• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Koas Interna

N/A
N/A
085 Sheryl Ula

Academic year: 2024

Membagikan "Catatan Koas Interna"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

Interna

Randy Richter

(2)

Catatan Koas | Ilmu Penyakit Dalam

“GASTROENTEROHEPATIK”

 Dispepsia  nyeri/ketidaknyamanan pada epigastrium, flatulensi meningkat, mual dan fatty food intolerance

 Dispepsia  nyeri/ketidaknyamanan yang berpusat pada epigastrium yang bersifat kronis atau rekuren (AGA)

 Dispepsia berbeda dengan GERD

 Kriteria dispepsia (mendiagnosis Dispepsia Fungsional) : 1. ROME II Criteria

- Keluhan 12 minggu tidak perlu berurutan (terjadi keluhannya total 12 minggu dalam 1 tahun)

- Nyerinya bersifat persisten atau rekuren - Tidak ada bukti kelainan organik (ulkus)

- Tidak ada gangguan pada Inflammatory Bowel Disease (BAB yang sering)

2. ROME III Criteria

- Post prandial  meal-related - Epigastric pain  meal-unrelated

 Jenis dispepsia :

1. Dispepsia organik  ulkus peptikum, gastritis erosif, gastritis, kanker lambung

2. Dispepsia fungsional  post prandial (sindroma distress setelah makan) dan epigastric pain (sindroma nyeri epigastrium)

 Alarm Symptoms Dispepsia  Rujuk 1. Usia > 55 tahun

2. Perdarahan saluran cerna bagian atas 3. Riwayat tukak peptik

4. Keluarga penderita kanker 5. Penurunan berat badan 6. Disfagia progresif

7. Muntah-muntah berulang

 Patofisiologi  meningkatnya asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismobilitas gastrointestinal, disfungsi autonom dan penurunan akomodasi lambung

(3)
(4)

Catatan Alur Dispepsia :

 Epigastric pain  PPI (Omeprazole, Lansoprazole)

 Post prandial  Prokinetik (Domperidon, Metoclopramide)  3x10 mg

 Jika belum tertangani  Antidepresan (SSRI  Fluoxetine, Sertraline)

Ulkus Duodenum Ulkus Gaster

Nyeri menghilang atau mereda ketika diberikan makanan,

karakteristik sangat nyeri sampai saat terbangun saat

malam hari

Nyeri tidak menghilang atau tidak mereda ketika diberikan

makanan

 Pemeriksaan gold standard dalam mendiagnostik Helicobacter pylori non endoskopi  C urea breath test  meminum tablet C urea

 Pemeriksaan C urea breath test  CO2 breath analyzer  pasien tidak boleh mengonsumsi PPI dan antibiotik selama 2 minggu sebelum pemeriksaan dilakukan

 C urea breath test (+)  terinfeksi helicobacter pylori

(5)

Lini Pertama

PPI 2x1

7-14 hari Amoksisilin 2x1 (1000 mg)

Klaritromisin 2x1 (500 mg)

Didaerah jika resistensi Klaritromisin >20%

PPI 2x1

7-14 hari Bismut Subsalisilat 2x2 tab

Metronidazole 3x1 (500 mg) Tetrasiklin 4x1 (250 mg)

Jika Bismut tidak ada

PPI 2x1

7-14 hari Amoksisilin 2x1 (1000 mg)

Klaritromisin 2x1 (500 mg) Metronidazole 3x1 (500 mg)

Lini Kedua (jika gagal Klaritromisin)

PPI 2x1

7-14 hari Amoksisilin 2x1 (1000 mg)

Levofloksasin 2x1 (500 mg)

(6)

 GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)  refluks asam lambung karena sfingter esofagus tidak mampu menutup secara adekuat

 Komplikasi GERD  esofagitis kronis, barrett esofagus, dan karsinoma esofagus

 Alarm symptoms  disfagia (sulit menelan), odinofagia (nyeri menelan), anemia, bukti perdarahan (hematemesis / melena), dan penurunan BB

 Penunjang diagnosis : - GERD-Q

- Endoskopi  gold standard (mucosal break di esofagus) - Histopatologi

- PPI test  memberikan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa didahului pemeriksaan endoskopi, jika gejala menghilang dengan pemberian PPI dan muncul kembali bila PPI dihentikan  GERD dapat ditegakkan

- pH metri 24 jam

 Khas pada GERD :

- Heartburn  nyeri rasa terbakar pada ulu hati / epigastrium - Lower esophageal sphincter/LES (-) atau menurun

- LES menurun ketika intraabdominal meningkat (sedang hamil atau rebahan)

- Buruknya peristaltik esofagus - Adanya hiatus hernia

- Pengosongan lambung berjalan lama

(7)

Pantoprazole 40 mg 2x sehari 40 mg

Esomeprazole 40 mg 2x sehari 40 mg

Lansoprazole 30 mg 2x sehari 30 mg

Omeprazole 20 mg 2x sehari 20 mg

Rabeprazole 20 mg 2x sehari 20 mg

 Non farmakologi

- Memodifikasi berat badan berlebih

- Tinggikan bantal kira-kira 15-20 cm saat tidur - Hentikan rokok dan alkohol

- Kurangi obat dan makanan perangsang GERD - Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur - Makan tidak boleh terlalu kenyang

 Farmakologi

- Dosis tunggal  jika sudah terdiagnosis GERD - Dosis ganda  belum terdiagnosis  PPI test

Perdarahan Saluran Cerna Atas

Perdarahan Saluran Cerna Bawah

Hematemesis Melena

Coffee ground vomit

Hematochezia Tissue toilet bleeding

(8)

 Etiologi perdarahan saluran cerna atas :

- Perdarahan ulkus peptikum  paling sering - Varises esofagus

 Adanya gangguan-gangguan pembuluh darah pada perdarahan saluran cerna atas  portosystemic anastomoses

Jika terjadi anastomoses portal-sistemik  aliran back flow  mengakibatkan:

 A Varises esofagus (terjadi hipertensi vena portal pada cabang esofagus aliran back flow pada vena azygos)

 B Caput medusae (terjadi hipertensi vena portal pada paraumbilikal

aliran back flow pada epigastrik menuju sampai ke umbilikus)

 C Ascites (terjadi bendungan vena portal di splenic meningkatnya tekanan hidrostatik akumulasi cairan masuk ke abdomen)

 D Splenomegali (terjadi bendungan vena portal di splenic pembesaran limpa)

 E Hemorrhoid (terjadi hipertensi vena portal pada rektal superior aliran back flow pada rektal inferior)

(9)

 Muntah sering (hematemesis) + hebat

 Terjadi robekan pada esofagus

 Faktor risiko  alkohol dan hiatus hernia

 Endoskopi  gold standard

 Terapi  Suportif, endoskopik (perdarahan aktif) dan menekan asam (perdarahan tidak aktif)

 Stabilisasi ABC

 Stabilkan hemodinamik

- Pemasangan IV line 2 jalur dan persiapan transfusi - Oskigen kanul/sungkup

- Mencatat intake output dan pemasangan kateter urin - Monitor tekanan darah

- Antibiotik broad spectrum (ceftriaxone)

- Pertimbangkan intubasi  jika kesadaran mulai menurun

 Lakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi

 Tambahan terapi :

- Persiapan vitamin K  penyakit hepar kronis - PPI

- Terapi lain sesuai komorbid

 Perdarahan non variseal (perdarahan ulkus peptikum), ditanyakan tentang :

- Penggunaan obat NSAID dan riwayat obat lain - Apakah saat makan nyerinya menghilang - Riwayat perdarahan

- Riwayat infeksi helicobacter pylori

 Perdarahan aktif  PPI  jika perdarahan belum terkontrol terapi endoskopik

 Terbukti infeksi helicobacter pylor  terapi helicobacter pylori + C urea breath test

(10)

Unconjugated

bilirubin Meningkat Meningkat Normal

Conjugated

bilirubin Normal Meningkat Meningkat

VDB (Von den

Bergh) Indirek Bifasik Direk

AST & ALT Normal Meningkat Normal

GGT & ALP Normal Normal Meningkat

Feses Gelap Pucat keabuan

Steatorrhea atau seperti

dempul

 Ikterus  keadaan dimana meningkatnya bilirubin lalu mengumpul di kulit, mukosa dan sklera

 Tipe ikterus :

- Prehepatik  meningkatnya bilirubin indirek / unconjugated, dominan SGOT/SGPT  bisa kernikterus  perlu dicari coomb test - Hepatik  meningkatnya bilirubin direk + indirek, sangat tinggi

SGOT/SGPT  bisa terganggu vitamin K, albumin dan estrogen - Posthepatik  meningkatnya bilirubin direk / conjugated, dominan

GGT/ALP  obstruksi

(11)

 Batu pada empedu

 Jika batu menutup pada saluran empedu  Mirizi syndrome

 Faktor risiko  4F (Fat, Forty, Female, Fertile)  hipersaturasi + hipokontraktilitas

 USG  acoustic shadow + penebalan dinding kandung empedu > 3 mm

 Batu pada duktus komunis biliaris

 Memberikan efek ikterus  tingginya bilirubin direk

 Jika batu terletak pada papila duodeni major / ampula Vater  pankreatitis akut

 Terjadi inflamasi akibat batu-batu yang banyak dan berdekatan membuat radang pada empedu

 infeksi

 Faktor risiko  4F (Fat, Forty, Female, Fertile)  hipersaturasi + hipokontraktilitas

 Nyeri kolik pada RUQ yang menyebar ke bawah angulus scapula dextra

 Murphy sign (+)  napas berhenti dan nyeri ketika dilakukan penekanan pada RUQ saat inspirasi

 Radang pada duktus komunis biliaris

 Charcot triad  demam, nyeri RUQ dan ikterus

 Jika tidak ditangani  Reynold pentad  charcot triad + hipotensi + penurunan kesadaran

(12)

 Hepatitis A  fecal-oral  akut  sudah ada vaksin

 Hepatitis B  darah/cairan tubuh  akut/kronik  sudah ada vaksin

 Hepatitis C  darah/cairan tubuh  kronik  belum ada vaksin, blood screen

 Hepatitis D  darah/cairan tubuh  akut/kronik  sudah ada vaksin, blood screen

 Hepatitis E  fecal-oral  akut  belum ada vaksin

 Hepatitis A  transmisi fecal-oral (sanitasi yang buruk)

 Etiologi  HAV RNA

 Masa inkubasi  14-50 hari

 Sifat  akut dan dapat menjadi hepatitis fulminan

 Replikasi virus pada orofaring

 Palpasi hepar  sudut tumpul dan tidak licin

(13)

HbsAg (+) Sakit

HbsAg (-) Tidak Sakit

IgM (+) Hepatitis B Akut IgM (+) Window Period IgG (+) Hepatitis B Kronis IgG anti-Hbs (+) Riwayat Vaksin HbeAg (+) Hepatitis B Infeksius IgG anti-Hbs (+)

IgG anti-Hbc (+)

Sembuh (minimal 2 IgG antibodi) Arti marker :

 HbsAg  petanda infeksi

 Anti-Hbs  petanda infeksi hepatitis B yang sudah sembuh

 Anti-Hbc  IgM untuk petanda infeksi akut, IgG untuk petanda kronis

 HbeAg  petanda replikasi, sangat infeksius Terapi :

 Imunomodulator  interferon alfa (kontraindikasi  psikosis/depresi, sirosis hepatis dekompensata, hamil, infeksi berat, hipertensi, gagal jantung dan akan menjalani transplantasi)

 Antinukleotida  lamivudine, adefovir, entecavir, telbivudine, tenofovir Etiologi  virus HBV DNA  masa inkubasi 60-90 hari

(14)

 Etiologi  HCV RNA

 Masa inkubasi  15-60 hari

 Bersifat kronik

 Paling sering menyebabkan sirosis hepatis dan karsinoma hepatoselular

 Diagnosis menggunakan HCV RNA  seberapa besar aktivitas HCV

 Serologi :

- HCV (+) dan IgM anti-HCV (+)  Hepatitis C Akut - HCV (+) dan IgG anti-HCV (+)  Hepatitis C Kronis - HCV (-) dan IgG anti-HCV (+)  Sembuh

(15)

 Terjadi pankreatitis akut diawali karena adanya jejas di sel asini pankreas akibat :

- Obstruksi pada duktus pankreatikus / ampula Vater

- Stimulasi hormon kolesistokinin  akibat hipertrigliseridemia dan alkohol

- Iskemia  prosedur seperti endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau aterosklerosis

 Kriteria diagnosis  klasifikasi Atlanta (2 dari 3 gejala) :

- Nyeri pada daerah perut bagian atas yang khas dengan pankreatitis - Peningkatan lipase atau amilase >3 kali nilai batas atas normal - Gambaran inflamasi pankreas dari pemeriksaan imaging USG, CT

Scan atau MRI

 Tanda khas :

- Cullen sign  ekimosis dan edema pada jaringan subkutan sekitar umbilikal

- Gray-Turner sign  ekimosis di badan

 Pemeriksaan penunjang :

- Amilase  paling sering digunakan, meningkat dalam 6-12 jam dari onset, dapat meningkat 3-5 hari

- Lipase  naik dalam 4-8 jam, pucak dalam 24 jam dan menurun 8- 14 hari, lebih baik deteksi pankreatitis akibat alkohol

- CRP  >150 dalam 48 jam masuk RS menunjukkan pankreatitis akut, >180 dalam 72 jam menunjukkan nekrosis pankreas, puncaknya 36-72 jam dari onset

(16)

 Etiologi sirosis hepatis :

- Infeksi  hepatitis yang tidak diobati - Autoimun

- Toksin  alkohol yang terlalu banyak dan sering - Metabolik  non alcoholic fatty liver disease (NAFLD) - Genetik

 5 etiologi  mengakibatkan kematian sel-sel hepatosit  membentuk skar dan fibrosis pada hepar  terbentuk nodul untuk meregenerasi  menekan vaskulata  ekskresinya terganggu  sirosis hepatis

 Dua hal yang menyebabkan sirosis hepatis : - Hipertensi portal

- Kegagalan fungsi hati

 Hipertensi portal  portosystemic anastomoses : - Varises esofagus

- Hemorroid - Splenomegali

- Ascites  shifting dullness (perkusi  pekak berpindah), undulasi (palpasi  seperti ada getaran cairan pada abdomen dengan tangan pasien keadaan tegak ditengah umbilikus) dan puddle sign (posisi sujud, ada genangan pada daerah terendah abdomen  auskultasi) - Caput medusa

 Kegagalan fungsi hati :

- Hipoalbuminemia  edema anasarka - Meningkatnya hormon estrogen

1. Eritema palmar  warna merah pada thenar dan hipothenar 2. Spider navi  cari bintik perdarahan, tekan dengan jari, akan

menyebar seperti kaki laba-laba  biasanya pada daerah vena cava superior

3. Ginekomastia  pada pria payudara membesar 4. Atrofi testis

- Koagulopati  gangguan pembekuan darah - Ikterus  gangguan konjugasi

- Gangguan ekskresi toksin

1. Ensefalopati hepatikum  penurunan kesadaran diakibatkan oleh peningkatan amonia

2. Asterixis  gerakan bilateral tetapi tidak sinkron, seperti mengepak-ngepak tangan, dorsofleksi lengan

(17)

 Pemeriksaan penunjang :

- SGOT dan SGPT meningkat (SGOT >> SGPT)

- Alkali phosphatase meningkat sampai 2-3 kali batas normal atas - Bilirubin (bisa normal/meningkat)

- Albumin menurun (hipoalbuminemia) - Globulin meningkat

- Prothrombin time (PT) memanjang - Na+ serum menurun (hiponatremia) - Anemia

- Trombositopenia - Leukopenia

 Pada pemeriksaan hepar, jika :

- Ukuran hepar mengecil  skar dan fibrosis  sirosis hepatis

- Ukuran hepar membesar  bernodul-nodul  karsinoma hepatoselular

 Komorbid sirosis hepatis :

- Tanda sirosis hepatis + gagal jantung  cardiac cirrhosis (adanya backflow + hepatoselular  gangguan katup, hipertensi pulmonal, cor pulmonale, pericardial disease, cardiac tamponade, konstriktif) - Tanda sirosis hepatis + gagal ginjal  hepatorenal syndrome

(adanya hipertensi portal  backflow splanic  vasodilatasi  arterial waterfilling  RAAS (hipertensi)  stenosis arteri renalis  kurang volume  AKI pre renal)

 Jenis sirosis hepatis :

- Kompensata  mudah lelah, nafsu makan berkurang, mual muntah, kembung, berat badan menurun

- Dekompensata  hipertensi portal dan kegagalan fungsi hati, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, hematemesis melena, air kemih warna the pekat

 Klasifikasi derajat keparahan sirosis hepatis  Child-Turcotte-Pugh

(18)

Etiologi  tersering Escherichia coli Etiologi  Entamoeba histolytica

Jumlah  multipel Jumlah  single

Lokasi  biasanya diantara lobus hepar

Lokasi  biasanya pada lobus kanan hepar dekat diafragma  Ludwig sign (+)

Abses dari sistem biliaris

Abses dari usus lalu masuk ke vena porta  khas encovy sauce

(pencairan jaringan hati nekrotik berwarna coklat kemerahan) Terapi  drainase + antibiotik IV

(cefotaxime 2 gr IV per 8 jam atau ceftriaxone 2 gr IV per 24 jam)

Terapi  metronidazole 500 mg per 8 jam

 Tatalaksana :

- Diet protein 0,8-1 g/kg/hari  menekan uremia - Laktulosa  membantu mengeluarkan amonia - Enema  agar tidak konstipasi, memperlancar BAB

- Antibiotik  neomycin  mengurangi bakteri penghasil amonia - Diuretik  spironolakton 100-200 mg/hari atau furosemide 20

mg/hari (maksimal 160 mg/hari)  mengurangi edema

- Beta blocker  varises esofagus (sebelum dan sesudah berdarah)

(19)

 Irritable Bowel Syndrome (IBS)  kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan BAB setidaknya selama 3 bulan

 Ciri khas IBS  rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi

 Klasifikasi  ROME III Criteria yang berdasarkan pada karakteristik feses

1. IBS dengan diare (IBS-D)

- Feses lembek/cair > 25% waktu dan feses padat/bergumpal <

25% waktu

- Ditemukan pada sepertiga kasus - Lebih umum pada laki-laki

2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)

- Feses padat/bergumpal > 25% waktu dan feses lembek/cair <

25% waktu

- Ditemukan pada sepertiga kasus - Lebih umum pada perempuan 3. IBS dengan campuran (IBS-M)

- Feses padat/bergumpal dan lembek/cair > 25% waktu - Ditemukan pada sepertiga kasus

 25% waktu  3 minggu dalam 3 bulan

 Alarm symptoms : - Penurunan BB - Darah pada feses

- Riwayat keluarga keganasan kolorektal, celiac disease, inflammatory bowel disease

- Anemia

- Diare atau nyeri nokturnal - Onset pada usia > 45 tahun

- Nyeri abdomen bawah dengan demam - Massa abdomen

- Ascites

 Kriteria diagnostik  nyeri abdomen/rasa tidak nyaman yang berulang setidaknya selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan terakhir, dengan 2 atau lebih gejala berikut :

- Perbaikan dengan defekasi - Perubahan frekuensi BAB

- Perubahan bentuk dan tampilan feses

 Terapi  IBS-C (diet tinggi serat), IBS-D (membatasi makanan pencetus), antispasmodik, laksatif, antidiare (loperamide  1-2 hari saja), dan antibiotik broad spectrum

(20)

Staphylococcus aureus

Makanan yang tidak direbus sempurna  masih mentah

 Muncul dalam 30 menit – 6 jam

 Mual, muntah, diare dan kram perut Clostridium

perfringens

Daging sapi, unggas, masakan belum matang

 Muncul dalam 6-24 jam

 Muntah, demam dan kram perut

Salmonella typhii

Ayam belum matang, telur, susu yang tidak

dipasteurisasi, buah dan sayuran mentah

 Muncul dalam 6 jam – 6 hari

 Diare, demam, nyeri perut, mual dan muntah Clostridium

botulinum

Makanan kaleng dan berfermentasi

 Muncul dalam 18-36 jam

 Diplopia, ptosis, slurred speech, paralisis

Vibrio cholera Mentah atau belum matang kerang / seafood

 Diare seperti cucian beras

 Kram perut Campylobacter

jejuni

Mentah atau belum matang unggas

 Muncul dalam 2-5 hari

 Diare dan kram perut

Escherichia coli Daging mentah dan sayuran mentah

 Muncul dalam 3-4 hari

 Kram perut, diare

berdarah, demam, mual dan muntah

Pilihan terapi keracunan makanan (anak-anak) :

 Azitromisin (10 mg/kg/hari, selama 3-7 hari)  campylobacter, e-coli, salmonella

 Ceftriaxone (50-100 mg/kg/hari IV, selama 5-7 hari)  salmonella

 Kotrimoksazol (5/25 mg 2x per hari, selama 2-3 hari)  e-coli, salmonella

Pilihan terapi keracunan makanan (dewasa) :

 Eritromisin (500 mg 2x per hari, selama 5 hari)  campylobacter

 Azitromisin (500 mg hari pertama, 250 mg hari ke-2 sampai ke-5)  campylobacter, e-coli, salmonella

 Ciprofloxacin (500 mg 2x per hari, selama 3 hari)  e-coli, salmonella

 Kotrimoksazol (160/800 mg 2x per hari, selama 3-7 hari)  e-coli

 Ceftriaxone (1-2 gr/hari IV, selama 5-7 hari)  salmonella

(21)

Definisi diare :

 Diare  keluarnya tinja/feses cair > 3 kali dalam 24 jam disertai perubahan konsentrasi atau konsistensi

 Diare akut  < 14 hari

 Diare persisten  > 14 hari + penyebab infeksi

 Diare kronis  > 14 hari + penyebab non-infeksi Etiologi infeksi :

1. Rotavirus

- Golongan  osmotik diare / gangguan absorpsi)

- Patofisiologi (vili rusak  makanan yang mengandung laktosa tidak bisa dipecah  masuk ke usus besar  ketemu dengan e-coli  difermentasikan  dihasilkan CO2 (flatus/kentut meningkat), H2S (bau busuk pada feses) dan NH3 (pantat kemerahan)

- Ciri diare  diare cair kekuningan dan pantat kemerahan - Tatalaksana  rehidrasi dan zink

2. Shigelosis

- Golongan  inflammatory diare

- Patofisiologi (merusak tight junction dan mukosa usus  lendir dan berdarah, lebih parah dibanding entamoeba histolytica)

- Ciri diare  diare lendir dan berdarah, kram perut, demam, disentri dengan lemas

- Tatalaksana  Kuinolon (Ciprofloxacin 500 mg 2x1), Kotrimoksazole 960 mg 2x1

3. Entamoeba histolytica

- Golongan  inflammatory diare

- Patofisiologi (merusak tight junction dan mukosa usu)  lendir dan berdarah

- Ciri diare  diare lendir dan berdarah, berbau busuk - Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1

4. Giardia lamblia

- Golongan  inflammatory diare

- Ciri khas  diare berlemak dan steatorrhea (feses seperti dempul, mengapung dan mengkilat)

- Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1 5. Vibrio cholera

- Golongan  sekretorik diare

- Patofisiologi (meningkatkan cAMP  menginhibisi absorpsi Na+ dan K+  banyak keluar air ketika BAB)

- Ciri khas  diare seperti cucian beras

- Tatalaksana  Azitromisin 500 mg 3x1, Tetrasiklin 500 mg 4x1, Doksisiklin 300 mg 1x1

(22)

Enteropathogenic (EPEC) Pediatric diarrhea Enterotoxigenic (ETEC) Traveller diarrhea Enteroinvasive (EIEC) Bloody diarrhea

Enterohaemorrhagic (EHEC) Bloody diarrhea, sebabkan hemolitik uremik sindrom

Enteroaggregative (EAEC) Stacked brick appearance diarrhea, persisten diare pada HIV 6. Clostridium difficile

- Ciri khas  pemakaian obat antibiotik yang lama - Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1

Entamoeba histolytica  kristal Charcot-Leyden, trofozoit pada feses encer,

kista pada feses padat

Giardia lamblia  pear appearance atau bentuk seperti

layang-layang, feses berlemak

Morfologi Entamoeba histolytica vs Entamoeba coli vs Balantidum coli :

 Entamoeba histolytica  gerak aktif, pseudopodia jelas seperti jari, ektoplasma lebar, inti bergranula halus, kromatin tipis dan halus, kariosom konsentris dan inklusi terdapat eritrosit

 Entamoeba coli  gerak lambat, pseudopodia lebar dan tumpul, ektoplasma sempit, inti bergranula kasar, kromatin tebal dan kasar, kariosom eksentris dan inklusi tidak terdapat eritosit

 Balantidum coli  adanya 2 vakuola kontraktil dan vakuola makanan

(23)

Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar

Mata Tidak cekung Cekung Cekung

Keinginan untuk minum

Normal, tidak ada rasa haus

Ingin minum terus, rasa haus

terus

Malas minum Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat

lambat Minimal 2 dari gejala diatas

5 pilar tatalaksana diare akut :

 Rehidrasi  A (diare tanpa dehidrasi), B (diare dehidrasi ringan- sedang), C (diare dehidrasi berat)

 Zinc  pemberian selama 10 hari (< 6 bulan 10 mg, > 6 bulan 20 mg)

 Antibiotik selektif

 Edukasi

 Gizi

(24)
(25)

Kelompok opiat

Mengikat reseptor opiat di usus sehingga menghambat motilitas

usus

Loperamide 2-4 mg/3-4x sehari, kontraindikasi pada keadaan demam

dan sindroma disentri Kelompok absorbent

Absorbsi air, bakteri dan toksin untuk menghambat kehilangan

cairan

Kaolin pektin, bismuth subsalisilat dan

attapulgit Probiotik Nutrisi dan reseptor

saluran cerna Obat probiotik Anti-sekresi selektif

Menghambat enkephalinase  menormalkan sekresi

elektrolit

Racecadtoril

(26)

“INFEKSI TROPIK”

 Masa inkubasi  5-14 hari

 Weil disease  bentuk berat dari leptospirosis yang ditandai demam, ikterus (seluruh badan, kalau hanya sklera masih leptospirosis), gagal ginjal akut, syok refrakter dan perdarahan (terutama paru)

 Weil disease  fase leptospiremia (3-7 hari) dan fase imun (10-30 hari)

 Reservoir host  kencing tikus

 Biasanya pada petani disawah atau saat korban banjir

 Tanda dan gejala leptospirosis :

- Nyeri tekan otot pada daera betis dan daerah lumbal

- Ronkhi pada auskultasi paru (hipoalbuminemia  tekanan onkotik menurun  merembes ke interstisial)

- Sklera ikterik

- Conjunctival suffision

- Meningismus (hiporefleks atau arefleks pada tungkai)

- Demam (muncul mendadak dan bifasik  remiten tinggi pada fase awal leptospiremia kemudian demam turun dan muncul saat fase imun)

 Pemeriksaan penunjang : - Kultur darah (fase I) - Kultur urin (fase II) - Mikroskop medan gelap

- Imunologi  microscopic agglutination test (MAT)  gold standard

 Tatalaksana : 1. Leptospirosis

- Doksisiklin 2x100 mg oral selama 7 hari (kontraindikasi pada ibu hamil)

- Amoxcicillin 4x500 mg oral selama 7 hari - Ampicillin 4x500 mg oral selama 7 hari 2. Weil disease (leptospirosis berat)

- Penicillin G intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari - Ceftriaxone intravena 1 gr/24 jam selama 7 hari - Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selama 7 hari

(27)

 Transmisi demam tifoid  fecal-oral

 Etiologi  Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi

 Morfologi  bakteri gram (-), berflagel dan tidak berspora

 3 macam antigen Salmonella typhi  antigen O, H dan Vi

 Tanda dan gejala demam tifoid :

- Rose spot  ruam pada daerah punggung - Typhoid tongue  lidah tertutup selaput putih

- Bradikardi relatif  setiap peningkatan 10C tidak diikuti dengan peningkatan 10 denyut nadi

- Pola demam  minggu pertama (step ladder), minggu kedua (kontinu)

- Gejala-gejala timbul pada minggu kedua  jadi untuk minggu pertama curiga terlebih dahulu DBD

 Komplikasi (sering terjadi di minggu ketiga demam) : - Perforasi usus

- Meningitis tifosa

- Hepatitis dan kolesistitis tifosa - Perdarahan usus

(28)

 Lab rutin :

- Limfositosis relatif  hitung jenis limfosit meningkat, tetapi leukosit normal atau menurun

- Leukopenia - Monositosis

- Trombositopenia ringan

- Pemeriksaan darah  minggu 1 - Pemeriksaan feses  minggu 2 - Pemeriksaan urine  minggu 3

- Media kultur  SS agar (Salmonella-Shigella agar)

- Widal  mendeteksi antigen O (somatik) dan H (flagella), dilakukan pada akhir minggu 1, positif jika kenaikan titer 4x atau titer O 1:320 - Tubex  deteksi IgM Salmonella typhi terhadap antigen O9 (nilai > 4

positif demam tifoid, > 6 indikasi kuat tifoid, 3 borderline, < 2 negatif)

(29)

 Florokuinolon  lini pertama pada dewasa - Ciprofloxacin 2x500 mg (selama 7-14 hari) - Ofloxacin 2x400 mg (selama 7-14 hari) - Norfloxacin 2x 400 mg (selama 7-14 hari)

 Kloramfenikol  50-100 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis selama 14 hari  boleh pada anak-anak

 Sefalosporin generasi 3  lini kedua - Ceftriaxone 3-4 gr/hari (3-5 hari) - Cefixime 20 mg/kgBB/hari (7-14 hari)

 Kontraindikasi :

- Ciprofloxacin  tidak boleh pada anak-anak  penutupan lempeng epifisis lebih dini

- Kloramfenikol  tidak boleh pada ibu hamil  grey baby syndrome, dan tidak boleh diberikan jika leukosit < 2000

 Pada ibu hamil :

- Amoxcicillin  lini pertama

- Cefotaxime 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi menjadi 3-4 dosis - Ceftriaxone 100 mg/kgBB IV per 24 jam (max 4 gr/24 jam) dibagi

menjadi 1-2 dosis

 Etiologi  virus dengue tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4

 Transmisi  nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (betina) yang hidup pada air bersih

 Gejala umum  demam, nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri otot, nyeri sendi

 Kriteria diagnosis (2 klinis + 1 laboratorium  DBD) 1. Klinis

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari

- Terdapat manifestasi perdarahan :

 Uji bendung / torniquet (+)

 Petekie, ekimosis, purpura

 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

 Hematemesis dan/atau melena - Hepatomegali

- Syok

(30)

Demam dengue

Demam disertai 2 atau lebih tanda sakit kepala, nyeri

retroorbital, mialgia, artralgia

 Leukopenia

 Trombositopenia (<150.000)

 Peningkatan hematokrit (5-10%)

 Tidak ada tanda

kebocoran plasma (tidak ada ascites, efusi pleura, ronkhi)

DBD derajat 1 Gejala demam dengue + uji bendung / torniquet (+)

 Trombositopenia (<100.000)

 Peningkatan hematokrit (> 20%)

DBD derajat 2

Gejala demam dengue + perdarahan spontan

(perdarahan gusi, epistaksis) DBD derajat 3

(DSS)

Gejala demam dengue + kegagalan sirkulasi (kulit dan akral dingin, lembab, gelisah, tekanan darah dan

nadi masih terukur) DBD derajat 4

(DSS)

Gejala demam dengue + syok (tekanan darah dan

nadi tidak terukur) 2. Laboratorium

- Trombositopenia (< 100.000)

- Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler

 Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar (biasanya nilai standar 40)

 Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan

 Efusi pleura/perikardial, ascites, hipoproteinemia

 Patogenesis  trombositopenia terjadi melalui mekanisme :

1. Supresi sumsum tulang  keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit 3. Agregasi trombosit pada endotel yang bocor

(31)

 Torniquet test / rumple leed test

- Pertahankan manset tensimeter pada pertengahan sistole dan diastole selama 5 menit

- Positif  apabila terdapat > 10 petekie / 1 inchi

 NS1

- Antigen non struktural untuk replikasi virus

- Puncak deteksi NS1  hari ke 2-3 dan mulai tidak terdeteksi pada hari ke 5 dan 6

 IgM dan IgG

- Infeksi primer IgM (+) muncul setelah hari ke 3-6 dan hilang dalam 2 bulan

- IgG muncul mulai hari ke 12

- IgG bertahan berbulan-bulan dan hasil positif seumur hidup, maka untuk mendiagnosis dapat dilihat dari titernya

 Nyeri perut hebat

 Muntah persisten

 Akumulasi cairan secara klinis

 Perdarahan pada mukosa

 Penurunan kesadaran

 Hepatomegali

 Peningkatan hematokrit diikuti dengan penurunan trombosit secara cepat

Expanded Dengue Syndrome :

 Demam berdarah dengan manifestasi yang unusual

 Keterlibatan organ seperti hepar, ginjal, jantung dan otak

(32)

Terapi awal cairan intravena kristaloid 6-7 ml/kg/jam

(evaluasi 3-4 jam)

Membaik Tidak

Membaik

Kurangi infus kristaloid 5 ml/kg/jam

Infus kristaloid 10 ml/kg/jam

Membaik Tidak

Membaik Membaik

Tanda vital dan hematokrit memburuk

Kondisi memburuk tanda syok Terapi cairan

dihentikan 24- 48 jam

Tatalaksana sesuai protokol

syok Membaik

5% defisit cairan

 Membaik  penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah, urine output meningkat

 Tidak membaik  peningkatan hematokrit, meningkatnya pulsasi, tekanan darah menurun dibawah 20 mmHg, menurunnya urine output

 Tanda vital memburuk  menurunnya urine output dan adanya tanda- tanda syok

(33)

Resusitasi dengan cairan kristaloid atau koloid 20 ml/kg secepatnya (< 10 menit), beri

oksigen nasal canul 1-2 L/menit, usahakan periksa hematokrit sebelum terapi

Membaik Tetap Syok

Kristaloid/Koloid IV 10 ml/kgBB/jam selama 1 jam

Membaik

Kristaloid/Koloid IV 5-7 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam

Membaik

Kristaloid/Koloid IV 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam

Membaik

Kristaloid/Koloid IV 2-3 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam

Stop infus dalam 24-48 jam jika syok sudah teratasi,

tanda vital cukup, dan hematokrit selalu dipantau

tiap 6-8 jam

Kristaloid guyur 30 ml/kg/jam dalam 20-30 menit

Hematokrit turun Hematokrit

naik

Transfusi darah 10 ml/kg

Koloid 10-20 ml/kg dalam 10-15 menit

Membaik Tetap Syok

Koloid maksimal 30 ml/kg

Membaik Tetap Syok

Pasang kateter vena sentral

(34)

Pasang kateter vena sentral

Koloid (bila dosis maksimal belum dicapai) atau kristaloid (bila koloid sebelumnya telah mencapai dosis maksimal  10 ml/kg

dalam 10 menit, dapat diulang sampai 30 menit

Hipovolemik Normovolemik

Kristaloid dipantau 10-15 menit

Koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia,

infeksi sekunder Tetap

syok

Inotropik, vasopressor,

vasodilator Perbaikan

bertahap vasopressor Kombinasi

koloid-kristaloid

Membaik Catatan penting :

 Jika syok terkompensasi (tekanan sistolik stabil tetapi ada tanda penurunan perfusi)  kristaloid 5-10 ml/kgBB/jam selama 1 jam

 Jika syok hipotensi  kristaloid atau koloid 20 ml/kgBB/jam selama <10 menit

 Hematokrit dipantau tiap 6-8 jam

- Jika hematokrit naik  pertimbangkan bolus cairan atau tingkatkan jumlah pemberian cairan

- Jika hematokrit turun  pertimbangkan transfusi dengan fresh whole blood

 Hentikan pemberian cairan maksimal 48 jam

 Kriteria pulang :

- Tidak demam selama 48 jam

- Perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan membaik, hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada distress pernapasan)

- Peningkatan jumlah trombosit

- Hematokrit stabil tanpa ada pemberian cairan IV

(35)

 Vektor  nyamuk Anopheles (betina)

 Patogen parasit  plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, plasmodium malariae, dan plasmodium knowlesi

 Tanda dan Gejala :

- Menggigil  demam tinggi  berkeringat - Riwayat sakit malaria

- Riwayat berkunjung ke daerah endemis - Riwayat tinggal di daerah endemis malaria

 Pemeriksaan penunjang :

- Preparat darah tebal (mengetahui ada atau tidaknya parasit) dan preparat darah tipis (mengetahui spesies dan stadium malaria) - Rapid test malaria (dengan metode imunokromatografi)

 Patogenesis :

- Sitoadherensi  perlekatan antara eritrosit berparasit stadium matur pada permukaan endotel vaskular

- Sekuestrasi  eritrosit berparasit matur yang mengalami sekuestrasi yaitu parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular (hanya plasmodium falciparum yang bersekuestrasi

 karena siklusnya tidak terjadi pada pembuluh darah perifer) - Rosetting  berkelompoknya eritrosit berparasit matur yang

diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit (menyebabkan obstruksi aliran darah dalam jaringan)

- Sitokin  terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari toksin (TNF, IL-1, IL-3, IL-6, limfotoksin dan interferon gamma)

- Nitrit oksida  kadar NO tepat memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekuladhesi, jika kadar NO rendah mungkin menimbulkan malaria berat

(36)

Plasmodium falciparum

Demam timbul intermitten dapat kontinu, sering menyebabkan malaria berat (malaria tropikana)

Plasmodium vivax &

Plasmodium ovale

Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari, malaria vivax dapat menjadi berat (malaria tertiana)

Plasmodium malariae

Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3 hari (malaria kuartana)

(37)

 Serangan primer  keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat

 Periode laten  periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadi infeksi malaria

 Rekrudensi  berulang gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer

 Rekuren  berulang gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer

 Relaps  berulang gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari periode laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati  hipnozoit) pada malaria vivax dan ovale

(38)

Masa Inkubasi 9-14 hari

Eritrosit Normal

Tanda khas Maurer dots (tipis) Starry sky pattern (tebal) Bentuk stadium

trofozoit

Cincin (ringform), accole ring (inti di tepi) Bentuk stadium

gametosit

Bulan sabit, pisang, sosis, ginjal

Masa Inkubasi 12-17 hari Eritrosit Lebih besar, pucat Tanda khas Schuffner dots Bentuk stadium

trofozoit Ameboid, ring Bentuk stadium

gametosit Sferis, bulat/oval Gametosit

Trofozoit Skizon

Maurer dots

Schuffner dots

Gametosit

Trofozoit Skizon

(39)

Masa Inkubasi 12-17 hari Eritrosit Lebih besar, oval,

fimbriated Tanda khas Schuffner dots Bentuk stadium

trofozoit

Ring, bulat, ujung fimbrae merah Bentuk stadium

gametosit

Sferis, bulat/oval, band form

Masa Inkubasi 18-40 hari

Eritrosit Normal

Tanda khas Ziemann dots Bentuk stadium

trofozoit

Band form, rectangular, basket form, rosette Bentuk stadium

gametosit Sferis, bulat/oval

Schuffner dots

Gametosit

Trofozoit Skizon

Ziemann dots

Trofozoit Gametosit Skizon

(40)

Falciparum ACT (3 hari) + Primakuin (dosis tunggal) Malariae ACT (3 hari)

Vivax/Ovale ACT (3 hari) + Primakuin (14 hari) Relaps  dosis primakuin ditingkatkan

Hamil trimester 1-3

Trimester 1

 Kina + klindamisin  Plasmodium falciparum

 Kina saja  Plasmodium malariae, vivax, ovale Trimester 2 dan 3

 ACT saja

Malaria berat ditemukannya plasmodium falciparum stadium aseksual dengan minimal salah satu tanda klinis atau lab berikut :

1. Tanda klinis

- Perubahan kesadaran (GCS < 11) - Kelemahan otot

- Kejang berulang (> 2 episode dalam 24 jam)

- Distress pernapasan (cepat dan dalam  Kussmaul) - Gagal sirkulasi atau syok (CRT > 3 detik)

- Ikterus (bilirubin > 3 mg%) - Hemoglobinuria

- Perdarahan spontan abnormal

- Edema paru (SpO2 < 92%, RR > 30x/menit, chest indrawing) 2. Tanda laboratorium

- Hipoglikemia (GDS < 40 mg%)

- Asidosis metabolik (plasma bikarbonat < 15 mmol/L, asam laktat > 5 mmol/L)

- Anemia berat (Hb < 7 gr/dl atau Hct < 15%)

- Hiperparasitemia (parasit > 100.000, > 2% eritrosit) - Gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 3 mg%)

ACT  Artemisinin-Based Combination Therapy :

 Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP)

 Artesunat + Amodiakuin

(41)

1. Artesunat injeksi

 Sediaan 60 mg/vial

 Pemberian intravena (IV) atau intramuscular (IM)

 Hari pertama  2,4 mg/kgBB pada jam ke 0, 12 dan 24

 Hari berikutnya  2,4 mg/kgBB (setiap hari sampai pasien sadar)

 Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1 2. Artemeter injeksi

 Sediaan 80 mg/vial

 Pemberian intramuskular (IM)

 Hari pertama  3,2 mg/kgBB

 Hari berikutnya  1,6 mg/kgBB (1x sehari sampai pasien sadar)

 Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1

1. Doksisiklin

 1 tablet per hari (1x100 mg)

 Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu setelah pulang

 Kontraindikasi  pada ibu hamil dan anak < 8 tahun

 Anak-anak > 8 tahun  20 mg/kgBB/hari (max 100 mg) 2. Mefloquine

 Untuk ibu hamil

 Dosis 250 mg (1 tablet per minggu)

 Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu setelah pulang

(42)

 Tidak ada gejala atau hanya ada limfadenopati luas

 Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya

 Infeksi saluran napas berulang

 Herpes zoster

 Ulkus mulut berulang

 Ruam kulit  papul yang gatal (papular pruritic eruption)

 Dermatitis seboroik

 Infeksi jamur pada kuku

 Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya

 Diare kronis > 1 bulan

 Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya

 Kandidiasis pada mulut

 Infeksi bakteri yang berat

 Sindrom wasting HIV

 Pneumonia berat berulang

 Herpes simpleks berulang

 Kandidiasis

 TB ekstra paru

 Sarkoma kaposi

 CMV

 Toksoplasmosis

 Ensefalopati HIV

 Nefropati

 Kardiomiopati

 Karsinoma serviks

 Limfoma

 Septikemia

 Mikosis desiminata

 Cryptosporidiosis kronis

 Leishmaniasis desiminata

 Perjalanan infeksi HIV :

- Fase infeksi akut (sindroma retroviral akut)  jumlah limfosit T CD4

> 500 sel/mm3 (infeksi primer HIV)

- Fase infeksi laten  jumlah limfosit T CD4 200-500 sel/mm3 (berlangsung sekitar 8-10 tahun post infeksi HIV)

- Fase infeksi kronis  jumlah limfosit T CD4 < 200 sel/mm3

 Tanda dan gejala :

- Demam > 1 bulan (terus-menerus atau intermitten) - Diare > 1 bulan

- Kehilangan BB (< 10% dari BB dasar) - Limfadenopati yang meluas

- Kulit (kutil genital, folikulitis, dan psoriasis)

- Infeksi (jamur  kandidiasis oral, dermatitis seboroik), (virus  herpes zoster, moluskum kontagiosum, kondiloma)

- Gangguan pernapasan (batuk > 1 bulan, sesak napas, TBC, pneumonia berulang)

- Gejala neurologis (nyeri kepala yang semakin parah, kejang demam, menurunnya fungsi kognitif)

(43)

1. ODHA tanpa gejala klinis (stadium 1) + belum pernah terapi ARV  bila CD4 < 350 sel/mm3

2. ODHA dengan gejala klinis + belum pernah terapi ARV

 Stadium 2  bila CD4 < 350 sel/mm3

 Stadium 3 atau 4  berapapun jumlah CD4

3. Perempuan hamil dengan HIV  berapapun jumlah CD4 atau apapun stadiumnya

4. ODHA dengan koinfeksi TB + belum pernah terapi ARV  berapapun jumlah CD4

5. ODHA dengan koinfeksi hepatitis B + belum pernah terapi ARV  berapapun jumlah CD4

Lini pertama

2 NRTI + 1 NNRTI

1. AZT + 3TC + NVP 2. AZT + 3TC + EFV

3. TDF + 3TC atau FTC + NVP 4. TDF + 3TC atau FTC + EFV

Lini kedua

1 NtRTI + 1 NRTI + 1 PI

TDF + 3TC atau FTC + LPV NRTI (Nucleside Reverse Transcriptase Inhibitor) :

 AZT (Zidovudine)  250-300 mg tiap 12 jam

 3TC (Lamivudine)  150 mg tiap 12 jam atau 300 mg tiap 24 jam

 FTC (Emitricitabine)  300 mg tiap 12 jam atau 600 mg tiap 24 jam NtRTI (Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :

 TDF (Tenofovir)  300 mg tiap 24 jam

NNRTI (Non Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :

 NVP (Nevirapine)  200 mg tiap 24 jam, selama 14 hari

 EFV (Efavirenz)  600 mg, single dose 24 jam (malam hari) PI (Protease Inhibitor) :

 LPV (Lopinavir)  400 mg setiap 12 jam

(44)

 Sepsis  infeksi + > 2 gejala SIRS (sindrom inflamasi respon sistemik)

 tahun 2001

- Suhu > 380C atau < 360C - Denyut jantung > 90 x/menit - Pernapasan > 20 x/menit - PaCO2 < 32 mmHg

- Leukosit > 12000 /mm3 atau < 4000 /mm3 atau > 10% immature bands

 Sepsis  disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap infeksi  tahun 2016

 Syok septik  subset dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah dan seluler / metabolik yang berhubungan dengan risiko mortalitas yang tinggi

 Patofisiologi  infeksi  munculnya mediator inflamasi  menimbulkan (vasodilator  hipotensi), (disfungsi endotel  edema), vasokonstriksi dan penyumbatan mikrovaskular  ke-4 hal tersebut mengakibatkan maldistribusi peredaran darah mikrovaskular  iskemia  kematian sel

 disfungsi organ  sepsis

(45)

 Menghitung rasio PaO2 / FiO2 :

- Rasio PaO2 / FiO2  normal > 300

- Rasio PaO2 / FiO2  < 300  acute lung injury - Rasio PaO2 / FiO2  < 200  ARDS

- Cara hitung  cari nilai FiO2 (misalnya menggunakan oksigen nasal canul 3 L/menit  FiO2 33% atau 0,32. Kemudian hasil pemeriksaan AGD pada PaO2 didapatkan 82 mmHg

- Hasilnya  PaO2 / FiO2 = 82/0,33 = 273,3  acute lung injury

(46)

1. Oksigen  high flow 15 L/menit via non-rebreathe mask (target saturasi

>94%) 2. Kultur darah

3. Antibiotik  broad spektrum IV

4. Resusitasi cairan  NaCl 0,9% bolus atau Hartmann’s 20 ml/kgBB sampai maksimal 60 ml/kgBB

5. Serum laktat 6. Urine output

(47)

1

Serum kreatinin > 0,3 mg/dl atau

kenaikan 150-200% dari nilai dasar

< 0,5 ml/kgBB/jam selama 6-12 jam

2 Kenaikan serum kreatinin 200-300% dari nilai dasar

< 0,5 ml/kgBB/jam selama

> 12 jam

3

Kenaikan serum kreatinin >300%

dari nilai dasar atau

Serum kreatinin > 4 mg/dl atau

Inisiasi terapi penggantian ginjal (TPG)

atau

Pasien <18 tahun + penurunan eGFR <35 mL/menit per 1,73 m2

< 0,3 ml/kgBB/jam selama

> 24 jam atau

Anuria selama 12 jam

“NEFROLOGI”

 AKI atau gangguan ginjal akut  kelainan ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui melalui pemeriksaan darah, urin atau radiologis

 Peningkatan serum kreatinin (SCr) > 0,3 mg/dL dalam 48 jam, atau

 Peningkatan SCr > 1,5 x baseline (nilai dasar), yang terjadi atau diasumsikan terjadi dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya, atau

 Volume urine < 0,5 mL/kgBB/jam selama > 6 jam

(48)

Risk

Peningkatan serum kreatinin 1,5x

atau

penurunan GFR >25%

< 0,5 ml/kgBB/jam selama 6 jam

Injury

Peningkatan serum kreatinin 2x

atau

Penurunan GFR >100%

< 0,5 ml/kgBB/jam selama 12 jam

Failure Peningkatan serum kreatinin 3x

< 0,5 ml/kgBB/jam selama 24 jam

atau

Anuria selama 12 jam Loss Gangguan ginjal akut persisten, kerusakan total fungsi ginjal

selama 4 minggu End stage

renal disease

Gagal ginjal terminal > 3 bulan

Gangguan Ginjal Akut

Pre renal Renal Post renal

 Hipovolemia

 Cardiac output menurun

 Gagal jantung kongestif

 Gagal hati

 Obstruksi saluran kemih

 Obstruksi pelvo-ureteral bilateral

 Hipertrofi prostat Tubulus dan

interstitium

 Glomerular

 Glomerulonefritis akut

 Vaskular

 Vaskulitis

 Hipertensi maligna

 HUS

(49)

 Acyclovir

 Aminoglikosida

 Amphotericin

 Cisplatin

 Cyclosporine

 Indinavir

 Lithium

 NSAIDs

 Pentamidine

 Vancomycin

 Allopurinol

 Cephalosporine

 NSAIDs

 Penicillin

 Phenytoin

 PPI

 Quinolone

 Rifampisin

 Sulfas

 Etiologi  Escherichia coli  Shiga-like toksin (verotoxin)

 Trias HUS :

- Anemia hemolitik mikroangiopati - Trombositopenia

- Insufisiensi renal (AKI)

 Risiko tinggi

- Hentikan semua agen nefrotoksik bila memungkinkan - Pastikan status volume dan tekanan perfusi

- Pertimbangkan pemantauan hemodinamik fungsional - Pantau serum kreatinin dan urine output

- Hindari hiperglikemia

- Pertimbangkan prosedur alternatif dari radiokontras

 Stadium 1

- Lakukan pemeriksaan diagnostik non-invasif (USG) - Pertimbangkan pemeriksaan diagnostik invasif

 Stadium 2

- Periksa bila ada perubahan dosis obat

- Pertimbangkan terapi pengganti ginjal  hemodialisis - Pertimbangkan ICU

 Stadium 3

- Hindari kateter

- Subklavia bila memungkinkan

(50)

Asidosis dengan pH <7,1

Intoksikasi

Uremic syndrome (perikarditis / ensefalopati)

Elektrolit  hiperkalemia (> 6,5 mEq/L)

Overload cairan

 Oliguria (produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam)

 Anuria (produksi urin < 50 ml dalam 12 jam)

 Hiperkalemia (kalium > 6,5 mmol/L)

 Asidemia (pH < 7)

 Azotemia (kadar urea > 30 mmol/L)

 Ensefalopati uremikum

 Neuropati uremikum

 Perikarditis uremikum

 Abnormalitas natrium plasma

 Hipertermia

 Keracunan obat

(51)

1 Kerusakan ginjal + GFR

normal atau meningkat > 90

 Terapi penyakit dasar

 Evaluasi perburukan fungsi ginjal

 Perkecil risiko kardiovaskular 2 Kerusakan ginjal + GFR

menurun ringan 60-89  Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 Kerusakan ginjal + GFR

menurun sedang 30-59  Evaluasi

 Terapi komplikasi 4 Kerusakan ginjal + GFR

menurun berat 15-29  Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 Gagal ginjal  rutin HD <15  Terapi pengganti ginjal (dialisis)

 CKD  kerusakan ginjal baik struktural maupun fungsional yang ditandai dengan penurunan LFG/GFR selama > 3 bulan

 GFR  < 60 ml/menit/1,73 m2  perlu dievaluasi

 Laju filtasi glomerulus  Cockcroft-Gault equation (140 − umur) 𝑥 BB 72 x kreatinin plasma

 Pada wanita dikali 0,85

 Terdapat penyakit mendasari :

- DM  mesengeal expansion (nefropati diabetes), podocytopathy (meregangnya tight junction di ginjal), glomerulo basal membran thickening (penebalan membran), dan sklerosis (kekakuan pembuluh darah)

- Hipertensi  arteri renalis menebal  GFR menurun  aktivasi RAAS  stenosis  glomerulosklerosis

- Infeksi - Batu

- Autoimun  SLE

 Laboratorium  anemia, asam urat, hiponatremia, hipofosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik, proteinuria, hematuria, ureum, kreatinin dan laju filtrasi glomerulus

(52)

Neural dan muskular

 Kehilangan energi

 Menurunnya aktivitas mental

 Anoreksia dan nausea

 Kelemahan tungkai

 Menurunnya rasa pada lidah

 Neuropati perifer

 Gangguan tidur

Endokrin dan metabolik

 Amenorea

 Disfungsi seksual

 Resistensi insulin

 Meningkatnya protein

 Pruritus

 Disfungsi trombosit

 GFR < 60 :

- Protein  0,6 – 0,8 gr/kgBB/hari - Fosfat  < 10 gr/hari

 Anemia  eritropoietin subkutan atau terapi zat besi 2-3 mg/kgBB/hari, dibagi 2-3 dosis

 Osteodistrofi renal  batas asupan fosfat

 Restriksi cairan  input cairan adalah 500-800 ml + urin yang keluar

 Kontrol tekanan darah  ACE inhibitor atau ARB

 Diuretik

 Kontrol dislipidemia  target LDL <100 mg/dL (golongan statin)

(53)

Belum terkompensasi normal

Terkompensasi sebagian

Terkompensasi penuh normal

Belum terkompensasi normal

Terkompensasi sebagian

Terkompensasi penuh normal

Belum terkompensasi normal

Terkompensasi sebagian

Terkompensasi penuh normal

Belum terkompensasi normal

Terkompensasi sebagian

Terkompensasi penuh normal

Asidosis Respiratorik

Alkalosis Respiratorik

Asidosis Metabolik

Alkalosis Metabolik

asma berat, pneumonia, hipoventilasi hiperventilasi, serangan panik, keracunan aspirin

ketoasidosis diabetikum, asidosis

laktat, alkohol muntah berat,

hipokalemia

 Sampel darah  arteri

 Nilai normal :

- pH  7,35 – 7,45 - O2  80 – 100 mmHg - CO2  35 – 45 mmHg - HCO3  22 – 28 mEq/L - BE  -2 sampai +2 mEq/L - SaO2  93 – 98%

 Jika pH normal lihat BE / base excess untuk menilai asidosis atau alkalosis

pH : 7,69 (alkalosis) PaO2 : 88 mmHg

PaCO2 : 30 mmHg (turun) HCO3 : 25 mEq/L (normal) BE : +3 (alkalosis)

SaO2 : 96%

Kesimpulan :

Alkalosis respiratorik belum terkompensasi

pH : 7,13 (asidosis)

PaO2 : 65 mmHg (hipoksemia) PaCO2 : 28 mmHg (turun) HCO3 : 17 mEq/L (turun) BE : -9 (asidosis)

SaO2 : 93%

Kesimpulan :

Asidosis metabolik dengan hipoksemia terkompensasi sebagian

(54)

 Terapi asidosis metabolik berat (pH <7,2)

- KAD  insulin dan cairan - KAD berhubungan dengan

alkohol  saline dan glukosa - AKI  dialisis

 Terapi bikarbonat dengan natrium bikarbonat

 Terapi penyakit yang mendasarinya

 Infus normal saline

 Kalium klorida sesuai indikasi

 Antagonis reseptor histamin H2

 menurunkan produksi HCl dan mencegah alkalosis metabolik yang dapat terjadi akibat penghisapan NGT

 Anhidrase carbonic inhibitor  asetazolamide

EKG  T tall atau peaked T wave EKG  U prominen

 Penggantian kalium secara oral  40-60 mEq dapat menaikkan sebesar 1-1,5 mEq/L

 KCl intravena  20 mEq dilarutkan 100 cc NaCl isotonik

 Dosis :

- <40 kg  0,25 mEq/L x kg x 2 jam

- >40 kg  10-20 mEq/L x 2 jam

 Ca glukonas 25 mg  10 cc (diberikan perlahan-lahan)

 Insulin  memasukkan insulin dari intravaskular ke interstitial

 Glukosa D 40  kofaktor insulin dapat bekerja untuk memasukkan kaliumnya, jika sudah tinggi tidak dimasukkan

(55)

Leukosit

esterase (-) (+)  pyuria

Nitrit (-) (+)  penanda bakteri pereduksi nitrat

WBC < 5 WBC > 10  pyuria

RBC < 5 Hematuria

Epitel < 5 Adanya kontaminasi flora kulit  biasanya ISK atas

pH 4,5 – 8 pH meningkat pada infeksi bakteri urease

 ISK  adanya bukti mikroorganisme dalam urine (tersering bakteri), bermakna jika mikroorganismenya > 105 /ml pada biakan urine

 Pembagian ISK

1. Berdasarkan komplesitas

a) ISK sederhana  ISK pada wanita, tidak terdapat disfungsi struktural, penyebab Escherichia coli

b) ISK komplikata  ISK pada laki-laki, pada anak-anak, berlokasi di vesika urinaria, penyebab Proteus mirabilis

2. Berdasarkan anatomi

a) ISK atas  pielonefritis akut dan kronik, ureteritis b) ISK bawah  sistitis, prostatitis, epididimitis, urethritis

 Tanda dan gejala : a) ISK atas

- Pielonefritis  demam tinggi, nyeri pinggang, nyeri ketok kostovertebra

- Ureteritis  demam, urin keruh, nyeri daerah abdomen

b) ISK bawah  disuria, urgensi, sering kencing, nyeri tekan suprapubik (gejala LUTS)

 Pemeriksaan penunjang :

- Kultur urin (+)  bakteriuria > 105 /ml urine

- Pemeriksaan urine pancar tengah (midstream)  gold standard - Midstream  sistitis/pielonefritis (> 103), asimptomatik (> 105) - Kateter  ditemukan bakteri > 102 CFU

- Pungsi suprapubik  1 bakteri saja sudah positif

(56)

Sefepim 2x1 gram 12 jam

Ciprofloxacine 2x400 mg 12 jam

Levofloxacine 1x500 mg 24 jam

Ofloxacine 2x400 mg 12 jam

Gentamicin (+ ampicilin) 1x3-5 mg/kgBB 3x1 mg/kgBB

24 jam 8 jam

Ampisilin (+ gentamicin) 4x1-2 gram 6 jam

Tikarsilin + Klavulanat 3x3,2 gram 8 jam

Piperasilin + Tazobaktam 3-12x3,375 gram 2-8 jam

Imipenem + Silastatin 3-4x250-500 mg 6-8 jam

Trimetroprim + Sulfametoksazol 2x960 mg 3 hari

Trimetroprim 2x100 mg 3 hari

Ciprofloxacine 2x100-250 mg 3 hari

Levofloxacine 2x250 mg 3 hari

Cefixime 1x400 mg 3 hari

Sefpodoksim proksetil 2x100 mg 3 hari

Nitrofurantoin makrokristal 4x50 mg 7 hari

Nitrofurantoin monohidrat 2x100 mg 7 hari

Amoksisilin klavulanat 2x625 mg 7 hari

1. Pungsi suprapubik

 Berapapun jumlah koloni 2. Kateter

 >105  ISK

 104 – 105  diperkirakan ISK

 103 - 104  diragukan (ulangi) 3. Midstream

a) Laki-laki

 >104  ISK

 < 104  tidak ada ISK b) Perempuan

 1 atau 2 atau 3 x biakan > 105  ISK

 5 x 104 – 105  diragukan (ulangi)

 104 – 5 x 104 + klinis simptomatik  diperkirakan ISK (ulangi)

 104 – 5 x 104 + klinis asimptomatik  tidak ada ISK

 < 104  tidak ada ISK

(57)

“ENDOKRINOLOGI”

 DM  sindrom hiperglikemia (peningkatan gula dalam darah)

 Etiologi  produksi insulin menurun atau rusaknya transporter insulin (GLUT-4)

 Gejala klasik DM  polifagia, polidipsi, poliuria

 Tipe DM : - Tipe 1

 Produksi insulin menurun akibat destruksi sel beta pankreas (autoimun atau idiopatik)

 Biasanya terjadi pada anak-anak (<15 tahun)

 Biasanya tiba-tiba dan pada orang kurus

 Autoantibodi IAA/CAA (+)

 Terapinya insulin - Tipe 2

 Insulin ada tetapi transporter insulinnya yang bermasalah (GLUT-4)  resistensi insulin

 Biasanya terjadi pada dewasa (>50 tahun)

 Biasanya perlahan-lahan dan pada orang gemuk (obesitas)

 C-peptide (+)

 Terapinya bermacam-macam - Gestasional

 Didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga (> 20 minggu) dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes

 Terapinya insulin

(58)

Maturity Onset DM of Young Latent Autoimmune DM in Adult DM tipe 2 pada anak-anak / remaja DM tipe 1 pada dewasa

Biasanya pada usia 15-30 tahun Biasanya pada usia >40 tahun C-peptide (+) Autoantibodi IAA/CAA (+)

11 penyebab hiperglikemia pada DM (The Egregious Eleven), ada beberapa literatur menyebutkan 8 penyebab hiperglikemia pada DM (Omnious Octet) :

1. Sel beta pankreas  penurunan sekresi insulin (DM tipe 1), obat yang bekerja di pankreas yaitu sulfonilurea

2. Sel alpha pankreas  peningkatan sekresi glukagon (lawan hormon insulin yaitu glukagon, hormon yang berpengaruh juga yaitu kortisol dan tiroid yang mana sama dengan glukoagon / kontra insulin)

3. Sel lemak  peningkatan lipolisis (lipid-lipid lisis akibat proses glukoneogenesis)

4. Otot  penurunan utilisasi glukosa (energi berkurang) 5. Hepar  peningkatan produksi glukosa

- Hepar berperan penting dalam metabolisme glukosa

- 3 proses yang terjadi pada hepar  glikogenesis, glikogenolisis dan glukoneogenesis

- Insulin  meningkatnya glikogenesis, menurunnya glikogenolisis dan menurunnya glukoneogenesis

(59)

- Jika transporter insulin (GLUT-4) rusak  menurunnya glikogenesis, meningkatnya glikogenolisis dan meningkatnya glukoneogenesis - Obat yang bekerja di hepar yaitu Metformin (golongan biguanide) dan

Tianzolindindion (TZD)  fungsi memperbaiki 3 proses tadi yang terjadi pada hepar gara-gara defisiensi insulin

6. Otak  disfungsi neurotransmitter (karena makanan utama otak  glukosa)

7. Kolon  abnormal mikrobiota (glukosanya tertumpuk di darah sedangkan pada flora usus normal yaitu e-coli butuh glukosa)

8. Usus halus  peningkatan absorpsi glukosa (akibat efek inkretin menurun)

- Ketika makan karbohidrat (polisakarida)  didalam usus diubah oleh enzim amilase menjadi monosakarida

- Selain enzim amilase ada juga enzim alpha glukonidase (membantu enzim amilase)  agar tidak diubah menjadi monosakarida diberikan obat alpha glukonidase inhibitor (acarbose)

- Monosakarida dari usus akan diserap oleh darah menggunakan hormon inkretin

- Pada hormon inkretin ada 2 yaitu GLP1 dan GIT, yang berguna menstimulasi insulin, ketika efek inkretin menurun maka untuk menaikkannya menggunakan obat GLP1 agonis

- Hormon inkretin akan dihancurkan oleh DPP-4, agar stimulasi insulin baik maka hormon inkretin tidak dihancurkan maka digunakan obat DPP-4 inhibitor

9. Ginjal  peningkatan reabsorpsi glukosa (oleh transporter SGLT-2), agar tidak hiperglikemia maka harus diturunkan reabsorpsi glukosa oleh obat SGLT-2 inhibitor

10. Lambung  percepatan pengosongan (akibat amylin meningkat) yang mana normalnya lambung kosong dalam 30 menit – 3 jam akibatnya langsung cepat masuk ke usus halus

11. Sistem imun  disregulasi atau inflamasi (autoimun) akibatnya penurunan sekresi insulin

(60)

Gejala  polifagia, polidipsi, poliuria dan penurunan BB

Ada gejala trias Tidak ada gejala trias

GDS > 200 mg/dl

Diabetes Mellitus

GDP > 126 mg/dl atau

TTGO > 200 mg/dl atau

HbA1c > 6,5%

Diabetes Mellitus

 GDS (glukosa darah sewaktu)  langsung diperiksa saat itu juga (tanpa puasa)

 GDP (glukosa darah puasa)  pasien puasa 8 jam dari malam, kemudian dilakukan pengecekkan

 TTGO (tes toleransi glukosa oral)  setelah cek GDP kemudian menyuruh pasien meminum 75 gram glukosa, kemudian diukur

 GD2PP (gula darah 2 jam post prandial)  setelah sudah dilakukan TTGO, 2 jam setelah makan 75 gram glukosa yang tadi kemudian pasien cek lagi gula darahnya

 HbA1c  paling bagus menggambarkan kondisi selama 3 bulan

(61)

 GDPT (glukosa darah puasa terganggu) - GDP 100 – 125 mg/dl

- TTGO < 140 mg/dl  normal

 TGT (toleransi glukosa terganggu) - GDP < 100 mg/dl  normal - TTGO 140 – 199 mg/dl

 Prediabetes  GDPT + TGT

(62)

Obesitas (IMT > 25)

Ya Tidak

Kadar C-peptide Autoantibodi

Tinggi Rendah Tidak Ya

Autoantibodi

Tidak Ya

Kadar C-peptide

Rendah Tinggi

DMT2 DMT1

DMT2

DMT1 DMT1 atau MODY

5 pilar tatalaksana DM

- Edukasi (pemeliharaan dan perawatan kaki, mengenal dan mencegah penyakit, dan rencana kegiatan khusus)

- Manajemen diet

 Rumus Broca  BB ideal = 90% x (TB-100)

 90% digunakan jika tinggi laki-laki > 160 cm dan perempuan > 150 cm

 Kebutuhan kalori laki-laki  30 kal/kgBB

 Kebutuhan kalori perempuan  25 kal/kgBB

 Karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (10-20%) dan serat (20- 35 gram /hari)

- Aktivitas fisik - Obat-obatan - Monitoring mandiri

(63)

 HbA1c saat diperiksa < 7,5%  monoterapi (Metformin)

 HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi monoterapi) atau HbA1c saat diperiksa > 7,5%  kombinasi 2 obat (biasanya Metformin + Sulfonilurea)

 HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi kombinasi 2 obat)  kombinasi 3 obat (Metformin + salah satu obat + salah satu obat sesuai tabel diatas)

 HbA1c saat diperiksa > 9%

- Gejala klinis (+)  tambahkan insulin atau intensifikasi insulin - Gejala klinis (-)  kombinasi 2 atau 3 obat

 HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi kombinasi 3 obat)  Insulin

 Lini pertama  Metformin

 Insulin  disuntikkan pada daerah perut sekitar pusat sampai kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan deltoid), atau kedua paha bagian luar

Referensi

Dokumen terkait