• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Neurologi - Randy Richter

N/A
N/A
tetty muchsin

Academic year: 2024

Membagikan "Catatan Neurologi - Randy Richter"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

neurologi

Randy Richter

(2)

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, 2/3 anterior lidah

raba (suhu dan nyeri) Motorik Otot mastikasi (menutup mulut) N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik 2/3 anterior lidah rasa (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi) N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam

N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Gerakan menelan

Sensorik 1/3 posterior lidah (rasa dan raba), tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

Catatan Koas | Neurologi

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

(3)

 Memeriksa dengan botol berisi bubuk kopi, teh dan tembakau satu per satu didekatkan pada satu lubang hidung lalu lubang hidung sebelahnya saat menutup mata

Interpretasi :

- Hiperosmia  peningkatan sensitivitas indera penghidu - Hiposmia  penurunan kemampuan indera penghidu - Anosmia  hilang kemampuan indera penghidu - Kakosmia  sensasi menghidu bau busuk - Parosmia  salah persepsi bau

- Halusinasi olfaktorius  fenomena menghidu bau-bauan yang tidak enak

(4)

 Tersering pada kasus adenoma hipofisis

 Hemianopsia homonim sinistra/dextra  selalu berlawanan dengan traktus yang rusak

 Penglihatan temporal akan menyilang ke sebelah sedangkan penglihatan nasal tidak akan menyilang ke sebelah

 Kerusakan :

- Rusak di nervus optikus (misalnya kanan)  maka penglihatan temporal dan nasal mata kanan akan mengalami kebutaan (anopsia dextra), mata kiri baik saja

- Rusak di chiasma optikum (dekat hipofisis)  maka penglihatan temporal mata kanan dan mata kiri akan mengalami kebutaan (hemianopsia bitemporalis  heteronimus)

- Rusak di traktus optikus (misalnya kanan)  maka penglihatan nasal mata kanan dan penglihatan temporal mata kiri akan mengalami kebutaan (hemianopsia homonimus sinistra)  jika traktus optikus dextra

- Rusak di radiosea optika (misalnya kanan) di lobus parietal  maka penglihatan nasal mata kanan bawah dan penglihatan temporal mata kiri bawah akan mengalami kebutaan (quadranopsia inferior sinistra)

- Rusak di radiosea optika (misalnya kanan) di lobus temporal  maka penglihatan nasal mata kanan atas dan penglihatan temporal mata kiri atas akan mengalami kebutaan (quadranopsia superior sinistra)

- Rusak di korteks oksipital (misalnya kanan)  kerusakan seperti hemianopsia homonimus (kerusakan di traktus optikus) tetapi di bagian tengah/sentral tidak terjadi kebutaan (lesi macular sparing)

(5)

 Pusat refleks pupil  nukleus Edinger Westphal  fungsinya merelay / menghantarkan impuls ke mata kontralateral

 Contoh  ketika mata kanan disinari cahaya maka impuls akan masuk ke nukleus menggunakan n. II kanan, kemudian akan menghantarkan impuls ke mata sendiri dengan n. III kanan untuk konstriksi, dia juga akan menghantarkan impuls ke mata kontralateral kiri dengan n. III kiri untuk konstriksi juga

 Cahaya masuk ke mata kanan diinput ke nukleus dengan n. II kanan lalu dihantarkan ke mata yang sama oleh n. III kanan  Refleks Cahaya Langsung (RCL) mata kanan (+)  konstriksi mata kiri oleh n. III kiri  Refleks Cahaya Tidak Langsung (RCTL) mata kiri (+)  Normal

Lesi n. II dextra  mata kanan dan mata kiri midriasis - RCL mata kanan (-)

- RCTL mata kiri (-) - RCL mata kiri (+) - RCTL mata kanan (+)

Lesi n. III dextra  mata kanan midriasis dan mata kiri konstriksi - RCL mata kanan (-)

- RCTL mata kiri (+) - RCL mata kiri (+) - RCTL mata kanan (-)

 Cara mudah :

- Lesi n. II dextra  RCL mata kanan (-) dan RCTL mata kanan (+)

 berlawanan (begitu juga lesi n. II sinistra)

- Lesi n. III dextra  RCL mata kanan (-) dan RCTL mata kanan (-)

 sama (begitu juga lesi n. III sinistra)

(6)

 Pemeriksaan refleks kornea  berkedip (+)  Normal

 Pemeriksaan sensibilitas wajah (raba halus, nyeri dan suhu) pada dermatom V1, V2 dan V3 bagian kanan dan kiri wajah

 Pemeriksaan kekuatan otot-otot temporal dan maseter :

- Pasien mengatup rahang sekuat-kuatnya  nilai otot temporal dan maseter

- Membuka rahang  nilai apakah ada deviasi rahang

- Refleks mandibula  mulut sedikit terbuka dan dalam keadaan lemas, telunjuk ditempatkan di apeks mandibula, nilai apakah ada kontraksi

 Nukleus dari n.VII ada 2 yaitu  supranuklear dan infranuklear : - Supranuklear  mempersarafi otot wajah bagian atas :

1. Kerutan dahi

2. Kemampuan menutup mata

- Infranuklear  mempersarafi otot wajah bagian bawah : 1. Sudut nasolabialis, kalau gangguan lebih vertikal

2. Mulut turun/drooping (ke sisi sakit), jika mulut mencong (ke sisi sehat)

 Penjalaran traktus :

- Korteks kanan akan mempersarafi nukleus infranuklear kontralateral (kiri) dan kedua nukleus supranuklear (kanan dan kiri)

- Korteks kiri akan mempersarafi nukleus infranuklear kontralateral (kanan) dan kedua nukleus supranuklear (kanan dan kiri)

 Misalnya lesi stroke di hemisfer kanan  infranuklear kiri (korteks kanan) mengalami kelumpuhan total  wajah bagian kiri bawah lumpuh, tetapi wajah bagian atasnya normal karena masih dipersarafi korteks kiri

Kesimpulan :

- Paresis n. VII kanan sentral  gejala hanya terjadi di bagian bawah wajah kanan (begitu pun dibagian kiri)  Stroke

- Paresis n. VII kanan perifer  gejala terjadi di bagian atas dan bawah wajah kanan (begitu pun dibagian kiri)  Bell’s Palsy

(7)

 Pemeriksaan pendengaran  lateralisasi, konduksi udara dan konduksi tulang

 Inspeksi palatum

 Pemeriksaan refleks muntah

 Pemeriksaan kemampuan menelan

 Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus (menoleh ke kanan dan ke kiri)

 Pemeriksaan otot trapezius (mengangkat bahu)

 Pemeriksaan otot lidah  jika ada gangguan  Disartria (bicara pelo)

Tipe disatria :

- Spastik  tidak jelas, pasien sulit membuka mulut

- Ekstrapiramidal  monoton, tanpa irama, memulai dan menghentikan bicara tiba-tiba

- Serebelar  tidak jelas seperti orang mabuk, irama tak bersambung - Kelumpuhan LMN  bindeng seperti flu, lidah bicara pelo

- Miastenik  suara makin parau saat diminta berhitung keras-keras

(8)

Tonus

Hipertonus  Paralisis tipe spastik (clasp-knife phenomenon)  awal ada tahanan dan akhirnya tidak

ada tahanan

Hipotonus  Paralisis tipe flaccid

Refleks fisiologis Meningkat Menurun

Refleks patologis (+) (-)

Atrofi otot Disuse atrofi Atrofi (+)  wasting

Refleks Biceps C5, C6

Refleks Triceps C6-C8

Refleks Patella L2-L4

Refleks Achilles S1, S2

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah Batas :

 Pada nervus kranialis  batas pada nukleusnya

 Pada nervus perifer  kornu anterior medulla spinalis

 Lesi terjadi di atas plexus  lesi UMN

 Lesi terjadi tepat di level plexus  lesi LMN

 Plexus brachialis (C5-T1)

 Plexus lumbosakral (L2-S1)

0 = negatif 1 = hipotonus 2 = normal

3 = meningkat tanpa klonus 4 = meningkat dengan klonus Klonus (+)  ketika dorsofleksi kaki kemudian dilepas kaki akan tremor

(9)

Kekuatan otot Menurun + bisa disertai

gangguan motorik halus Menurun

Tonus Hipertonus Hipotonus / Atonia

Refleks fisiologis Hiperrefleks + klonus Hiporefleks / Arefleks Refleks eksteroseptif

Hipoakivitas / absen dari refleks abdominal, refleks plantar, refleks

kremaster

Dalam batas normal

Refleks patologis (+) (-)

Atrofi otot Preserved Muscle Bulk Atrofi (+)

Resistensi yang diikuti kelenturan pada ekstremitas yang digerakkan

cepat dan pasif

Peningkatan resistensi otot yang dirasakan pada seluruh rentang gerak

ketika digerakkan perlahan Contoh  clasp knife phenomenon

(awal ada tahanan dan akhirnya tidak ada tahanan)

Contoh  lead pipe (awal tidak ada tahanan dan akirnya ada tahanan),

cog-wheel phenomenon (gerakan terbata-bata seperti roda gigi) Kerusakan traktus piramidalis (rusak

di traktur kortikospinalis)

Kerusakan traktus ekstrapiramidalis (rusak di ganglia basalis) Lesi UMN

Gerak + / menurun / -

Kekuatan 0 / 1 / 2 / 3 / 4- / 4+ / 5

Contoh  5555/5555 (extremitas kanan dimulai dari sendi distal ke proximal / extremitas kiri dimulai dari sendi proximal ke distal) dilakukan pada extremitas atas dan bawah

Tonus Normal / Menurun / Meningkat

Trofi Eutrofi / Atrofi / Disuse atrofi / sulit dinilai Refleks fisiologis - /+/++/+++/++++

Refleks patologis (+) atau (-) Klonus (+) atau (-)

(10)

0 Tonus (-) Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali

1 Tonus (+) Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada gerak sama sekali

2 Geser

Dapat menggerakkan anggota gerak tanpa gravitasi (hanya bisa ke kanan dan ke kiri)

3 Lawan

Gravitasi (+)

Dapat menggerakkan anggota gerak untuk melawan gravitasi, tetapi tidak bisa melawan tahanan ringan

4 Tahanan

ringan (+)

Dapat menggerakkan sendi aktif dan melawan tahanan ringan, tetapi tidak bisa melawan tahanan berat

5 Tahanan

berat (+) Kekuatan normal

(11)

 Pada kasus kelemahan ringan, paresis tidak selalu dapat terdeteksi dengan pemeriksaan standar

 Dilakukan pemeriksaan pronator drift / barre’s sign  pasien awal tangan dalam keadaan supinasi lalu tahan 30 detik, positif jika tangan terputar ke medial

Interpretasi :

- Positif dengan mata terbuka  defisit motorik

- Positif dengan mata tertutup  defisit sensorik (proprioseptif  dorsal collum)

- Pasien tangan naik ke atas  kerusakan pada serebelum (cerebellar drift)

 Pada ekstremitas atas dilakukan pemeriksaan Hoffman-Tromner  jari tengah disentil ke atas dan ke bawah  positif jika keempat jari lainnya fleksi (seperti mencengkram)

 Pada ekstremitas bawah :

- Babinski group  positif jika dorsofleksi ibu jari kaki dan abduksi keempat jari kaki (Babinski, Chaddok, Schaeffer, Openheim, Gonda, Gordon, Bing)

- Non-babinski group  positif jika plantarfleksi (Rossolimo dan Mandel-Becthrew)

(12)

Telapak kaki lateral dilakukan perabaan dari lateral ke medial

Punggung kaki lateral dilakukan goreskan dari lateral ke medial

Pencet di tendon Achilles

Penekanan pada tibia, kemudian diurut ke bawah Tekan otot gastrocnemius

Jari ke-4 kaki tarik keluar dan kebawah

Perabaan dengan benda tajam ditusuk dikit-dikit pada lateral punggung kaki

Bagian punggung kaki diketuk pakai hammer Bagian telapak kaki diketuk pakai hammer

 Raba halus  dorsal collum

 Nyeri  traktus spinotalamikus lateral

 Suhu  traktus spinotalamikus lateral

 Vibrasi (128 Hz)  dorsal collum

 Rasa posisi dan sikap  dorsal collum

(13)

Catatan tambahan :

 Traktus spinothalamikus anterior  raba kasar

 Glove & stocking phenomenon  rasa baal dari ujung-ujung tangan dan ujung-ujung kaki terlebih dahulu  jika iya (neuropati perifer)  jika tidak tetapi level sensorik jelas (lesi medulla spinalis)

 Posterior collumn (kolumna posterior)  dari medulla spinalis dia naik dulu baru menyilang di medulla oblongata lalu naik sampai thalamus lalu masuk ke korteks somatosensorik (gyrus postsentralis)

 Spinothalamikus anterior dan lateral  dari medulla spinalis dia langsung menyilang lalu naik ke medulla oblongata lalu ke thalamus dan masuk ke korteks somatosensorik (gyrus postsentralis)

(14)

4 Membuka spontan tanpa stimulus 5

Orientasi baik (menyebutkan nama, tempat dan

tanggal)

6 Menuruti perintah

3

Membuka setelah rangsangan suara

atau perintah (verbal)

4 Orientasi tidak baik 5 Mampu melokalisir nyeri

2 Membuka setelah

rangsangan nyeri 3 Kata-kata jelas 4

Gerakan lengan menjauhi arah

sumber nyeri 1

Tidak membuka mata sama sekali,

tanpa faktor penghalang

2 Mengerang 3

Fleksi tidak normal (dekortikasi)  seluruh korteks

otak 1

Tidak ada respon suara, tanpa faktor

pengganggu

2

Ekstensi tidak normal (deserebrasi)  rusak batang otak 1 Tidak ada respon N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

 Skor terendah GCS  3 dan skor tertinggi GCS  15

 Respon verbal dan nyeri :

Eye  respon verbal (4 dan 3), respon nyeri (2 dan 1) Verval  respon verbal (5, 4 dan 3), respon nyeri (2 dan 1) Motorik  respon verbal (6), respon nyeri (5 sampai 1)

Cedera Kepala : Ringan  GCS 13-15 Sedang  GCS 9-12 Berat  GCS 3-8

Kualitatif : Compos mentis Somnolen Stupor/Sopor Koma

(15)

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

Serebrum

Mesensefalon

Serebellum

Medulla Oblongata

12 pasang saraf tepi

kranial

31 pasang saraf tepi

spinal

Saraf Simpatik

Saraf Parasimpatik Ensefalon

Medulla Spinalis Susunan Saraf

Pusat

Saraf Otonom Saraf Sadar

Susunan Saraf Pusat Sistem Saraf

Manusia

(16)

Catatan tambahan :

 Otak  telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon dan mielensefalon

Telensefalon :

- Cerebral cortex  kedua hemisfer (korteks serebri  4 lobus, substansia alba  3 komisura, ganglia basalis  nukleus caudatus, putamen, globus palidus dan amigdala) dan inti n. I

- Rinensefalon  sistem limbik

- Gyrus precentralis  korteks motorik primer - Gyrus postcentralis  korteks sensorik primer

Diensefalon : - Thalamus - Hipothalamus

Mesensefalon :

- Bagian dari batang otak di atas pons dan inti n. II dan III

- Tektum (kolikulus superior  refleks penglihatan) dan (kolikulus inferior  refleks pendengaran)

- Pedunculus serebri  berkas serabut motorik desendens dari serebrum, substansia nigra dan nukleus ruber

Metensefalon :

- Pons  pengaturan pernapasan dan inti n. IV, V, VI dan VII

- Cerebellum  terdiri 3 pedunkulus (superior, media dan inferior), pusat koordinasi atau keseimbangan

Mielensefalon :

- Struktur dibawah mesensefalon

- Medulla oblongata  refleks jantung, vasokonstriktor, muntah, pernapasan, menelan dan inti n. VIII, IX, X, XI dan XII

(17)

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

Epilepsi  serangan kejang paroksimal berulang tanpa provokasi (baik penyebab intrakranial dan ekstrakranial) dengan interval > 24 jam tanpa penyebab yang jelas

 Epilepsi ≠ Kejang

Kejang Umum  melibatkan kedua hemisfer :

1. Tonik  spasme otot (termasuk otot pernapasan) 2. Klonik  fleksi-ekstensi dari ekstremitas

3. Tonik-klonik  spasme otot baru klonik (grand mal seizure) 4. Absans  normal baru tiba-tiba bengong

- Tipikal absans (usia anak-anak, IQ normal, spike & wave 2,5 – 3 Hz)

- Atipikal absans (usia remaja, IQ menurun, spike & wave 2 – 2,5 Hz)

5. Mioklonik  kedutan otot saja

6. Atonik  tiba-tiba mengalami hilangnya seluruh tonus otot dan pasien akan terjatuh (astatik)

Kejang Parsial / Fokal  melibatkan satu hemisfer saja :

1. Kejang parsial sederhana  kejang fokal tanpa disertai gangguan kesadaran

2. Kejang parsial kompleks  kejang fokal disertai hilang atau perubahan kesadaran

- Dengan gangguan kesadaran pada awal serangan

- Diawali parsial sederhana lalu diikuti dengan gangguan kesadaran

3. Kejang parsial menjadi umum  diikuti dengan kejang fokal yang diikuti kejang umum

- Parsial sederhana menjadi kejang tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi kejang tonik-klonik

 Catatan tambahan :

- Hanya kejang mioklonik yang tidak mengalami gangguan kesadaran - Durasi kejang :

- Absans  < 30 detik - Mioklonik  1-5 detik - Tonik-klonik  1-3 menit - Atonik  beberapa detik

- Hanya kejang absans yang memiliki gambaran EEG khas  Spike and wave (gambaran paku-ombak) dan ada gejala khas yaitu automatisme (gerakan involunter yang repetitif  contoh mengunyah)

(18)

Gerakan automatisme Durasi  <1 menit (biasanya 15-20

detik) Durasi  sampai beberapa menit Frekuensi  dalam 1 hari kejang bisa

beberapa kali

Frekuensi  dalam 1 minggu kejang bisa beberapa kali

Setelah kejang pasien langsung sadar penuh

Setelah kejang pasien tampak bingung

Kejang umum :

- 1st line  Fenitoin, Fenobarbital, Asam Valproat - 2nd line  Lamotrigin

Kejang parsial :

- 1st line  Carbamazepine - 2nd line  Levetiracetam

Absans :

- Tipikal absans  Ethosuximide - Atipikal absans  Asam Valproat

(19)

Fenobarbital 4-6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis Fenitoin 5-7 mg/kg/hari dibagi 2 dosis Asam Valproat 15-40 mg/kg/hari dibagi 2 dosis Carbamazepine 10-30 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis

Fenobarbital Gangguan kognitif

Fenitoin Hipertrofi ginggiva, anemia megaloblastik Asam Valproat Penambahan berat badan, kegagalan hepar,

teratogenik

Carbamazepine Leukopenia dan agranulositosis Syarat pemberhentian OAE :

 Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal

 Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya

 Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula tiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

 Bisa dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Status epileptikus (SE)  bangkitan yang berlangsung > 30 menit, atau adanya 2 bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran

Klasifikasi SE : 1. Klinis

- SE fokal - SE general 2. Durasi

- SE dini (5-30 menit) - SE menetap (> 30 menit)

- SE refrakter (> 60 menit atau bangkitan tetap ada setelah mendapat 2 atau 3 jenis antikonvulsan awal dengan dosis adekuat)

Status epileptikus  kejang > 2 kali diantara kejang pasien tidak sadar, serial seizure  diantara 2 kejang pasien sadar

(20)

 Awal di rumah saat kejang diberikan diazepam rektal / suppositoria (max 2 kali jarak 5 menit), 5 mg  <12 kg dan 10 mg  >12 kg

 Ketika di RS / IGD diberikan OAE 1st linediazepam IV 0,2-0,5 mg/kgBB (dosis max 10 mg)

 Jika kejang berlanjut diberikan OAE 2nd linefenitoin IV 20 mg/kg  diencerkan dalam 50 ml NaCl 0,9% selama 20 menit (jangan dulu diberikan fenobarbital karena ada efek samping gangguan kognitif)  dosis max 1000 mg

 Jika kejang berlanjut diberikan OAE 3rd linefenobarbital IV 20 mg/kg dosis max 1000 mg

 Jika kejang berlanjut atau kejang > 60 menit atau SE refrakter  masuk ICU  diberikan Midazolam, Propofol atau Pentobarbital (dosis di tabel)

 Jika kejang sudah berhenti bisa diberikan (maintenance) : - Fenitoin 5-10 mg/kg dibagi 2 dosis, atau

- Fenobarbital 3-5 mg/kg/hari dibagi 2 dosis

(21)

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

Stroke  sindrom klinis yang terdiri dari defisit neurologis baik fokal maupun global (kelumpuhan, gangguan sensorik, gangguan saraf kranialis atau lainnya), yang terjadi secara tiba-tiba, dengan progresivitas yang cepat dan berlangsung 24 jam atau lebih

Sumbatan arteri kecil (lacunar)

Emboli

Trombus Jantung (aterosklerosis)

Kriptogenik

Lainnya Stroke

Iskemik

Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan Intraserebral Stroke

Hemoragik Stroke

(22)

Thrombosis Usia tua, DM, hipertensi, merokok, aterosklerosis

Saat bangun tidur dan istirahat

Emboli Riwayat penyakit jantung dan

penyakit katup jantung Disertai EKG abnormal

ICH Hipertensi maligna Aktifitas fisik

SAH Aneurisma, AVM dan

gangguan koagulasi

Muncul kapan saja, aktifitas berat menjadi pemicu Tidak ada gejala peningkatan TIK

Ada gejala peningkatan TIK (nyeri kepala, muntah menyemprot dan

penurunan kesadaran)

 Thrombosis

- Kekuatan motorik ada perubahan yang awalnya masih bagus lama

kelamaan menurun  akibat agregasi platelet yang makin lama makin menutup

 Emboli

- Kekuatan motorik

permanen karena dari awal sudah tertutup semuanya

 Perdarahan Intraserebral (ICH) - Terutama karena hipertensi

 mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak

- CT Scan  perdarahan di dalam parenkim otak

 Perdarahan Subaraknoid - Pecahnya aneurisma berry

dari sirkulasi Willisi

- CT Scan  perdarahan di sulcus-sulcus otak dan di tengah otak (sisterna basalis)

- Karena perdarahan di sulcus  tanda rangsang meningeal (+)

Transient Ischemic Attack

(TIA) <24 jam Sempurna (dengan atau tanpa pengobatan) Reversible Ischemic

Neurological Deficit (RIND) >24 jam Sempurna < 3 hari Prolonged RIND >24 jam Sempurna < 7 hari Complete (Emboli)

Menetap (-)  karena sudah infark Stroke in evolution

(Thrombus)

(23)

Defisit lokal Berat Ringan Berat / ringan Onset Menir / jam 1-2 menit Pelan (jam / hari)

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan

Muntah pada

awal Sering Sering Tidak (kecuali lesi

di batang otak) Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali Penurunan

kesadaran Ada Ada Tidak ada

Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada

Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak

ada Sering dari awal Gangguan

bicara Bisa ada Jarang Sering

Paresis /

gangguan n.III Tidak ada Bisa ada Tidak ada

a. Cerebri Anterior Hemiparesis kaki kontralateral (kaki lebih buruk), perubahan perilaku, anosmia

a. Cerebri Media

Hemiparesis pada wajah dan ekstremitas atas kontralateral (tangan lebih buruk), afasia, disartria,

hemianopsia

a. Cerebri Posterior Defisit penglihatan (hemianopsia) a. Vertebrobasiler

Pada batang otak  buta kortikal (buta tetapi refleks pupil masih bagus  rusak n.II), diplopia (rusak n.III, IV dan VI), vertigo dan nistagmus (n.

VIII)

a. Lenticulostriata Cabang a. Cerebri media  arteri yang paling sering terkena pada stroke hemoragik

(24)

 CT Scan merupakan gold standard, tetapi inti dari penggunaan CT Scan digunakan untuk melihat apakah ada perdarahan atau tidak pada otak

 Onset stroke iskemia : - Hiperakut  0-6 jam - Akut  6-24 jam

- Subakut  1 hari – 2 minggu - Kronis  > 2 minggu

Hipodensitas (daerah lebih gelap)

 dalam warna kuning, dan hilangnya diferensiasi dari substansia grisea dan alba

(25)

MCA dense sign  panah merah, ada gambaran hiperdens (lebih putih) tetapi hanya sedikit area saja

 menandakan adanya emboli yang terjadi pada a. Cerebri Media

Insular ribbon sign  panah merah, daerah hitam lebih luas  menandakan adanya edema pada gyrus insula (kurangnya pasokan

nutrisi dan oksigen karena thrombus)

Zona Edematosa (bersifat revesibel) 

warna biru muda  terserap sendiri 1-2

minggu

Zona Nekrotik (bersifat ireversibel)

 warna merah  area umbra  residual lebih dari 6 bulan atau permanen

tahunan Zona Degenerasi

warna biru tua  area penumbra 

masih bisa diselamatkan 6-8

bulan

(26)

 Berhubungan dengan hipertensi

 Mendadak terutama saat beraktivitas

 Gejala peningkatan TIK serta nyeri kepala dan muntah proyektil

 Gejala berupa thunderclap headache, penurunan

kesadaran, muntah, takikardi, diplopia

 Pemeriksaan fisik didapatkan meningeal sign

 Pada lumbal pungsi didapatkan darah

Stroke lakunar  trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak dan disebut lacuna

 4 tipe stroke lakunar :

1. Pure motorik  hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna

2. Pure sensorik  hemihipestesi sensorik murni akibat infark thalamus

3. Ataxic hemiparesis  hemiparesis + gangguan keseimbangan akibat infark di batang otak

4. Clumsy hand dysarthria  tangan kelemahan otot sehingga tulisan jelek atau pegang barang sering jatuh + disartria (bicara pelo) akibat infark di batang otak

Stroke kriptogenik  stroke akibat oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas

Lesi hiperdens pada parenkim

otak (panah merah)

Lesi hiperdens pada sulcus (panah kuning)

dan sisterna basalis (panah

merah) gambaran bintang

/ stellata sign

(27)

Subfalcine

 Paling ringan

 Terkena di gyrus cingulate

 Defisit motorik dan sensorik pada

ekstremitas bawah ipsilateral dengan lesi

 Inkontinensia urine Central

 Terkena pada bagian pons

 Menyerang n. II dan III

 Deviasi mata kebawah dan dilatasi kedua pupil

Transtentorial (uncal)

 Dilatasi pupil ipsilateral dari lesi

 Deviasi mata kebawah

 Hemiparesis kontralateral atau ipsilateral (Kernohan notch phenomenon)

Tonsillar

 Paling berat

 Terkena di medulla oblongata

 Penurunan kesadaran

 Gangguan pernapasan  Cheyne-stokes

(28)

Komplikasi SAH  Communicating Hydrocephalus

 Hidrosefalus :

1. Communicating (non obstruktif) - Produksi cairan terganggu

- Penyerapan terganggu  Subarachnoid hemorrhage (SAH)  akibat darah banyak

2. Non-communicating (obstruktif)  tumor pada otak

Prinsip tatalaksana stroke iskemik :

 Anti thrombus

 Perbaiki perfusi

 Neuroprotektor

 Perbaikan faktor sistemik

Obat stroke iskemik (anti thrombus) :

1. Trombolitik  rTPA (tissue plasminogen activator)

 Fase akut  < 4,5 jam

 Trombosit >100.000

 Usia >18 tahun dan <60 tahun

 Tidak ada riwayat perdarahan otak / operasi otak

 Skor NIHSS 4-25 (normalnya skor NIHSS 0-42)

 Pemberian IV rTPA (alteplase) dosis 0,9 mg/kgBB (max 90 mg) dalam 60 menit, 10% dosis total diberikan bolus  9 mg bolus baru 81 mg diberikan drips selama 1 jam

 Pasien tidak memenuhi  diberikan antiplatelet

 Kegunaan  mencegah trombus yang sudah dibentuk (streptokinase, urokinase)

2. Antikoagulan  untuk emboli

 Heparin  risiko perdarahan otak

 LMWH

 Warfarin  10 mg/hari (selama 2-4 bulan)

 Menghambat faktor koagulasi (heparin dan warfarin)

(29)

3. Antiplatelet  untuk thrombus

 Aspirin 160 – 325 mg/hari

 Clopidogrel 75 mg

 Menghambat agregasi platelet (aspirin, clopidogrel) Obat stroke iskemik (perbaiki perfusi) :

1. Citicolin  asetilkolin (mempertahankan sinaps otak agar tidak banyak yang rusak)

 2-4 x 250 mg/IV/hari

 Dilanjutkan dengan oral 2x500 mg – 1 gram (hari selanjutnya) 2. Piracetam  mempertahankan membran dari sel neuron agar tidak

gampang pecah

 4x3 gr/IV/hari

 Dilanjutkan degan oral 2-4 x 1200 mg (hari selanjutnya)

3. Tekanan darahnya tinggi tetapi masih sistole < 220 dan diastole <120

Nimodipine 30 mg/tablet oral Obat stroke iskemik (faktor sistemik) :

1. Tekanan darahnya tinggi tetapi masih sistole > 220 dan diastole >120

Nicardipine IV dimulai 5 mg bisa ditingkatkan / dititrasi 2,5 mg setiap 15 menit sampai mencapai target yaitu menurunkan MAP pasien sampai 15% dalam 24 jam pertama

2. Kontrol gula darah  GDS 100-200 gr/dl 3. Kontrol hiperlipidemia  jika tinggi pakai statin

Prinsip tatalaksana stroke hemoragik :

 Turunkan tensi

 Kontrol TIK

 Waspada kejang  fenitoin 5-10 mg/kgBB

 Neuroprotektor  citicolin atau piracetam

 Cegah infeksi, dekubitus, stress ulcer, obstipasi

 Operasi

Turunkan tekanan darah apabila :

 Sistole >220 atau MAP >150 mmHg

 Sistole >180 + gejala TIK meningkat

 Sistole >180 atau MAP >130 mmHg dengan target 160/90 atau MAP 110 mmHg

 Maksimal diturunkan 25% MAP

 Diberikan obat  Nicardipine IV dimulai 5 mg/jam, dititrasi 2,5 mg/jam tiap 15 menit (max 15 mg/jam) sampai mencapai target 25% MAP

(30)

Tingkat kesadaran

Alert 0

(x2,5)

Stupor 1

Coma / Semi coma 2

Muntah Tidak 0

(x2)

Ya 1

Nyeri kepala Tidak 0

(x2)

Ya 1

Tekanan darah diastolik (x0,1)

Penanda aterosklerosis (DM, nyeri dada, atau klaudikasio intermiten nyeri pada kaki)

Tidak 0

(x3)

Ya 1

Kontrol TIK :

 Tindakan umum

1. Elevasi kepala 300

Meningkatkan venous return  CBV menurun  TIK menurun 2. Hiperventilasi ringan

Menyebabkan PCO2 menurun  vasokonstriksi  CBV menurun  TIK menurun

3. Pertahankan perfusi otak

Perfusi darah otak atau CPP > 70 mmHg  CPP = MAP – ICP, ICP = TIK

 Pemberian medikamentosa

1. Mannitol 20% loading dose 1 gr/kgBB dilanjutkan 0,25 – 0,5 gr/kgBB selama >20 menit. Kemudian dilanjutkan setiap 4-6 jam dengan dosis setengahnya

2. Furosemide IV dosis inisial 1 mg/kgBB  cairan berkurang

 Contoh kasus  pasien datang dengan hemiparesis dengan kesadaran stupor (1x2,5 = 2,5), ada muntah (1x2 = 2), ada nyeri kepala (1x2 = 2), tekanan darah 200/110 mmHg (0,1x110 = 11), didapatkan juga ada nyeri pada kaki (1x3 = 3, disini harus dikurangi jadi -3) lalu total skor = 2,5 + 2 + 2 + 11 + (-3) = 14,5. Kemudian hasil akhir dikurangi konstanta Siriraj yaitu -12 jadi  skor akhir 14,5 – 12 = 2,5

Interpretasi :

- Skor < -1 = Stroke Iskemik - Skor > +1 = Stroke Hemoragik

- Skor -1 sampai +1 = sulit ditentukan  perlu CT Scan

(31)

 Jika ada penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan refleks babinski (+)  pikirkan pertama stroke hemoragik

 Jika penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-) tetapi refleks babinski (+)

 pikirkan stroke iskemia

(32)

Total Anterior Circulation Syndrome

(TACS)

Stroke di korteks yang besar pada a. cerebri anterior dan media

Semua gejala harus ada :

 Gangguan fungsi luhur

 Hemianopia homonim

 Defisit motorik atau sensorik kontralateral yang mengenai 2 dari 3 daerah (wajah, lengan dan tungkai)

Partial Anterior Circulation Syndrome

(PACS)

Stroke di korteks yang besar pada a. cerebri anterior dan media

1 gejala saja harus ada :

 2 dari 3 komponen TACS

 Gangguan fungsi luhur saja

 Defisit motorik dan sensorik yang lebih terbatas daripada LACS

Posterior Circulation Syndrome (POCS)

1 gejala saja harus ada :

 Kelumpuhan nervus kranialis ipsilateral + defisit motorik dan/atau sensorik

kontralateral

 Defisit motorik dan/atau sensorik bilateral

 Gangguan gerakan mata

 Defek lapang pandang homonim atau buta kortikal

 Gangguan serebelum

 Penurunan kesadaran berat (gangguan ARAS pada batang otak)

Lacunar Syndrome (LACS)

1 gejala saja harus ada :

 Hemiparesis murni

 Hemihipestesi murni

 Hemiparesis ataxic

 Clumsy hand dysarthria

 Tidak ada gejala (defisit visual, gangguan fungsi luhur, gangguan di batang otak dan hanya ada gangguan proprioseptif saja)

(33)

Pasien tidak bisa berbahasa

(sensorik  pasien memahami pembicaraan orang lain) (motorik  dapat mengeluarkan kata-kata dengan baik) Awal bisa menulis, akibat suatu lesi di otak jadi tidak bisa menulis

Tidak bisa membaca lagi Tidak bisa berhitung lagi

Tidak bisa melakukan gerakan motorik (misalnya tidak bisa lagi mengambil botol)

Tidak bisa mengenali objek, suara, orang, bentuk dan bau spesifik

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah Afasia :

Motorik  perkataannya apakah lancar (fluency)  lobus parietal bagian anterior (Brocca)

Sensorik  memahami pembicaraan (comprehensive)  lobus parietal bagian posterior (Wernicke)

 Apakah pasien bisa mengulang pembicaraan (repetition)  serabut- serabut antara Brocca dan Wernicke (Fasikulus Arkuatus)

(34)

Afasia konduksi

Afasia anomik

Afasia transkortikal

sensorik Afasia sensorik (Wernicke) Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

No

No

No

Yes

No

No

Yes No

No

Afasia motorik (Brocca)

Afasia transkortikal

motorik

Afasia transkortikal

campuran

Afasia global Jika menyebutkan

nama objek tidak bisa, jika bisa  normal

(35)

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

 Lesi di traktus kortikospinalis

Plegia  kekuatan otot 0

Paresis  kekuatan otot 1-4

 Normal  kekuatan otot 5

 Lesi di A  hemiplegia ekstremitas inferior dan superior sinistra (kontralateral)

 Lesi di B  hemiplegia ekstremitas inferior dan superior dextra (ipsilateral)

 Lesi di C  lateral medulla oblongata  hemiplegia ekstremitas inferior sinistra dan ekstremitas superior dextra  hemiplegia cruciata (seperti menyilang)

 Lesi di D  medial medulla oblongata  tetraplegia

(36)

A Motorik 0, sensorik terganggu hingga S4-S5 B Motorik 0, fungsi sensorik baik

C Motorik 1-2, fungsi sensorik baik D Motorik 3-4, fungsi sensorik baik E Motorik 5, fungsi sensorik baik N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

Klasifikasi ditegakkan dalam waktu 72 jam – 7 hari post trauma, berdasarkan American Spinal Injury Association (ASIA) :

Cervical  C1 – C8 Thorakal  T1 – T12 Lumbal  L1 – L5 Sakral  S1 – S5 Coccygeal  1 tulang

Cervical  Parasimpatik Thorakal  Simpatik Lumbal  Simpatik Sakral  Parasimpatik

Columna vertebra  31 vertebra

(37)

 3 jaras yang penting :

1. Dorsal collum  proprioseptif  (raba halus dan vibrasi) 2. Kortikospinalis  motorik

3. Spinothalamikus  eksteroseptif (nyeri dan suhu)

Anterior Cord Syndrome :

- Rusak pada bagian anterior  traktus kortikospinalis dan traktus spinothalamikus

- Paresis bilateral

- Kaki kanan dan kiri tidak bisa merasakan nyeri, suhu dan defisit motorik

- Pasien hanya bisa merasakan raba halus, getaran dan proprioseptif

Posterior Cord Syndrome :

- Rusak pada bagian posterior  traktus dorsal collum - Paresis bilateral

- Kaki kanan dan kiri tidak bisa merasakan raba halus, getaran, proprioseptif

- Pasien hanya bisa merasakan nyeri, suhu dan motorik yang masih bagus

Central Cord Syndrome :

- Rusak di bagian tengah medulla spinalis - Paresis bilateral

- Rusak pada traktus kortikospinalis bagian cervical  Kedua tangan akan mengalami kelemahan yang lebih buruk dibandingkan kedua kaki (contoh  tangan 2222/2222, kaki 4444/4444)

- Rusak pada traktus spinothalamikus bagian cervical sampai lumbal

 adanya sacral sparing (badannya baal, tetapi daerah perianalnya masih intak)

Brown Sequard Syndrome :

- Lesi setengah bagian medulla spinalis  hemisection cord syndrome - Paresis unilateral

- Terjadi kelainan pada ketiga traktus, tetapi hanya pada sebelah kaki saja

- Jika terjadi lesi di medulla spinalis kiri :

1. Defisit Motorik  lesi ipsilateral (kaki kiri)

2. Rusak traktus dorsal collum  lesi ipsilateral (kaki kiri) 3. Rusak traktus spinothalamikus  lesi kontralateral (kaki

kanan)

(38)

Lesi transversal medulla spinalis  Lesi motorik, sensorik dan

proprioseptif pada kanan dan kiri Anterior Cord Syndrome

 Lesi ipsilateral dan kontralateral pada motorik, sensorik dan suhu

 Satu-satunya yang sehat proprioseptif

Posterior Cord Syndrome

 Kerusakan pada proprioseptif, vibrasi dan diskriminasi 2 titik ipsilateral dan kontralateral

 Satu-satunya yang rusak proprioseptif

Central cord lesion

 Kelainan sensorik dan motorik extremitas atas lebih buruk dari extremitas bawah

Brown Sequard Syndrome

 Lesi motorik dan proprioseptif ipsilateral, lesi sensorik dan eksteroseptif (nyeri dan suhu) kontralateral  berlawanan

(39)

 Tatalaksana di IGD :

- Primary Survey  stabilisasi ABCDE

- Analgetik kuat bila perlu (seperti tramadol, morfin sulfat) - Pemberian kortikosteroid

 Diagnosis ditegakkan < 8 jam post trauma  metilprednisolon 30 mg/kgBB bolus IV selama 15 menit  tunggu 45 menit  lanjutkan infus metilprednisolon 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam

 Diagnosis ditegakkan > 8 jam post trauma  tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

Dermatom penting : C5,C6  biceps C7,C8  triceps T4  mammae T10  umbilikal L1  inguinal L3,L4  lutut L5  medial kaki S1  lateral kaki S1-S5  bokong dan perianal

(40)

 Gejala utama berupa TRAP : - Tremor (resting tremor) - Rigiditas (cogwheel rigidity) - Akinesia / bradikinesia

(slow movement) - Postural inability

 Disebabkan oleh penyebab lain seperti :

- Obat antipsikotik (misalnya haloperidol)

- Anti muntah (metoclorpramide) - Riwayat stroke

 Gejala parkinsonism (TRAP) dibuktikan dengan degenerasi ganglia basalis substansia nigra pars kompakta dan hasil PA ditemukan Lewy Body N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

(41)

0 Belum ada gejala apapun 1 Tremor unilateral

1,5 Tremor unilateral + kaku di badannya

2 Tremor bilateral tanpa gangguan keseimbangan apapun 2,5 Tremor bilateral + terganggu keseimbangan tetapi masih bisa

dipertahankan (retropulsion test  negatif)

3 Tremor bilateral + terganggu keseimbangan (retropulsion test

 positif)

4 Aktivitas jadi sangat-sangat terhambat, semua aktivitas perlu dibantu, kecuali berdiri dan jalan masih bisa sendiri

5 Sehari-hari di kursi roda

 Slowed movement (bradikinesia)  langkahnya kecil-kecil  Petit March Gait atau shuffling steps

 Ayunan lengan tidak lebar

 Gerakan pasien kaku-kaku  cog-wheel phenomenon

 Pasien cenderung gampang jatuh

 Tremor  saat istirahat (resting tremor) yang awalnya asimetris (awal unilateral  akhirnya bilateral)  pill rolling tremor

 Pasien tidak ada ekspresi  mask like face

Meyerson sign  mengetuk glabella pasien  (+) jika persistent blinking (mengedip-ngedip mata)

Retropulsion test  jagaian pasien dari belakang, kita dorong pasien dari belakang untuk melihat apakah pasien bisa mempertahankan posisi atau jatuh

1 dari 4 gejala TRAP

2 dari 4 gejala TRAP

3 dari 4 gejala TRAP

(42)

Patofisiologi  ketidakseimbangan neurotransmitter antara dopamine dan asetilkolin

Dopamin terlalu rendah gerakan pasien lambat-lambat menaikkan dopamine dengan cara penggunaan levodopa

Asetilkolin terlalu tinggi  manifestasi tremor  menurunkan asetilkolin dengan cara penggunaan muscarinic antagonist / asetilkolin antagonist

(43)

 Jika tidak ada gangguan fungsional (gangguan aktivitas setiap hari)  neuroprotektif

 Jika ada gangguan fungsional dan gejala dominannya tremor  antikolinergik  Triheksifenidil 3-15 mg/hari

 Jika ada gangguan fungsional dan gejala dominannya bukan tremor, tetapi rigiditas atau bradikinesia atau postural instability :

- Usia > 60 tahun  Levodopa 100 mg/hari atau Carbidopa 25 mg/hari - Usia < 60 tahun  Dopamin agonis  Pramipexole 1,5 – 4,5 mg/hari

atau Ropinirole 0,75 – 24 mg/hari

 Jika respon terhadap pengobatan : - Baik  pertahankan dosis rendah - Tidak respon  tingkatkan dosis

- Wearing off  COMT inhibitor  Entacapone 20 mg/hari bersamaan dengan setiap dosis levodopa (max 1600 mg/hari)

- Tardive dyskinesia  kurangi dosis levodopa, tingkatkan dopamin agonis

(44)

Lesi striatum  nukleus caudatus + putamen

Lesi nukleus

subthalamikus Lesi putamen Gerakan cepat pada

ujung-ujung jari distal

Gerakan cepat di sendi proximal

Gerakan lambat biasanya pada pergelangan tangan Gerakan seperti orang

menari  dance-like phenomenon

Gerakan tidak terarah dan aneh  violent flinging phenomenon

Gerakan seperti orang menulis  writing

phenomenon N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

 Polio  kelumpuhan LMN dengan topis paling proximal  pada kornu anterior

 Etiologi  virus polio (enterovirus) transmisi fekal-oral

 3 jenis polio :

1. Abortif  gejala flu biasa, mialgia, nyeri kepala, sakit tenggorokan (sudah pernah vaksinasi)

2. Aseptik meningitis  bisa menyebabkan meningitis tetapi tidak ada bakteri disana

3. Paralitik  kelumpuhan

Kelemahan LMN unilateral  terjadi hemiparesis/hemiplegia selalu unilateral

 Manifestasi klinis :

- Gejala kelemahan LMN - Refleks tendon menurun

- Atrofi otot  3-5 minggu lalu menetap selama 3 bulan - Tidak akan pernah mengalami gejala sensorik

- Hanya kerusakan motorik dan bisa terjadi gangguan otonom  retensi urin

- Tanda rangsang meningeal

- Gangguan saraf kranialis (poliomielitis bulbar)  kerusakan n.IX (difagia), n.X (disfonia) dan n.XII (disartria)

- Pasien bisa mengalami gangguan pernapasan

(45)

Tatalaksana polio :

- Belum ada antivirus yang efektif terhadap virus polio

- Suportif  penting dilakukan vaksinasi (pada saat bayi lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral.

Selanjutnya untuk polio-1, polio-2 dan polio-3 serta booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV (sebaiknya paling sedikit mendapat 1 vaksin IPV)

- Analgesia - Ventilasi - Trakeostomi

- Mobilisasi dini  cegah ulkus dekubitus

(46)

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

 GBS  kelumpuhan LMN bilateral

 Pasien GBS onset cepat (<14 hari) + inflamasi selubung mielin di akson (mimikri molekular  proses bakteri menyerupai mielin  adanya infeksi yang didahului diare atau ISPA  konduksi hantar saraf lambat) + polineuropati (gangguan pada neuron motorik + sensorik + otonom)  Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

 Kelumpuhan dan gangguan sensorik dimulai dari paling distal ekstremitas, kemudian lama-kelamaan akan naik  glove and stocking phenomenon

Manifestasi klinis : - Gejala LMN

- Kelemahan tubuh simetris progresif yang bersifat ascending - Hilangnya refleks tendon

- Diplegia fasialis  paresis n.VII tipe LMN sifat bilateral - Paresis otot pernapasan

- Parestesia pada tangan dan kaki

Diagnosis :

- Berdasarkan gejala klinis + pemeriksaan fisik - Pemeriksaan penunjang :

1. Kadar elektrolit 2. Fungsi hepar

3. Kadar kreatinin fosfokinase  jika ada lisis otot

4. EMG  tanda demielinisasi dari perlambatan konduksi, perpanjangan latensi distal, perpanjangan gelombang F, blok konduksi atau berkurangnya respon terhadap rangsang 5. Pemeriksaan fungsi paru

6. LCS / CSF  peningkatan protein (peningkatan kurva disosiasi sitoalbumin  protein meningkat tetapi sel leukosit tidak meningkat karena tidak ada bakteri di CSF) serta jumlah sel <10 mononuklear sel/mm3

Tatalaksana :

- Perawatan intensif  berkurangnya forced vital capacity / FVC (<20 ml/kg) atau kelemahan otot bulbar  rawat ICU

- Plasma exchange / plasmaferesis 200 – 500 ml/kgBB 5 kali dalam 2 minggu  antibodi yang sudah diprogram tubuh untuk menyerang mielin  dicuci

- Immunoglobulin intravena (IVIG) 0,4 gr/kgBB/hari (1 vial 2,5 gr/50 cc) - Plasmaferesis atau IVIG  imunoterapi paling baik dilakukan pada 2

minggu pertama

(47)

AIDP

Kelemahan neuron motorik saja sifatnya bilateral ascending, sensorik dan otonom jarang terjadi

Makrofag menyerang selubung mielin utuh dan meniadakan

akson

AMAN Lebih menyerang otot-otot pernapasan

Makrofag menyerang nodus Ranvier dimana disisipkan diantara akson dan axolemma sel Schwann di sekitarnya dan meninggalkan selubung mielin

utuh AMSAN

Kelemahan dapat motorik (kelemahan), sensorik (parestesia)

bisa juga dengan gangguan pernapasan

Sama dengan AMAN + keterlibatan akar ventral dan

dorsal

MFS

Trias  ataxia (gangguan keseimbangan), areflexia (kelemahan tipe LMN  menurun), oftalmoplegia (gangguan pada saraf kranialis

untuk pergerakan bola mata)

Kelainan konduksi sensorik, meskipun patologi yang

mendasari belum jelas

APN

Gagal sistem otonom pasien (tensi naik turun, heart rate menurun, respirasi menurun  ensefalopati)

Terjadi kegagalan simpatis dan parasimpatis yang meluas

AIDP  Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy AMAN  Acute Motor Axonal Neuropathy

AMSAN  Acute Motor and Sensory Axonal Neuropathy MFS  Miller Fisher Syndrome

APN  Acute Pandysautonomic Neuropathy

(48)

Gejala khas

Asimetris dan atrofi sangat jelas

Simetris dan dimulai dari

distal lalu naik ke atas

Spesifik pada saraf tertentu

 gejala sensorik, motorik dan otonom pada

penjalaran saraf tertentu

Seluruh medulla spinalis terkena lesi / inflamasi  komplit sehingga tonus otot sangat

jelek Disfungsi

kandung kemih

Bisa terjadi Sementara Tidak pernah Sangat jelas Kecepatan

konduksi saraf

Abnormal Normal

EMG Abnormal Normal

N.1 (Olfaktorius) Sensorik Hidung

N.2 (Optikus) Sensorik Mata

N.3 (Okulomotor) Motorik Otot-otot mata (selain m. oblique superior dan m. rektus lateral) N.4 (Troklearis) Motorik Muskulus oblique superior N.5 (Trigeminal) Sensorik Wajah, sinus, gigi, dan lain-lain

Motorik Otot mastikasi N.6 (Abdusens) Motorik Muskulus rektus lateral

N.7 (Fasialis) Sensorik Rangsang anterior lidah (pengecapan) Motorik Otot-otot wajah (ekspresi)

N.8 (Vestibulokoklearis) Sensorik Telinga bagian dalam N.9 (Glossofaringeal)

Motorik Otot di faringeal

Sensorik Bagian posterior lidah, tonsil dan faring

N.10 (Vagus)

Motorik Jantung, paru-paru, bronkhi, traktus gastrointestinal

Sensorik

Jantung, paru-paru, bronkhi, trakea, laring, faring, traktus gastrointestinal,

telinga luar

N.11 (Aksesorius) Motorik Muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius

N.12 (Hipoglossus) Motorik Otot di lidah

 Myasthenia gravis  kelemahan yang diakibatkan oleh gangguan transmisi sinyal pada neuromuscular junction (NMJ)  akibat autoantibodi IgG pada reseptor asetilkolin  kekurangan asetilkolin secara relatif

 Penyakit autoimun  dimediasi hipersensitivitas tipe II

 Etiologi  Thymoma (tumor pada kelenjar thymus)  fungsi maturasi sel T  jika sudah matang menjadi sel T helper  memanggil sel B  menghasilkan antibodi

Gejala khas  kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas atau sudah sore hari

Manifestasi klinik :

- Kelemahan tubuh asimetris  kelemahan LMN unilateral lama kelamaan akan bilateral  yang memburuk dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat

- Pertama-tama menyerang otot-otot kecil seperti m. levator palpebra dan otot ekstraokular  ptosis

- Wajah datar, disartria, kesulitan menelan dan ketidakmampuan menjaga postur kepala

(49)

Tes Wartenberg

Pasien memandang objek diatas bidang antara kedua bola mata selama + 30 detik  (+) bila terjadi ptosis

Tes Tensilon

Pasien dengan myasthenia gravis  (+) akan mengalami perbaikan pasca pemberian derivat asetilkolin (edrophonium/tensilon IV) Tes

Prostigmin/Neostigmin

Prostigmin 0,5-1 mg (asetilkolin esterase inhibitor) + atrofin sulfas 0,1 mg IM/SC  (+) bila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik

Tes pita suara Penderita disuruh menghitung 1-100  (+) suara akan menghilang secara bertahap Tes diplopia stress

Penderita diminta untuk melihat ke samping secara maksimal selama 30 detik  (+) muncul diplopia

Myasthenia okular Menyerang m. levator palpebra dan otot-otot ekstraokular  ptosis dan diplopia

Myasthenia bulbar

Menyerang batang otak bagian bawah  saraf kranialis IX,X dan XI  disfagia, disfonia dan disarthria

Myasthenia generalisata Myasthenia okular + bulbar + kelemahan ekstremitas

Myasthenia krisis Terserang otot-otot pernapasan  dispneu Drug-induced myasthenia

Riwayat konsumsi obat (misalnya

aminoglikosida, makrolida, MgSO4, obat anti epilepsi)

Elektromiografi (EMG) :

 Repetitive Nerve Stimulation (RNS) / Harvey Masland Test  suatu otot dirangsang terus-menerus, lama-kelamaan amplitudo dari otot tersebut akan menurun  paling sensitif

Tes Serologis :

 Mendeteksi antibodi pada reseptor asetilkolin (Achr-Ab)  paling spesifik, tetapi tidak sensitif 100%

 Pasien MG Achr-Ab (-) / seronegatif MG (SNMG)  tes antibodi anti- MuSK (muscle specific tyrosine kinase) dapat positif

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait