• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Bifurkasi Hopf pada model dinamik S-I-P dengan penyakit pada populasi prey dan fungsi respon Holling tipe II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Bifurkasi Hopf pada model dinamik S-I-P dengan penyakit pada populasi prey dan fungsi respon Holling tipe II"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BIFURKASI HOPF PADA MODEL DINAMIK S-I-P

DENGAN PENYAKIT PADA POPULASI PREY DAN FUNGSI RESPON HOLLING TYPE II

Gesti Essa Waldhani1*, Chalimatusadiah2

1*Universitas Bina Sarana Informatika; Jakarta

1*,2Jurusan Teknologi Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Bina Sarana Informatika

e-mail: 1*gesti.gew@bsi.ac.id, 2chalimatusadiah.cld@bsi.ac.id

ABSTRAK

Pada penelitian ini, model dinamik S-I-P dengan penyakit pada populasi prey dan fungsi respon Holling type II dengan pemanenan dan waktu tunda dibahas. Analisis model dilakukan dengan menentukan titik tetap dan membahas keberadaan bifurkasi Hopf. Modifikasi lain yang diberikan pada model adalah penggunaan waktu tunda. Waktu tunda merupakan waktu yang dibutuhkan bagi suatu penyakit untuk menyebabkan prey sakit (waktu inkubasi). Analisis model dilakukan dengan menentukan titik tetap, kemudian menganalisis kestabilan titik tetap dan membahas keberadaan bifurkasi Hopf. Modifikasi lain yang diberikan pada model adalah penggunaan waktu tunda. Waktu tunda merupakan waktu yang dibutuhkan bagi suatu penyakit untuk menyebabkan mangsa sakit (waktu inkubasi). Kasus pertama adalah model tanpa waktu tunda, diperoleh 2 titik tetap tidak stabil dan 2 titik tetap stabil. Salah satunya adalah titik tetap interior dengan uji kestabilan Routh-Hurwitz. Kasus kedua adalah model dengan waktu tunda diperoleh nilai kritis tundaan. Bifurkasi hopf terjadi ketika nilai waktu tunda sama dengan nilai tundaan kritis dan juga memenuhi kondisi transversalitas.

Pengamatan pada simulasi model dilakukan dengan memvariasikan nilai waktu tunda. Saat bifurkasi Hopf terjadi, grafik pada bidang solusi memperlihatkan pergerakan osilasi yang konstan. Apabila nilai waktu tunda yang diberikan kurang dari nilai kritis tundaan, solusi sistem terkontrol menuju kondisi yang seimbang.

Kemudian ketika nilai waktu tunda lebih besar dari nilai kritis tundaan, solusi sistem terus berfluktuasi sehingga menyebabkan kondisi sistem yang tidak stabil.

Kata kunci : Bifurkasi Hopf; Model S-I-P; Holling tipe II; Penyakit.

ABSTRACT

In this paper, a dynamic S-I-P model with disease in the prey population and Holling type II functional response with harvesting and time-delay were discussed. Model analysis is carried out by determining fixed points, then analyzing the stability of the fixed points and discussing the existence of the Hopf bifurcation.

Another modification given to the model is the use of time delays. Delay time is the time needed for a disease to make prey sick (incubation time). The first case is a model without time delay, it is obtained that 2 fixed points are unstable and 2 fixed points are stable. One of them is the interior fixed point tested with the Routh- Hurwitz criteria. The second case is a model with a delay time, the critical delay value is obained. Hopf bifurcation occurs when the delay time value is equal to the critical delay value and also fulfills the transversality condition. Observations on the model simulation are carried out by varying the value of the delay time. When the Hopf bifurcation occurs, the graph on the solution plane shows a constant oscillatory movement. If the value of the delay time given is less than the critical value of the delay, the controlled system solution goes to a balanced state. Then when the delay time value is greater than the critical delay value, the system solution continues to fluctuate causing an unstable system condition.

Keywords : Hopf bifurcation; S-I-P model; Holling type II; Disease.

1. PENDAHULUAN

Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang ekosistem [1]. Ekosistem merupakan partisi dari alam semesta pada umumnya [2]. Dalam suatu ekosistem sedikitnya tersusun dari komponen hidup dan tak hidup. Komponen hidup yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan sedangkan komponen tak hidup merupakan komponen pendukung kehidupan seperti air, tanah, udara, sinar matahari dan sebagainya. Salah satu bahasan penting dalam ekologi yakni rantai-makanan.

(2)

Menurut Alex [3], dalam suatu rantai makanan minimal terdapat dua macam spesies yaitu spesies predator atau pemangsa dan spesies prey atau mangsa. Rantai makanan merupakan penentu keseimbangan ekosistem, sehingga perlu dikaji mendalam. Kajian mengenai rantai makanan salah satunya yaitu pemodelan matematika prodator-prey yang dikembangkan dalam cabang ilmu matematika ekologi.

Permasalahan lainnya yang terjadi dalam suatu populasi adalah epidemi. Menurut Lee [4] peristiwa epidemi dalam suatu populasi adalah β€œWhen a disease occurs at a frequency higher than is expected, it is said to be epidemic. A localized epidemic may be referred to as an outbreak”. Oleh karena itu dalam pemodelan matematika di kaji berbagai macam model matematis untuk mengetahui tejadi atau tidaknya suatu epidemi dalam populasi. Model epidemi klasik membagi populasi menjadi dua kelas, yaitu kelas rentan (susceptible) dan terinfeksi (infected). Sub-populasi rentan, rentan terhadap infeksi dan sub-populasi yang terinfeksi dapat memindahkan infeksi ke individu rentan. Dalam model S-I ukuran populasi adalah 𝑁 = 𝑆 + 𝐼, di mana 𝑆 adalah sub-populasi rentan dan 𝐼 sub-populasi terinfeksi [5] .

Sistem interaksi dalam ekosistem yang merupakan pendekatan terhadap suatu fenomena fisik adalah sistem interaksi predator-prey, di mana prey sebagai populasi yang dimangsa dan predator sebagai populasi yang memangsa [6]. Sistem predator-prey adalah salah satu jenis sistem yang merupakan gabungan atau interaksi dari dua populasi yaitu predator (pemangsa) dan prey (mangsa). Interaksi antar dua populasi ini sangat penting karena kelangsungan hidup makhluk hidup tergantung pada keseimbangan lingkungan disekitarnya. Keseimbangan tersebut dapat tercapai jika jumlah rata-rata dari populasi predator dan prey yang sedang berinteraksi sesuai dengan ukuran dan proporsinya.

Model matematika predator-prey yang banyak dipakai adalah model yang terdiri atas dua spesies berbeda di mana salah satu dari keduanya menyediakan makanan untuk yang lainnya. Model predator-prey pertama kali dikenalkan oleh Lotka pada tahun 1925 dan Volterra pada tahun 1926, sehingga model ini juga disebut model Lotka-Volterra [7]. Model matematika Lotka-Volterra dua spesies predator-prey dapat di tulis sebagai berikut.

𝑑π‘₯

𝑑𝑑 = 𝛼π‘₯ βˆ’ 𝛼π‘₯𝑦,

𝑑π‘₯

𝑑𝑑 = 𝛼π‘₯ βˆ’ 𝛼π‘₯𝑦, (1)

Model sederhana ini kemudian mengalami banyak modifikasi. Salah satu modifikasi dilakukan dengan penambahan fungsi respon.

Fungsi respon dalam model interaksi predator-prey menurut [8] adalah jumlah makanan yang dimakan oleh predator sebagai fungsi kepadatan makanan. Dalam hal ini fungsi respon dibagi atas tiga macam, yaitu fungsi respon tipe I, tipe II, dan tipe III. Fungsi respon tipe I terjadi pada predator yang memiliki karakteristik pasif, atau lebih suka menunggu mangsanya. Fungsi respon tipe II terjadi pada predator yang berkarakteristik aktif dalam mencari mangsa. Fungsi respon tipe III terjadi pada predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang.

Para peneliti sebelumnya telah mengembangkan model predator-prey ketika terdapat wabah penyakit pada populasi predator atau prey. Tewa, dkk [9] menganalisis stabilitas local dan global model predator- prey dengan penyakit menular SIS dan fungsi respon Holling type II. Solusi periodic menunjukkan paling sedikit satu populasi yang punah karena penyakit.

Moustafa [10] menganalisis bifurkasi Hopf dan transkritis model eko-epidemiologi berorde fraksional.

Simulasi menunjukkan orde fraksional dapat membantu mengendalikan koeksistensi prey yang rentan, prey yang terinfeksi dan predator.

Fardinah [11] menganalisis kestabilan model mangsa -pemangsa dengan fungsi respon Holling Tipe II dan adanya mangsa sakit. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya kepunahan pemangsa dan eksistensi semua subpopulasi jika memenuhi kondisi yang disyaratkan.

Penelitian serupa dilakukan oleh Kooi [12], yang meneliti model predator-prey dua spesies pada kasus penyakit hanya terjadi pada populasi predator. Pada model mekanisme cara predator berburu berdasarkan fungsi respon Holling Tipe II. Dari hasil analisis model tersebut juga diperoleh sistem yang lebih stabil dengan adanya kenaikan laju infeksi penyakit.

Berbeda dari kajian sebelumnya, dalam penelitian ini akan memodifikasi model epidemi predator-prey Khoirun [13] dengan model epidemi predator-prey yang terdiri dari dua spesies di mana predator berburu mangsa mengikuti model Lotka-Voltera dan mekanisme penularan penyakit pada spesies prey. Pada penelitian ini akan dikonstuksi model matematika epidemi predator-prey di mana terdapat penyebaran

(3)

penyakit pada populasi prey yang mengikuti hukum aksi masa sederhana dan mekanisme cara berburu predator mengikuti fungsi respon Holling tipe II. Model matematika yang terbentuk terdiri dari tiga persamaan, yaitu laju pertumbuhan populasi Susceptible-prey, laju pertumbuhan populasi infected-prey, dan laju pertumbuhan populasi predator. Ketiga persamaan tersebut membentuk suatu sistem persamaan diferensial biasa nonlinear [14]. Pada model SIP ini diasumsikan adanya waktu tunda. Waktu tunda menyatakan waktu inkubasi penularan penyakit, yaitu waktu yang dibutuhkan bagi suatu penyakit untuk menyebabkan prey sakit.

Dari model tersebut dilakukan analisis dengan menentukan titik kesetimbangan model dan menganalisis kestabilan titik kesetimbangan model. Simulasi numerik diberikan untuk menunjang hasil analisis kestabilan yang telah diperoleh Pastor [15]. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis perilaku sistem predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II. Sebuah tulisan yang diformulasikan dengan judul β€œBIFURKASI HOPF PADA MODEL DINAMIK S-I-P DENGAN PENYAKIT PADA POPULASI PREY DAN FUNGSI RESPON HOLLING TYPE II”.

2. MODEL MATEMATIKA

Model yang akan dibahas dalam artikel ini adalah model S-I-P interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II. Asumsi-asumsi yang digunakan pada model predator-prey sebagai berikut.

1. Laju pertumbuhan populasi prey memiliki pola pertumbuhan logistik.

2. Penyakit hanya menginfeksi populasi prey dan prey yang terinfeksi tidak bisa disembuhkan atau menjadi kebal.

3. Makanan dari prey memiliki jumlah yang terbatas sehingga terjadi kompetisi antara prey sendiri dalam memperebutkan makanan.

4. Persediaan makanan predator bergantung pada populasi prey.

5. Pada saat terjadinya interaksi prey dengan predator, populasi prey akan menurun sedangkan populasi predator akan meningkat.

6. Dalam interaksinya, predator hanya memakan mangsa yang terinfeksi.

7. Dalam ekosistem, hanya ada 1 jenis mangsa untuk dikonsumsi oleh predator.

8. Prey merespon kehadiran predator sehingga predator memerlukan waktu untuk menangkap prey (predator mengikuti fungsi respon Holling tipe II).

Modifikasi model predator-prey S-I-P dengan fungsi respon Holling tipe II dapat diekspresikan sebagai berikut.

{𝑑π‘₯1

𝑑𝑑 = π‘Ÿπ‘₯1(1 βˆ’π‘₯1

𝐾) βˆ’ 𝛽π‘₯1π‘₯2 𝑑π‘₯2

𝑑𝑑 = 𝛽π‘₯1π‘₯2βˆ’π‘Žπ‘₯2𝑦

𝑏+π‘₯2βˆ’ 𝑐π‘₯2 𝑑π‘₯3

𝑑𝑑 = πœ‡ (π‘Žπ‘₯2π‘₯3

𝑏+π‘₯2) βˆ’ 𝑑π‘₯3 (2)

dengan π‘₯1(0) > 0, π‘₯2(0) > 0 dan π‘₯3(0) > 0 dimana 𝑆 =π‘₯1

𝐾, 𝐼 =π‘₯2

𝐾, 𝑃 =π‘₯3

𝐾, 𝑇 = π‘Ÿπ‘‘ > 0, 𝐴 =π‘Ž

π‘Ÿ> 0, 𝐡 =𝑏

𝐾> 0, 𝐢 =𝑐

π‘Ÿ> 0, 𝐷 =𝑑

π‘Ÿ> 0 dan π‘š =𝛽𝐾

π‘Ÿ > 0.

Pada sistem (2), π‘₯1= 𝑆

𝐾 mempresentasikan kepadatan populasi prey rentan penyakit disertai dengan adanya pengaruh dari lingkungan, π‘₯2= 𝐼

𝐾 mengartikan kepadatan populasi prey yang terinfeksi disertai pengaruh dari lingkungan, π‘₯3=𝑃

𝐾 mengartikan kepadatan populasi predator disertai pengaruh lingkungan, 𝑇

π‘Ÿ= 𝑑 mempresentasikan kelipatan dari waktu 𝑑, π‘Ž = π΄π‘Ÿ angka penurunan kepadatan populasi prey akibat interaksi antara prey dan predator, 𝑏 = 𝐡𝐾 mempresentasikan tingkat kejenuhan pemangsaan dengan adanya pengaruh dari lingkungan, 𝛽 =π‘šπΎ

π‘Ÿ tingkat penyebaran penyakit menular pada populasi mangsa 𝑐 = πΆπ‘Ÿ dan 𝑑 = π·π‘Ÿ masing-masing adalah laju kematian alami dari mangsa dan predator, πœ‡ tingkat pertumbuhan populasi predator. Sistem (2) dapat ditulis ulang sebagai berikut.

{

𝑑𝑆(𝑇)

𝑑𝑇 = 𝑆

(

𝑇

)(

1 βˆ’ 𝑆

(

𝑇

))

βˆ’ π‘šπ‘†

(

𝑇

)

𝐼

(

𝑇 βˆ’ 𝜏

)

𝑑𝐼(𝑇)

𝑑𝑑 = π‘šπ‘†

(

𝑇

)

𝐼

(

𝑇 βˆ’ 𝜏

)

βˆ’π΄π‘†(𝑇)𝑃(𝑇)

𝐡+𝐼(𝑇) βˆ’ 𝐢𝐼 𝑑𝑃(𝑇)

𝑑𝑇 = πœ‡

(

𝐴𝐼(𝑇)𝑃(𝑇)

𝐡+𝐼(𝑇)

)

βˆ’ 𝐷𝑃

(

𝑇

)

(3)

dengan 𝑆(0) > 0, 𝐼(0) > 0 dan 𝑃(0) > 0.

(4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Titik Ekuilibrium

Sistem (3) mencapai titik kesetimbangan ketika 𝑑𝑇𝑑𝑆= 0, 𝑑𝐼

𝑑𝑇= 0 dan 𝑑𝑃

𝑑𝑇= 0, sehingga sistem (3) dapat ditulis sebagai berikut.

(a) 𝑑𝑆

𝑑𝑇= 𝑆(1 βˆ’ 𝑆) βˆ’ π‘šπ‘†πΌ = 0, (b) 𝑑𝐼

𝑑𝑇= π‘šπ‘†πΌ βˆ’π΄π‘†π‘ƒ

𝐡+πΌβˆ’ 𝐢𝐼, (c) 𝑑𝑃

𝑑𝑇= πœ‡ (𝐴𝐼𝑃

𝐡+𝐼) βˆ’ 𝐷𝑃. (4) Dari persamaan (4), diperoleh πœ‡ (𝐴𝐼𝑃

𝐡+𝐼) βˆ’ 𝐷𝑃 = 0 ⟺ 𝑃 = 0 ∨ 𝐼 = 𝐷𝐡

πœ‡π΄βˆ’π·. Jika, 𝑃 = 0 dari persamaan (b) pada sistem (4), diperoleh

π‘šπ‘†πΌ βˆ’ 𝐢𝐼 = 0 ⟺ 𝐼(π‘šπ‘† βˆ’ 𝐢) = 0 ⟺ 𝐼 = 0 ∨ 𝑆 = 𝐢 π‘š. Substitusi 𝐼 = 0 dan 𝑃 = 0 ke persamaan (a) pada sistem (4), maka

𝑆(1 βˆ’ 𝑆) = 0 ⇔ 𝑆 = 0 ∨ 𝑆 = 1.

Jadi, untuk 𝐼 = 0 dan 𝑃 = 0 titik kesetimbangannya adalah 𝐸0(0,0,0) dan 𝐸1(1,0,0). Substitusi 𝑆 = 𝐢

π‘š dan 𝑃 = 0 ke persamaan (a) pada sistem (4) yang menghasilkan 𝐼 = βˆ’βˆ’π‘š+𝐢

π‘š2 . Jadi, jika 𝐢 < π‘š, maka titik kesetimbangannya adalah 𝐸2(𝐢

π‘š, βˆ’βˆ’π‘š+𝐢

π‘š2 , 0). Jika 𝐼 = 𝐷𝐡

πœ‡π΄βˆ’π· dari persamaan (a) pada sistem (4), diperoleh sebagai berikut.

𝑆(1 βˆ’ 𝑆 βˆ’ π‘šπΌ) = 0 ⟺ 𝑆 = 0 ∨ 𝑆 =πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷 βˆ’ π‘šπ·π΅ πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷 . Substitusi 𝐼 = 𝐷𝐡

πœ‡π΄βˆ’π· dan 𝑆 =πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π‘šπ·π΅

πœ‡π΄βˆ’π· ke persamaan (a) pada system (4) sehingga diperoleh 𝑃 =

βˆ’π·π΅2(βˆ’π‘šπœ‡π΄+π·π‘š+π΅π·π‘š2+πΆπœ‡π΄βˆ’πΆπ·)πœ‡

(πœ‡π΄βˆ’π·)2(πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π‘šπ·π΅) . Maka jika πœ‡π΄ > 𝐷 π‘‘π‘Žπ‘› βˆ’ π‘š(πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷) + π΅π·π‘š2+ 𝐢(πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷) <

0, πΈβˆ—(π‘†βˆ—, πΌβˆ—, π‘ƒβˆ—) adalah titik ekuilibrium.

3.2 Stabilitas Tanpa Waktu Tunda

Matriks Jacobian dari persamaan (4) diberikan oleh 𝐽 = (1 βˆ’ 2𝑆 βˆ’ π‘šπΌ βˆ’ π‘šπ‘† 0 π‘šπΌ βˆ’ 𝐴𝑃

𝐡+πΌβˆ— π‘šπ‘† + 𝐴𝑆𝑃

(𝐡+𝐼)2βˆ’ 𝐢 βˆ’ 𝐴𝑆

𝐡+𝐼 0 πœ‡π΄π‘ƒ

𝐡+πΌβˆ’ πœ‡π΄πΌπ‘ƒ

(𝐡+𝐼)2 πœ‡π΄πΌ 𝐡+πΌβˆ’ 𝐷 )

Pada titik 𝐸0, matriks Jacobiannya adalah 𝐽(0,0,0) = (1 0 0 0 βˆ’ 𝐢 0 0 0 βˆ’ 𝐷 ). Diperoleh πœ†1= 1 ∨ πœ†2= βˆ’πΆ ∨ πœ†3= βˆ’π·. Jadi 𝐸0 adalah titik pelana yang tidak stabil.

Pada titik 𝐸1, matriks Jacobiannya adalah 𝐽(0,1,0) = (βˆ’1 βˆ’ π‘š 0 0 π‘š βˆ’ 𝐢 βˆ’π΄

𝐡 0 0 βˆ’ 𝐷 ). Diperoleh πœ†1= βˆ’1 ∨ πœ†2= π‘š βˆ’ 𝐢 ∨ πœ†3= βˆ’π·. Jadi, 𝐸1 adalah titik pelana yang tidak stabil.

Pada titik 𝐸2, matriks Jacobiannya adalah 𝐽 (𝐢

π‘š, βˆ’βˆ’π‘š+𝐢

π‘š2 , 0) = (βˆ’πΆ

π‘š βˆ’ 𝐢 0 1 βˆ’πΆ

π‘š βˆ’ πœ† βˆ’

π΄πΆπ‘š

π΅π‘š2+π‘šβˆ’πΆ 0 0 βˆ’βˆ’πœ‡π΄π‘š+πœ‡π΄πΆ+π·π΅π‘š2+π·π‘šβˆ’π·πΆ

π΅π‘š2+π‘šβˆ’πΆ ). Diperoleh πœ†1= βˆ’βˆ’πœ‡π΄π‘š+πœ‡π΄πΆ+π·π΅π‘š2+π·π‘šβˆ’π·πΆ

π΅π‘š2+π‘šβˆ’πΆ . Dua nilai eigennya dapat ditentukan dari polynomial karakteristik.

πœ†2+𝐢

π‘šπœ† + 𝐢 βˆ’πΆ2

π‘š. Karena 𝐢

π‘š> 0 dan 𝐢 βˆ’πΆ2

π‘š > 0 maka semua bagian real dari solusi persamaan (4) negative jika πœ‡π΄(𝐢 βˆ’ π‘š) + π·π΅π‘š2+ 𝐷(π‘š βˆ’ 𝐢) > 0.

Pada titik πΈβˆ—(π‘†βˆ—, πΌβˆ—, π‘ƒβˆ—) dengan π‘†βˆ—=πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π‘šπ·π΅

πœ‡π΄βˆ’π· , πΌβˆ—= 𝐷𝐡

πœ‡π΄βˆ’π· dan π‘ƒβˆ—= βˆ’π·π΅2(βˆ’π‘šπœ‡π΄+π·π‘š+π΅π·π‘š2+πΆπœ‡π΄βˆ’πΆπ·)πœ‡ (πœ‡π΄βˆ’π·)2(πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π‘šπ·π΅)

matriks Jacobiannya adalah 𝐽(πΈβˆ—) = (𝑀1 𝑀2 0 𝑀3 𝑀4 𝑀5 0 𝑀6 0 ) dengan

(5)

𝑀1= βˆ’πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π·π‘šπ΅

πœ‡π΄βˆ’π· , 𝑀2= βˆ’π‘š(πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π·π‘šπ΅)

πœ‡π΄βˆ’π· , 𝑀3= 𝐢𝐡𝐷

πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π·π‘šπ΅,

𝑀4= βˆ’πœ‡2𝐴2πΆβˆ’πœ‡2𝐴2π‘š+πœ‡π΄π΅π·π‘š2+𝐡𝐷2π‘š2βˆ’πΆπ·2+𝐷2π‘š

π΄πœ‡(πœ‡π΄βˆ’π·) ,

𝑀5= βˆ’πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π·π‘šπ΅

π΅πœ‡ ,

𝑀6= βˆ’(βˆ’π‘šπœ‡π΄+π·π‘š+π΅π·π‘š2+πΆπœ‡π΄βˆ’πΆπ·)𝐷𝐡 𝐴(πœ‡π΄βˆ’π·βˆ’π·π‘šπ΅) . Persamaan karakteristik 𝐽(πΈβˆ—) adalah

πœ†3+ πœ†2(βˆ’π‘€1βˆ’ 𝑀4) + πœ†(𝑀1𝑀4βˆ’ 𝑀2𝑀3βˆ’ 𝑀5𝑀6) + 𝑀1𝑀5𝑀6= 0.

Jika πœ‡2𝐴2(1 + 𝐢 βˆ’ π‘š) + πœ‡π΄π·(βˆ’1 + π΅π‘š(π‘š βˆ’ 1)) + 𝐷2(π‘š(1 + π΅π‘š) βˆ’ 𝐢) > 0 maka

βˆ’π‘€1βˆ’ 𝑀4> 0.

Jika πœ‡3𝐴3(1 βˆ’ 𝐷)(π‘š βˆ’ 𝐢) + πœ‡2𝐴2𝐷((𝐢 βˆ’ π‘š)(1 βˆ’ 3𝐷) + π·π΅π‘š2βˆ’ 2π΅π‘š2) + πœ‡π΄π·2((3𝐷 + 1)(βˆ’π‘š + 𝐢) βˆ’ 2π·π΅π‘š2+ π‘š3𝐡2+ π‘šπΆπ΅) + 𝐷3((𝐷 + 1)(π‘š βˆ’ 𝐢) βˆ’ π‘šπ΅πΆ + π΅π‘š2(2 + π΅π‘š) + π‘š3𝐡2+ π·π΅π‘š2+ 2π΅π‘š2) > 0 maka

𝑀1𝑀4βˆ’ 𝑀2𝑀3βˆ’ 𝑀5𝑀6> 0.

Jika (πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷 βˆ’ π·π‘šπ΅)(π·π΅π‘š2+ (πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷)(𝐢 βˆ’ π‘š)) < 0 maka 𝑀1𝑀5𝑀6> 0.

Jika πœ‡5𝐴5(π‘š βˆ’ 𝐢 + 𝐢2(𝐷 βˆ’ 1) + 2π‘šπΆ(1 βˆ’ 𝐷) + π‘š2(𝐷 βˆ’ 1)) + πœ‡4𝐴4(βˆ’3π΅π·π‘š2(1 βˆ’ π‘š) + π·π‘šπ΅πΆ(1 βˆ’ 3π‘š) + 𝐷(π‘š2+ 𝐢2) βˆ’ 2π·π‘š(1 + 𝐢) + 2𝐢𝐷(1 + 3π‘šπ·) + 2𝐷2π΅π‘š2(𝐢 βˆ’ π‘š) βˆ’ 3𝐷2(π‘š2+ 𝐢2)) +

πœ‡3𝐴3(βˆ’4π‘šπΆπ·2(𝐷 + 1) βˆ’ 4𝐷3π΅π‘š2(𝐢 βˆ’ π‘š) + 3𝐷2π΅π‘š2(1 βˆ’ π΅π‘š2+ π‘šπ΅) βˆ’ 𝐢𝐷2π΅π‘š(βˆ’πΆ + π‘š) + 2𝐢2𝐷2(1 + 𝐷) + 𝐷2π‘š3𝐡2(𝐢 + π·π‘š) + 2π‘š2𝐷2(1 + 𝐷)) + πœ‡2𝐴2(4π‘šπΆπ·3(1 βˆ’ 𝐷) βˆ’ 2𝐢𝐷3(1 βˆ’ 𝐢𝐷 + 𝐢) βˆ’ 𝐷3π‘š4𝐡2(𝐡 βˆ’ π΅π‘š + 𝐷) + 2𝐷3π‘š(1 βˆ’ π‘š + π·π‘š) + 𝐢𝐷3π΅π‘š(7π‘š βˆ’ 𝐢 + 2π‘š2𝐡 βˆ’ 3 βˆ’ π‘šπ΅) + 3𝐷3π΅π‘š2(1 βˆ’ 2π‘š βˆ’ π΅π‘š2)) + πœ‡π΄(𝐷4𝐢(1 βˆ’ 3𝐢𝐷 βˆ’ 𝐢) βˆ’ 𝐷4π‘š(1 + π‘š + 3π·π‘š) + 𝐷4π΅π‘š2(3π΅π‘š2+ 2𝐡2π‘š3βˆ’ 3 βˆ’ π·π΅π‘š2βˆ’ 3π΅π‘š βˆ’ π‘š2𝐡2βˆ’ 4π·π‘š) + 𝐷4π΅π‘šπΆ(βˆ’π΅π‘š2+ 4π·π‘š + 2 βˆ’ 𝐢 + π‘š + π΅π‘š) + 2π‘šπΆπ·4(3𝐷 + 1)) βˆ’ 2𝐷5π‘šπΆ(1 + 𝐷) + 𝐢2𝐷5(𝐷 + 1) + 𝐷5π΅π‘š3(3 + 𝐡2π‘š2+ 2𝐷 + π·π΅π‘š + 3π΅π‘š) + 𝐷5π΅π‘šπΆ(βˆ’4π‘š βˆ’ 2π·π‘š + 𝐢 βˆ’ 2π΅π‘š2) + 𝐷5π‘š2(1 + 𝐷) > 0 maka

(βˆ’π‘€1βˆ’ 𝑀4)(𝑀1𝑀4βˆ’ 𝑀2𝑀3βˆ’ 𝑀5𝑀6) > 𝑀1𝑀5𝑀6.

Berdasarkan kriteria Routh Hurwitz, jika πœ‡2𝐴2(1 + 𝐢 βˆ’ π‘š) + πœ‡π΄π·(βˆ’1 + π΅π‘š(π‘š βˆ’ 1)) + 𝐷2(π‘š(1 + π΅π‘š) βˆ’ 𝐢) > 0, πœ‡3𝐴3(1 βˆ’ 𝐷)(π‘š βˆ’ 𝐢) + πœ‡2𝐴2𝐷((𝐢 βˆ’ π‘š)(1 βˆ’ 3𝐷) + π·π΅π‘š2βˆ’ 2π΅π‘š2) + πœ‡π΄π·2((3𝐷 + 1)(βˆ’π‘š + 𝐢) βˆ’ 2π·π΅π‘š2+ π‘š3𝐡2+ π‘šπΆπ΅) + 𝐷3((𝐷 + 1)(π‘š βˆ’ 𝐢) βˆ’ π‘šπ΅πΆ + π΅π‘š2(2 + π΅π‘š) + π‘š3𝐡2+ π·π΅π‘š2+ 2π΅π‘š2) > 0, (πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷 βˆ’ π·π‘šπ΅)(π·π΅π‘š2+ (πœ‡π΄ βˆ’ 𝐷)(𝐢 βˆ’ π‘š)) < 0 dan πœ‡5𝐴5(π‘š βˆ’ 𝐢 + 𝐢2(𝐷 βˆ’ 1) + 2π‘šπΆ(1 βˆ’ 𝐷) + π‘š2(𝐷 βˆ’ 1)) + πœ‡4𝐴4(βˆ’3π΅π·π‘š2(1 βˆ’ π‘š) + π·π‘šπ΅πΆ(1 βˆ’ 3π‘š) + 𝐷(π‘š2+ 𝐢2) βˆ’ 2π·π‘š(1 + 𝐢) + 2𝐢𝐷(1 + 3π‘šπ·) + 2𝐷2π΅π‘š2(𝐢 βˆ’ π‘š) βˆ’ 3𝐷2(π‘š2+ 𝐢2)) + πœ‡3𝐴3(βˆ’4π‘šπΆπ·2(𝐷 + 1) βˆ’ 4𝐷3π΅π‘š2(𝐢 βˆ’ π‘š) + 3𝐷2π΅π‘š2(1 βˆ’ π΅π‘š2+ π‘šπ΅) βˆ’ 𝐢𝐷2π΅π‘š(βˆ’πΆ + π‘š) + 2𝐢2𝐷2(1 + 𝐷) + 𝐷2π‘š3𝐡2(𝐢 + π·π‘š) + 2π‘š2𝐷2(1 + 𝐷)) + πœ‡2𝐴2(4π‘šπΆπ·3(1 βˆ’ 𝐷) βˆ’ 2𝐢𝐷3(1 βˆ’ 𝐢𝐷 + 𝐢) βˆ’ 𝐷3π‘š4𝐡2(𝐡 βˆ’ π΅π‘š + 𝐷) + 2𝐷3π‘š(1 βˆ’ π‘š + π·π‘š) + 𝐢𝐷3π΅π‘š(7π‘š βˆ’ 𝐢 + 2π‘š2𝐡 βˆ’ 3 βˆ’ π‘šπ΅) + 3𝐷3π΅π‘š2(1 βˆ’ 2π‘š βˆ’ π΅π‘š2)) + πœ‡π΄(𝐷4𝐢(1 βˆ’ 3𝐢𝐷 βˆ’ 𝐢) βˆ’ 𝐷4π‘š(1 + π‘š + 3π·π‘š) + 𝐷4π΅π‘š2(3π΅π‘š2+ 2𝐡2π‘š3βˆ’ 3 βˆ’ π·π΅π‘š2βˆ’ 3π΅π‘š βˆ’ π‘š2𝐡2βˆ’ 4π·π‘š) + 𝐷4π΅π‘šπΆ(βˆ’π΅π‘š2+ 4π·π‘š + 2 βˆ’ 𝐢 + π‘š + π΅π‘š) + 2π‘šπΆπ·4(3𝐷 + 1)) βˆ’ 2𝐷5π‘šπΆ(1 + 𝐷) + 𝐢2𝐷5(𝐷 + 1) + 𝐷5π΅π‘š3(3 + 𝐡2π‘š2+ 2𝐷 + π·π΅π‘š + 3π΅π‘š) + 𝐷5π΅π‘šπΆ(βˆ’4π‘š βˆ’ 2π·π‘š + 𝐢 βˆ’ 2π΅π‘š2) + 𝐷5π‘š2(1 + 𝐷) > 0, maka semua bagian real nilai eigen adalah negative. Jadi πΈβˆ— adalah titik stabil.

3.3 Stabilitas dengan Waktu Tunda

Dalam menganalisis kestabilan πΈβˆ— dengan waktu tunda. Persamaan (4) perlu dilinierkan di sekitar titik keseimbangan πΈβˆ—, maka diperoleh model linierisasi

(6)

(a) 𝑑𝑆(𝑇)

𝑑𝑑 = 𝑏1𝑆(𝑇) + 𝑏2𝐼(𝑇 βˆ’ 𝜏),

(b) 𝑑𝐼(𝑇)𝑑𝑇 = 𝑏3𝑆(𝑇) + 𝑏4𝐼(𝑇 βˆ’ 𝜏) + 𝑏5𝑃(𝑇), (c) 𝑑𝑃(𝑇)

𝑑𝑇 = 𝑏6𝐼(𝑇) + 𝑏7𝑃(𝑇) (5) dimana

𝑏1= 1 βˆ’ 2π‘†βˆ—βˆ’ π‘šπΌβˆ—, 𝑏2= βˆ’π‘šπ‘†βˆ—, 𝑏3= π‘šπΌβˆ—βˆ’ π΄π‘ƒβˆ—

𝐡+πΌβˆ—, 𝑏4 = π‘šπ‘†βˆ—+(𝐡+πΌπ΄π‘†βˆ—π‘ƒβˆ—)βˆ—2βˆ’ 𝐢, 𝑏5= βˆ’π΄π‘†βˆ—

𝐡+πΌβˆ—, 𝑏6=πœ‡π΄π‘ƒβˆ—

𝐡+πΌβˆ—βˆ’

πœ‡π΄πΌβˆ—π‘ƒβˆ—

(𝐡+πΌβˆ—)2, 𝑏7=πœ‡π΄πΌβˆ—

𝐡+πΌβˆ—βˆ’ 𝑑

Misalkan solusi sistem (5) adalah

𝑆(𝑇) = π‘™π‘’πœ†πœ, 𝐼(𝑇) = π‘šπ‘’πœ†πœ, 𝑃(𝑇) = π‘›π‘’πœ†πœ

Substitusi persamaan (5) ke persamaan (6) lalu bagi dengan π‘’πœ†π‘‘ sehingga diperoleh {π‘™πœ† = 𝑏1𝑙 + 𝑏2π‘šπ‘’βˆ’πœ†πœ, π‘šπœ† = 𝑏3𝑙 + 𝑏4π‘šπ‘’βˆ’πœ†πœ+ 𝑏5𝑛, π‘›πœ† = 𝑏6π‘š + 𝑏7𝑛 Sistem (7) dapat ditulis dalam bentuk berikut.

[π‘™πœ†π‘šπœ†π‘›πœ† ][𝑏1𝑏2π‘’βˆ’πœ†πœ0𝑏3𝑏4π‘’βˆ’πœ†πœπ‘50𝑏6𝑏7 ][π‘™π‘šπ‘› ] Sehingga diperoleh persamaan karakteristik sebagai berikut.

|𝑏1βˆ’ πœ†π‘2π‘’βˆ’πœ†πœ0𝑏3𝑏4π‘’βˆ’πœ†πœβˆ’ πœ†π‘50𝑏6𝑏7βˆ’ πœ† |= 0

⇔ πœ†3+ (βˆ’π‘1βˆ’ 𝑏7βˆ’ 𝑏4π‘’βˆ’πœ†πœ)πœ†2+ (𝑏1𝑏7+ 𝑏1𝑏4π‘’βˆ’πœ†πœ+ 𝑏7𝑏4π‘’βˆ’πœ†πœ+ 𝑏2𝑏3π‘’βˆ’πœ†πœ)πœ† βˆ’ 𝑏1𝑏7𝑏4π‘’βˆ’πœ†πœβˆ’

𝑏2𝑏3𝑏7π‘’βˆ’πœ†πœ= 0 (9) Nilai eigen persamaan (9) adalah bilangan real negatif dan bilangan kompleks dengan bagian real negatif.

Jadi dengan waktu tunda, πΈβˆ— stabil jika dan hanya jika βˆ’π‘1βˆ’ 𝑏7βˆ’ 𝑏4> 0, 𝑏1𝑏7+ 𝑏1𝑏4+ 𝑏7𝑏4+ 𝑏2𝑏3> 0 dan βˆ’π‘1𝑏3𝑏5> 0. Sehingga nilai eigen persamaan karakteristik (9) diasumsikan πœ† = 𝑒 + π‘–πœ” dengan 𝑒 = 0 dan πœ” > 0(πœ† = +π‘–πœ”). Untuk melihat perubahan kestabilan model persamaan dengan waktu tunda, nilai eigen disubstitusi ke persamaan (9) sehingga diperoleh akar-akar persamaan karakteristik.

(π‘–πœ”)3+ (βˆ’π‘1βˆ’ 𝑏7βˆ’ 𝑏4(π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ π‘–π‘ π‘–π‘›πœ”πœ))(π‘–πœ”)2+ (𝑏1𝑏7+ 𝑏1𝑏4(π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ π‘–π‘ π‘–π‘›πœ”πœ) + 𝑏7𝑏4(π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ π‘–π‘ π‘–π‘›πœ”πœ) + 𝑏2𝑏3(π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ π‘–π‘ π‘–π‘›πœ”πœ))(π‘–πœ”) βˆ’ 𝑏1𝑏7𝑏4(π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ π‘–π‘ π‘–π‘›πœ”πœ) βˆ’ 𝑏2𝑏3𝑏7(π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ π‘–π‘ π‘–π‘›πœ”πœ) = 0

⟺ (πœ”2𝑏1+ πœ”2𝑏7+ πœ”2𝑏4π‘π‘œπ‘ πœ”πœ + πœ”π‘1𝑏4π‘ π‘–π‘›πœ”πœ + πœ”π‘7𝑏4π‘ π‘–π‘›πœ”πœ + πœ”π‘2𝑏3π‘ π‘–π‘›πœ”πœ βˆ’ 𝑏1𝑏7𝑏4π‘π‘œπ‘ πœ”πœ βˆ’ 𝑏2𝑏3𝑏7π‘π‘œπ‘ πœ”πœ) + 𝑖(βˆ’πœ”3βˆ’ πœ”2𝑏4π‘ π‘–π‘›πœ”πœ + πœ”π‘1𝑏7+ πœ”π‘1𝑏4π‘π‘œπ‘ πœ”πœ + πœ”π‘7𝑏4π‘π‘œπ‘ πœ”πœ + πœ”π‘2𝑏3π‘π‘œπ‘ πœ”πœ + 𝑏1𝑏7𝑏4π‘ π‘–π‘›πœ”πœ + 𝑏2𝑏3𝑏7π‘ π‘–π‘›πœ”πœ) = 0 (10) Persamaan (10) bernilai nol jika bagian imajiner dan real sama dengan nol sehingga diperoleh

(βˆ’πœ”2𝑏4+ 𝑏1𝑏7𝑏4+ 𝑏2𝑏3𝑏7)π‘π‘œπ‘ πœ”πœ + (βˆ’πœ”π‘1𝑏4βˆ’ πœ”π‘7𝑏4βˆ’ πœ”π‘2𝑏3)π‘ π‘–π‘›πœ”πœ = πœ”2𝑏1+ πœ”2𝑏7 (11) dan (πœ”π‘1𝑏4+ πœ”π‘7𝑏4+ πœ”π‘2𝑏3)π‘π‘œπ‘ πœ”πœ + (βˆ’πœ”2𝑏4+ 𝑏1𝑏7𝑏4+ 𝑏2𝑏3𝑏7)π‘ π‘–π‘›πœ”πœ = πœ”3βˆ’ πœ”π‘1𝑏7 (12) Kemudian mengeliminasi persamaan (11) dan (12) terhadap 𝜏 dengan mengkuadratkan setiap ruas persamaan tersebut, maka diperoleh.

(πœ”4𝑏42βˆ’ 2πœ”2𝑏42𝑏1𝑏7βˆ’ 2πœ”2𝑏4𝑏2𝑏7𝑏3+ 𝑏12𝑏72𝑏42+ 2𝑏1𝑏72𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏22𝑏72𝑏32)π‘π‘œπ‘ 2πœ”πœ + 2(πœ”3𝑏42𝑏1+ πœ”3𝑏42𝑏7+ πœ”3𝑏4𝑏2𝑏3βˆ’ 𝑏12𝑏7𝑏42πœ” βˆ’ 𝑏1𝑏72𝑏42πœ” βˆ’ 2𝑏1𝑏7𝑏4𝑏2𝑏3πœ” βˆ’ 𝑏2𝑏72𝑏3𝑏4πœ” βˆ’ 𝑏22𝑏7𝑏32πœ”)π‘π‘œπ‘ πœ”πœπ‘ π‘–π‘›πœ”πœ + (πœ”2𝑏12𝑏42+ 2πœ”2𝑏1𝑏42𝑏7+ 2πœ”2𝑏1𝑏4𝑏2𝑏3+ πœ”2𝑏72𝑏42+ 2πœ”2𝑏7𝑏4𝑏2𝑏3+

πœ”2𝑏22𝑏32)𝑠𝑖𝑛2πœ”πœ = πœ”4𝑏12+ 2πœ”4𝑏1𝑏7+ πœ”4𝑏72 (13) dan

(πœ”4𝑏42βˆ’ 2πœ”2𝑏42𝑏1𝑏7βˆ’ 2πœ”2𝑏4𝑏2𝑏7𝑏3+ 𝑏12𝑏72𝑏42+ 2𝑏1𝑏72𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏22𝑏72𝑏32)𝑠𝑖𝑛2πœ”πœ + 2(βˆ’πœ”3𝑏42𝑏1βˆ’ πœ”3𝑏42𝑏7βˆ’ πœ”3𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏12𝑏7𝑏42πœ” + 𝑏1𝑏72𝑏42πœ” + 2𝑏1𝑏7𝑏4𝑏2𝑏3πœ” + 𝑏2𝑏72𝑏3𝑏4πœ” + 𝑏22𝑏7𝑏32πœ”)π‘π‘œπ‘ πœ”πœπ‘ π‘–π‘›πœ”πœ + (πœ”2𝑏12𝑏42+ 2πœ”2𝑏1𝑏42𝑏7+ 2πœ”2𝑏1𝑏4𝑏2𝑏3+ πœ”2𝑏72𝑏42+ 2πœ”2𝑏7𝑏4𝑏2𝑏3+ πœ”2𝑏22𝑏32)π‘π‘œπ‘ 2πœ”πœ = πœ”6βˆ’ 2πœ”4𝑏1𝑏7+ πœ”2𝑏12𝑏72 (14) Persamaan (13) dan (14) dijumlahkan dan dikelompokkan berdasarkan pangkatnya, sehingga diperoleh persamaan polinomial berderajat enam sebagai berikut.

πœ”6+ (𝑏42βˆ’ 𝑏12βˆ’ 2𝑏1𝑏7βˆ’ 𝑏72+ 2𝑏1𝑏7)πœ”4+ (βˆ’2𝑏42𝑏1𝑏7βˆ’ 2𝑏4𝑏2𝑏7𝑏3+ 𝑏12𝑏42+ 2𝑏1𝑏42𝑏7+ 2𝑏1𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏72𝑏42+ 2𝑏7𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏22𝑏32βˆ’ 𝑏12𝑏72)πœ”2

+𝑏12𝑏72𝑏42+ 2𝑏1𝑏72𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏22𝑏72𝑏32= 0 (15) Selanjutnya, nilai waktu tunda kritis (πœπ‘˜) dengan tahapan sebagai berikut.

(6) (7)

(8)

(7)

Langkah pertama substitusi πœ”π‘˜ ke persamaan (11) dan (12) kemudian mengeliminasi fungsi cosinus dari persamaan (11) dan (12)

(βˆ’πœ”π‘˜2𝑏12𝑏42βˆ’ 2πœ”π‘˜2𝑏1𝑏4𝑏2𝑏3βˆ’ πœ”π‘˜2𝑏72𝑏42βˆ’ πœ”π‘˜2𝑏22𝑏32βˆ’ πœ”π‘˜4𝑏42βˆ’ 𝑏12𝑏72𝑏42βˆ’ 2𝑏1𝑏72𝑏4𝑏2𝑏3βˆ’ 𝑏22𝑏32𝑏72)π‘ π‘–π‘›πœ”π‘˜πœ

= πœ”π‘˜3𝑏12𝑏4+ πœ”π‘˜3𝑏1𝑏2𝑏3+ πœ”π‘˜3𝑏72𝑏4+ πœ”π‘˜5𝑏4+ πœ”π‘˜π‘12𝑏72𝑏4+ πœ”π‘˜π‘1𝑏72𝑏2𝑏3 (16) Selanjutnya mengeliminasi fungsi sinus dari persamaan (11) dan (12)

(πœ”π‘˜4𝑏42+ 𝑏12𝑏72𝑏42+ 2𝑏1𝑏72𝑏4𝑏2𝑏3+ 𝑏22𝑏72𝑏32+ πœ”π‘˜2𝑏12𝑏42+ 2πœ”π‘˜2𝑏1𝑏4𝑏2𝑏3+ πœ”π‘˜2𝑏72𝑏42+

πœ”π‘˜2𝑏22𝑏32)π‘π‘œπ‘ πœ”π‘˜πœ = πœ”π‘˜2𝑏72𝑏2𝑏3+ πœ”π‘˜4𝑏2𝑏3 (17) Dari (15) dan (16) diperoleh

πœπ‘˜= (βˆ’πœ”π‘˜3𝑏12𝑏4+πœ”π‘˜3𝑏1𝑏2𝑏3+πœ”π‘˜3𝑏72𝑏4+πœ”π‘˜5𝑏4+πœ”π‘˜π‘12𝑏72𝑏4+πœ”π‘˜π‘1𝑏72𝑏2𝑏3

πœ”π‘˜2𝑏72𝑏2𝑏3+πœ”π‘˜4𝑏2𝑏3 ) (18) Selanjutnya diferensialkan persamaan (9) terhadap 𝜏, maka diperoleh

πœ†3+ π½πœ†2+ πΎπœ† + πΏπœ†2π‘’βˆ’πœ†πœ+ π‘€πœ†π‘’βˆ’πœ†πœ+ π‘π‘’βˆ’πœ†πœ= 0

Dengan 𝐽 βˆ’ 𝑏1βˆ’ 𝑏7, 𝐾 = 𝑏1𝑏7, 𝐿 = βˆ’π‘4, 𝑀 = 𝑏1𝑏4+ 𝑏7𝑏4+ 𝑏2𝑏3, 𝑁 = βˆ’π‘1𝑏7𝑏4βˆ’ 𝑏2𝑏3𝑏7

βŸΊπ‘‘(πœ†3)

π‘‘πœ† π‘‘πœ†

π‘‘πœ+ 𝐽𝑑(πœ†2)

π‘‘πœ† π‘‘πœ† π‘‘πœ+ πΎπ‘‘πœ†

π‘‘πœ† π‘‘πœ†

π‘‘πœ+ 𝐿 {πœ†2[𝑑(π‘’βˆ’πœ†πœ)

𝑑(βˆ’πœ†πœ) (βˆ’πœ†. 1 + πœπ‘‘(βˆ’πœ†)

π‘‘πœ† π‘‘πœ†

π‘‘πœ)] + π‘’βˆ’πœ†πœ 𝑑(πœ†2)

π‘‘πœ† π‘‘πœ† π‘‘πœ} +𝑀 {πœ† [𝑑(π‘’βˆ’πœ†πœ)

𝑑(βˆ’πœ†πœ) (βˆ’πœ†. 1 + πœπ‘‘(βˆ’πœ†)

π‘‘πœ† π‘‘πœ†

π‘‘πœ)] + π‘’βˆ’πœ†πœ π‘‘πœ†

π‘‘πœ† π‘‘πœ†

π‘‘πœ} + 𝑁 [𝑑(π‘’βˆ’πœ†πœ)

𝑑(βˆ’πœ†πœ)(βˆ’πœ†. 1 + πœπ‘‘(βˆ’πœ†)

π‘‘πœ† π‘‘πœ† π‘‘πœ)] = 0

⟺ 3πœ†2 π‘‘πœ†

π‘‘πœ+ 2π½πœ†π‘‘πœ†

π‘‘πœ+ πΎπ‘‘πœ†

π‘‘πœβˆ’ πΏπœ†3π‘’βˆ’πœ†πœβˆ’ πΏπœ†2πœπ‘‘πœ†

π‘‘πœπ‘’βˆ’πœ†πœ+2πΏπœ†π‘‘πœ†

π‘‘πœπ‘’βˆ’πœ†πœβˆ’ π‘€πœ†2π‘’βˆ’πœ†πœ

βˆ’π‘€πœ†πœπ‘‘πœ†

π‘‘πœπ‘’βˆ’πœ†πœ+π‘€π‘‘πœ†

π‘‘πœπ‘’βˆ’πœ†πœβˆ’ π‘πœ†π‘’βˆ’πœ†πœβˆ’ π‘πœπ‘‘πœ†

π‘‘πœπ‘’βˆ’πœ†πœ= 0

βŸΊπ‘‘πœ†

π‘‘πœ= (πΏπœ†2+π‘€πœ†+𝑁)πœ†π‘’βˆ’πœ†πœ

3πœ†2+2π½πœ†+πΎβˆ’(πΏπœ†2+π‘€πœ†+𝑁)πœπ‘’βˆ’πœ†πœ+(2πΏπœ†+𝑀)π‘’βˆ’πœ†πœ. Dari persamaan (19), dipunyai π‘’βˆ’πœ†πœ=βˆ’πœ†3βˆ’π½πœ†2βˆ’πΎπœ†

πΏπœ†2+π‘€πœ†+𝑁 . Maka diperoleh

π‘‘πœ†

π‘‘πœ= πœ†(βˆ’πœ†3βˆ’π½πœ†2βˆ’πΎπœ† )

3πœ†2+2π½πœ†+πΎβˆ’πœ(βˆ’πœ†3βˆ’π½πœ†2βˆ’πΎπœ† )+(2πΏπœ†+𝑀)π‘’βˆ’πœ†πœ. (π‘‘πœ†

π‘‘πœ) 𝜏=πœπ‘

= πœ†(βˆ’πœ†3βˆ’π½πœ†2βˆ’πΎπœ† )

3πœ†2+2π½πœ†+πΎβˆ’πœ(βˆ’πœ†3βˆ’π½πœ†2βˆ’πΎπœ† )+(2πΏπœ†+𝑀)π‘’βˆ’πœ†πœ

= π‘–πœ”π‘(βˆ’(π‘–πœ”π‘)3βˆ’π½(π‘–πœ”π‘)2βˆ’πΎπ‘–πœ”π‘)

3(π‘–πœ”π‘)2+2π½π‘–πœ”π‘+πΎβˆ’πœπ‘(βˆ’(π‘–πœ”π‘)3βˆ’π½(π‘–πœ”π‘)2βˆ’πΎπ‘–πœ”π‘)+(2πΏπ‘–πœ”π‘+𝑀)(π‘π‘œπ‘ π‘π‘œπ‘  πœ”π‘πœπ‘βˆ’π‘– 𝑠𝑖𝑛𝑠𝑖𝑛 πœ”π‘πœπ‘ )

= βˆ’πœ”π‘4+π‘–π½πœ”π‘3+πΎπœ”π‘2

βˆ’3πœ”π‘2+2π½π‘–πœ”π‘+πΎβˆ’πœπ‘π‘–πœ”π‘3βˆ’πœπ‘π½πœ”π‘2+πœπ‘πΎπ‘–πœ”π‘+2πΏπ‘–πœ”π‘π‘π‘œπ‘ π‘π‘œπ‘  πœ”π‘πœπ‘ +2πΏπœ”π‘π‘ π‘–π‘›π‘ π‘–π‘› πœ”π‘πœπ‘ +π‘€π‘π‘œπ‘ π‘π‘œπ‘  πœ”π‘πœπ‘ βˆ’π‘€π‘–π‘ π‘–π‘›π‘ π‘–π‘› πœ”π‘πœπ‘

=βˆ’πœ”π‘4+πΎπœ”π‘2+π½πœ”π‘3𝑖

𝑃12+𝑄12 . (𝑃1βˆ’ 𝑄1𝑖) dengan

𝑃1= βˆ’3πœ”π‘2+ 𝐾 βˆ’ πœπ‘π½πœ”π‘2+ 2πΏπœ”π‘π‘ π‘–π‘› 𝑠𝑖𝑛 πœ”π‘πœπ‘ + 𝑀 π‘π‘œπ‘  π‘π‘œπ‘  πœ”π‘πœπ‘ 𝑄1= 2π½πœ”π‘βˆ’ πœπ‘πœ”π‘3+ πœπ‘πΎπœ”π‘+ 2πΏπœ”π‘π‘π‘œπ‘  π‘π‘œπ‘  πœ”π‘πœπ‘ βˆ’ 𝐿 𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑖𝑛 πœ”π‘πœπ‘

=3πœ”π‘6βˆ’4πΎπœ”π‘4+2𝐽2πœ”π‘4+𝐾2πœ”π‘2

𝑃12+𝑄12

Jika πœ”π‘ adalah akar positif terkecil dari (15) (kecuali jika akar tersebut merupakan akar kembar maka pilihlah akar terkecil berikutnya), maka

π‘‘πœ†

π‘‘πœ|𝜏=πœπ‘ =πœ”π‘2(3πœ”π‘4+(βˆ’4𝐾+2𝐽2)πœ”π‘2)

𝑃12+𝑄12 β‰  0

Yang menunjukkan bahwa kondisi transversal terpenuhi, sehingga terjadi bifurkasi Hopf pada 𝜏 = πœπ‘. 3.4 Simulasi Tanpa Waktu Tunda

Pada bagian ini, dibahas simulasi model di titik 𝐸0, 𝐸1, 𝐸2 dan πΈβˆ—. Untuk menemukan solusi, dipilih nilai-nilai parameter sebagai berikut.

(19)

(8)

𝐸0

𝐸1

𝐸2

π‘š = 2,2 𝐴 = 0,8 𝐡 = 0,6 𝐢 = 0,7 𝐷 = 0,2

πœ‡= 0,5

πΈβˆ— π‘š = 2,1 𝐴 = 0,8 𝐡 = 0,4 𝐢 = 0,3 𝐷 = 0,2

πœ‡= 0,5

Gambar 1. Bidang solusi dan Potret fase 3.5 Simulasi dengan Waktu Tunda

Simulasi numerik model predator-prey dengan waktu tunda dilakukan untuk menunjukkan adanya pengaruh waktu tunda terhadap kestabilan titik tetap πΈβˆ— .

Tabel 1. Nilai parameter di titik ekuilibrium πΈβˆ— dengan waktu tunda Parameter Nilai

π‘š 2,1

𝐴 0,8

𝐡 0,4

𝐢 0,3

𝐷 0,2

πœ‡ 0,5

Referensi

Dokumen terkait