cell
SEL, GEN, BIOLOGI MOLEKULAR
Rahmatsyah Siregar Denny G Siregar Joy Samuel Tentir
Nama QC 1 Nama QC 2
Quality Control
Valdi Ven Japanatra Quality Control
Praktikum Kimia:
Praktikum Kimia
FKUI 2015 SOLID Page 2
PERCOBAAN 1
TITRASI POTENSIOMETRI PENENTUAN KURVA TITRASI ASAM AMINO
TUJUAN:
menentukan pengaruh penambahan asam dan basa terhadap pH asam amino
PRINSIP DASAR:
Asam amino merupakan zat pembentuk protein. Untuk memahami struktur dan fungsi protein, pertama-tama kita harus menyelidiki sifat-sifat dari setiap asam amino. Suatu asam amino paling sedikit mengandung satu gugus amino dan satu gugus karboksil, oleh karena itu asam amino merupakan senyawa yang bersifat amfoter.
Kita ambil contoh asam amino yang paling sederhana yaitu glisina dengan rumus molekul:
Dengan nila Ka untuk gugus –COOH dan nilai Kb untuk gugus –NH2, maka dapat dibuktikan bahwa jika glisina dilarutkan dalam air, maka glisina akan terdapat dalam bentuk ion dengan rumus molekul:
Glisina yang mempunyai muatan ion positif dan negatif dalam molekul dinyatakan sebagai ion dipolar atau ion zwitter. Adanya gugus –COO- menyebabkan glisina bersifat basa dan dapat bereaksi dengan asam kuat, sedangkan adanya –NH3+ menyebabkan glisina bersifat asam dan dapat bereaksi dengan basa kuat.
FKUI 2015 SOLID Page 3
Jika glisina ion zwitter dititrasi dengan HCl, maka glisina akan bersifat sebagai basa dan akan dihasilkan glisina kation, dengan reaksi protolisisnya sebagai berikut:
Sedangkan jika glisina ion zwitter dititrasi dengan NaOH, maka akan dihasilkan glisina anion, dengan reaksi protolisisnya sebagai berikut:
o Jika molekul glisina hanya terdapat dalam bentuk I, di mana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif, maka keadaan ini dinyatakan sebagai keadaan isoelektrik, dan pH keadaan ini dinamakan dengan pI (titik isoelektrik).
o pH larutan glisina yang terdapat dalam bentuk I sama dengan ½ (pK1 + pK2) dimana K1 menyatakan nilai Ka untuk gugus –COOH, sedangkan K2 menyatakan nilai Ka untuk gugus –NH3+.
o Jika larutan glisina mengandung baik I maupun bentuk II, maka larutan ini merupakan larutan dapar dengan gugus –COOH dan –COO- yang saling berkonjugasi, dan jika bentuk I ekuivalen dengan bentuk II maka akan dihasilkan larutan dengan pH = pK1.
o Jika larutan glisina mengandung baik I maupun bentuk III, maka larutan ini merupakan larutan dapar dengan gugus –NH3+ dan –NH2 yang saling berkonjugasi, dan jika bentuk I ekuivalen dengan bentuk III maka akan dihasilkan larutan dengan pH = pK2.
o Percobaan ini bertujuan untuk menunjukkan pH larutan glisina, jika kedalamnya ditambahkan sedikit demi sedikit larutan asam kuat dan basa kuat, disamping itu,
Bentuk I-glisina ion zwitter Bentuk II-glisina kation basa
asam
Bentuk I-glisina ion zwitter Bentuk III-glisina anion asam
basa
FKUI 2015 SOLID Page 4
percobaan ini dapat menunjukkan sifat dapar dari asam amino, dan kemudian dibuat kurva titrasinya.
o pH larutan ditentukan dengan menggunakan pH meter yang mengandung dua jenis elektroda. Elektroda yang satu merupakan elektroda pembanding yang mempunyai potensial yang konstan dan elektroda lainnya merupakan elektroda indikator yang dimasukkan kedalam larutan yang akan diukur pH-nya.
o Potensial elektroda indikator tergantung dari konsentrasi ion H+ pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan standar yang nilai pH-nya sudah diketahui. Pengukuran dengan menggunakan pH meter akan memberikan hasil yang lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan kertas indikator.
FKUI 2015 SOLID Page 5
ALAT YANG DIGUNAKAN:
1. pH meter
2. Pengaduk magnetik 3. Buret
4. Gelas kimia
BAHAN:
1. Larutan glisina 0,1 M 2. Larutan HCl 0,2 M 3. Larutan NaOH 0,2 M
4. Larutan standar dengan pH7, pH 4 dan pH 11 untuk kalibrasi
CARA KERJA:
1. Dengan menggunakan buret, masukkan 20 ml larutan glisina ke dalam gelas kimia 250 mL.
2. Tempatkan gelas kimia diatas pengaduk magnetik dan nyalakan arus listriknya.
Naikkan secara perlahan kecepatannya. Lakukan pengadukan selama satu menit.
3. Ukur pH larutan dengan cara memasukkan elektroda kedalam larutan. Usahakan membran elektroda berada didalam cairan. Pembacaan dilakukan setelah mendengar nada “bip” dan catat hasil pembacaannya.
4. Tambahkan kedalam larutan 2 mL HCl dengan menggunakan buret, ulangi langkah kerja no 2 dan no 3.
5. Ulangi langkah kerja no 4, sampai diperoleh pH larutan mencapai 2,00.
6. Ulangi langkah No 1-3, dengan menggunakan gelas kimia yang lain.
7. Tambahkan ke dalam larutan 2 mL NaOH dengan menggunakan buret, ulangi langkah 2 dan 3.
8. Ulangi langkah no 7 sampai diperoleh pH larutan mencapai 14,00.
9. Dari hasil pembacaan pH meter yang diperoleh, buatlah grafik pH Vs NaOH/HCl yang ditambahkan
FKUI 2015 SOLID Page 6
CONTOH DATA HASIL PEMBAHASAN:
Larutan pH ΔpH Larutan pH ΔpH
Larutan glisina awal 7,15 0 Larutan glisina awal 7,04 0 + 2 mL HCl 0,2 M 2,83 -4,32 + 2 mL NaOH 0,2 M 8,69 1,65 + 2 mL HCl 0,2 M 2,42 -0,41 + 2 mL NaOH 0,2 M 9,17 0,48 + 2 mL HCl 0,2 M 2,16 -0,26 + 2 mL NaOH 0,2 M 9,50 0,33 + 2 mL HCl 0,2 M 1,98 -0,18 + 2 mL NaOH 0,2 M 9,87 0,37 + 2 mL HCl 0,2 M 1,82 -0,16 + 2 mL NaOH 0,2 M 10,62 0,75
Credits (data): Abi (& group)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
10 8 6 4 2 Glisina
awal
2 4 6 8 10
Kurva titrasi penambahan HCl dan NaOH untuk Glisina
Kurva Titrasi
mL NaOH yang ditambahkan mL HCl yang ditambahkan
FKUI 2015 SOLID Page 7
PENJELASAN TAMBAHAN DARI DOSEN
KESIMPULAN:
pH glisin awal akan menurun/meningkat secara drastis sepanjang penambahan HCl/NaOH, lalu (perubahan itu/ΔpH) akan menurun sepanjang ditambahkannya kedua asam/basa kuat tersebut dikarenakan sudah mulai terbentuknya/bekerjanya sistem dapar. Sistem dapar tersebut juga memiliki kapasitas maksimum dimana jika asam/basa kuat masih terus ditambahkan, maka kapasitas dapar akan hilang dan pH akan mengalami perubahan (ΔpH) yang drastis kembali.
Bentuk II asam: pH = ½ . (pKa1 – log c) [c=concentration]
Bentuk I + II sistem dapar:
Pers. Handerson Hasselhach
Hanya bentuk I bentuk isoelektrik = pI (titik isoelektrik)
Bentuk I + III sistem dapar:
Bentuk III basa
pKb2 = pKw – pKa2
FKUI 2015 SOLID Page 8
PERCOBAAN 2
PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DENGAN TITRASI IODOMETRI
TUJUAN:
Menentukan bilangan peroksida dalam sampel minyak dengan titrasi iodometri.
PRINSIP DASAR:
Bilangan peroksida merupakan bilangan yang menentukan jumlah ikatan peroksida. Ikatan peroksida banyak maka makin jelek senyawa tersebut karena merupakan partikel bebas dan jika terdapat di dalam tubuh kita akan menimbulkan berbagai penyakit.
Bilangan peroksida dalam minyak atau lemak dapat ditentukan dengan titrasi Iodometri.
Jumlah Iodin yang dibebaskan merupakan jumlah bilangan peroksida suatu minyak atau lemak.
Bilangan peroksida mengindikasikan derajat kerusakan minyak atau lemak. Bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen peroksida dalam 1 kg minyak atau lemak.
ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Erlenmayer2. Buret 3. Pipet tetes 4. Spatula
BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Padatan KI2. Larutan Na2S2O3.5H2O (0,001 N) 3. Indikator kanji 1%
4. Sampel minyak dengan penggorengan 1x, 3x, 5x 5. Asam asetat glasial
6. Kloroform 7. Aquades
FKUI 2015 SOLID Page 9
CARA KERJA
1. Sebanyak 0,5 gram sampel minyak dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan padatan KI.
3. Tambahkan 10 mL campuran asam asetat glasial dan kloroform dengan perbandingan 2 : 1 (6,7 mL : 3,3 mL).s
4. Campuran dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan (padatan KI larut).
5. Tambahkan 5 mL air suling.
6. Tambahkan 10 tetes kanji 1%.
7. Baca keadaan mula-mula meniskus larutan Na2S2O3.5H2O (0,001 N) sampai dua angka dibelakang koma dan kemudian catat hasil pembacaan.
8. Titrasikan campuran hingga warna coklat tua-kebiruan hilang.
9. Baca keadaan akhir meniskus larutan.
10. Ulangi titrasi 2 kali (duplo).
11. Bilangan peroksida dinyatakan dengan rumus:
12. Bandingkan bilangan peroksida.
FKUI 2015 SOLID Page 10
CONTOH DATA HASIL PERCOBAAN:
Sampel 1: minyak 1x goreng (0,5 gram)
Titrasi ke- : I II
Pembacaan awal : 13,00 mL 19,30 mL
Pembacaan akhir : 15,70 mL 21,50 mL
Terpakai : 1,30 mL 2,20 mL
Rata-rata terpakai (duplo) : Bilangan peroksida sampel 1 :
Sampel 2: minyak 3x goreng (0,49 gram)
Titrasi ke- : I II
Pembacaan awal : 0,38 mL 9,70 mL
Pembacaan akhir : 3,50 mL 13,00 mL
Terpakai : 3,12 mL 3,30 mL
Rata-rata terpakai (duplo) : Bilangan peroksida sampel 2 : Sampel 3: minyak 5x goreng (0,5 gram)
Titrasi ke- : I II
Pembacaan awal : 6,10 mL 15,70 mL
Pembacaan akhir : 9,70 mL 19,30 mL
Terpakai : 3,60 mL 3,60 mL
Rata-rata terpakai (duplo) : Bilangan peroksida sampel 3 :
Kesimpulan
Minyak atau lemak yang sering dipakai dalam pembakaran akan menghasilkan bilangan peroksida yang semakin besar
FKUI 2015 SOLID Page 11
PERCOBAAN 3
PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN METODA BIURET
PENDAHULUAN
Di alam protein terdapat dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu ; 1. Protein bebas.
2. Protein yang tidak terlarut , terdapat dalam tulang, otot, rambut dan gumpalan darah.
3. Protein terlarut, terdapat banyak dalam bahan pangan seperti susu, telur dan daging.
Kadar protein terlarut dapat ditentukan berdasarkan pada berbagai metoda, misalnya:
titrasi formol, spektrofotometri dan sebagainya. Teknik spektrofotometri yang biasa digunakan untuk analisis protein antara lain adalah dengan metode biuret.
PRINSIP REAKSI
Dalam suasana basa, zat yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida dapat membentuk kompleks berwarna ungu jika direaksikan dengan garam tembaga (pereaksi biuret)
Kompleks tembaga-protein
FKUI 2015 SOLID Page 12
TUJUAN
Untuk menentukan kadar protein terlarut dengan metode biuret
BAHAN & ALAT
1. Larutan protein yang diselidiki (larutan sampel) dan larutan standar protein 2. Pereaksi biuret
3. Tabung reaksi 20 ml 5. Spektrofotometer 6. Kuvet
CARA KERJA
Persiapan larutan standar dan blanko
1. Masukkan campuran berikut ke dalam tabung reaksi 20 ml : No. Tabung Vol stok standar
protein 20 mg/ml (ml)
Vol Akuades (ml)
Vol pereaksi biuret (ml)
Konsentrasi standar protein (mg/ml)
1 - 1,00 9,00 -
2 1,00 - 9,00 2 2
3 0,75 0,25 9,00 1,5
4 0,50 0,50 9,00 1 1
2. Tentukan konsentrasi standar protein yang baru dan masukkan datanya ke dalam tabel di atas.
Persiapan alat spektrofotometer
1. Panaskan spektrofotometer 30 menit sebelum digunakan 2. Atur nilai absorban menjadi nol
3. Atur panjang gelombang pada 550 nm
4. Masukkan larutan tabung no. 1 ke dalam kuvet (sebagai larutan blanko) dan letakkan 3. kuvet pada alat spektrofotometer
4. Atur nilai absorban blanko menjadi 0 (100% transmitan) Pembuatan kurva standar
1. Masukkan larutan tabung no. 2 s/d no. 4 ke dalam kuvet
2. Baca nilai absorban tabung no. 2 s/d no. 4, masukkan datanya pada tabel di bawah ini
FKUI 2015 SOLID Page 13
Untuk menghitung konsentrasi standar protein, bisa kita gunakan persamaan pengenceran:
1 . 1 = 2. 2 2…………. 20 . 1 = .10
= 20 / 10 = 2
3………… 20 . 0,75 = .10 = 15 / 10 = 1,5
4………… 20 . 0,5 = .10 = 10 / 10 =1
Untuk menghitung A (nilai absorbansi), bisa kita gunakan persamaan di bawah ini : = − log = − log / = +
Keterangan :
D = konstanta (nilai perpotongan garis pada sumbu y) m = gradien garis
Selain dengan cara di atas, cara lain untuk mendapatkan nilai absorban adalah dengan melihat pembacaan yang ada pada skala spektrofotometer (setelah diperlakukan sesuai prosedur yang ada di panduan praktikum), lalu kita buat kurva kalibrasi antara nilai absorban dan konsentrasi standar protein seperti berikut (hanya contoh):
Persamaan grafik itu bisa dicari dengan menggunakan rumus persamaan garis linear berikut: