BIOMETRIC: Journal of Biology Science and Biodiversity, Vol.3 (No.1) Maret, 2023
BIOMETRIC
Journal of Biology Science and Biodiversity
Journal homepage: http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/mhs/index.php/biometric/index
Perbandingan Produksi Metabolit Sekunder dan Biomassa Kalus Dengan Pemberian Konsentrasi Sukrosa Yang Berbeda Dengan Metode In Vitro
Achmad Ainur Rofiq1*, Hanik Faizah2
1,2Biology, Faculty of Science and Technology, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
*Corresponding author: [email protected]*
A R T I C L E I N F O A B S T R A C T Article type
Systematic review
Cell culture is an alternative method for the production of secondary metabolites. Production of secondary metabolites can be carried out by providing stress factors to plant cell callus such as providing sucrose concentrations. The application of sucrose concentration in plant callus growth media has many functions, namely as a source of energy and carbon for callus by cell culture method, as production of secondary metabolites and increasing callus biomass in plants. This study used the SLR (Systematic Literature Review) method from five international journals and one national journal to determine the development of the use of different concentrations of sucrose as secondary metabolite production and increase plant callus biomass. The results showed that the sucrose concentration of 30-50% was the optimal concentration for the production of secondary metabolites and an increase in callus biomass in plant callus. Optimal use of sucrose will produce maximum metabolites and callus biomass.
Keywords:
Sukrosa, Biomassa, Metabolit sekunder, Flavonoid, Fenolik
© 2023 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tanaman herbal yang tersebar diberbagai pulau. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai obat-obatan telah dilakukan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu hingga saat ini, penggunaan tanaman herbal sebagai obat-obatan dilakukan karena tanaman herbal merupakan bahan alami yang tidak menimbulkan efek samping dibandingkan dengan obat-obatan sintesis yang telah banyak beredar (Cahyaningsih et al., 2021). Tanaman herbal yang dimanfaatkan sebagai obat-obatan memiliki kandungan senyawa yang disebut dengan metabolit sekunder.
Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang disintesis oleh tumbuhan sebagai respon terhadap cekaman atau gangguan dari luar baik oleh hama maupun hewan pemangsa (Mainawati dkk, 2019). Metabolit sekunder digolongkan sebagai molekul besar atas fenolik, alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid dan saponin (Saifudin, 2014). Klasifikasi metabolit sekunder dilakukan berdasarkan struktur kimianya, komposisi, jalur biosintesis dan kelarutannya sebagai pelarut (Tiwari, 2015).
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia turunan dari proses metabolisme tumbuhan, metabolit sekunder dibutuhkan tanaman untuk perlindungan tanaman dari gangguan dari luar namun tidak terlibat dengan perkembangan dan pertumbuhan tanaman (Zachariah &
Leela, n.d., 2018). Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang dapat ditemukan diberbagai jenis tanaman. Metabolit sekunder tanaman memiliki berbagai manfaat bagi manusia, seperti sebagai obat-obatan, bumbu masakan, bahan kosmetik, bibit parfum dan lain sebagainya (Silalahi, 2019). Metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak terlibat langsung dalam pertumbuhan, perkembangan, atau reproduksi makhluk hidup. Namun, senyawa ini biasa digunakan untuk perkembangbiakan dan pertahanan tanaman karena umumnya senyawa metabolit sekunder bersifat racun bagi hewan (Kusbiantoro, 2018).
Senyawa metabolit sekunder seperti isoflavonoid, terpen, alkaloid dan poliasitilen dapat berperan sebagai pertahanan tanaman dari hewan herbivora, dimana senyawa tersebut dapat membuat tanaman menghasilkan rasa pahit dan racun yang langsung muncul ketika tanaman tersebut dimakan oleh hewan herbivora (Angelika Bottger, Ute Vothknecht and Alexander Wolf, 2018).
Banyaknya pemanfaatan tanaman herbal sebagai bahan baku produk industri yang menggunakan metode konvensional membuat jumlah tanaman herbal menjadi menurun.
Pemanfaatan tanaman herbal sebagai bumbu masakan maupun obat tradisional oleh masyarakat juga menjadi salah satu faktor menurunya jumlah tanaman herbal. Sejak beberapa tahun yang lalu ditemukan alternatif produksi metabolit melalui teknik in vitro, yakni kultur sel. Kultur sel memiliki banyak kelebihan sebagai penghasil produksi metabolit sekunder yakni diantaranya seperti kultur sel yang tidak bergantung pada perubahan iklim, hasil yang didapatkan dengan metode kultur sel lebih banyak dan lebih steril, sel-sel atau organ segala jenis tanaman dapat digunakan untuk produksi metabolit sekunder melalui teknik kultur sel, produksi metabolit sekunder dengan kultur sel dapat menghasilkan jenis metabolit sekunder yang lebih spesifik (Tiwari, 2015).
Produksi senyawa metabolit sekunder dapat dilakukan dengan pemanfaatan kultur sel yakni dengan menggunakan cekaman abiotik sebagai pengaruh dalam meningkatkan aktivitas metabolit sekunder, cekaman abiotik yang dapat digunakan sebagai peningkatan produktivitas metabolit sekunder yaitu pelukaan, pemberian sinar UV dan suplementasi sukrosa (Rudin, 2020). Penggunaan konsentrasi sukrosa sebagai faktor cekaman pada kalus tanaman dapat meningkatkan senyawa flavonoid dan fenolik pada kalus tanaman. Sukrosa merangsang biosintesis metabolit sekunder seperti fenol dan flavonoid untuk memberikan sifat anti- oksidatif pada tanaman (Khan et al., 2018). Sukrosa juga berperan sebagai sumber karbon dan energi dalam kultur sel serta dapat meningkatkan biomassa kalus (Ali et al., 2016).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa sukrosa memiliki potensi manfaat bagi produksi metabolit sekunder dan sebagai sumber energi kultur sel. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbandingan konsentrasi sukrosa untuk produksi metabolit sekunder dan peningkatan biomassa kalus dengan metode teknik kultur kalus. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penggunaan sukrosa sebagai perangsang produksi metabolit sekunder dengan metode teknik kultur kalus agar hasil yang didapatkan semakin maksimal.
METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 September 2022 – 25 Oktober 2022 di Universitas UIN Sunan Ampel Surabaya.
Variable dan jenis sampel penelitian
Jenis penelitian merupakan sistematik review. Sampel yang digunakan yakni beberapa literatur dalam negeri yang didapatkan melalui pencarian google scholar.
Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode mereview literatur yang telah ada terhadap jurnal internasional. Sistem pencarian literatur dilakukan dengan kata kunci perbandingan konsentrasi sukrosa terhadap produksi metabolit sekunder dan peningkatan biomassa kalus. Studi literatur
diawali dengan pencarian artikel serta pemilihan artikel pada databasegoogle scholar serta science-direct. Artikel yang dipilih merupakan artikel yang terbit ±10 tahun terakhir. Kata kunci yang digunakan yaitu sukrosa, cekaman, metabolit sekunder, biomassa kalus dan kultur sel.
Dari kata kunci tersebut kemudian diambil lima artikel ilmiah internasional dan satu artikel nasional. Berikut adalah daftar artikel terpilih yang digunakan dalam studi.
Tabel 1. Daftar artikel pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap produksi metabolit sekunder Literatur Konsentrasi
Sukrosa
Metode
Judul Artikel
(Fazal et al., 2015)
5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 g/l
Kultur suspense shake-flask
Sucrose induced osmotic stress and photoperiod regimes enhanced the biomass and production of antioxidant secondary metabolites in shake-flask
suspension cultures of Prunella vulgaris L.
(Ali et al., 2016)
10, 30, 50, 70, 90 g/l
Kultur suspensi sel
Sucrose-enhanced biosynthesis of medicinally important antioxidant secondary metabolites in cell
suspension cultures of Artemisia absinthium L.
(Mamdouh, 2022)
5, 10, 15, 20, 25, 30
g/l
Kultur kalus dan suspensi
sel
Optimization of Callus and Cell Suspension Cultures of Lycium schweinfurthii for Improved Production of
Phenolics, Flavonoids, and Antioxidant Activity (Khan et
al., 2018)
10, 30, 50 g/l
Kultur kalus Carbohydrate-induced biomass accumulation and elicitation of secondary metabolites in callus cultures
of Fagonia indica (Elgirban
et al., 2012)
10, 30, 50, 70, 90 g/l
kultur suspensi akar
Sucrose regulated enhanced induction of anthraquinone, phenolics, flavonoids biosynthesis and activities of antioxidant enzymes in adventitious
root suspension cultures of Morinda citrifolia (L.) (Julianti et
al., 2021)
20, 30, 40 g/l
Kultur kalus Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dalam Medium MS terhadap Kandungan Flavonoid Kalus Tomat
(Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum)
Teknik analisis data
Analisis data dilakukan dengan pendekatan observasional. Data-data yang didapatkan dikomparasikan dan ditulis dalam bentuk narasi sesuai literatur terkait. Ditemukan perbedaan perlakuan seperti perbedaan konsentrasi sukrosa dan perbedaan jenis tanaman yang diuji coba hingga dapat mempengaruhi hasil penelitian dalam literatur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan biomassa kalus
Sukrosa merupakan sumber energi dan karbon bagi kalus tanaman dalam metode kultur sel. Peningkatan konsentrasi sukrosa dapat meningkatkan aktivitas respirasi sel sehingga sintesis protein akan optimal. Pemberian konsentrasi sukrosa yang berbeda pada tanaman yang berbeda menghasilkan biomassa kalus yang beraneka ragam, hal ini disebabkan oleh karakter dari setiap spesies tanaman tersebut.
Tabel 2. Pengaruh sukrosa terhadap biomassa kalus Literatur Spesies Tanaman Konsentrasi
Sukrosa
Biomassa
Basah Kering
(Fazal et al.,
2015) Prunella vulgaris L.
5 g/l 0,75 g/100ml 0,28 g/100ml 10 g/l 0,76 g/100ml 0,29 g/100ml 15 g/l 1,08 g/100ml 0,32 g/100ml 20 g/l 1,22 g/100ml* 0,42 g/10ml*
25 g/l 1,08 g/100ml 0,36 g/100ml 30 g/l 1,02 g/100ml 0,34 g/100ml
Literatur Spesies Tanaman Konsentrasi Sukrosa
Biomassa
Basah Kering
35 g/l 0,9 g/100ml 0,3 g/100ml 40 g/l 0,8 g/100ml 0,24 g/100ml 45 g/l 0,71 g/100ml 0,22 g/100ml 50 g/l 0,68 g/100ml 0,21 g/100ml
(Ali et al.,
2016) Artemisia absinthium L.
10 g/l - 7 g/l
30 g/l - 8,8 g/l*
50 g/l - 8,4 g/l
70 g/l - 7,2 g/l
90 g/l - 5 g/l
(Mamdouh,
2022) Lycium schweinfurthii
5 g/l 0,136±0,010 -
10 g/l 0,308±0,029 -
15 g/l 0,340±0,030 -
20 g/l 0,398±0,086 -
25 g/l 0,330±0,027 -
30 g/l 0,488±0,043* -
(Khan et al.,
2018) Fagonia indica
10 g/l 34,5 ± 0,71 0,75 ± 0,09 30 g/l 49,50 ± 0,51 2,035 ± 0,02 50 g/l 52,05 ± 0,16* 2,965 ± 0,04*
(Elgirban et
al., 2012) Morinda citrifolia L.
0 g/l - 0,3g/l
10 g/l - 4,5 g/l
30 g/l - 4,5 g/l
50 g/l - 5,2 g/l*
70 g/l - 4,5 g/l
90 g/l - 3,8 g/l
(Julianti et al., 2021)
Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum
esculentum
20 g/l 0,7747±0,03 0,0544±0,00 30 g/l 0,8848±0,05 0,0672±0,00 40 g/l 0,9417±0,07* 0,0777±0,01*
Tabel 2. Hasil terbaik pada setiap penelitian pada tabel diatas ditandai dengan simbol (*) (Sumber : Data Pribadi, 2022)
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa yang rendah dan tinggi menghasilkan biomassa kalus yang lebih rendah. Konsentrasi sukrosa 5-20 g/l menunjukkan peningkatan biomassa kalus yang lebih rendah, hal ini dikarenakan sukrosa dengan konsentrasi 5-20 g/l terbagi menjadi 2 fungsi yakni sebagai sumber karbon dan energi agar kalus tetap hidup serta sisanya sebagai peningkat biomassa kalus. Konsentrasi sukrosa yang rendah juga menurunkan laju respirasi sel dan penyerapan nitrogen. Sehingga sintesis protein terhambat karena sumber nitrogen yang berkurang (Wahyuni et al., 2020).
Konsentrasi sukrosa diatas 50 g/l tidak selalu menunjukkan menghasilkan biomassa kalus yang tinggi. konsentrasi sukrosa yang terlalu tinggi dalam media akan menjadikan media lebih pekat dan menghambat penyerapan air maupun garam mineral yang ada (Ulva et al., 2019). Konsentrasi sukrosa yang berlebih juga menyebabkan sel jenuh sehingga tekanan osmotik dalam media lebih tinggi dari pada di dalam sel sehingga menurunkan pertumbuhan dan perkembangan sel kalus (Inayah, 2015).
Konsentrasi sukrosa 30-50% merupakan konsentrasi yang optimal untuk peningkatan biomassa kalus. Hasil biomassa dari berbagai penelitian dengan konsentrasi 30-50% memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi sukrosa lainnya.
Berat basah kalus sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam kalus. Kemampuan kalus dalam menyerap dan menyimpan air dipengaruhi oleh tekstur kalus. Berat kering merupakan hasil akumulasi bahan organik dan mineral yang berperan penting bagi kalus tanaman (Aminopurin et al., 2017). Hasil pengukuran berat kering mengakibatkan penurunan dibandingkan dengan pengukuran berat basah. Hal ini terjadi karena pada berat basah, air yang terkandung didalam kalus lebih banyak. Kemampuan kalus dalam menyerap dan menyimpan air dipengaruhi oleh tekstur kalus (Ulva et al., 2019).
Produksi metabolit sekunder
Konsentrasi sukrosa yang optimal juga dapat meningkatkan akumulasi total fenolik, flavonoid pada kalus tanaman. Pemberian konsentrasi sukrosa pada media kalus tanaman bertujuan untuk faktor cekaman pada kalus tanaman, sehingga tanaman akan merespon dengan memproduksi metabolit sekunder sebagai sistem pertahanan tanaman (Tiwari, 2015).
Tabel 3. Pengaruh sukrosa terhadap produksi metabolit sekunder Literatur Spesies Tanaman Konsentrasi
Sukrosa
Produksi Metabolit
Fenolik Flavonoid
(Fazal et al.,
2015) Prunella vulgaris L.
5 g/l 5,4 mg/g 0,5mg/g
10 g/l 6,8 mg/g 1,2 mg/g
15 g/l 9,5 mg/g 1,5 mg/g
20 g/l 12,3 mg/g* 2,1 mg/g
25 g/l 8,6 mg/g 2,36 mg/g *
30 g/l 7,6 mg/g 2 mg/g
35 g/l 6,9 mg/g 1,6 mg/g
40 g/l 6,4 mg/g 1,5 mg/g
45 g/l 6 mg/g 1,4 mg/g
50 g/l 5,8 mg/g 1,2 mg/g
(Ali et al., 2016)
Artemisia absinthium L.
10 g/l 29,76 ± 0,41 mg/l 7,26 ± 0,33 mg/l 30 g/l 40,37 ± 0,32 mg/l 11,63 ± 0,27 mg/l 50 g/l 48,25 ± 0,35 mg/l * 10,67 ± 0,31 mg/l 70 g/l 30,79 ± 0,42 mg/l 12,71 ± 0,36 mg/l 90 g/l 18,73 ± 0,28 mg/l 18,73 ± 0,28 mg/l*
(Mamdouh,
2022) Lycium schweinfurthii
5 g/l 78,59 ± 5,55 13,71 ± 1,20 10 g/l 44,64 ± 10,86 9,56 ± 1,13 15 g/l 22,19 ± 5,47 9,47 ± 1,45 20 g/l 32,92 ± 2,83 9,82 ± 0,52 25 g/l 33,70 ± 3,58 8,36 ± 0,53 30 g/l 84,27 ± 5,46* 19,14 ± 1,42*
(Khan et al.,
2018) Fagonia indica
10 g/l 0,969 mg/l -
30 g/l 2,789 mg/l -
50 g/l 3,845 mg/l* -
(Elgirban et
al., 2012) Morinda citrifolia L.
0 g/l 10.52 mg/g 4.74 mg/g
10 g/l 165.14 mg/l* 163.56 mg/g*
30 g/l 115.90 mg/g 113.26 mg/g 50 g/l 151.20 mg/g 139.94 mg/g 70 g/l 135.39 mg/g 134.07 mg/g
90 g/l 99.46 mg/g 74.67 mg/g
20 g/l - 0,7±0,06
Literatur Spesies Tanaman Konsentrasi Sukrosa
Produksi Metabolit
Fenolik Flavonoid
(Julianti et al., 2021)
Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum
esculentum
30 g/l - 0,9±0,07
40 g/l - 1,19±0,09*
Tabel 3. Hasil terbaik pada setiap penelitian pada tabel diatas ditandai dengan simbol (*) (Sumber : Data Pribadi, 2022)
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa memberikan hasil nyata terhadap produksi metabolit sekunder. Pemberian konsentrasi sukrosa terlihat dapat meningkatkan metabolit sekunder berjenis fenol dan flavonoid. Peningkatan konsentrasi sukrosa dapat meningkatkan produksi fenol dan flavonoid dalam kultur kalus.
Menurut Khan et al., (2018) merangsang biosintesis metabolit sekunder seperti fenol dan flavonoid untuk memberikan sifat anti-oksidatif pada sistem tanaman. Produksi senyawa fenol terbaik yaitu sebesar 48.25 ± 0.35 mg/g yang dihasilkan dari pemberian konsentrasi sukrosa sebesar 50g/l (Ali et al., 2016). Penggunaan konsentrasi sukrosa sebagai faktor cekaman pada kalus tanaman dapat meningkatkan senyawa flavonoid dan fenolik pada kalus tanaman.
Sukrosa merangsang biosintesis metabolit sekunder seperti fenol dan flavonoid untuk memberikan sifat anti-oksidatif pada tanaman (Khan et al., 2018).
Konsentrasi sukrosa yang optimal dapat meningkatkan akumulasi total fenolik, flavonoid pada tanaman. Salah satu konsentrasi sukrosa 30-50% dengan hasil terbaik yakni pada perlakuan tanaman Morinda citrifolia L. dengan berat kalus sebesar 5,2 g/l yang menunjukkan bahwa konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang optimal (Elgirban et al., 2012).
Pemberian konsentrasi sukrosa yang terlalu tinggi akan membuat penurunan kandungan fenol dan flavonoid yang disebabkan efek inhibisi, dimana sukrosa dengan konsentrasi tinggi tidak lagi mendukung pertumbuhan kalus. Penambahan konsentrasi sukrosa berlebih dalam media mengakibatkan cekaman osmotik. Sel akan mempertahankan diri dengan mekanisme penyetaraan osmotik dan menghasilkan osmolit berupa gula, protein atau senyawa lain agar tidak plasmoisis (Hanifah, 2013). Penggunaan konsentrasi sukrosa yang optimal akan menghasilkan metabolit sekunder yang lebih maksimal.
KESIMPULAN
Konsentrasi sukrosa memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan biomassa kalus dan produksi metabolit sekunder. Peningkatan konsentrasi sukrosa 30g/l hingga 50g/l menunjukkan bahwa konsentasi tersebut merupakan konsentrasi yang optimal untuk peningkatan biomassa sedangkan penambahan konsentrasi sukrosa akan meningkatkan induksi metabolit sekunder. Konsentrasi sukrosa yang rendah membuat pertumbuhan kalus menjadi terhambat karena kekurangan nutrisi, sedangkan konsentrasi sukrosa yang tinggi membuat pertumbuhan kalus menjadi jenuh yang membuat pertumbuhan sel menjadi terhambat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., Haider, B., Nisar, A., Syed, A., Ali, S., Ali, S., & Shad, G. (2016). Sucrose-enhanced biosynthesis of medicinally important antioxidant secondary metabolites in cell suspension cultures of Artemisia absinthium L . Bioprocess and Biosystems Engineering, 39(12), 1945–1954. https://doi.org/10.1007/s00449-016-1668-8
Aminopurin, D. B., Shofiyani, A., & Purnawanto, M. (2017). Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto ,. XIX(1), 55–64.
Cahyaningsih, R., Magos Brehm, J., & Maxted, N. (2021). Gap analysis of Indonesian priority medicinal plant species as part of their conservation planning. Global Ecology and Conservation, 26, e01459. https://doi.org/10.1016/j.gecco.2021.e01459
Elgirban, A., Lee, E., & Paek, K. (2012). Sucrose regulated enhanced induction of anthraquinone , phenolics , flavonoids biosynthesis and activities of antioxidant enzymes in adventitious root suspension cultures of Morinda citrifolia ( L .). Acta Physiol Plant, 34(2), 405–415. https://doi.org/10.1007/s11738-011-0837-2
Fazal, H., Haider, B., & Nisar, A. (2015). Sucrose induced osmotic stress and photoperiod regimes enhanced the biomass and production of antioxidant secondary metabolites in shake-flask suspension cultures of Prunella vulgaris L . Plant Cell, Tissue and Organ Culture (PCTOC), 124(3), 573-581. https://doi.org/10.1007/s11240-015-0915-z
Inayah, T. (2015). PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA PADA INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO. Agribusiness Journal, 9(1), 61–70. https://doi.org/10.15408/aj.v9i1.5086
Julianti, R. F., Nurchayati, Y., & Setiari, N. (2021). Produksi Flavonoid Pada Kalus Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Secara In Vitro Dalam Medium MS Dengan Konsentrasi Sukrosa Yang Berbeda. Metamorfosa: Journal of Biological Sciences, 8(1), 141.
https://doi.org/10.24843/metamorfosa.2021.v08.i01.p15
Khan, T., Haider, B., Zeb, A., & Shad, G. (2018). Industrial Crops & Products Carbohydrate- induced biomass accumulation and elicitation of secondary metabolites in callus cultures of Fagonia indica. Industrial Crops & Products, 126(6), 168–176.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2018.10.023
Mamdouh, D. (2022). Optimization of Callus and Cell Suspension Cultures of Lycium schweinfurthii for Improved Production of Phenolics , Flavonoids , and Antioxidant Activity. Horticulturae, 8(5), 1–17.
Pemanfaatan kandungan metabolit sekunder pada tanaman kunyit dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat Utilization of secondary metabolite in the turmeric plant to increase community income. (2018). Kultivasi, 17(1), 544–549.
Rudin, N. A. (2020). Pengaruh Cekaman Abiotik Terhadap Ekspresi Gen Dan Konsentrasi Metabolit Sekunder Pada Catharanthus roseus. Jurnal Pro-Life: Jurnal Pendidikan Biologi, Biologi, Dan Ilmu Serumpun, 7(3), 262–274.
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/prolife/article/view/2344
Silalahi, M. (2019). KENCUR (Kaempferia galanga) DAN BIOAKTIVITASNYA. Jurnal Pendidikan Informatika Dan Sains, 8(1), 127. https://doi.org/10.31571/saintek.v8i1.1178 Tiwari, R. (2015). Plant secondary metabolites : a review Plant secondary metabolites : a
review. October.
Ulva, M., Nurchayati, Y., Prihastanti, E., & Setiari, N. (2011). Pertumbuhan Kalus Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Varietas Permata F1 dari Jenis Eksplan dan Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda secara In Vitro. Life Science, 8(3), 160–169.
Wahyuni, D. K., Huda, A., Faizah, S., Purnobasuki, H., & Wardojo, B. P. E. (2020). Effects of light, sucrose concentration and repetitive subculture on callus growth and medically important production in Justicia gendarussa Burm. f. Biotechnology Reports, 27, e00473.
https://doi.org/10.1016/j.btre.2020.e00473
Zachariah, T. J., & Leela, N. K. (n.d.). 2018. Spices : Secondary Metabolites and Medicinal Properties. Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-75016- 3_10