• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected]"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme. PENERAPAN KONSELING KELOMPOK RASIONAL EMOTIF PERILAKU (REP) UNTUK MENGURANGI SCHOOL REFUSAL (PENOLAKAN SEKOLAH) SISWA KELAS VIII SMPN 1 CERME Tri Lusi Oktaviani Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected] Drs. Mochammad Nursalim, M.Si Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected] Abstrak School refusal (penolakan sekolah) adalah gangguan emosional yang ditunjukkan dengan kecenderungan perilaku untuk tidak hadir di sekolah yang terjadi pada anak-anak atau remaja yang disertai dengan ketakutan yang tidak irasional. Peneliti menemukan fenomena school refusal (penolakan sekolah) di kelas VIII pada saat peneliti melakukan PPP (Program Pengelolaan Pembelajaran) di SMPN 1 Cerme. Masalah yang terlihat pada school refusal (penolakan sekolah) dapat dilihat siswa tidak masuk tanpa keterangan, siswa sakit, hingga siswa meninggalkan kelas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan layanan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) dengan menggunakan teknik disput imajinasi yang digunakan untuk mengurangi school refusal (penolakan sekolah) siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cerme. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimen dengan jenis penelitian one groub pre test-post test. Dalam penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 siswa kelas VIII yang memiliki school refusal (penolakan sekolah) tinggi. Penelitian ini akan menggunakan statistik nonparametrik yaitu uji wilcoxon. Setelah dilakukan post–test maka diperoleh skor post-test kemudian dianalisis menggunakan uji statistik non-parametrik dengan uji wilcoxon. Setelah data post-test diolah diperoleh hasil bahwa terdapat 4 subjek yang menunjukan adanya penurunan school refusal (penolakan sekolah) pada siswa. Hal ini menunjukan bahwa konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat menurunkan school refusal (penolakan sekolah) pada siswa SMP Negeri 1 Cerme setelah pemberian konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP). Kata kunci: School Refusal (Penolakan Sekolah), Konseling Kelompok Rasional Emotif. Perilaku (REP). Abstract The emosional disturbances who is shown by the behavioral tendencis to absent at school which occured to children or teenagers accompanied by irrational fears. The researchers found the school refusal phenomenon in grade VIII when Researchers Conducted a Learning Management Program at SMPN 1 Cerme. The problem happened to school refusal can be seen for the student who absent without explanation, the students who was sick until the students leaved the class. These researches aims to examine the emplementation of counseling service to emotional behavior rational groub (REB) by using imagin dispute technique can be reduced school refusal for the students of grade VIII at SMPN 1 Cerme. The researchers design was used one experimet with one group pre test – post test. These reseatches used quantitative data analysis. The sampel has used in these research are from 4 students of class VIII who have high school refusal. These research would have used nonparametic statistic these are wilcoxon test. After done post test it would get post test score, then ist have done analysis use statistical parametic test with wilcoxon test. Keywords: School Refusal, Rational Emotive Behavior (REB) Group Counseling. 92. (2) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme PENDAHULUAN Pendidikan sangat penting bagi setiap manusia. Manusia mencari ilmu pengetahuan melalui sebuah pendidikan, disamping itu manusia yang terdidik akan mampu mempertahankana hidupnya dengan baik. Pendidikan dasar di Indonesia berdasar UUD yang sudah direvisi mewajibkan 12 tahun untuk belajar, 6 tahun Sekolada Dasar (SD), 3 tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 3 tahun Sekolah Menengah Atas (SMA). Dari sebuah pendidikan diharapkan Indonesia mampu mencetak generasi-generasi yang berkualitas untuk masa depan bangsa. Menurut Khan, dkk (1981) sekolah adalah lingkungan dimana anaka dalam mencari ilmu, karena sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di lingkungan sekolah. Sekolah terkadang menjadi tempat pertama dalam mengekspresikan diri dan belajar mandiri tanpa harus ada bantuan dari orangtuanya. Hal itu membuat mereka tidak memperoleh bantuan untuk menyelesaikan masalahnya walaupun disisi lain mereka juga sulit menemukan cara unuk menghindari hal ang ditakuti. Menurut (Berk, 2006) penolakan sekolah yag tidak tertangani dapat memberikan dampak yag besar, bukan hanya terhadap perkembangan kognitif, namun juga perkembagan fisik dan psikososial anak. Kearney (2006) mengatakan bahwa keengganan dan penolakan sekolah dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti menghindari sesuatu yang membuatnya tidak nyaman disekolah atau anak menunjukan beberapa alasan fisik seperti sakit kepala atau sakit perut ketika akan berangkat sekolah. Anak yang melakukan penolakan sekolah biasanya mengalami kemunduran dibidang akademik. Perilaku school refusal (penolaka sekolah) ini pada umumya terjadi baik pada aak laki-laki maupun perempuan pada usia 14-15 sampai dengan 17 tahun. Puncak dai school refusal (penolaka sekolah) ini biasanya terjadi pada masa transisi antara usia lima sampai enam tahun dan 14-15 tahun. Eisberg mengataka bahwa keadaan school refusal (penolakan sekolah) di kliniknya meningkat dari 3 kasus per seribu anak menjadi 17 kasus per seribu aak selama periode delapan tahun. Smith (dalam Walker dan Robert, 1992) menganalisis gejala-gejala perilaku yang dideskripsikan pada kasus yang terjadi pada 12 anak (kurang dari 12% mengalami school refusal) ditandai dengan kecemasan yang timbul saat anak dipisahkan dengan orangtua karena anak takut jika terjadi sesuatu ketika anak berpisah dengan orangtua.. Berdasar hasil penelitian yang dilakukan di wilayah se Jawa Timur oleh (Moch.Nursalim, 2016) pada anak sekolah menengah pertama bahwa terdapat 75% anak yang melakukan school refusal (penolaka sekolah) dengan berbagai alasan seperti anak yang takut pada pelajaran dan gurunya, ada yang mengganggu ketika di sekolah, membantu orangtua di rumah, malas, bangun kesiangan, sakit dan masih banyak alasan lainnya. Hal ini disebutka bahwa angka anak school refusal (penolakan sekolah) perlu untuk diwaspadai, terutama pada orangtua yang selalu berada di dekat buah hatinya. Peneliti menemukan fenomena pada 5 subyek yang masih duduk di bangku kelas VIII G, pada saat peneliti melakukan PPP (Program Pengelolaan Pembelajaran) di SMPN 1 Cerme yang dimulai pada tanggal 9 Juli 2016. Dimana peneliti mengambil data denga melakukan dokumentasi dan wawancara selama 5 minggu. Peneliti dalam melakukan observasi dengan melihat data absensi dari bulan Juli 2016 hingga Agustus 2016 yang mana dari absensi 5 subjek rata-rata 4 kali tanpa keterangan, 7 kali sakit, dan 4 kali izin meninggalka kelas. Hal seperti ini juga sudah pernah dilakukan ketika masih kelas VII yang sering menolak untuk pergi ke sekolah. Dan ketika peneliti berada di kelas saat pelajaran dimulai mereka menunjukan perilaku seperti tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan, tidur di kelas, hingga anak iizin meninggalkan kelas sebelum guru selesai menjelaskan. Peneliti juga melakukan wawancara bersama guru BK, salah satu guru Agama Islam serta teman kelasnya, yang dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2016, sehingga didapatkan beberapa informasi. Guru BK mengatakan ada beberapa faktor yang menjadikan anak menolak untuk pergi ke sekolah diantaranya latar belakang keluarga, masalah dari dalam dirinya seperti malas, bangun kesiangan, takut dihukum guru, gugub dan cemas ketika bertemu guru, cemas dengan pelajaran yag dirasa sulit baginya, dan yang lainnya. Adapun data pendukung dari BK, informasi juga dari orangtua subjek, bahwa subjek enggan untuk pergi ke sekolah ketika pagi har, keengganan subjek untuk pergi ke sekolah ditandai denga perilaku yag tibatiba marah tidak jelas ketika keinginannya tidak terpenuhi (seperti uang saku yag kurang, minta dibelikan hp baru, tidak diantar ke sekolah, dll), serta mencari alasan yang tidak masuk akal lainnya, ketika kemarahan orangtua terpancing sehingga orangtua mengijinkannya untuk tidak pergi ke sekolah. Sedang dari 5 subjek ketika ditanya oleh guru BK bahwasannya mereka enggan pergi ke. 93. (3) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme sekolah denga alasan yang hampir sama dengan memiliki pemikiran yag irasional seperti berprasangka takut pada guru, ada pelajaran yang tidak disukai, ada juga guru yang tidak disukai, pemikiran negatif pada teman yang sering mengejeknya, serta alasan lain yang dengan tujuan agar tidak pergi ke sekolah. Ketidak hadiran di sekolah ini rutin dilakukan subjek satu minggu sekali. Informasi dari guru Agama Islam bahwasanya subjek sering tidak masuk ketika ada pelajaran agama. Kasus ini bermula ketika awal pelajaran setelah libur semester, 3 subjek disuruh maju untuk menghafalkan ayat yang ada di AlQur’an dan kebetulan tidak hafal, sedangkan 2 subjek ketika disuruh membaca Al-Qur’an belum bisa, dai pengalaman ini anak sering tidak masuk ketika ada pelajaran Agama Islam. Informasi dari teman sekelasnya, bahwa ke 5 subjek ini memag jarang ada di kelas bahkan beberapa kali tidak masuk sekolah, dimana 5 subjek ini sering pergi ke kantin, UKS dengan alasan sakit dan informasi lainnya bahwa 5 subjek ini tidak menyukai pelajran bahkan gurunya, terlebih ketika ada pelajaran Agama Islam. Adapun hal yang sudah dilakukan berdasar kasus di atas BK SMPN 1 Cerme dalam menangani masalah ini pada tahap awal memanggil anak yang bermasalah dengan memberikan peringatan satu hingga tiga kali. Jika perilaku itu tetap dilakukan maka BK melakukan panggilan orangtua dengan tujuan agar ada kerjasama antar orangtua dan pihak sekolah dalam memberikan pengawasan pada anak. BK sudah berusaha melakuaka yang terbaik, akan tetapi keberhasila yag didapat belum sempurna. School refusal (penolakan sekolah) dipengaruhi pola pikir yang tidak rasional, dalam bimbingan konseling teknik yang dapat diberikan pada siswa school refusal (penolakan sekolah) yakni dengan memberikan konseling yang berorientasi pada perubahan kognisi yaitu yang berpusat pada pikirannya, yag mana kan mengurangi rasa cemas dan takut yag berlebihan. Dari masalah siswa school refusal (penolakan sekolah) tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan Konseling Rasional Emotif Perilaku (REP). Dari pernyataan guru BK bahwa bahwa pola pikir siswa tersebut tidak rasional. Penanganan masalah school refusal (penolakan sekolah) pada siswa yang dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan program bimbingna dan konseling yaitu denga memberikan konseling. Menurut Rogers dalam dalam (Wardati & Jauhar, 2011) memberikan pengertian konseling sebagai berikut, konseling adalah serangkaian kontak atau hubunga bantuan langsung dengan individu,. dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya dalam mengubah sikap dan tingkah laku. Pendekatan ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku karena menurut Ellis dalam (Komalasari, 2011) memperkenalkan kata behavior (tinggkah laku) pada pendekatan Rasional Emotif Behavior dengan alasan bahwa tingkah laku sangat terkait dengan emosi dan persaan. Pada praktik konseling rasional emosi dan rasional emotif perilaku yang akan diintervensi oleh konselor adalah memodivikasi keyakinan irasional. Namun Ellis dalam (Darminto, 2007) memasukan komponen perilaku sebagai bagian dari sistem teori konseling rasional-emotif-perilaku. Hubungan antara terapi dan konseling, pada dasarnya melakukan tugas yang sama keduanya juga merupakan bantuan yang diberikan dengan mencoba menghilangkan tinggah laku menyalahkan diri (self-defeating) pada konseli, dengan menggunaka pendekatan dan teknik yang identik satu sama lain. Seperti yang dikemukakan oleh Gibson (2011) didalam relasi konseling, konselor dilihat sebagai guru dan konseli sebagai siswa, selain itu konseling Rasional Emotif Perilaku (REP) bisa diaplikasikan buka hanya untuk konseling individu tetapi juga kelompok. Di dalam penelitan ini, peneliti lebih mengutamakan menggunakan konseling yaitu konseling Rasional Emotif Perilau (REP) dengan konsep konseling kelompok karena konseling lebih berfokus pada permasalahan yang dialami oleh konseli. Konseling Rasional Emotif Perilaku (REP) mengajak konseli untuk mengidentifikasi permasalahan yang dialami secara bersama-sama yang diakibatkan oleh keyakinan atau pemikiran yang negatif dan mengubah proses berpikir yang negatif ke pemikiran yang lebih positif. Dalam konseling ini, siswa dengan perilaku school refusal (penolakan sekolah) diajak untuk saling berinteraksi, berkomunikasi, mengekspresikan diri, dan juga saling mengemukakan perasaan-perasaan yang tidak rasional untuk diubah menjadi pikiran yang rasional, sehingga dengan begitu diharapkan interaksi dan keyakinan siswa dalam mengembangkan potensi diri bisa lebih baik lagi. Pandagan REP bahwa individu dapat memilih untuk menyalahkan diri sendiri denga didominasi oleh sistem berpikir dan sistep perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu, ketiganya secara berkesinambungan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti yang dikemukakan oleh Corey (2007). 94. (4) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme bahwa konselor selaku pemimpin kelompok menggunakan berbagai metode-metode kognitif secara aktif seperti disputing (memperdebatkan), teaching (mengajarkan), persuading (mengajak) kepada anggota kelompok untuk mengganti keyakinan irasional ke sistem keyakinan rasional. Berdasarkan fenomena yang sudah dijelaskan di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang “Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Megurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme”.. siswa. Pemberian angket tersebut diberikan pada tanggal 9 Mei 2017. Pemberian angket pre-test bertujuan untuk mengetahui skor siswa yang mengalami school refusal (penolakan sekolah) tinggi pada siswa sebelum diberikan layanan konseling rational emotif perilaku (REP) teknik imajinasi untuk kemudian dijadikan subjek penelitian. Kemudia hasil pengukuran dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu, tinggi, sedang, dan rendah. Dari 3 kategori tersebut diperoleh dari perhitungan Mean dan Standart Deviasi (SD) sebagai berikut:. Metode Berdasarkan permasalahan peneliti yang berjudul “Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) Untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme”, maka rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimen dengan jenis penelitian one groub pre test-post test. Penggunaan jenis penelitian ini hanya dikenakan pada satu kelompok saja tanpa adanya kelompok pembanding. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Angket tersebut digunakan untuk mengetahui masalah school refusal (penolakan sekolah) siswa. Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket jenis tertutup untuk mengetahui masalah school refusal (penolakan sekolah) siswa. Skala pilihan jawaban yang digunakan dalam penyusunan angket penehtian ini adalah skala Likert. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi, seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator, kemudian indikator tersebut dijabarkan menjadi deskiptor sehingga diperoleh item-item instrumen dari deskriptor yang ada bias berupa pertanyaan atau pemyataan tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif. Karena datanya kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia. Penelitian ini akan menggunakan statistik nonparametrik yaitu uji wilcoxon. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sajian Data A. Data Hasil Pre-test Subjek dalam penelitian ini adalah 4 siswa yang berasal dari kelas VIII B SMP Negeri 1 Cerme dengan skor tertinggi. Jumlah siswa pada pengukuran awal sebanyak 70. a. b.. c.. Kategori tinggi = (Mean + 1 SD) ke atas = (49,51 + 8,67) ke atas Kategori sedang = (Mean - l SD) sampai (Mean + 1 SD) = (49,51 – 8,67) sampai (49,51 + 8,67) ke atas = (40,84) sampai (58,18) ke atas Kategori rendah = (Mean - 1 SD) ke bawah = (49,51 – 8,61) ke bawah = (40,84) ke bawah. Tabel 4.2 Data siswa yang memiliki skor school refusal (penolakan sekolah) tinggi No Nama Skor Kategori 1 NNN 61 Tinggi 2 HP 66 Tinggi 3 DA 78 Tinggi 4 DMTS 66 Tinggi Berdasakan hasil pretest di atas diperoleh data bahwa 4 dari 31 siswa kelas VIII B memiliki skor tingkat school refusal (penolakan sekolah)tinggi sehingga dapat dikatakan perlu untuk diberikan konseling kelompok rasional emotif perilaku agar dapat mengurangi school refusal (penolakan sekolah). Jika dijelaskan dalam bentuk diagram maka hasil pre-test akan seperti berikut:. 95. (5) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme. Diagram: 4.1 Hasi Pre-test School Refusal (Penolakan Sekolah). Tabel 4.7 Data Hasil Post - Test No. Nama. Skor. Kategori. 1. NNN. 53. Sedang. 2. HP. 52. Sedang. 3. DA. 51. Sedang. 4. DMTS. 51. Sedang. Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat adanya penurusan skor school refusal (penolakan sekolah) yang dialami oleh siswa dibandingkan perolehan skor pretest. Dari keempat siswa yang mengalami penurunan yang hampir sama. Jika di gambarkan dalam bentuk diagram maka data sebagai berikut:. Setelah mengetahui hasil pre-tes maka dilakukan treatment berupa konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP). Dari pemberian angket pre-test dapat diketahui siswa yang memiliki masalah school refusal (penolakan sekolah) tinggi adalah 4 siswa yang selanjutnya diberikan perlakuan konseling kelompok rasional emotif perilaku. Pemberian perlakuan ini dilakukan di ruang BK SMP Negeri 1 Cerme. Perlakuan ini lakukukan oleh peneliti selama 6 kali pertemuan. Hasil pertemuan: Setelah dilakukan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) selama 6 kali pertemuan konselor merasa puas dengan perubahan yang dilakukan oleh konseli. Konseli berkomitment untuk dapat berpikir secara rasional dalam menjalani hidupnya, tanpa ada beban berat yang akan dirasakannya. Konseli juga dapat merasakan perubahan yang ada pada dirinya yang mana ada yang tidak suka dengan penjelasan guru kini mulai mencoba untuk selalu memperhatikan guru saat menjelaskan. Mulai bisa bersosialisasi dan beradaptasi dilingkungan sekolah, sehingga konseli tidak merasa sendiri lagi. 1. Menganalisis Data Hasil Post test Setelah melaksanakan konseling kelompok 6 kali pertemuan kepada siswa yang mengalami school refusal (penolakan sekolah) tinggi menggunakan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP), maka diadakan pengukuran kembali untuk mengetahui perubahan skor school refusal (penolakan sekolah) pada kelompok eksperimen. Adapun data hasil pengukukuran post-tes adalah sebagai berikut:. Diagram: 4.2 Hasi Post-Test School Refusal (Penolakan Sekolah). B. Analisis data penelitian Data yang telah terkumpul semua kemudian di analisis. Tujuannya untuk mengetahui hasil penelitian yang dilakukan dengan cermat dan teliti, sebab kekeliruan dalam pengumpulan data akan mengakibatkan kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Teknik yang digunakan adalah Statistik non-parametrik teknik wicoxson untuk mengetahui perbedaan skor penurunan school refusal (penolakan sekolah) sebelum dan sesudah diberikan konseling kelompok rasional emotif perilaku. Adapun hipotesis yang digunakan adalah: Ho = tidak ada penurunan skor school refusal (penolakan sekolah) siswa SMP Negeri 1 Cerme setelah pemberian konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP).. 96. (6) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme Ha. =. ada penurunan skor school refusal (penolakan sekolah) siswa SMP Negeri 1 Cerme setelah pemberian konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP).. hasil ρ = 0, 068 dengan taraf kesalahan sebesar 5% atau 0,05. Berdasarkan analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima dengan menunjukan 0,068 < 0,05 sesuai dengan ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar 5 %. Hal ini menunjukan bahwa konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat menurunkan school refusal (penolakan sekolah) pada siswa SMP Negeri 1 Cerme setelah pemberian konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP).. Berikut hasil analisis skor school refusal (penolakan sekolah) pada siswa dengan pengukuran pre-test dan post-test dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.8 Hasil Analisis Pre-Test dan Post-Test Subjek. C. Analisis individu Analisis individual digunakan untuk menggambarkan kondisi dari masing-masing subyek penelitian dari sebelumnya dan sesudah pemberian perlakuan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP). a. Subyek NNN Penerimaan skor school refusal (penolakan sekolah) NNN pada saat pretest adalah 61 termasuk kategori tinggi. Kemudian setelah mendapat prlakuan dan diberkan post-test hasilnya menjadi 53 termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukan bahwa adanya penurunan skor sebesar 8 poin. Berdasarkan hasil pre-test, bahwa subyek NNN ini mengalami perubahan meski penurunan poin tidak banyak, akan tetapi NNN sudah mampu untuk menghilangkan keyakinan yang irasional ketika ia sering mendapat marah dari guru saat ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikannya, sehingga NNN berkeinginan untuk tidak masuk sekolah ketika ada pelajaran bahasa inggris. Kemudian saat pemberian perlakuan, peneliti berusaha membantu untuk mengubah pikiran yang irasional pada dirinya dengan membayangkan masalah yang mengganngu pikirannya saat ini dan kemudian diubahnya menjadi pikiran yang sehat dan positif. NNN juga dituntun untuk mengatakan pikiran positif untuk menganti pikiran negatif, pikiran positif NNN bahwa supaya tidak mendapat marah dari guru ia berusaha bersungguhsungguh dalam mengikuti pelajaran bahasa inggris. b. Subyek HP Penerimaan skor school refusal (penolakan sekolah) HP pada saat pre-test adalah 66 termasuk kategori tinggi. Kemudian setelah mendapat perlakuan dan diberkan post-test hasilnya menjadi 52. Berdasarkan perbedaan skor pre-tes dan post-tes subjek pada tabel di atas dapat digambarkan diagram sebagai berikut: Diagram: 4.2 Hasi Pre-tes dan post-test School Refusal (Penolakan Sekolah). Hasil pre-test dan post-test tersebut kemudian dianalisis statistik dengan menggunakan wilcoxon signed rank test. Dengan bantuan SPSS for Windows 7 didapatkan hasil wilcoxon signed rank test sebagai berikut: Tabel. 4.9 Hasil Wilcoxon Signed Rank Test dengan SPSS 16.0 for Windows 7. Berdasarkan data di atas, diperoleh hasil bahwa terdapat 4 subjek yang menunjukan. 97. (7) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukan bahwa adanya penurunan skor sebesar 14 poin. Berdasarkan hasil pre-test, bahwa subyek NNN ini mengalami perubahan, dari ia menganggap bahwa dirinya lemah dalam pelajaran, kurang bisa bersosialisasi, serta kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan, sehingga ia merasa lebih nyaman berada di rumah daripada di sekolah. Kemudian saat pemberian perlakuan, peneliti berusaha membantu untuk mengubah pikiran yang irasional pada dirinya dengan membayangkan masalah yang mengganggu pikirannya saat ini dan kemudian diubahnya menjadi pikiran yang sehat dan positif. HP juga dituntun untuk mengatakan pikiran positif untuk menganti pikiran negatif, pikiran positif HP mengatakan bahwa dirinya bukan orang yag lemah, ia mampu bersosialisasi dan beradaptasi dilingkungan sekolah, serta mengganggap bahwa teman-temannya adalah orang yang baik. c. Subyek DA Penerimaan skor school refusal (penolakan sekolah) HP pada saat pre-test adalah 78 termasuk kategori tinggi. Kemudian setelah mendapat perlakuan dan diberkan post-test hasilnya menjadi 51 termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukan bahwa adanya penurunan skor sebesar 27 poin. Berdasarkan hasil pre-test, bahwa subyek DA ini mengalami perubahan, menganggap bahwa gurunya pilih kasih pada dirinya karena merasa pekerjaannya sering dicohtoh teman-temannya akan tetapi nilai lebih tinggi dari teman yang mencontek dirinya hal itu yang memmbuatnya jengkel di sekolah sehingga berkeinginan untuk pindah dari sekolah tersebut. Kemudian saat pemberian perlakuan, peneliti berusaha membantu untuk mengubah pikiran yang irasional pada dirinya dengan membayangkan masalah yang mengganggu pikirannya saat ini dan kemudian diubahnya menjadi pikiran yang sehat dan positif. DA juga dituntun untuk mengatakan pikiran positif untuk menganti pikiran negatif, kini ia mulai berusaha untuk bisa menerima keadaan yang seperti itu dan berusaha berpikir positif di semua. keadaan yang ada di sekolah, pikiran positifnya mengatakan teman saya meniru pekerjaannya, berarti teman itu mempercayai kemampuan yang dimilikinya dan ia yakin bahwa proses itu tidak akan menghianati hasil, kalaupun temannya mendapat nilai lebih tinggi dari ia mungkin itu sudah rejekinya. Ia mulai bisa berlapang dada untuk menerima kenyataan yang terjadi. d. Subyek DMTS Penerimaan skor school refusal (penolakan sekolah) DMTS pada saat pretest adalah 66 termasuk kategori tinggi. Kemudian setelah mendapat perlakuan dan diberkan post-test hasilnya menjadi 51 termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukan bahwa adanya penurunan skor sebesar 15 poin. Berdasarkan hasil pre-test, bahwa subyek DMTS ini mengalami perubahan, dimana ia mengganggap sekolah merupaka tempat orang-orang yang jahat baik siswa maupun gurunya, teman yang suka membuli dengan memanggil “Bedes” guru yang jahat yang suka marah-marah, sekolah yang banyak tata tertib menjadikannya tidak betah lama untuk berada di sekolah, dengan panggilan “Bedes” membuatnya merasa risi dan merasa dirinya disamakan dengan hewan yang menurutnya tidak pantas untuk dirinya. Kemudian saat pemberian perlakuan, peneliti berusaha membantu untuk mengubah pikiran yang irasional pada dirinya dengan membayangkan masalah yang mengganggu pikirannya saat ini dan kemudian diubahnya menjadi pikiran yang sehat dan positif. DMTS ini juga merupakan salah satu siswa yang berkebutuhan khusus (slowloner) sehingga ia mendapat panggilan yang kurang enak didengar telinga, akan tetapi setelah perlakuan ia mampu menerima kondisi dari temantemannya, ia bisa memahami apa yang konselor katakan meski tidak sempurna dalam memahaminya.. 98. (8) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme membantu siswa yang memiliki masalah school refusal (penolakan sekolah) yang tinggi. Selain itu berdasarkan hasil analisis setelah perlakuan menunjukan perubahan pada ke 4 subjek tersebut. Saat memberikan perlakuan melaui konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat diamati sebagai hal yang dialami subjek, diantaranya subjek memenuhi pertemuan yang telah disepakati sebelumnya, hal ini menunjukan bahwa subyek dengan sukarela mengikuti kegiatan konseling, kemudian pada tahap awal pertemuan anggota kelompok masih canggung dan tegang, namun setelah pertemuan selanjutnya anggota kelompok sudah bisa berani untuk saling terbuka tanpa ada ketengan lagi. Masing-masing anggota mampu menceritakan penyebab dan masalah school refusal (penolakan sekolah) yang mereka alami saat ini. Secara umum subjek telah menyadari manfaat dari pikiran yang mendalam untuk mendapatkan pemikiran atau keyakinan yang rasional dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi dikehidupan sehari-hari melalui konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP). Hal ini sesuai dengan konsep dasar teknik imajinasi yang merupakan beberapa teknik dalam pendekatan rational emotif perilaku (REP) yang dikemukakan oleh Ellis, dimana teknik imajinasi ini pada dasarnya tepat digunakan untuk mengurangi masalah school refusal pada siswa dengan cara membayangkan pikiran yang rasional. Berdasakan hasil penelitian, penerapan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) dapat dijadikan alternatif untuk membantu siswa dalam mengurangi masalah school refusal yang terjadi pada dirinya. Siswa yang mendapat penerapan konseling rasional emotif perilaku (REP) dapat memiliki keyakinan untuk merubah school refusal (penolakan sekolah) yang terjadi pada dirinya serta dapat menerima kondisi yang ada pada dirinya untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya melalui cara berpikir yang rasional. Proses konseling telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan. Adapun kendala dalam pelaksanaan koseling kelompok adalah masalah waktu. Hal ini karena adanya kegiatan UAS, sehingga pelakasanaan dilakukan setelah selesai UAS. Akan tetapi selama 6 pertemuan dalam proses konseling. Grafik 4.3 Grafik Perubahan Skor Angket School Refusal (Penolakan Sekolah) Pre-test dan Post-Test. A. Pembahasan hasil penelitian Berdasarkan hasil pre test pada kelas VIII diketahui 4 siswa yang memiliki masalah school refusal (penolakan sekolah) yang tinggi yang selanjutnya diberikan perlakuan yaitu konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) untuk mengurangi school refusal (penolakan sekolah) siswa. Pemberian konseling ini bertujuan untuk mengurangi masalah school refusal (penolakan sekolah) yang dimiliki siswa, dengan harapan siswa dapat menerapkan keterampilan berpikir rasional terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya sehingga siswa menjadi individu yang mandiri dengan memahami keadaan dirinya dan berusaha mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Setelah diberikan perlakuan pada 4 siswa dalam konseling individu maka dilakukan post-test untuk mengukur perubahan yang terjadi pada siswa. Setelah dilakukan post–test maka diperoleh skor post-test kemudian dianalisis menggunakan uji statistik non-parametrik dengan uji wilcoxon. Berdasarkan data di atas, diperoleh hasil bahwa terdapat 4 subjek yang menunjukan hasil ρ = 0, 068 dengan taraf kesalahan sebesar 5% atau 0,05. Berdasarkan analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima dengan menunjukan 0,068 < 0,05 sesuai dengan ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar 5 %. Hal ini menunjukan bahwa konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat menurunkan school refusal (penolakan sekolah) pada siswa SMP Negeri 1 Cerme setelah pemberian konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP). Hal ini menunjukan bahwa penerimaan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) dapat dijadikan alternatif untuk. 99. (9) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme kelompok secara keseluruhan terbilang lancar. Hasil konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) yang memiliki school refusal (penolakan sekolah) tinggi memang belum bemberikan pengaruh yang besar dalam menyelesaikan secara keseluruhan, namun mampu mengurangi school refusal (penolakan sekolah) tinggi pada diri siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. B. SARAN Berdasarka simpulan yang telah disebutkan diatas, maka ada beberapa saran yang diberika yaitu: 1. Bagi konselor sekolah Bagi peneliti lain dai hasil penelitian ini, diharapkan konselor sekolah dapat menambah wawasan, pengalaman, serta masukan bagi konselor sekolah pada khususnya dalam menangani dalam memahami dan menerapkan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) sebagai alternatif dalam membantu siswa yang memiliki masalah yang sama. 2. Bagi peneliti lain Bagi penelitian lain menjadi lebih baik lagi dan dapat mengngaji aspek-aspek lainnya yang lebih luas tentang penerimaan diri serta dapa mempertimbangkan waktu pertemuan konseling diperbanyak dan diperpanjang agar hasil penelitian lebih baik dan maksimal.. A. SIMPULAN Berdasarkan hasil pre test pada kelas VIII diketahui 4 siswa yang memiliki masalah school refusal (penolakan sekolah) yang tinggi yang selanjutnya diberikan perlakuan yaitu konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) untuk mengurangi school refusal (penolakan sekolah) siswa. Pemberian konseling ini bertujuan untuk mengurangi masalah school refusal (penolakan sekolah) yang dimiliki siswa, dengan harapan siswa dapat menerapkan keterampilan berpikir rasional terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya sehingga siswa menjadi individu yang mandiri dengan memahami keadaan dirinya dan berusaha mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Setelah diberikan perlakuan pada 4 siswa dalam konseling individu maka dilakukan post-test untuk mengukur perubahan yang terjadi pada siswa. Setelah dilakukan post–test maka diperoleh skor post-test kemudian dianalisis menggunakan uji statistik non-parametrik dengan uji wilcoxon. Berdasarkan data di atas, diperoleh hasil bahwa terdapat 4 subjek yang menunjukan hasil ρ = 0, 068 dengan taraf kesalahan sebesar 5% atau 0,05. Berdasarkan analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima dengan menunjukan 0,068 < 0,05 sesuai dengan ketetapan α (taraf kesalahan) sebesar 5 %. Hal ini menunjukan bahwa konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat menurunkan school refusal (penolakan sekolah) pada siswa SMP Negeri 1 Cerme setelah pemberian konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP). Hal ini menunjukan bahwa penerimaan konseling kelompok rasional emotif perilaku (REP) dapat dijadikan alternatif untuk membantu siswa yang memiliki masalah school refusal (penolakan sekolah) yang tinggi. Selain itu berdasarkan hasil analisis setelah perlakuan menunjukan perubahan pada ke 4 subjek tersebut.. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Suaatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi.2010.”Teori dan Praktek Konseling”.Surabaya:Unesa Universitas Press. Ariningsun, Ajeng. 2014. Penggunaan Konseling Kelompok Rational Emotif Perilaku untuk Meningkatkakan Pengendalian Diri Pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 4 Panggul Trenggalek. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Unesa. Azwar, Syaifudin. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Berk, L. E. 2006.Child Development (7th ed.). USA: Pearson Education, Inc. Brand, C, & O’Conner, L. 2004. School Refusal: It Tales A Temm. Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama. Darminto, Eko.2007.”Teori – Teori Konseling”.Surabaya Universitas Press. Darminto, Eko. Teori – Teori Konseling: Teori dan Praktik Konseling dari Berbagai Orientasi Teoritis dan Pendekatan: Surabaya: University Press. Evans, Larry D: 2000. Functional School refusal Subtypes: Anxiety, Avoidance, and Malingering. University of Arkansas for Medical Sciences. Jurnal Psychology In The School. Vol 37.Edisi 2.Diunduh pada tanggal 5. 100. (10) Penerapan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Mengurangi School Refusal (Penolakan Sekolah) Siswa Kelas VIII SMPN 1 Cerme Juni 2016 http://ERINTS.uny.ac.id/9495/1/jurnal.pdf. diakses 1 Mei 2016. Freemont, W. 2003. School Refusal in Children and Adolescent. Jurnal AmericanmFamily Pshysician.Vol. 68. Diunduh Pada Tanggal 7 Mei 2016. Haarman, G. B. 2009. School refusal behavior: Effective techniques to help children who can‟t or won‟t go to school. www.heiselandassoc.com/Mydocs/Haarma n%20School%20Refusal.pdf. Kearney, A. Christopher, Silverman, K. Wendy. 1993. Measuring the Function of School Refusal Behavior: The School Refusal Asessment Scale. Jurnal of Clinical Child Psychology. Vol. 22 no.1. 85-96. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2016. Kearney, C.A. 2006. Casebook In Child Behavior Disorders. USA: Thomson Higher Education 128. 2006. Forms and Functions of School Refusal Behavior in Youth: An Empirical Analysis of Absenteeism Severity. Jurnal. University Of Nevada, Las Vegas, USA.Vol. 1.No. 48. Halaman 53-61. Diunduh pada tanggal 16 September 2016. Komalasari, dkk. 2011. Teori dan Tehnik konseling. Jakarta: PT Indeks. Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Universitas Muhammadiyah Malang. Nursalim, Moch. Dan Retno Tri H.2007,”Konseling Kelompok”.Surabaya:Unesa Universitas Press. Nursalim, Moch. Dan Suradi. 2002.”Layanan Bimbingan dan Konseling”. Surabaya:Unesa Universitas Press. Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Yogyakarta: IRCiSoD. Ortiz, Pina, Zerr, dan Gonzales. 2009. Psychosocial Interventions for School Refusal Behavior in Chlidren and Adolescents. Jurnal Arizona State University. Vol 3. Halaman 11-20. Edisi 1.Diunduh pada tanggal 4 Mei 2016. Rahman, Fakihatur. 2014. Penerapan Konseling Rational Emotif Perilaku untuk Mengurangi Perasaan Rendah Diri Siswa Kelas XI di SMK Maskumambang 2 Gresik. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Unesa. Reksoatmojo, Tedjo N. 2007. Statistik Untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung:Refika Aditama. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Vikania, I’it. 2011. Penggunaan Konseling Kelompok Rasional Emotif Perilaku (REP) untuk Membantu Siswa Menangani Perilaku Agresif Verbal (Studi. Quasi-Eksperimen di SMP N 6 Tuban). Skripsi tidak diterbitkan. Surabay: Unesa. Walgito , Bimo. 2003 . Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andhi. Wardati & Jauhar, 2011. Implementasi Bimbingan & Konseling di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.. 101. (11)

Referensi

Dokumen terkait

Pada pemgurus OSIS dan pengurus Ekstrakurikuler SMA Negeri 2 Tuban terdapat siswa yang mengalami masalah dalam kemampuan pengelolaan waktu yang rendah, sehingga

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman tentang perilaku seksual menyimpang melalui penerapan layanan informasi dengan

Meningkatkan Pemahaman Karer Siswa dengan Pemberian Layanan Informasi Karier di Kelas XI IS-4 SMA Negeri 13 Surabaya (Suatu Penelitian Tindakan Dalam Bimbingan dan

Tujuan Perkuliahan : Mahasiswa mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling belajar dengan menggunakan berbagai media di lokasi PPL. Simulasi pemberian layanan

Pada hasi analisis dokumentasi dalam pemetaan bidang kajian diketahui bahwa kegiatan layanan konseling kelompok dan bidang bimbingan pribadi memiliki hasil

Dan penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Penerapan Pendekatan Rational Emotif Terapy Dengan Teknik Assertive Training Untuk Mengatasi Rasa minder

Berdasarkan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa teknik mind mapping dalam bimbingan kelompok dapat meningkatkan manajemen waktu belajar siswa kelas XI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan konseling rasional emotif dengan teknik assertif adaptif