• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan

ANALISIS VEGETASI DAN VISUALISASI STRUKTUR VEGETASI HUTAN KOTA BARUGA, KOTA KENDARI Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTAMBAHAN TINGGI BIBIT BUAH JENTIK (Baccaurea polyneura) Basir Achmad, Muchtar Effendi, & Muhammad Fajri Haika

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU Acacia crassicarpa MELALUI PENERAPAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN

Sona Suhartana & Yuniawati

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT POLA MONOKULTUR,

CAMPURAN DAN AGROFORESTRI DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Sutisna

ANALISIS GENDER DALAM PENGELOLAAN AGROFORESTRI DUKUH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR Hafizianor, Rina Muhayah N.P, & Siti Zakiah

PENGAYAAN VEGETASI PENUTUPAN LAHAN UNTUK PENGENDALIAN TINGKAT KEKRITISAN DAS SATUI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Syarifuddin Kadir & Badaruddin

UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN DI DESA GUNTUNG UJUNG KECAMATAN GAMBUT, KALIMANTAN SELATAN

Normela Rachmawati

IDENTIFIKASI KESEHATAN BIBIT SENGON (Paraserianthes falcataria L) DI PERSEMAIAN Dina Naemah, & Susilawati

POTENSI TEGAKAN KAYU BAWANG (Dysoxylum mollissimum Blume)

PADA SISTEM AGROFORESTRI SEDERHANA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA Efratenta Katherina Depari, Wiryono, & A. Susatya

PERSEPSI MASYARAKAT SUKU DAYAK HANTAKAN BARABAI TERHADAP KEGIATAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) ANEKA OLAHAN BUAH DURIAN

Arfa Agustina Rezekiah, Rosidah, & Siti Hamidah

JENIS, PERILAKU, DAN HABITAT TURPEPEL (Coura amboinensis amboinensis)

DI SEKITAR SUNGAI WAIRUAPA DESA WAIMITAL, KECAMATAN KAIRATU, SERAM BAGIAN BARAT Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua

PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RINJANI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Andi Chairil Ichsan & Indra Gumay Febryano

99-109 110-115

116-123

124-132

133-144

145-152

153-157 158-165

166-172

173-178

179-191

192-198

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2 Juli 2015 ISSN 2337-7771

E-ISSN 2337-7992

DAFTAR ISI

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2 Edisi Juli 2015 yaitu:

Dr. Satyawan Pudyatmoko,S.Hut,M,Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)

Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)

Prof.Dr.Hj.Nina Mindawati,M.S

(Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI)

Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)

Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc.

(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S

(Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat)

Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc

(Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI)

Dr. Ir. Purwadi, M.S

(Institut Pertanian STIPER Yogyakarta)

Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr.

(Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)

Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi

(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P

(Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)

(4)

Salam Rimbawan,

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 Nomor 2 Edisi Juli 2015 menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan.

Analisis Vegetasi dan Visualisasi Struktur Vegetasi Hutan Kota Baruga, Kota Kendari diteliti Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi disusun oleh 76 spesies yang terkelompok dalam 29 famili dengan jumlah total 8.296 individu untuk semua spesies. Alstonia macrophylla, Gironniera subaequalis dan Nephelium lappaceum adalah spesies yang mendominasi komunitas vegetasi.

Pengaruh Naungan terhadap pertambahan tinggi bibit buah Jentik (Baccaurea polyneura) ditulis Basir Achmad, Muchtar Effendi, & Muhammad Fajri Haika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat naungan 85% atau intensitas cahaya 15%

memberikan pertumbuhan tinggi paling optimum (1,15 cm) bagi bibit buah jentik.

Sona Suhartana & Yuniawati meneliti Peningkatan Produktivitas Penyaradan Kayu Acacia Crassicarpa melalui Penerapan Teknik Ramah Lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan RIL dalam penyaradan kayu A. crassicarpa dapat meningkatkan produktivitas 11,59% dan menurunkan biaya sarad sebesar 10,59%.

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Pola Monokultur, Campuran dan Agroforestri Di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan diteliti Sutisna. Secara finansial usaha hutan rakyat di lokasi penelitian dapat memberikan dampak positif dan layak untuk dikembangkan dengan Nilai NPV pola monokultur Rp. 7,674,98, campuran Rp. 20,668,993 dan agroforestry Rp. 46,011,857 dan BCR pola monokultur 2,38,campuran 1,54dan agroforestry 1,76.

Hafizianor, Rina Muhayah N.P, & Siti Zakiah meneliti Analisis Gender dalam Pengelolaan Agroforestri Dukuh dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Kertak Empat Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar. Dukuh memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 14% dan dari luar dukuh sebesar 86%.

Pengayaan Vegetasi Penutupan Lahan untuk Pengendalian Tingkat Kekritisan DAS Satui Provinsi Kalimantan Selatan ditulis oleh Syarifuddin Kadir & Badaruddin. Arahan penuruan tingkat kekritisan lahan; a) pengayaan tutupan vegetasi hutan menjadi seluas 66.975,57 ha (44

%), sedangkan lahan terbuka, semak belukar dan pertambangan berkurang seluas 17.782,99 ha (12

%); b) berdasarkan adanya pengayaan vegetasi menurunkan tingkat kekritisan lahan menjadi lahan kritis 1.536,82 ha (1, 01%).

Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan di Desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan ditulis oleh Normela Rachmawati. Upaya- upaya pencegahan kebakaran lahan yang dilakukan masyarakat di desa Guntung Ujung dengan nilai tertinggi adalah Pembersihan Bahan Bakar Bawah Tegakan yaitu sebesar 65,75 % (48 responden) dan Pembuatan Sekat Bakar 34,25 % (25 responden)

Dina Naemah, & Susilawati melakukan Identifikasi Kesehatan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria L) di persemaian. Hasil yang diperoleh bahwa penyebab kerusakan yang paling dominan adalah penyakit pada faktor abiotik sebesar 71,55%, tipe kerusakan yang dominan yaitu perubahan warna daun yang ditandai dengan daun menjadi berwarna kuning sebesar 73,77%, intensitas serangan keseluruhan sebesar 85,33%.

Potensi Tegakan Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) Pada Sistem Agroforestri

KATA PENGANTAR

(5)

Sederhana Di Kabupaten Bengkulu Utara ditulis oleh Efratenta Katherina Depari , Wiryono, & A.

Susatya. Kayu bawang yang ditanam dengan kopi cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding kayu bawang yang ditanam dengan kopi dan karet. Kayu bawang yang ditanam dengan kopi memiliki volume sebesar 43,88 m3/ha (umur 3 tahun), 82,99 m3/ha (umur 7 tahun), 116,13 m3/ha (umur 9 tahun), sedangkan yang ditanam dengan kopi dan karet memiliki volume sebesar 15,15 m3/ ha (umur 3 tahun), 82,8 m3/ha (umur 7 tahun), 79,44 m3/ha (umur 9 tahun).

Persepsi Masyarakat Suku Dayak Hantakan Barabai Terhadap Kegiatan Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) aneka olahan buah durian diteliti oleh Arfa Agustina Rezekiah, Rosidah, & Siti Hamidah. Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dayak adalah tingkat pendidikan, pengetahuan yang turun temurun serta mata pencaharian masyarakat dayak sebagai petani.

Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua meneliti Jenis, Perilaku, dan Habitat Turpepel (Coura amboinensis amboinensis) Di Sekitar Sungai Wairuapa Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Seram Bagian Barat. Turpepel yang diteliti tersusun atas karapas (carapace) yaitu tempurung

atau batok yang keras dengan warna karapas hitam kecokelatan, hitam keabu-abuan, serta hitam pekat, dan plastron yaitu susunan lempengan kulit keras pada bagian perut dengan warna plastron putih dan memiliki corak acak berwarna hitam. Turpepel menyukai jenis tempat yang lembab gelap dan tempat yang kering gelap, karena jenis tempat tersebut adalah tipe habitat semi akuatik yaitu tipe habitat campuran antara daratan (tanah) dan air, yang merupakan habitat dari Turpepel.

Penilaian Kinerja Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rinjani Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat diteliti oleh Andi Chairil Ichsan & Indra Gumay Febryano. Hasil penilaian menunjukkan rata-rata keseluruhan dari kriteria yang dinilai berada pada rentang cukup, yang berarti KPH Rinjani sudah cukup siap untuk mewujudkan fungsinya sebagai unit pengelola hutan di tingkat tapak.

Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.

Banjarbaru, Juli 2015 Redaksi,

(6)

124

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2 ISSN 2337-7771

E-ISSN 2337-7992 Juli 2015

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT

POLA MONOKULTUR, CAMPURAN DAN AGROFORESTRI DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

Financial Analysis of The Pattern Of Forest Enterprises Monoculture, Mixed And Agroforestry In Tanah Laut Regency, South Kalimantan

Sutisna

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito Jl. Sei Ulin no. 28 A Banjarbaru – 70714

ABSTRACT. This study aimed to analyze the costs, revenues and financial feasibility of the business community forest monoculture shape, mix and agroforestry, analyzing appropriate interest rate in an effort to community forests, community forest enterprises menganalisiskontribusi on household income. Methods and analysis used in this study is the method of sampling (purposive sampling) in the form of research subjects, which are the subject of this study - those directly involved in forest business people with a sampling intensity by at least 10%. The result showed that: In the financial business community forests at the study site can have a positive impact and deserve to be developed with monoculture pattern NPV IDR 7,674,98, mix IDR 20,668,993 and agroforestry IDR 46,011,857 and BCR monoculture of 2.38, 1.76 agroforestry and 1,54 mixture. The maximum interest rate (IRR) for lending scheme monoculture 30.75%, 43.12% and agroforestry mixture of 50.48%. Farming community forests can contribute to the household income ranged from 14.97%

to 47.09%. The largest contribution given by community forest management Practice agroforestry patterns.

Keywords: Financial, Forest people, Agroforestry

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya, pendapatan dan kelayakan finansial usaha hutan rakyat bentuk monokultur, campuran dan agroforestri, menganalisis tingkat suku bunga yang tepat dalam usaha hutan rakyat, menganalisis kontribusi usaha hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga.

Metode dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling (purposive sampling) dimana subyek penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam pengusahaan hutan rakyat . Hasil penelitian diperoleh bahwa secara finansial usaha hutan rakyat di lokasi penelitian dapat memberikan dampak positif dan layak untuk dikembangkan dengan Nilai NPV pola monokultur Rp. 7,674,98, campuran Rp. 20,668,993 dan agroforestry Rp. 46,011,857 dan BCR pola monokultur 2,38,campuran 1,54dan agroforestry 1,76. Tingkat suku bunga maksimum (IRR) untuk skema perkreditan pola monokultur 30.75

%, campuran 43,12 % dan agroforestri 50,48 %. Usahatani hutan rakyat dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga berkisar antara 14,97% sampai 47,09%. Kontribusi terbesar diberikan oleh praktek pengelolaan hutan rakyat pola agroforestri.

Kata kunci: Finansial, Hutan rakyat, Agroforestri.

Penulis untuk korespondensi, surel: sutisna_brt@gmail.com

(7)

125

Sutisna: Analisis Finansial Usaha ………...(3): 124-132

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alamnya. Salah satu sumberdaya alam yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia adalah hutan. Peran hutan sebagai penyangga kehidupan akan optimal bila hutan dikelola secara lestari. Hutan rakyat dapat berperan dalam menjaga kelestarian hutan, karena pembangunan hutan rakyat bertujuan untuk penyediaan bahan baku industri, sehingga tercipta kelestarian ekosistem lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu Kabupaten yang berpotensi untuk mengembangan hutan rakyat, berdasarkan laporan hasil inventarisasi dan identifikasi hutan rakyat kemitraan, terdapat lokasi hutan rakyat seluas 7.466 Ha yang tersebar pada 8 Kecamatan antara lain, Kecamatanan Takisung, Tambang Ulang, Pelaihari, Panyipatan, Bati-Bati, Batu Ampar, Jorong, dan Kintap. (Balai Pengelolaan DAS Barito 2012)

Perkembangan pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Tanah Laut, masih belum berjalan secara optimal. Kondisi dilapangan masih dijumpai beberapa permasalahan seperti; pemilihan jenis dan pola tanaman yang kurang tepat, harga jual kayu tidak sesuai dengan harapan masyarakat, kapasitas dan kelembagaan kelompok yang masih rendah.Hal ini akan berpengaruh terhadap petani dalam pengambilan keputusan dalam usaha hutan rakyat yang lebih menguntungkan.

Peningkatan usaha hutan rakyat diharapkan dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi terutama dari segi ekonomi. Keanekaragaman hasil dan peningkatan hasil kayu serta berkembangnya usaha industri kecil untuk meningkatkan perekonomian rakyat.

Hardjanto (2003) menyatakan dalam perekonomian desa pengusahaan hutan rakyat memegang peranan penting bagi petani hutan rakyat dan perkembangan industri pengolahan kayu rakyat. Secara ekonomi pengelolaan hutan rakyat masih bersifat subsisten yaitu tergantung kepada

kebutuhan keluarga.

Keputusan petani dalam memilih pola hutan rakyat akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh pada akhir daur, sehingga diperlukan kajian analisis finansial usaha hutan rakyat untuk mendukung pendapatan masyarakat yang lebih baik, karena pengelolaan hutan rakyat akan berjalan dengan baik dan diminati oleh masyarakat, apabiladapat memberikan manfaat ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga masyarakat.

Untuk mengeksplorasi lebih mendalam tentang biaya dan pendapatan usaha hutan rakyat di Kabupaten Tanah Laut, maka penelitian ini dilaksanakandengan perumusan masalah sebagai berikut: (1) berapa biaya dan pendapatan dalam pengembangan usaha hutan pada masing– masing pola tersebut?, (2) berapa tingkat suku bunga yang layak dalam pengusahaan hutan rakyat pada masing-masing pola tersebut?,(3) berapa kontribusi usaha hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk :(1) menganalisis biaya, pendapatan dan kelayakan finansial usaha hutan rakyat bentuk monokultur, campuran dan agroforestry, (2) menganalisis tingkat suku bunga yang tepat dalam usaha hutan rakyat sebagai dasar dalam pinjaman modal melalui kredit dari Bank, dan (3) menganalisiskontribusi usaha hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga

Manfaat Penelitianini diharapkan dapat menyajikan data dan informasi kepada masyarakat dan instansi terkait yang menangani kehutanan di pemerintah pusat maupun di daerah dalam menentukan pilihan pola usaha hutan rakyat yang lebih menguntungkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2014, di Desa Kandangan Lama pola hutan rakyat monokultur, Desa Sukaramah hutan rakyat campuran dan Desa Telaga Langsat hutan rakyat agroforestri Kabupaten Tanah Laut.

(8)

126

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif. Menurut Nazir M (2005), metode diskriptif adalah metode penelitian status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau peristiwa pada masa sekarang untuk memperoleh fakfa-fakta dari gejala – gejala yang ada secara faktual dan akurat agar dapat dideskripsikan atau di gambarkan secara sistimatis.Pemilihan sample dilakukan secara purposive sampling (ditentukan terlebih dahulu), pada penduduk yang memiliki lahan hutan rakyat monokultur, campuran dan agroforestri. Kemudian di ambil secara random sampling (acak) dari jumlah anggota kelompok yang memilki lahan hutan rakyat dengan prinsip keterwakilan sebesar minimal 10

% dari jumlah anggota kelompoktani hutan rakyat.

Jumlah anggota kelompok tani di desa Sukaramah sebanyak 99 orang, desa kandangan lama 150 orang, dan desa Telaga Langsat sebanyak 120 orang.

Pengolahan dan Analisis Data

Beradasarkan data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan sebagai berikut :

1. Analisis kelayakan finansial usaha pengelolaan hutan rakyat digunakan rumus biaya dan pendapatan usaha hutan rakyat seperti di kemukakan Hadisapoetro (1973) yang di kutip oleh Hafizinor (2002) sebagai berikut :

a). Analisis biaya dan pendapatan.

( )

j j

i 1 i 1

Lu Pi x Yi Ci

= =

=

Dimana :

Lu = Pendapatan usaha pengelolaan hutan rakyat

Pi = Harga komoditi ke-i

Yi = Hasil produksi komoditi ke-i

Ci = Biaya yang di keluarkan dalam pengelolaan hutan rakyat

i = 1,2,3,………i

b). Analisis kelayakan finansial usaha hutan rakyat digunakan rumus NPV, BCR dan IRR.

( )

T n to

Ri Ci NPV 1 r t

=

= ∑ +

Dimana :

Ri = pendapatan kotor tahun ke i Ci = biaya kotor pada tahun ke i r = tingkat suku bunga yang berlaku t = jangka waktu ke i

to = jangka waktu ke o

T=n = Rotasi (daur) umur ekonommi proyek

/ B

üüü = C

Dimana :

( )

to

Ri 1 r t B =

T n=

∑ +

( 1 r t Ci )

T n to

C =

=

∑ +

Dimana :

Ri = pendapatan kotor tahun ke i Ci = biaya kotor pada tahun ke i r = tingkat suku bunga yang berlaku t = jangka waktu ke i

to = jangka waktu ke 0

Tn = Rotasi (daur) umur ekonomi proyek

Untuk menganalisis tingkat suku bunga yang tepat dalam pengusahaan hutan rakyat dipakai rumus interpolasi di antara bunga yang NPV positif dan NPV negatif dengan IRR sebagai berikut :

( )

1).

'

NPp NPn"

IRR DFp = + NPV x DFn DFp

Dimana :

IRR = Internal Rate Of Return

DFp = Discounting Faktor yang menghasilkan PV Positif

DFn = Discounting faktor yang menghasilkan PV Negatif

PVp’ = Present value positif NPn” = Present value negatif.

(9)

127

Sutisna: Analisis Finansial Usaha ………...(3): 124-132

c). Kontribusi hasil usaha hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga di analisis dengan rumus sebagai berikut :

(

Lu

)

K x1 00 %

Lu Inu

= +

Dimana :

K = Kontribusi usaha pengelolaan hutan rakyat

Lu = Pendapatan usaha pengelolaan hutan rakyat

Inu = Pendapatan di luar usaha pengelolaan hutan rakyat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selain kayu, masih banyak produk hasil hutan rakyat lainnya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai-ekonomi tinggi seperti: daun, bunga, buah, biji, getah, nira, dan bahkan jasa lingkungan.

Selain itu, di sela-sela tanaman pokok juga dapat diusahakan beragam jenis tanaman pangan, obat-obatan, dan atau beragam jenis hewan ternak dan ikan sebagai suatu sistem agroforestri (wanatani, wana-mina, silvo-pasteur atau wana wisata) yang terpadu.

Oleh sebab itu, jelas bahwa pengusahaan hutan rakyat dapat memberikan nilai-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Tidak saja dalam pengertian sebagai sumberdaya alam yang merupakan modal dan input utama bagi pengusahaan hutan rakyat, tetapi juga dapat memberikan produk yang memiliki nilai ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, maupun sebagai lapangan-kerja dan kesempatan kerja bagi pencari- kerja “baru”.

Analisis Finansial Usahatani Hutan Rakyat Analisis finansial dalam pengelolaan hutan rakyat pola monokultur, campuran dan agroforestri dalam penelitian ini digunakan pendekatan dengan menghitung biaya dan pendapatan, dan kontribusi

pengelolaan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga.

Biaya Usaha Hutan Rakyat

Biaya usaha hutan rakyat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Dalam kegiatan usaha hutan rakyat biaya tidak dikeluarkan sekaligus pada tahun pertama, tetapi di rinci ke dalam kebutuhan biaya tahunan yaitu mulai dari tahun pertama sampai akhir daur atau pohon masak tebang. Untuk mengetahui besarnya biaya yang di keluarkan pada setiap pola hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Total biaya Usaha Tani Hutan Rakyat Selama Daur

Table 1 Recapitulation Total costs Farm Farm Forestry For Rotation

No. Komponen Kegiatan

Pembiayaan setiap pola (Rp/ha) Pola I Pola II Pola III 1 Tanaman Kayu 9,102,850 18.958.350 9.984.533

2

Tanaman MPTS - Karet - Melinjo - Alpukat - Durian

2,750,000 1.250,00 3,500,000 1.250.000

3

Tanaman Semusim - Jagung - Cabe

- -

11.899.800 -

11.899.800 30.260.000 4 Pengusahaan

Lebah Madu - 12.500.000* 29.672.000**

Jumlah 9.102.850 52.108.150 81.816.333 Sumber : Hasil analisis data primer (lampiran 2 s/d 8 ) Sutisna, (2014)Tesis “Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Sosial, Ekonomi dan Ekologi diKabupaten Tanah Laut.

Keterangan:

Pola I = Hutan Rakyat Monokultur (Desa Kandangan Lama)

Pola II = Hutan Rakyat Campuran (Desa Sukaramah)

Pola III = Hutan Rakyat Agroforestri (Desa Telaga Langsat)

* = Jumlah kotak lebah 5 buah glodok

** = Jumlah kotak lebah 28 buah stup

Biaya yang dikeluarkan dalam usaha hutan rakyat bentuk monokultur (pola 1) meliputi biaya pajak, bahan dan biaya tenaga kerja/upah untuk setiap komponen kegiatan antara lain yaitu

(10)

128

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015

biaya pajak, peralatan, pengadaan ajir, bibit, pembersihan lahan, pengolahan tanah dan lubang tanam, penanaman, pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Biaya yang dikeluarkan di hitung sampai dengan akhir daur, dalam penelitian ini di asumsikan pohon di tebang pada umur 8 tahun. Masyarakat desa Kandangan Lama mengelola hutan rakyat dengan jenis tanaman sengon, dengan jarak tanam 3 x 3 m. Berdasarkan hasil mengamatan dilapangan dan perhitungan biaya yang diperlukan untuk mengusahakan tanaman sengon di desa Kandangan Lama adalah sebesar Rp. 9.102.850,-/ha.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa biaya pengusahaan hutan rakyat pola agroforestri (pola III) relatif lebih tinggi dibandingkan hutan rakyat monokultur dan campuran. Hal ini disebabkan pada pola agroforestri (pola III), input biaya tidak hanya untuk tanaman pokok namun juga dikeluarkan untuk penanaman tanaman semusim yang tinggi selama daur tanaman pokok. Penanaman tanaman semusim dapat dilaksanakan hingga tanaman pokok telah berumur 4-5 tahun atau tajuk sudah mulai tertutup, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menanam tanaman semusim. Untuk mengantisipasi berkurangnya pendapatan dari usaha tani, petani penerap pola III telah intensif melakukan pengembangan lebah madu, dan sejak beberapa tahun terakhir telah menghasilkan madu dari jenis Apis cerana. Sementara itu petani penerap pola II baru mulai mengembangkan usaha lebah madu dengan jumlah stup 5 buah berbahan kayu kelapa.

Pengusahaan hutan rakyat Pola III memerlukan nilai input yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola lainnya, karena adanya curahan tenaga kerja dan sarana produksi yang tinggi sehubungan dengan adanya intensifikasi dan pemeliharaan tanaman pada tahap awal bersamaan dengan pemeliharaan tanaman semusim. Selain itu kondisi fisik di wilayah Desa Telaga Langsat pada tahap awal merupakan tanah yang gersang dan marjinal sehingga untuk dapat memperoleh output yang realtif sama dengan wilayah lainnya, diperlukan nilai input yang relatif lebih tinggi. Khusus pada Pola I, nilai inputnya relatif

kecil karena pada pola ini jenis tanamannya Sengon dengan harga bibitcukup murah dibandingkan mahoni dan tanaman buah. Di samping itu hampir tidak ada komponen biaya pemeliharaan, kecuali pada tahun berjalan (t+1 dan 2).

Pendapatan Usahatani Hutan Rakyat

Pendapatan usaha dinilai pada tempat dan produk (output) yang sama, berkesesuaian dengan biaya untuk menghasilkan output dimaksud. Dalam hal ini output dinilai di hutan pada saat tegakan telah masak tebang, dan tanaman buah serta tanaman semusim siap dipanen. Dalam penelitian ini, nilai output tegakan disebut stumpage sales price (Andayani, 2003). Nilai pendapatan nominal usaha tani pada masing-masing pola dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendapatan usaha hutan rakyat berbagai pola

Table 2. The revenue of the various patterns of community forests

No. Komponen Kegiatan

Pendapatan setiap pola (Rp/ha) Pola I Pola II Pola III 1 Tanaman Kayu 42,555,000 31,903,750 48,077,280

2

Tanaman MPTS - Karet - Melinjo - Alpukat - Durian

5,300,000 3,000,000 5,750,000 3,525,000

3

Tanaman Semusim - Jagung - Cabe

- -

40,000,000 -

27,600,000 38,475,000 4 Pengusahaan

Lebah Madu - 16,800,000 66,000,000 Jumlah 42,555,000 106,279,250 179,552,500 Sumber : Hasil analisis data primer (lampiran 2 s/d 8 ) Sutisna, (2014)Tesis “Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Sosial, Ekonomi dan Ekologi diKabupaten Tanah Laut.

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa pola III menghasilkan pendapatan paling tinggi dengan kontribusi berasal dari usaha tanaman semusim dan lebah madu. Hal ini sesuai pendapat Andayani (2005), bahwa salah satu strategi yang dilakukan petani dalam rangka meningkatkan output (ekonomi) dari lahan usahataninya adalah dengan

(11)

129

Sutisna: Analisis Finansial Usaha ………...(3): 124-132

meningkatkan produksi per satuan luas dan waktu melalui peningkatan intensitas pertanaman maupun jenis tanaman. Secara teknis strategi dimaksud pada umumnya dilakukan petani dengan cara mengusahakan pola pertanaman ganda (multiple cropping system) atau yang lazim dinamakan sebagai pola agroforestri.

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2, maka dapat dihitung keuntunganpengusahaan hutan rakyat pada setiap lokasi penelitian sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Keuntungan usaha tani hutan rakyat selama daur

Table 3. The Revenue of the Various patterns of community forests

No. Komponen Kegiatan

Keuntungan setiap pola (Rp/ha) Pola I Pola II Pola III 1 Tanaman Kayu 33,452,150 12,945,400 38,092,747

2

Tanaman MPTS - Karet - Melinjo - Alpukat - Durian

-

- 2,550,000 1.750,000 2.250,000 2,275,500

-

3 Tanaman Semusim - Jagung - Cabe

- -

28,100,200

- 15,100,200

8,215,000 4 Pengusahaan

Lebah Madu - 4,300,000 36,328,000

Jumlah 33,452,150 54,171,100 97,735,947 Sumber : Hasil analisis data primer.

Dari analisis biaya dan pendapatan nominal seperti dikemukakan dalam uraian tersebut di atas, bisa dinyatakan bahwa rata-rata keuntungan pembangunan hutan rakyat adalah: Pola I Rp 33,452,150, Pola II Rp 54,171,100, dan Pola III Rp. 97,735,947. Secara singkat dapat disampaikan bahwa pengusahaan hutan rakyat untuk semua pola hutan rakyat secara finansial menguntungkan.

Kelayakan Finansial Usahatani Hutan Rakyat Dari analisis biaya dan pendapatan usahatani, selanjutnya bisa ditemukan tingkat kelayakan usaha sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai NPV, BCR, dan IRR Usahatani Hutan Rakyat

Table 4. NPV, BCR and IRR Farming Community Forest

No. Pola Hutan Rakyat

Net Present Value (Rp/ha/

daur)

Benefit Cost/Ratio

Internal Rate Return %) 1. Monukultur 7,674,981 2,38 30,75 2. Campuran 20,668,993 1,54 43,12 3. Agroforestri 46,011,857 1,76 50,48 Sumber: Hasil analisis data primer (Lampiran 18,19,20), Suku Bunga 13 %/tahun

Dari tabel rekapitulasi seperti dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa pengusahaan hutan rakyat ternyata semua pola yang diterapkan masyarakat mampu memberikan prospek finansial yang cukup baik, dilihat dari parameter NVP, BCR, dan IRR, sehingga layak untuk diteruskan dan dikembangkan.

Di samping itu, informasi tersebut dapat digunakan petani sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menentukan apakah yang bersangkutan perlu mengambil skim kredit usahatani atau tidak.

Berdasarkan tabel 4 pula menunjukkan terjadinya variasi tingkat keuntungan yang diperoleh petani pada masing-masing pola hutan rakyat, dimana pola agroforestri memiliki keuntungan paling besar dan paling layak secara finansial.

Berdasarkan hasil wawancara hal itu disebabkan oleh faktor teknis dan non teknis. Termasuk dalam klasifikasi faktor teknis adalah: (a) adanya variasi jenis komoditi yang dikombinasikan, (b) tingkat teknologi intensifikasi pengusahaan yang dipilih, dan (c) kesuburan tanah. Sedang faktor non teknis yang diduga mempengaruhi kinerja pengusahaan, yaitu:

(a) Justifikasi penerapan konsep joint cost dan joint income pada masing-masing pola yang dianalisis, (b) tingkat perencanaan usahatani, (c) peranan instansi terkait, (d) kelembagaan petani, (e) adanya gap yang signifikan tentang tingkat pengetahuan dan informasi yang dimiliki petani, terutama yang terkait dengan pengelolaan usahatani dari mulai investasi awal sampai dengan pemasaran hasil, (f) faktor-faktor eksternal di luar kemampuan petani, baik yang bersifat teknis, ekonomi, manajemen, social, budaya, dan politik.

(12)

130

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015

Kontribusi Usaha Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Perbedaan mata pencaharian akan menyebabkan perbedaan jumlah pendapatan pada masing-masing responden. Pendapatan ini

dihitung dalam jangka waktu satu tahun terakhir dari perolehan pekerjaan responden baik dari hasil hutan rakyat maupun di luar hasil hutan rakyat.

Pendapatan responden sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Pendapatan Petani Responden dalam 1 tahun Table 5. Average Revenue Farmers Respondents in 1 year

Sumber Pendapatan

Pola I Pola II Pola III

Besarnya (Rp)

Prosentase (%)

Besarnya (Rp)

Prosentase (%)

Besarnya (Rp)

Prosentase (%)

Hutan Rakyat 4,181,500 14.97 7,876,000 26.81 17,488,800 47.09

Di Luar Hutan

Rakyat 23,750,000 85.03 21,500,000 73.19 19,654,000 52.91

Jumlah 27,931,500 100.00 29,376,000 100.00 37,142,800 100.00 Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa usaha

hutan rakyat memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tanggal berkisar antara 14,97%

sampai 47,09%. Kontribusi terbesar diberikan oleh praktek pengelolaan hutan rakyat pola agroforestri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Secara finansial usaha hutan rakyat di lokasi penelitian dapat memberikan dampak positif dan layak untuk dikembangkan dengan Nilai NPV pola monokultur Rp. 7,674,98, campuran Rp. 20,668,993 dan agroforestry Rp. 46,011,857 dan BCR pola monokultur 2,38,campuran 1,54dan agroforestry 1,76.

Tingkat suku bunga maksimum (IRR) untuk skema perkreditan pola monokultur 30.75 %, campuran 43,12 % dan agroforestry 50,48 %.

Usahatani hutan rakyat dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga berkisar antara 14,97% sampai 47,09%. Kontribusi terbesar diberikan oleh praktek pengelolaan hutan rakyat pola agroforestri.

Saran

Dalam rangka pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Tanah Laut disarankan masyarakat dapat mengembangkan pola agroforestri, dimana pola ini dapat memperoleh manfaat ekonomi lebih tinggi bila di bandingkan dengan kedua pola lainnya, serta dapat memberikan manfaat harian disamping manfaat tahunan (akhir daur).

Dalam rangka mendorong mengembangan usaha hutan rakyat dalam skala yang lebih luas, perlu adanya bantuan permodalan dan peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusia pengelola hutan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Awang S, 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Yogyakarta : Debut Press.

Awang, S Andayani.W, Himmah,B., Widayanti,W.T, Affianto,A., 2002. Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran, BPFE UGM.

Yogyakarta

BPDAS Barito, 2012. Laporan hasil inventarisasi dan identifikasi hutan rakyat kemitraan.

Hafizinoor, 2002. Pengelolaan Dukuh (Pulau Buah) di tinjau dari Perspektif Ekologi dan Sosek (studi kasus di Kecamatan Karang Intan Kabupaten

(13)

131

Sutisna: Analisis Finansial Usaha ………...(3): 124-132

Banjar, Tesis S 2 UGM Yogyakarta.

Nazir M, 2005, Metode Penelitian Bogor : Gralia Indonesia

Kementerian Kehutanan, 2006, kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat Kemitraan, Ditjen BPDASPS, Jakarta.

Mardikanto T, 1995, Aspek Sosial Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat, dalam proseding Seminar/Diskusi Panel

Pengelolaan Hutan Rakyat, Bandung 19-20 Januari 1995. Bandung

Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Perannya dalam perekonomian Desa. Bogor : Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM).

Sutisna 2014. Tesis “Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Sosial, Ekonomi dan Ekologi diKabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

Lampiran 1. Analisis Finansial Hutan Rakyat Monukultur (Pola I) dengan tingkat suku Bunga 13% dan 35 %/tahun.

Year Cost Benefit Tax 25% Net Benefit DF

13% DF

35% PV Cost PV Benefit PV Net Benefit 13%

PV Net Benefit

35% Akumulasi 0 5.146.000 - - (5.146.000) 1,0000 1,0000 5.146.000 - (5.146.000) (5.146.000) (5.146.000) 1 1.563.250 - - (1.563.250) 0,8850 0,7407 1.383.407 - (1.383.407) (1.157.963) (6.529.407) 2 982.350 450.000 - (532.350) 0,7831 0,5487 769.324 352.416 (416.908) (292.099) (6.946.315) 3 282.250 - - (282.250) 0,6931 0,4064 195.613 - (195.613) (114.718) (7.141.929) 4 282.250 5.355.000 - 5.072.750 0,6133 0,3011 173.109 3.284.322 3.111.213 1.527.244 (4.030.716) 5 282.250 - - (282.250) 0,5428 0,2230 153.194 - (153.194) (62.946) (4.183.910) 6 282.250 - - (282.250) 0,4803 0,1652 135.570 - (135.570) (46.626) (4.319.480) 7 282.250 36.750.000 8.249.516 28.218.234 0,4251 0,1224 119.973 15.620.979 11.994.461 3.452.975 7.674.981 TOTAL 9.102.850 42.555.000 8.249.516 25.202.634 8.076.191 19.257.716 7.674.981 (1.840.133)

NPV 13% 7.674.981 NPV 35% (1.840.133)

IRR 30,75%

Net B/C 2,49

B/C Ratio 2,38

Lampiran 2. Analisis Finansial dengan penerimaan turun 5%

Year Cost Benefit Tax 25% Net

Benefit DF

18% DF

40% PV Cost PV Benefit PV Net Benefit 18%

PV Net Benefit

40% Akumulasi 0 8.000.000 14.250.000 - 6.250.000 1,0000 1,0000 8.000.000 14.250.000 6.250.000 6.250.000 6.250.000 1 14.591.448 23.346.250 - 8.754.802 0,8475 0,7143 12.365.634 19.784.958 7.419.324 6.253.430 13.669.324 2 12.745.682 20.045.000 - 7.299.318 0,7182 0,5102 9.153.750 14.396.007 5.242.257 3.724.142 18.911.580 3 14.635.628 19.110.675 - 4.475.047 0,6086 0,3644 8.907.695 11.631.347 2.723.652 1.630.848 21.635.232 4 8.210.101 12.540.000 - 4.329.899 0,5158 0,2603 4.234.679 6.467.992 2.233.314 1.127.108 23.868.546 5 12.028.500 12.540.000 - 511.500 0,4371 0,1859 5.257.768 5.481.350 223.582 95.106 24.092.127 6 13.559.215 19.665.000 - 6.105.785 0,3704 0,1328 5.022.761 7.284.536 2.261.775 810.911 26.353.903 7 15.681.338 49.077.741 8.249.516 25.146.888 0,3139 0,0949 4.922.765 15.406.731 7.894.238 2.385.547 34.248.140 TOTAL 99.451.912 170.574.666 8.249.516 62.873.239 57.865.052 94.702.921 34.248.140 22.277.092

NPV 18% 34.248.140 NPV 40% 22.277.092

IRR 80,94%

Net B/C 3,50

B/C Ratio 1,64

(14)

132

Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015

Lampiran 3. Analisis Finansial Hutan Rakyat Agroforestri (Pola III) dengan tingkat suku Bunga 13% dan 35 %/tahun Year Cost Benefit Tax 25% Net Benefit DF

13%

DF

35% PV Cost PV Benefit PV Net Benefit 13%

PV Net Benefit

35% Akumulasi

0 16.981.900 15.000.000 - (1.981.900) 1,0000 1,0000 16.981.900 15.000.000 (1.981.900) (1.981.900) (1.981.900) 1 18.854.033 24.575.000 - 5.720.967 0,8850 0,7407 16.684.985 21.747.788 5.062.803 4.237.753 3.080.903 2 18.962.250 21.100.000 - 2.137.750 0,7831 0,5487 14.850.223 16.524.395 1.674.172 1.172.977 4.755.074 3 13.597.150 20.116.500 - 6.519.350 0,6931 0,4064 9.423.507 13.941.744 4.518.237 2.649.738 9.273.311 4 3.355.250 13.200.000 - 9.844.750 0,6133 0,3011 2.057.838 8.095.807 6.037.970 2.963.941 15.311.281 5 3.355.250 13.200.000 - 9.844.750 0,5428 0,2230 1.821.095 7.164.431 5.343.336 2.195.512 20.654.616 6 3.355.250 20.700.000 - 17.344.750 0,4803 0,1652 1.611.589 9.942.594 8.331.005 2.865.269 28.985.621 7 3.355.250 51.660.780 8.249.516 40.056.014 0,4251 0,1224 1.426.185 21.958.964 17.026.235 4.901.527 46.011.857 TOTAL 81.816.333 179.552.280 8.249.516 89.486.431 64.857.322 114.375.723 46.011.857 19.004.818

NPV 13% 46.011.857 NPV 35% 19.004.818

IRR 50,48%

Net B/C 2,83

B/C Ratio 1,76

Referensi

Dokumen terkait

Adaptive resistance to tobramycin in Pseudomonas aeruginosa lung infection in cystic fibrosis.. Pseudomonas aeruginosa tolerance to tobramycin, hydrogen peroxide and