• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros No"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN AKUNTABILITAS TERHADAP PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (STUDI KASUS PADA KECAMATAN MALLAWA KABUPATEN MAROS)

Elisa Apriyanti1, Ibrahim H. Ahmad2, Neng Indriyani3

1,2,3Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPUP Makassar

1elisa.apriyanti1@gmail.com, 2ibrahimahmad3112@gmail.com, 3nengindriyani16@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to determine the accountability of village fund allocation management at Mallawa District, Maros Regency. The researcher used a qualitative research design by using the case study approach method which was used to investigate and understand the problem that has occurred by gathering various kinds of information which was then processed to obtain a solution. The research data were collected by observation and interview with the village governments to get maximum information about management in the allocation of village funds at Mallawa District, Maros Regency. The result of this research showed that the management of village fund allocation in 2018 at at Mallawa District, Maros Regency is in accordance with the principle of accountability, but the instruction from the sub- district government is still needed.

Keywords: Accountability, Village Fund Allocation.

PENDAHULUAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi menjadi tiap kabupaten/kota, kemudian setiap kabupaten/kota terdiri dari beberapa kecamatan. Tingkatan di bawah kecamatan adalah kelurahan atau desa. Hingga ketingkatan desa inilah pembagian administratif Indonesia resmi digunakan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros No. 5 Tahun 2012 Tentang Penataan Wilayah Administrasi, Pusat Pemerintahan, Dan Batas Wilayah Kecamatan Kabupaten Maros, Pasal 3 menyatakan wilayah kerja administrasi Kecamatan Mallawa meliputi Kelurahan Sabila, Desa Padaelo, Desa Batu Putih, Desa Wanua Waru, Desa Telumpanuae, Desa Samaenre, Desa Bentenge, Desa Mattampapole, Desa Uludaya, Desa Gattareng Matinggi, dan Desa Barugae.

Dalam sistem pemerintahan Indonesia terdapat tiga lingkup pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota. Dalam lingkup pemerintahan kabupaten/kota, pemerintahan desa menduduki posisi tepat di bawah kecamatan.

Desa merupakan unit paling bawah dalam sistem pemerintahan di Indonesia.

Keberadaan desa memiliki peran penting

dalam menilai sejahteranya atau tidak suatu negara karena terdapat setidaknya 74.547 desa di Indonesia yang didiami oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Secara definitif, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tersebut desa diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bukhari, 2012).

Sebagai wujud pengakuan negara terhadap desa, khususnya dalam rangka memperjelas fungsi dan kewenangan desa, serta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat desa sebagai subyek pembangunan, diperlukan kebijakan penataan dan pengaturan mengenai desa yang diwujudkan dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa dalam segala aspeknya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan dana desa.

Dana desa tersebut dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang diberikan kepada setiap

(2)

desa sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Kebijakan ini sekaligus mengintegrasikan dan mengoptimalkan seluruh skema pengalokasian anggaran dari pemerintah kepada desa yang selama ini sudah ada.

Dalam mewujudkan pengelolaan keuangan desa berjalan dengan baik dan akuntabel, maka pemerintah atau perangkat desa wajib dibekali dengan pemahaman dan pengetahuan tentang bagaimana mengelola keuangan desa yang benar dan bertanggungjawab.

Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip utama good corporate governance yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang telah dicapai. Akuntabilitas bisa dijadikan sebagai tolak ukur tanggung jawab pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa yang telah diamanatkan kepadanya. Dengan demikian, akuntabilitas untuk pengelolaan alokasi dana desa sangat perlu diterapkan untuk mendorong pembangunan desa agar berjalan dengan baik.

Akuntabilitas publik artinya semua kegiatan yang berkaitan dengan publik, baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan harus mampu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Masyarakat berhak mengetahui tentang pengelolaan keuangan desa atau pemerintah dan juga berhak menuntut tanggung jawab pemerintah terhadap pengelolaan keuangan desa tersebut.

Berdasarkan data yang didapatkan penulis, jumlah keseluruhan dana desa yang didapatkan sebesar Rp8.945.901.000,00.

Faktor yang mendorong penulis melakukan penelitian mengenai alokasi dana desa karena dana desa memiliki dampak dan implikasi yang sangat besar terhadap pembangunan desa di Indonesia. Penulis melakukan penelitian ini di kecamatan Mallawa yang merupakan kampung halaman penulis. Penulis merasa apabila jika dana desa dikelola dengan baik dan jujur, maka hasil pembangunan desa juga menjadi lebih baik dan jelas.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana akuntabilitas pengelolaan alokasi dana desa di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akuntabilitas pengelolaan alokasi dana desa di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros.

TINJAUAN LITERATUR

Menurut DJPK (2017:), Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat hukum terkecil yang telah ada dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam sistem pemerintahan, desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota, terdiri dari desa dan desa adat.

Pernyataan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebut bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan rangkaian siklus yang terpadu dan terintegrasi antara satu tahapan dengan tahapan lainnya.

Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Rangkaian dan asas pengelolaan keuangan desa harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh setiap desa agar penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa dapat berjalan sesuai dengan rencana, sehingga visi desa dan masyarakat yang sejahtera dapat diwujudkan.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah instrumen penting dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengelolaan pemerintah desa.

Tata kelola pemerintahan yang baik dapat dilihat dari proses penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBDes.

Menurut Neng Indriyani (2018), anggaran yang telah disusun kemudian menjadi pedoman kerja atau standar bagi pelaksanaan, karena anggaran mencerminkan

(3)

harapan manajemen mengenai tingkat kinerja yang sukses dalam tugas.

Pendapatan desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113 Tahun 2014 merupakan semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.

Pendapatan desa diklasifikasikan atas:

1. Pendapatan Asli Desa, yaitu pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala lokal desa. Pendapatan desa meliputi hasil usaha desa, hasil dari aset desa, hasil swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa dari kegiatan pelayanan.

2. Pendapatan Transfer, yaitu alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

3. Pendapatan Lain-lain, yaitu pendapatan sebagai hasil kerja sama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan atau pihak lain yang berlokasi di Desa, dan hibah/sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.

Aparatur desa wajib memahami tahapan atau siklus pengelolaan APBDes yang baik, karena ini akan memberikan arti terhadap model penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Pengelolaan APBDes didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, sehingga akan mendorong dan memastikan bahwa pemerintahan desa akan dikelola dengan baik.

Dana desa menurut Undang-Undang Nomor 60 Tahun 2014 ialah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah menganggarkan dana desa secara nasional dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Dana desa tersebut bersumber dari belanja pemerintah dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Program yang berbasis desa sendiri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 adalah program dalam rangka melaksanakan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 menyoroti perubahan pengalokasian dana desa yang tercantum dalam Pasal 11, yang mana dana desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan berdasarkan alokasi dasar dan alokasi yang dihitung dengan memerhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota. Dana Desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditentukan 10% dari dan di luar Dana Transfer Daerah secara bertahap.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Alokasi Dana Desa adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan ADD dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota untuk setiap tahun anggaran. ADD dialokasikan paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Pengalokasian Alokasi dana desa (ADD) mempertimbangkan: 1) kebutuhan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa. 2) Jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa.

Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.

Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pembangunan pedesaan adalah adanya anggaran pembangunan secara khusus yang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk pembangunan wilayah pedesaan, yaitu dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang termasuk dalam kelompok transfer pendapatan desa. Oleh karena itu, pemerintah desa

(4)

mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan daerahnya.

Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan sebuah program yang dijalankan dengan baik memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pemberdayaan masyarakat baik dalam segi bidang pembangunan, kesehatan, pendidikan maupun dalam bidang pemberdayaan lainnya di sebuah desa di setiap kabupaten di Indonesia. Program ini juga sepenuhnya ditangani secara swadaya oleh pemerintah desa dan juga masyarakat. Diharapkan Alokasi Dana Desa yang disalurkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam pembangunan pedesaan secara gotong royong.

Akuntabilitas merupakan kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak sebagai selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkan (Rakhmat, 2018).

Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Maros No. 2 Tahun 2015 Pasal 2 yaitu perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Terpadu Kabupaten Maros diselenggarakan berdasarkan asas berkeadilan, kesetaraan, manfaat, partisipatif, transparan, akuntabel, dan menghargai kearifan lokal.

Akuntabilitas publik terdiri dari atas dua macam, yaitu akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi.

Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.

Tuntutan akuntabilitas publik lebih menekankan pada akuntabilitas horizontal, tidak hanya akuntabilitas vertikal.

Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa.

Musyawarah perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa. Pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa dengan semangat gotong royong, serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa. Pelaksanaan program

sektor yang masu ke desa diinformasikan kepada pemerintah desa dan diintegrasikan dengan rencana pembangunan desa.

Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan desa.

Kepala desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes kepada bupati/walikota melalui camat pada setiap akhir tahun anggaran.

Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir tahun anggaran yang berkenaan.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus dalam penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros.

Gambar 1. Desain Penelitian

Sumber: Elisa (2019)

Penelitian ini dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban dalam mengelola dana desa. Penulis mengobservasi dan melakukan wawancara dengan para pemerintah desa mulai dari bagaimana menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban untuk mendapatkan informasi yang maksimal tentang pengelolaan alokasi dana desa di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros.

Lokasi penelitian ini adalah kantor camat Mallawa yang berada di jalan Poros Makassar-

Perencanaan

Pelaksanaan

Pertanggung jawaban

Dana Desa

(5)

Bone Km. 91 dan desa-desa di wilayah Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros tepatnya di Desa Mattampapole, Desa Uludaya, dan Desa Samaenre. Waktu pelaksanaan penelitian ini kurang lebih selama 2 (dua) bulan.

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas 2 sumber yaitu data primer dan data sukunder. Data primer bersumber dari hasil observasi peneliti di lokasi penelitian dan wawancara dengan informan yaitu pemerintah desa. Sedangkan untuk data sukender bersumber dari dokumen- dokumen yang terkait dengan pengelolaan alokasi dana desa seperti laporan Dana Desa/Alokasi Dana Desa tahun 2018 di kecamatan Mallawa dan laporan pertanggungjawaban APBDes.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Observasi. Penulis mengamati kinerja perangkat desa atau pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa, mencatat apa yang berhubungan dengan tema penelitian, melakukan analisis dan kemudian membuat kesimpulan dari pengamatan. 2) Depth Interview. Penulis melakukan wawancara dengan pemerintah desa untuk mendapatkan informasi dalam mengelola alokasi dana desa di desa masing-masing. 3) Dokumentasi.

Dokumentasi merupakan pelengkap dari hasil observasi dan wawancara.

Aktivitas analisis data dalam penelitian ini, yaitu: 1) Pengumpulan data. Peneliti mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara langsung dengan para pemerintah desa yang bertanggungjawab mengelola alokasi dana desa. 2) Penyajian data. Peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. 3) Reduksi data. Data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti dalam mengolah data.

4) Penarikan kesimpulan, dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah ditampilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemerintah desa setiap tahun wajib menyusun APBDes. APBDes merupakan pembiayaan terhadap program pembangunan tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa. Perencanaan merupakan tahap awal dalam mengelola keuangan desa dan bagian penting dalam suatu organisasi ataupun

pemerintahan. Dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa, perencanaan yang dimaksud disini adalah proses penyusunan APBDes. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDes.

Proses perencanaan di 3 (tiga) desa Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros sudah sesuai dengan prinsip partisipatif. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan informan mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti musyawarah desa yang diselenggarakan oleh kepala desa. Sekretaris desa Mattampapole mengatakan bahwa partisipasi masyarakatnya lumayan tinggi.

Seluruh masyarakat ditiap tingkat dusun menghadiri rapat perencanaan dan memberikan masukan untuk pembangunan desa kedepannya.

Di desa Samaenre sendiri, Sekretaris desa Samaenre mengatakan bahwa minat masyarakat dalam mengikuti musyawarah desa sangat besar. Masyarakat hadir tepat waktu dan bersemangat menyampaikan program- program apa saja yang dapat membuat desa lebih baik dan lebih maju

Begitu pula di desa Uludaya. Sekretaris desa Uludaya mengungkapkan tentang antusias masyarakat sangat tinggi dalam perencanaan pengelolaan alokasi dana desa.

Boleh dibilang masyarakat ikut dalam setiap kegiatan musyawarah yang diselenggarakan kepala desa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diatas, kita bisa menyimpulkan di desa Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros sudah melaksanakan proses penyusunan perencanaan secara demokratis dan partisipatif. Melalui Musrenbangdes, masyarakat berbondong-bondong mengemukakan usulan-usulan atau program- program apa saja yang bisa didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD). Usulan atau program kerja yang telah disampaikan oleh masyarakat nantinya akan diadakan lagi voting untuk memilih program kerja mana yang prioritas atau paling penting untuk pembangunan desa agar tidak terlalu merepotkan apabila ada banyak program kerja dalam 1 tahun berkenaan. Usulan atau program kerja yang telah disetujui akan

dimasukkan dalam laporan

pertanggungjawaban APBDes. Usulan atau program kerja yang dirasa tidak mungkin

(6)

terealisasi tahun berkenaan akan dimasukkan kedalam program kerja tahun berikutnya.

Pemerintah desa dan warga desa bersama-sama menggunakan alokasi dana desa (ADD) untuk membangun desa menjadi lebih baik. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilaksanakan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada peraturan bupati/wali kota. Tim pelaksana ADD dibentuk pada saat rapat musrenbangdes.

Kegiatan-kegiatan yang telah dirangkum dan disepakati dalam rapat musrenbangdes, akan dilaksanakan apabila dana yang diajukan sudah cair atau masuk ke rekening desa.

Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam APBDes dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota.

Pemerintah desa mengelola alokasi dana dengan jujur dan amanat. Karena pemerintah desa di Desa Mattampapole, Desa Samaenre, dan Desa Uludaya mengajak warga desa turut andil dalam pembangunan dan pemberdayaan desa. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan sekretaris desa Samaenre, yaitu dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan alokasi dana desa. Masyarakat sekaligus dapat menjadi pengawas dan saksi apabila ada terjadi kecurangan dalam penggunaan Alokasi Dana Desa. Pernyataan serupa juga dilontarkan dari pihak pemerintah desa di Desa Mattampapole dan Desa Uludaya.

Selain dengan mengajak warga desa ikut terlibat dalam pembangunan desa, salah satu wujud nyata dari Tim Pelaksana Desa di Kecamatan Mallawa dalam mendukung keterbukaan informasi program ADD adalah dengan memasang papan informasi atau baleho yang berisikan jumlah anggaran dan pelaksanaan kegiatan fisik dan non fisik yang sedang dilaksanakan. Masyarakat setempat dapat mengetahui apa saja kegiatan yang didanai oleh ADD dengan melihat baleho yang dipasang didepan kantor desa.

Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi pada 3 (tiga) desa tersebut, pertanggungjawaban alokasi dana desa (ADD) di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros disampaikan kepada Bupati di akhir tahun anggaran oleh Kepala Desa berupa laporan realisasi pelaksanaan APBDes. Laporan

realisasi pelaksanaan APBDes memuat tentang pembiayaan, pendapatan, dan belanja yang didapat dan digunakan selama tahun berkenaan.

Sarana dan prasarana yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD) bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Sarana dan Prasarana No Desa Sarana dan Prasarana Kondisi

1 Mattampapole Perintisan jalan Bulu-

Bulu ke Kaide. Baik Perkerasan jalan

Jampue ke Kaide. Baik Perkerasan sirtu jalan Jampue ke Uttange. Baik 2 Samaenre Jalan Tani dan talu Baik Pengecoran jalan Baik

Deker Baik

3 Uludaya Penyeleng-garaan Hari Besar Keagamaan

Baik Peningka-tan

sarana/pra-sarana keagamaan milik desa

Baik Pemeliha-raan

sarana/pra-sarana polindes

Baik Sumber: Data Diolah (2019)

Untuk mewujudkan pertanggung- jawaban alokasi dana desa yang transparan dan akuntabel, tim pelaksana ADD selalu mendokumentasikan kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan ADD baik dimulai dari rapat penyusunan perencanaan ADD dalam musrenbangdes hingga pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Dokumentasi ini akan dijadikan sebagai lampiran dalam laporan pertanggungjawaban alokasi dana desa (ADD). Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris desa Mattampapole yang menyatakan bahwa setiap kegiatan fisik akan difoto, dijadikan sebagai dokumentasi.

Dokumentasi dilakukan sebanyak 3 kali.

Misalnya, dalam perintisan jalan Bulu-bulu ke Kaide. Dokumentasi pertama yaitu kondisi jalan sebelum kegiatan dilaksanakan.

Dokumentasi kedua yaitu ketika kegiatan sedang dilaksanakan. Dan dokumentasi ketiga yaitu ketika kegiatan perintisan jalan sudah selesai.

Selain dengan membuat laporan pertanggungjawaban ADD untuk bupati,

(7)

pemerintah desa juga menyelenggarakan rapat pertanggungjawaban ADD untuk masyarakat.

Rapat pertanggunjawaban ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui dan mengevaluasi kinerja pemerintah desa dalam mengelola alokasi dana desa. Rapat pertanggungjawaban kepada masyarakat dilaksanakan setiap enam bulan sekali.

Pernyataan sekretaris desa Samaenre berikut membenarkan dengan memberikan pernyataan bahwa rapat pertanggungjawaban ADD kepada masyarakat dilakukan per tiap semester. Semester awal sekitar bulan Juni atau awal Juli. Semester akhir sekitar bulan Januari.

Meskipun penyusunan APBDEs agak rumit, kepala desa setiap desa berhasil menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisiasi pelaksanaan APBDEs kepada bupati melalui camat tepat waktu. Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur struktural, yaitu dari tim pelaksana tingkat desa dan diketahui oleh kepala desa ke tim pendamping tingkat kecamatan.

PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengelolaan alokasi dana desa tahun 2018 di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros sudah sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan prinsip transparansi. Pemerintah desa selalu melibatkan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban pengelolaan alokasi dana desa. Namun, tetap masih diperlukan bimbingan dari pihak kecamatan tentang pengelolaan alokasi dana desa dan penyusunan APBDes.

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:

1) Penelitian dimulai pada saat menjelang hari kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga pemerintah desa tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan wawancara; 2) Kurangnya narasumber dalam kegiatan wawancara sebagai pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu masyarakat.

Mengacu kepada hasil penelitian dan keterbatasan penelitian yang telah diuraikan di atas, untuk peneliti selanjutnya dapat diajukan saran: 1) Sebaiknya mengkoordinasikan terlebih dahulu kepada para informan mengenai waktu yang akan digunakan untuk proses wawancara; 2) Menambahkan informan

yaitu masyarakat desa dalam pengumpulan data melalui wawancara untuk dapat menilai pertanggungjawaban pemerintah desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dari sisi pendapat masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, T. P., & Yulianto. (2016). Good Governance Pengelolaan Keuangan Desa Menyongsong Berlakunya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Berkala Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 1 No. 1 hal.

1-14. Diakses pada 20 Mei 2019 melalui website https://e-journal.unair.ac.id

Bukhari. (2012), Sistem Pemerintahan Desa.

Diakses pada 23 September 2019 melalui website

https://bukharistyle.blogspot.com/2012/01/

sistem-pemerintahan-desa.html

DJPK. (2017). Buku Pintar Dana Desa.

Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Diakses pada 06 Mei 2019 melalui website https://www.djpk.kemenkeu.go.id

Indriyani, N. (2013). Penerapan Anggaran Sebagai Alat Bantu Manajemen Pada PT.

Pos Indonesia Kantor Area X Makassar.

Diakses pada 29 Februari 2020 melalui website https://e-jurnal.stienobel- indonesia.ac.id/index.php/akmen/articel/vie w/483/479

Junaidi, M., Paribrata, A. I. (2015). Pedoman Standar Layanan Informasi Publik Untuk Pemerintah Desa. Cetakan Pertama. Jawa Timur: Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur

Jogloabang. (2018). Permendagri No. 84/2016 Tentang SOTK Pemerintah Desa. Diakses pada 16 September 2019 melalui website https://www.jogloabang.com/desa/permend agri-no-842016-tentang-sotk-pemerintah- desa

KSAP. (2016). Konsep Publikasian Standar Pelaporan Keuangan Pemerintah Desa.

Jakarta: Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.

KSK Mallawa. (2018). Kecamatan Mallawa Dalam Angka 2018. Maros: BPS Kabupaten Maros.

Lestari, S. (2017). Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) (Studi Kasus di Wilayah Kecamatan Banyudono). Surakarta: Institut Agama Islam Negeri Surakarta.

(8)

Republik Indonesia. (2012). Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Penataan Wilayah Administrasi, Pusat Pemerintahan, Dan Batas Wilayah Kecamatan Kabupaten Maros Pasal 3.

________________. (2014). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

________________. (2014). Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

________________. (2014). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

________________. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

________________. (2015). Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perencanaan Dan Penganggaran Pembangunan Terpadu Kabupaten Maros Pasal 2 dan Pasal 3.

Rakhmat. (2018). Administrasi dan Akuntabilitas Publik. Edisi Pertama.

Yogyakarta: Andi.

Rusyan, H. A. T. (2018). Membangun Keuangan Desa. Cetakan Pertama. Jakarta:

Bumi Aksara.

Solekhan, M. (2014). Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis Partisipasi Masyarakat. Cetakan Pertama. Malang:

Setara Press.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan Kedua puluh delapan. Bandung: Alfabeta.

Sukma, D. (2013). Akuntabilitas Publik (Accountability). Media Online Komunitas Pengelola Keuangan Organisasi Nirlaba.

11 Maret 2013. Diakses pada 23 Mei 2019 melalui website

https://keuanganlsm.com/akuntabilitas- publik-accountability/

Tahir, E. (2018). Pengaruh Alokasi Dana Desa Terhadap Pemberdayaan Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Desa Jaya Makmur Kecamatan Binongko Kabupaten Wakatobi). Kendari: Universitas Halu Oleo.

KSK Mallawa. (2018). Kabupaten Maros Dalam Angka 2018. Maros: Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros.

Yuliansyah dan Rusmianto. (2018). Akuntansi Desa. Cetakan Ketiga. Jakarta: Salemba Empat

Yulianto, H. (2019). Pedoman Penulisan Artikel Ilmiah. Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Pendidikan Ujung Pandang.

Referensi

Dokumen terkait

Rank Section Student # Name Average Honor 47.. Sophia Justine Del Rosario 91.22 ACHIEVER