• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU TENUN ANGKOLA DALAM DINAMIKA SEJARAH

N/A
N/A
Santri Simbolon

Academic year: 2024

Membagikan "BUKU TENUN ANGKOLA DALAM DINAMIKA SEJARAH"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

Tenun Angkola dalam Dinamika Sejarah/Cut Zahrina-Banda Aceh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2012. Buku ini merupakan salah satu hasil penelitian yang ditanggung anggaran Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional​ ​di Banda Aceh pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN

Pcnnasalahan

Apalagi saat ini dengan munculnya fashion atau fesyen baru dari dalam dan luar negeri, nilai-nilai sejarah dan budaya yang dikandung tenun tersebut semakin memudar.

Ruang Lingkup Penelitian

Penulisan sejarah tenun dilakukan dengan tujuan utama untuk menjelaskan peristiwa masa lalu mengenai aktivitas masyarakat dalam menenun khususnya kelompok perempuan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Sedangkan khusus untuk mengetahui peristiwa masa lalu mengenai awal mula kegiatan menenun yang menjadi bagian dari aktivitas perempuan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Lokasi Penelitian

Keunggulan penelitian ini secara institusi adalah dapat menghasilkan naskah yang mengkaji sejarah lokal yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Praktisnya, pengalaman masa lalu yang dipaparkan dalam penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah dan kebijakan yang lebih baik, serta menjadi pembelajaran untuk masa kini dan masa depan, terutama dalam menghadapi permasalahan yang ada, terutama yang berkaitan dengan aspek yang diteliti.

Metode Penelitian

4Finberg en Skipp in Taufik Abdullah (red), History of Lok(t/ in Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Cet.Ke p.15. 7 .:>artono Kartodirdjo, Social 1/mu Approach in /vletodology History , (Jakarta: PT Gramedia, 1992), p.lO.

Sistematika Penulisan

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah tingkat II di provinsi Sumatera Utara. Sedangkan wilayah penelitian yaitu Kecamatan Sipirok mempunyai batas wilayah; di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Bolak, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang Toru dan Kabupaten Tapanuli Utara.

Sejarah Ringkas

Masyarakat Sipirok merupakan gabungan beberapa suku yang berasal dari berbagai tempat kemudian menetap di kawasan lubang Sipirok dan Saipar Dolok. Namun keutuhan keberadaan masyarakat Sipirok yang menghuni kawasan pit Sipirok dan Saipar Dolok tetap terjaga.

Suasana Masyarakat

Penduduk di Desa Pasar Sipirok sebagian besar berprofesi sebagai pedagang, terutama produk makanan, berbagai jenis bahan pokok, restoran, dan lain-lain. Seluruh rumah di Desa Pasar Sipirok merupakan pertokoan, sehingga aktivitas perekonomian di pasar ini sudah bisa dirasakan sejak dini hari.

Sosial Ekonomi

Ditambah lagi hasil panen kopi yang tidak sedikit, secara ekonomi tingkat kesejahteraan masyarakat kota ini lebih baik dibandingkan masyarakat kota lain di sekitarnya. Ciri yang paling membedakan masyarakat kota ini adalah ketika berada di kota lain, mereka selalu mengutamakan berbahasa Melayu.

Potensi Wisata

Sebagai ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, Sipirok berada di persimpangan kecamatan transportasi dengan mobilitas kendaraan yang sangat tinggi. Kota Sipirok mudah dijangkau dari berbagai kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, mulai dari paling selatan di Kecamatan Sayum1atinggi hingga paling utara di Kecamatan Aekbila.

Fase Asal-mula Bertenun

Dengan keterampilan tinggi dan teknologi tradisional yaitu alat tenun tangan, mulai saat itu masyarakat Indonesia mampu mengolah kapas menjadi kain tenun yang kaya akan jenis dan corak. Bagi masyarakat etnis Sipirok Angkola, kain tenun yang pertama kali ditemui adalah abit godang dan parompa sadun. Menurut sejarahnya, tenun berkembang di masyarakat Angkola, bermula dari cerita dalam bahasa Tur-turian yang menggambarkan betapa pandai menenun merupakan salah satu hal yang dituntut oleh seorang gadis.

Yang juga berkembang pada masyarakat etnis Sipirok Angkola adalah mereka tidak hanya menenun untuk kebutuhan sandang sehari-hari, namun kain tenun dianggap bernilai dan mempunyai nilai penting dalam kehidupan mereka, terutama dalam pelaksanaan kegiatan adat yaitu ritual dan keagamaan. upacara. Jadi asal usul tenun pada masyarakat etnis Sipirok Angkola menurut data yang ada diperkirakan sekitar abad ke 15 dan kemudian mulai berkembang di masyarakat. Tanggal pasti tenun pada masyarakat etnis Sipirok Angkola belum dapat dipastikan, meskipun dikatakan berasal dari abad ke-15, namun masih belum jelas.

Dengan demikian, kisah legenda ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena hanya rekaman inilah yang ditemukan di lapangan dan kisah ini sangat berkembang dalam kehidupan masyarakat etnis Sipirok Angkola25. Menurut cerita asal usul tenun yang berkembang dalam kehidupan masyarakat etnis Sipirok Angkola, mereka sangat yakin bahwa tenun Tapanuli berasal dari Tapanuli Selatan.

Fase Perkembangan

Yang dimaksud dengan menenun di sini bukan dalam arti menenun pakaian, melainkan menenun yang diwajibkan dalam setiap upacara adat atau bisa dikatakan kain adat. Memang sulit untuk menelusurinya untuk mencari jalan keluar mengenai asal muasal tenun, sehingga yang didapat hanyalah sebuah legenda yang kemudian dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Seiring berkembangnya ketiga kerajaan tersebut, tenun pun ikut berkembang, meski pada saat itu hanya terbatas pada kalangan kerajaan saja.

Selain itu kisah perkembangan tenun berlanjut ketika Belanda masuk ke wilayah Tapanul Selatan, saat itu Belanda membawa perubahan dimana tenun tidak hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan atau bangsawan saja. Sehingga jika ada laki-laki yang ingin melakukan pekerjaan tersebut dianggap aneh dan tidak normal. Tentu saja anggapan tersebut hanya berlaku pada proses produksi saja, sedangkan dalam proses pemasaran kain tenun, kehadiran laki-laki sama sekali tidak dianggap aneh.

Asumsi bahwa laki-laki tidak diperbolehkan menenun telah diubah oleh Advent Ritonga. Beliau adalah sosok yang telah bekerja keras mengubah anggapan di atas bahwa laki-laki tidak boleh menenun. Namun keinginanku untuk menjadi seorang penenun tetap tidak pupus, aku terus menenun selama di penjara hingga akhirnya orang tua dan ibuku meninggal dunia.

Fase Masa Kini

Pengusaha adalah mereka yang mempunyai modal besar dan dengan modal tersebut mereka mempekerjakan orang lain untuk memproduksi kain abit godang dan parompa sadun. Di saat seperti ini, toke mereka memberikan kemudahan dalam memperoleh kebutuhan liburan, mulai dari makanan, pakaian, dan perabotan rumah tangga, dengan meminjam uang di toko token. Pembayaran utang akan dihitung setelah Idul Fitri usai dengan dipotong gaji tenun.

Mereka bisa belajar menenun melalui ibu mereka sendiri atau magang bersama perajin lain. Bahkan, masyarakat Angkola telah menerapkan sistem pengupahan tradisional dengan memberikan 1-3 kaleng beras kepada perajin tempat ada yang magang dan belajar dengan imbalan sebesar itu. Siswa berhak belajar menenun sampai ia mahir. . Jika calon perajin dianggap pintar, ia bisa memulai karirnya sebagai pekerja lepas, baik bekerja untuk mendapatkan upah maupun bekerja dengan modal sendiri.

Para perajin mengubah dan mendiversifikasi jenis tenun, termasuk produksi barang-barang cinderamata. Produk tenun abit godang dan parompa sadun menjadi ciri khas yang selalu hadir dalam setiap upacara adat masyarakat Angkola.

BAB IV

ATBM (Aiat Tenun Bukan Mesin) Peralatan tenun di Kecamatan Sipirok telah

  • Akar Cino

Ternyata tenunan kain tradisional abit godang dan parompa sadun yang kuat dan padat hanya bisa dihasilkan dengan menggunakan alat tenun lolotan. Motif utama tenun etnis Angkola berasal dari motif yang terdapat pada pakaian adat mereka yaitu Abit Godang dan Parompa Sadun. Panjang abit godang dan parompa sadun bervariasi antara 150-170 cm sedangkan lebar abit godang kurang lebih 75 cm.

Abit godang dan parompa sadun berbentuk persegi panjang dan pada kedua sisinya yang lebar terdapat jumbai benang yang disebut tanda. Pusuk robung atau rebung merupakan motif hias yang diambil dari tumbuhan yaitu rebung yang merupakan cikal bakal bambu. Sifat serbaguna tanaman bambu diabadikan dalam motif dekoratif kain tradisional.

Sifat serbaguna tanaman kelapa diabadikan oleh nenek moyang Angola dalam bentuk hiasan kain tenun tradisional. Ulok sente atau ulok sibagangingtua sebagai simbol motif hias pada ruangan ini adalah sejenis ular keramat. Pemanfaatan manik-manik pada kain tenun tradisional suku Sipirok Angkola ada dua jenis, yaitu dalam bentuk hiasan tanam dan ditempatkan diantara hiasan lainnya.

Kedua ujung inilah yang mampu menyatukan kain tenun tradisional Angkola yaitu abit godang dan parompa sadun.

Perubahan Hasil Bertenun

Benang ini tidak perlu lagi melalui proses pewarnaan seperti pada pembuatan Abit Godang dan Parompa Sadun.42. Meski banyak pakaian yang dibuat dengan pola dekoratif, namun tetap meniru motif kain tradisional. Motif hias yang masih dibuat mengambil model dari Abit Godang dan Parompa Sadun, seperti motif hias pusuk robung, bunga mawar, hiok-hiok, sijobang, dan lain-lain.

Saat ini selain tenun Abit Godang dan Parompa Sadun, para perajinnya menggunakan alat tenun tradisional yaitu lolotan atau hasaya, kemudian perajin yang menenun kain pakaian menggunakan tenun tangan. Jadi jenis kain adat yang digunakan seseorang atau keluarga sesuai dengan tingkat sosialnya. Bagi masyarakat Angkola Tapanuli Selatan, mereka mengenal dua kain adat yang mempunyai tingkat kegunaan paling tinggi, yaitu kain yang dimaksud; Abit Godang (Ulos Godang atau Abit Batak) dan Parompa Sadun.

Keistimewaannya antara lain penggunaan kain adat yang dikenakan oleh Abit Godang dan Parompa Sadun. Begitu pula dalam penggunaan Abit Godang seperti yang telah disebutkan di atas, kain adat ini hampir selalu disertakan dalam setiap upacara adat yang dilaksanakan di suatu gubuk.

Nilai Ekonomi

Saat ini ketentuan penggunaan pakaian adat tidak lagi seketat peraturan yang dikeluarkan sebelumnya. Sehingga perubahan fungsi dan perluasan penggunaan kedua kain tradisional ini mulai diterima masyarakat sebagai suatu hal yang wajar. Masyarakat kain adat martonun berupa Abit Godang dan Parompa Sadun masih menggunakan lolotan atau hasaya sebagai alat tenunnya karena.

Perubahan motif tidak terjadi pada tenun kain tradisional masyarakat Angkola yaitu Abit Godang dan Parompa Sadun. Motif pada kedua kain tradisional ini masih dilestarikan sebagai motif yang mempunyai nilai simbolik. Sehingga setiap motif yang terdapat pada kedua pakaian adat tersebut masing-masing mengandung makna positif yang diharapkan dapat dicapai bagi orang yang melakukan upacara tersebut.

Sebelumnya mereka hanya memproduksi pakaian adat yaitu Abit Godang dan Parompa Sadun dengan menggunakan alat lolotan atau hasaya. Hasil tenun tradisional yaitu kain tradisional Ab-it Godang dan Parompa Sadun masih dilestarikan oleh masyarakat Angkola.

Referensi

Dokumen terkait