelas Subak di Provinsi Bali"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Pembangunan bukanlah soal teknologi tetapi pencapaian pengetahuan dan keterampilan baru, tumbuhnya suatu kesadaran baru, perluasan wawasan manusia, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri. Kesadaran itu tidak tumbuh dengan sendirinya, karena mereka harus dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diperoleh melalui penyuluhan pembangunan.

Subak sebagai lembaga tradisional pengelola air irigasi di Bali memiliki potensi yang besar untuk mengadopsi inovasi SRI. Masuknya metode SRI ke Subak menunjukkan daya dan efektivitas subak mengenal dan mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk seterusnya dijadikan pedoman mengembangkan potensi diri mencapai tujuan pribadi anggotanya, subak dan pembangunan pertanian.

Tujuan utama penelitian ini adalah: (1) Menemukan faktor-faktor yang dapat meningkatkan

self directed

learning (SDL) anggota subak, (2) Menganalisis seberapa besar faktor-faktor tersebut memengaruhi

SDL anggota subak, dan (3) Merumuskan strategi peningkatan SDL di kalangan anggota subak.

Metode Penelitian Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah anggota subak (kelompok tani tradisional di Bali yang berfungsi sebagai pengelola air irigasi) dan menerapkan

System of Rice Intensification

(SRI) yang berjumlah 288 orang yang tersebar di tujuh kabupaten dan duabelas subak di Bali (Tabel 1). Dengan rumus Slovin maka di-tetapkan sampel penelitian sebanyak 104 orang petani anggota subak yang telah menerapkan SRI.

Desain Penelitian

Penelitian dirancang sebagai penelitian

Ex post facto

. Menurut Gay (Sevilla, 1993:124)

Ex post facto

berarti ”setelah kejadian” Kerlinger (1990:604) mendefinisikan

Ex post facto

adalah Belajar Mandiri melalui System of Rice Intensification (SRI)

di Duabelas Subak di Provinsi Bali

(The Self Directed Learning with System of Rice Intensification (SRI) in Twelve Subaks in the Province of Bali)

I Gede Setiawan Adi Putra1, Amri Jahi2, Djoko Susanto2, Pang S. Asngari2, I Gusti Putu Purnaba3, Sugiyanta4

1Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali

2Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat 3Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

4Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Abstract

The traditional irrigation water management system in Bali known as Subak has a great potential for adopting the SRI innovation.

In the adoption process, there is also a learning process on the individual members of the subak. The objectives of this research are (1) to analyze the characteristics of the Subak members, competence of facilitators, competence of Subak caretakers, the perceptions, and attitudes that influence Subak members in Self Directed Learning, and (2) to formulate the strategy of approach and effective extention in improving Self Directed Learning of the Subak members. This research was carried out in seven regencies in the province of Bali. The total amount of samples in this research is 104 farmers selected through the Stratified Random Sampling methods which also included famers that applied SRI innovations. Primary data were collected through interviews and direct obserations from September to October 2011. The design of this research is an ex Post Facto and data analyzed using Structural Equation Model (SEM). The result of this research shows that: (1) The better the perceptions, attitudes towards SRI, characteristics of members of Subak, competence of facilitators and caretakers of the Subak, the better the level of Self Directed Learning of Subak members; and (2) The role of facilitator is very important to helping subak members decided to accept an agricultural innovation. The discovery of dominant factors which affect the adoption of SRI among Subak members will facilitate the caretakers in making a change in Bali.

Keywords: adoption, innovation, SRI, farmers, caretakers

(2)

telaah empirik sistematis di mana ilmuan tidak dapat mengontrol secara langsung peubah bebasnya karena manifestasinya telah muncul, atau karena sifat hakekat peubah itu menutup kemungkinan manipulasi. Gay (Sevilla, 1993:124) menyatakan bahwa dalam metode penelitian ini, peneliti berusaha untuk menentukan sebab, atau alasan adanya perbedaan dalam tingkah laku atau status kelompok individu. Setelah tahapan tersebut di atas dilalui, selanjutnya penelitian ini dilanjutkan dengan model

Structural Equation Model

(SEM) seperti terlihat pada persamaan berikut:

Y1 = γ1 *Karakteristik + γ2 *Kompetensi penyuluh2 +γ3*Kompetensi pengurus + γ4 *Persepsi4 + γ5

*Sikap

Model ini digunakan untuk menguji model- model empiris untuk menjelaskan varian dan korelasi antara suatu set peubah-peubah yang diobservasi (

observe)

dalam suatu sistem kausal (sebab akibat) dari faktor-faktor yang tidak diobservasi (

unobserve

).

Data dan Instrumetasi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari petani anggota subak

yang menerapkan SRI, sedangkan data sekunder bersumber dari dinas-dinas pertanian dan para PPL yang bertugas di lokasi penelitian berupa dokumen laporan-laporan pelaksanaan SRI. Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan peubah-peubah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Daftar pertanyaan disusun dengan cara: (1) mempertimbangkan teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, (2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden, dan (3) memperhatikan masukan para pakar. Teknik barometer mood digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan jenis data minimal skala interval.

Uji kesahihan (validity test), Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas isi. Validitas isi suatu alat pengukur ditentukan oleh sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Singarimbun &

Effendi, 2006:128). Untuk mendapatkan keabsahan konstruk, faktor, serta isi maka instrumen penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan penilaian juri dari luar komisi pembimbing. Adapun pakar yang terlibat dalam penelitian ini adalah pakar SRI dari Lab Mikrobiologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, dan pakar SRI dari Departemen Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hasilnya, ketiga pakar telah sepakat bahwa butir-butir pernyataan yang dibuat telah mewakili seluruh paket teknologi yang ada pada inovasi SRI.

Reliabilitas Instrumen. Reliabilitas instrumentasi merupakan suatu konsep yang dapat mengetahui sejauh mana suatu alat pengukuran (instrumen penelitian) dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun & Effendi, 2006:142). Korelasi Crombach alpha digunakan untuk menentukan tingkat reliabilitas butir-butir pertanyaan dalam kuesioner (Arikunto, 1998:10). Alat ukur dinyata- kan valid (sahih) apabila alat ukur tersebut dapat mengukur yang sebenarnya ingin diukur. Dengan bantuan software SPSS 17.0, telah dicapai nilai koefisien product moment instrumen penelitian sebesar 0,724 yang menyatakan bahwa instrumen yang dibuat valid, selain itu pula telah didapatkan setiap butir pernyataan telah menunjukkan nilai >

0,3 yang berarti bahwa pernyataan-pernyataan yang Tabel 1 Populasi dan Sampel Penelitian

No Kabupaten Subak Jumlah

anggota Jumlah sampel 1 Buleleng Padang

Keling 30 11

2 Badung Bergiding 28 10

Buangga 8 3

3 Tabanan Payangan 19 7

Timpag 8 3

4 Gianyar Rapuan Kaja 50 18

5 Bangli Mungsing 42 15

6 Klungkung Sampalan

Baler Margi 39 14

Tohpati 8 3

Dawan 6 2

7 Karangasem Telaga Lebah 36 13

Mascatu 14 5

Jumlah 288 104

Sumber: Dinas pertanian provinsi Bali, 2011

(3)

disusun dapat diandalkan.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dari Bulan September sampai dengan Bulan Oktober 2011. Data primer yang diambil dengan bantuan instrumen/

kuesioner serta ditambah dengan wawancara mendalam. Pengumpulan data dibantu oleh empat tenaga enumerator dari mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Sebelum dilakukan pengumpulan data, keempat mahasiswa tersebut telah dilatih untuk mengisi kuisioner untuk menghindari bias penelitian.

Pelaksanaan penelitian dilak-sanakan di tujuh kabupaten yaitu: Kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, Karangasem, Klungkung, Bangli, dan Gianyar.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan berbagai macam uji. Data yang terkumpul kemudian diberi skor sesuai dengan tingkatan masalahnya. Pengujian kualitas peubah-peubah penelitian yang meliputi uji kenormalan, uji kehomogenan, uji realibilitas dan uji validitas.

Analisis yang digunakan adalah

Structural Equation Model

(SEM) dengan program Lisrel Versi 8.3. SEM juga dapat diartikan sebagai Path Analisis yang merupakan suatu teknik

Ordinary Least Square

yang digunakan untuk mengetahui model-model causal. Prosedur Structural Modelling (SEM) memberikan kesempatan peneliti untuk mengevaluasi parameter-parameter struktural secara statistik dari berbagai indikator dan konstruk laten dan keseluruhan ‘fit” dari suatu model.

Hasil dan Pembahasan

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi SDL anggota subak. Faktor-faktor tersebut adalah:

karakteristik individu petani, kompetensi fasilitator, kompetensi pengurus, persepsi anggota subak tentang SRI, dan sikap anggota subak terhadap SRI.

Karakteristik Individu Petani

Peubah observer untuk variabel karakteristik

individu petani terdiri atas: umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi berusaha, tingkat subsistensi, akses pada modal dan kredit usahatani, luas lahan garapan, dan tingkat partisipasi anggota dalam subak. Hasil uji menunjukkan bahwa karakteristik individu petani dominan dibentuk oleh tiga peubah observer yaitu umur (0,90), tingkat pendidikan (0,56), dan pengalaman berusahatani padi (0,72) seperti terlihat pada Gambar 1.

Kompetensi Fasilitator

Kompetensi fasilitator pada awalnya diduga dipengaruhi oleh beberapa peubah observer diantaranya: kemampuan mengemukakan pendapat, bahasa yang digunakan, kemampuan beradaptasi dengan klien, kemampuan penyampaian materi secara sistematis, kemampuan membangkitkan semangat, kemampuan memahami kebutuhan klien, efektifitas penggunaan alat bantu penyuluhan, kemampuan menarik minat klien, ketepatan waktu, penguasaan materi dan kemampuan mencipatakan suasana belajar yang kondusif.

Gambar 2 menunjukkan bahwa kompetensi fasilitator dicirikan oleh peubah observer: kemampuan mengemukakan pendapat (0,71), bahasa yang digunakan (0,63), kemampuan beradaptasi dengan klien (0,72), kemampuan penyampaian materi secara sistematis (0,88), kemampuan membangkitkan semangat (0,86), kemampuan memahami kebutuhan klien (0,58), efektifitas penggunaan alat bantu penyuluhan (0,27), kemampuan menarik minat

Gambar 1 Hasil CFA Peubah Karakteristik Individu Petani

(4)

klien (0,70), ketepatan waktu (0,61), penguasaan materi seperti (0,57), kemampuan mencipatakan suasana belajar yang kondusif (0,67) ditunjukkan pada Gambar 2. Untuk membentuk model persamaan struktural yang ”fit” maka dipilih tiga peubah observer yang memiliki bobot tertinggi yaitu kemampuan beradaptasi dengan klien (0,72), kemampuan penyampaian materi secara sistematis (0,88), kemampuan membangkitkan semangat (0,86).

Kompetensi pengurus

Kompetensi pengurus diduga dipengaruhi oleh peubah observer: peranan menyebarkan inovasi SRI, menganjurkan SRI, mempengaruhi anggota, memberikan contoh, pelibatan anggota, kompetensi pengurus membe-rikan semangat, mencarikan jalan pemecahan masalah, pengetahuan SRI, sifat jujur dan terbuka, dan menerima kritikan.

Hasilnya adalah kompetensi pengurus dicirikan oleh peubah observer: kompetensi pengurus memberikan semangat (0,76) dan kompetensi pengurus dalam mencarikan jalan pemecahan masalah (0,62) seperti terlihat pada Gambar 3.

Persepsi Anggota Subak tentang SRI

Persepsi terhadap SRI diduga dipengaruhi oleh peubah observer: keunggulan SRI dibanding metode konvensional, keuntungan, sesuai dengan awig-awig (aturan subak), tingkat kesulitan jika diterapkan, norma setempat, nilai setempat, adat

istiadat, kebiasaan, kerumitan SRI, mudah dicoba, dapat diamati (Gambar 4). Ternyata, tiga peubah observer yang paling kuat mencirikan persepsi anggota subak mengadopsi SRI adalah persepsi mereka bahwa SRI sesuai dengan tata nilai (0,88), adat (0,82), dan kebiasaan setempat (0,82).

Sikap Anggota Subak

Sikap diduga dipengaruhi oleh peubah observer:

SRI itit air, ramah lingkungan, irit benih, masa tanam lebih cepat, bibit muda, banyaknya jumlah anakan, kualitas batang dan daun, tahan terhadap penyakit, bulir bernas, rasa nasi lebih enak, tingginya produktivitas. Hasilnya, sikap petani anggota subak tentang SRI dipengaruhi oleh: SRI irit air (0,65), dan banyaknya jumlah anakan (0,66) seperti terlihat pada Gambar 5.

Kemandirian Anggota Subak

Kemandirian diduga dipengaruhi oleh:

kemampuan mengakses informasi dari media massa, dapat belajar mandiri, kemampuan menerima informasi dari pedagang, modal sendiri, kepemilikan lahan, kemampuan akses pada kredit usahatani, keberanian menanggung risiko, kecepatan pengambilan keputusan, ketepatan dalam pengambilan keputusan. Hasilnya, kemandirian anggota subak di-bentuk oleh peubah dapat belajar mandiri (0,78) dan kemampuan pengambilan keputusan yang tepat (0,55) seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 2 Hasil CFA Peubah Kompetensi Fasilitator

Gambar 3 Hasil CFA Peubah Kompetensi Pengurus Subak

(5)

Pengujian Hipotesis

Hasil uji kesesuaian model memberikan nilai statistik chi-square sebesar 112,49 dengan derajat kebebasan 98 dengan nilai P-hitung 0,15028 yang lebih besar dari 0,5; nilai RMSEA 0,038 lebih kecil dari 0,08 sertai nilai CFI 0,932 lebih besar dari 0,90.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model yang diusulkan fit dengan data (Gambar 7). Hasil SEM menunjukkan bahwa estimasi koefisien bobot faktor seluruhnya nyata pada tingkat kesalahan lima persen dengan nilai koefisien bobot faktor yang distandarkan seluruhnya lebih besar dari nilai minimal yang disyaratkan sebesar 0,50.

Hipotesis penelitian menyebutkan bahwa

”karakteristik, kompetensi fasilitator, kompetensi pengurus, persepsi, dan sikap anggota subak terhadap SRI berpengaruh secara nyata terhadap kemandirian SRI anggota subak.” Hasil uji kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural peubah kemandirian anggota subak menerapkan SRI semuanya nyata pada tingkat kesalahan 0,05 dengan estimasi persamaan struktural sebagai berikut:

Hipotesis penelitian diterima, artinya: kemandirian anggota subak menerapkan SRI dipengaruhi oleh faktor persepsi anggota su-bak tentang SRI sebesar 0,25 atau 6,25%, sikap anggota subak terhadap SRI sebesar 0,69 atau 47,6%, karakteristik anggota subak 0,20 atau 4%, kompetensi fasilitator sebesar 0,59 atau 34,81 persen dan kompetensi pengurus subak sebesar 0,25 atau 6,25%. Pengaruh bersama- sama persepsi, sikap SRI, karakteristik, kompetensi

fasilitator, dan kompetensi pengurus adalah sebesar 98%. Ada faktor lain yang memengaruhi kemandirian anggota subak menerapkan SRI sebesar 2%.

Karakteristik Individu Petani

Karakteristik individu petani dicirikan oleh umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman berusahatani. Umur bukan faktor psikologis namun apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis (Soedijanto, 1999:36). Terdapat dua dampak psikologis yang diakibatkan oleh umur petani yiatu: kemampuan belajar dan kemampuannya untuk mengadopsi inovasi. Kebanyakan petani anggota subak adalah petani yang berumur tua.

Setelah mencapai umur tertentu, kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terlihat setelah kedewasaan tercapai usia 55 tahun ataupun 60 tahun, setelah itu penurunan kemampuan belajar akan lebih cepat lagi. Menurunnya kemampuan belajar secara otomatis mempengaruhi kemampuannya untuk mengadopsi suatu inovasi. Walaupun kemampuan belajar sudah mulai menurun, akan tetapi mempelajari suatu inovasi masih tetap dapat dilakukan, malahan masih dapat terus disempurnakan dengan dukungan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Hal inilah menjadi dasar bahwa petani Bali perlu mendapatkan pelatihan-pelatihan tentang SRI secara terus menerus guna mempertahankan kemampuan belajarnya.

Secara formal tingkat pendidikan petani Bali masih rendah, namun kemampuannya dalam berusahatani masih dapat ditingkatkan. Tanpa proses belajar petani tidak akan mendapatkan pengalaman.

Gambar 4 Hasil CFA Peubah Persepsi Anggota Subak tentang SRI

Gambar 5 Hasil CFA Peubah Sikap Anggota Subak terhadap SRI

(6)

Kumpulan pengalaman ini yang akan membentuk kepribadian petani dan akan melatarbelakangi tindakannya. Belajar tidak mesti melalui bangku sekolah, namun dapat belajar non formal melalui ke-giatan penyuluhan. Petani dapat dididik dengan dua cara yang berbeda: 1) mengajari mereka bagaimana cara memecahkan masalah spesifik, atau 2) mengajari mereka proses pemecahan masalah (van den Ban dan Hawkins, 1999:39). Cara kedua memerlukan banyak waktu dan upaya dari kedua pihak, tetapi untuk jangka panjang menghemat waktu dan menambah kemungkinan dikenalinya permasalahan secara tepat waktu dan segera dapat mencarikan jalan penyelesaian masalah.

Petani Bali adalah petani yang berpengalaman dalam usahataninya. Pengalaman-pengalaman petani Bali ini berpengaruh terhadap proses belajarnya. Apabila seseorang pernah mengalami suatu hal yang kurang menyenangkan, maka apabila suatu saat ia diberi kesempatan untuk mempelajari hal tersebut lagi, ia sudah memiliki suatu perasaan pesimis untuk berhasil.

Apabila tidak ada usaha yang keras untuk mengatasi kekecewaan yang pernah terjadi, maka proses belajar yang dihadapi tidak akan terselenggara dengan baik. Keadaan sebaliknya akan terjadi apabila pengalaman menyenangkan yang terjadi ketika mempelajari sesuatu. Implikasinya bagi penyuluh/fasilitator SRI adalah bahwa penyuluh/

fasilitator harus dapat menimbulkan suasana belajar yang menyenangkan, terhindar dari suasana tegang yang mencekam selama kegiatan penyuluhan, sehingga petani memperoleh pengalaman yang baik selama belajar. Di samping itu, untuk menghindari

kegagalan, penyuluh harus banyak memberikan kesempatan kepada para petani untuk berlatih SRI sehingga mahir dan dapat menghindari kega-galan.

Kompetensi Penyuluh/Fasilitator

Peubah ini dicirikan oleh kemampuan penyuluh/fasilitator dalam beradaptasi dengan klien, membangkitkan semangat klien dan menyampaikan materi secara sistematis. Kemampuan penyuluh/

fasilitator beradaptasi dengan klien harus dilatarbelakangi oleh sifat empati yang tinggi.

Penyuluh harus dapat merasakan apa yang petani rasakan, dengan demikian maka akan timbul rasa simpati di kalangan petani anggota subak kepada penyuluh. Selain itu, kemampuan lain yang mesti dikuasai penyuluh adalah dapat menyampaikan materi secara sistematis dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih rumit. Untuk menjaga motivasi maka kemampuan selanjutnya yang mesti dikuasai adalah membangkitkan semangat klien.

Membangkitkan semangat dapat ditempuh dengan jalan DOTALIRA yaitu dorongan, tarikan, libatkan, dan rangsang (Soedijanto, 1999:139).

Kompetensi Pengurus Subak

Peubah ini dicirikan oleh kompetensi pengurus dalam memberikan semangat dan mencarikan jalan pemecahan masalah anggotanya.

Pemberian semangat juga harus dilakukan pengurus subak karena biasanya anggota sangat percaya pada pemimpinnya. Sebagai pemimpin informal, maka pengurus juga harus aktif mencarikan jalan pemecahan masalah yang dihadapi anggotanya dalam menerapkan SRI. Pengurus subak memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang pertanian karena lebih sering bergaul di luar sistem sosialnya. Pengurus subak sering melakukan

”kontak” dengan intansi pemerintah, penyedia sarana produksi, penyedia kredit usahatani. Informasi yang didapat dari hasil pergaulan di luar sistem sosialnya menjadi bekal yang sangat berharga untuk membantu mencarikan jalan pemecahan masalah yang dihadapi anggotanya.

Persepsi Petani tentang SRI

Persepsi anggota subak tentang SRI dicirikan Gambar 6 Hasil CFA Peubah Kemandirian Anggota

Subak Menerapkan SRI

(7)

oleh: SRI sesuai dengan tata nilai, adat dan kebiasaan setempat. Secara filosofis nama inovasi SRI sama dengan nama Dewi Sri yang dipercaya masyarakat Bali sebagai dewi kesuburan. Ini menjadi nilai positif pengembangan SRI di Bali. Selain itu tidak ada satu paket-paket teknologi SRI yang bertentangan dengan nilai, adat dan kebiasaan setempat. Kondisi ini sejalan dengan Rogers (2003:254) yang menyatakan bahwa suatu inovasi relatif lebih cepat diadopsi jika sesuai dengan

indigenous knowledge

termasuk di dalamnya nilai, adat dan kebiasaan setempat.

Persepsi anggota subak dipengaruhi secara positif oleh peubah karakteristik, kompetensi fasilitator dan kompetensi pengurus subak. Artinya semakin baik karakteristik, kompetensi fasilitator

dan kompetensi pengurus subak maka akan semakin baik pula persepsi petani anggota subak tentang SRI. Karakteristik individu petani merupakan faktor fungsional yang menentukan persepsi. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang disebut faktor- faktor personal. Yang menentukan persespsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karena karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Implikasinya adalah SRI relatif lebih cepat dipersepsikan positif oleh petani-petani yang sedang menghadapi kesulitan mendapatkan air irigasi ketimbang petani yang sedang berlimpah dengan air irigasi.

Kompetensi fasilitator penyuluh memberikan Keterangan:

ADAP : adaptasi

SISTEMIS : sistematis

SEMANGAT : membangkitkan semangat ANGAT : membangkitkan semangat

JALAN : mencari jalan peyelesaian masalah BIASA : kebiasaan setempat

IRIT : SRI irit air

ANAK : jumlah anakan

DAPAT : dapat belaajr mandiri

TEPAT : pengambilan keputusan yang tepat

Chi–Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932

Gambar 7 Pengaruh faktor-faktor yang memengaruhi SDL

(8)

sumbangan terbesar dalam pembentukan persepsi tentang SRI di kalangan anggota subak. Persepsi sangat dipengaruhi oleh kredibilitas komunikator.

Kemampuan fasilitator/penyuluh beradaptasi dengan klien dan dapat menyampaikan materi secara sistematis menyebabkan penyuluh/fasilitator kredibel. Sejalan dengan pendapat Anderson (1972:82) yang menyatakan bahwa hal-hal yang mem-pengaruhi persespsi komonikate tentang komunikator sebelum ia berlakukan komunikasinya disebut prior ethos. Petani anggota subak membentuk gambaran tentang penyuluh/fasilitator dari pengalaman langsung bergaul dan telah mengenal integritas penyuluh/fasilitator yang bertugas di daerahnya. Tidak berbeda dengan kompetensi fasilitator/penyuluh, kompetensi pengurus subak juga berkontribusi dalam pembentukan persepsi positif tentang SRI di kalangan anggota subak.

Bedanya adalah pengurus subak merupakan pemimpin dalam kelompoknya. Dalam ilmu kepemimpinan, pemimpin adalah orang yang diikuti oleh bawahannya, hal inilah yang menyebabkan ada pengaruh positif kompetensi pengurus terhadap persepsi anggota subak tentang SRI.

Sikap Anggota Subak terhadap Inovasi SRI Peubah ini dicirikan oleh sikap anggota subak yang menyatakan bahwa SRI hemat air, dan jumlah anakan padi sri lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Sumber daya air irigasi yang terbatas, membuat SRI hemat air mendapat respon yang dapat menggugah minat petani anggota subak, apalagi dengan irit air dapat meningkatkan jumlah anakan membuat anggota subak yakin bahwa SRI akan memberikan banyak keuntungan dalam usahataninya.

Sikap dari para anggota subak terhadap SRI dipengaruhi secara langsung oleh persepsi petani anggota subak tentang SRI. Artinya semakin positif persepsi petani anggota subak tentang SRI maka semakin baik pula sikapnya. Persepsi anggota subak tentang SRI merupakan proses pengamatan yang dilakukan petani anggota subak melalui komponen kognisi. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor- faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Petani anggota subak mengamati SRI dari kacamatanya sendiri yang diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya. Pengalaman, proses

belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur tentang SRI. Sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap SRI. Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide, kemudian konsep mengenai SRI. Berdasarkan norma dan nilai yang ada pada diri individu petani anggota subak akan terjadi keyakinan (

belief

) terhadap SRI.

Selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional (senang atau tidak sedang) terhadap SRI.

Kemandirian Petani

Peubah ini dicirikan oleh kemampuan belajar mandiri anggota subak dan proses pengambilan keputusan yang tepat. Salah satu ciri belajar menyebutkan bahwa belajar terjadi pada orang yang belajar. Implikasinya bagi penyuluh adalah mendukung dan menciptakan proses belajar yang disebut “belajar mandiri” atau

self-directed

learning. Dengan mengembangkan belajar mandiri maka klien dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan usahataninya.

Kemandirian petani dipengaruhi oleh kompetensi fasilitator/penyuluh. Artinya semakin kompeten fasilitator/penyuluh maka kemandirian para petani anggota subak akan semakin baik.

Penyuluhan yang sasarannya adalah orang dewasa merupakan proses pendidikan yang mempunyai ciri-ciri system pendidikan non formal, terencana/

terprogram, merupakan pendidikan orang dewasa yang metodenya lateral. Keberhasilan ditentukan oleh seberapa jauh tercipta dialog antara yang dididik dan pendidik sehingga tercipta proses pembelajaran yang dialogis. Masing-masing orang dihargai pendapatnya. Konsep pendidikan orang dewasa ini cocok atau sesuai dengan konsep penyuluhan sehingga penyuluhan merupakan bentuk dari pendidikan orang dewasa.Implikasi pendidikan orang dewasa dalam penyuluhan adalah bahwa bukan membuat petani tergantung tetapi mandiri. Selain itu, kemandirian petani juga dipengaruhi oleh sikapnya terutama dalam hal pengambilan keputusan untuk menerapkan SRI pada lahan usahataninya. Faktor- faktor personal seperti kognisi, motif dan sikap amat menentukan dalam pengambilan keputusan. Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan.

Pengambilan keputusan yang tepat akan menentukan masa depan petani. Peran penyuluh/fasilitatorlah yang seharusnya membantu petani dalam proses

(9)

pengambilan keputusan yang tepat sebelum anggota subak menerapkan SRI pada lahan usahataninya.

Kesimpulan

Faktor-faktor yang memengaruhi SDL anggota subak adalah: karakteristik anggota subak, kompetensi fasilitator, dan kompetensi pengurus, persepsi anggotas subak tentang SRI, dan sikap anggota subak terhadap SRI. Karakteristik individu petani dicirikan oleh umur, tingkat pendidikan dan pengalaman berusahatani padi. Kompetensi fasilitator dicirikan oleh kemampuan beradaptasi dengan klien, kemampuan penyampaian materi secara sistematis dan kemampuan membangkitkan semangat.

Kompetensi pengurus dicirikan oleh kompetensi pengurus memberikan semangat, dan kompetensi pengurus dalam mencarikan jalan pemecahan masalah. Tiga peubah observer yang paling kuat mencirikan persepsi anggota subak mengadopsi SRI adalah persepsi mereka bahwa SRI sesuai dengan tata nilai, adat, dan kebiasaan setempat. Sikap petani anggota subak tentang SRI dibentuk dari sikap mereka tentang SRI irit air dan SRI dapat menciptakan jumlah anakan padi yang lebih banyak dari metode konvensional.

Kemandirian anggota subak dicirikan oleh kemandirian anggota subak untuk belajar mandiri dan kemampuan anggota subak dalam pengambilan keputusan yang tepat. Semakin baik persepsi, sikap, karakteristik anggota subak, kompetensi fasilitator dan kompetensi pengurus subak, maka SDL anggota subak akan semakin baik

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Anderson, K.E. 1972. Introduction to Communication Theory and Practice, Menio Park, Ca: Cummings Publishing Company.

Kerlinger, FN. 1990. Asas-Asan Penelitian Behavioral. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sevilla, C.G,, J.A. Ochave, T.G. Punsalan, B.P.

Regala, dan G.G. Uriarte. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerjemah: Alimuddin Tuwu. Jakarta: UI Press.

Rogers, EM. 2003. Diffusion of Innovation. Fifth Edition. New York: The Free Press.

Singarimbun M., Effendi S. 2003. Membentuk penelitian survei. Jakarta: LP3ES.

Soedijanto P. 1999. Psikoligi Belajar Mengajar.

Jakarta: Universitas Terbuka.

van den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerjemah: Agnes Dwina Herdiastuti. Terjemahan dari Agricultural Extention (Second Edition). Jakarta: Kanisius.

Uphoff N,.2011. “The System of Rice Intensification (SRI) as a System of Agricultural Innovation”.

[Jurnal on-line]; International Journal of Agricultural Sustainability 1: 38-50. Diperoleh dari: http://www.future-agricultures.org/

farmerfirst/ files/T1c_phoff.pdf. Internet;

Diakses pada 20 Juni 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Great correlation between variables Supervision Artistic approach with pedagogical competence of primary school teachers are at .631 or higher correlation with have

to understand  Nearly 82% students agree interactive e-learning media for Introduction to Research subjects’ is motivating  Nearly 74% students agree interactive media must be easy