• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Cultural Identity of Coastal Communities of Sibolga: The Existence of The Sharp Dance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Cultural Identity of Coastal Communities of Sibolga: The Existence of The Sharp Dance"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

28

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

The Handkerchief Dance as a Cultural Identity of The Sibolga Coastal Community

Hikmah Asari

Samudra University, Langsa-Aceh, Indonesia [email protected]

Abstract

This study aims to determine the philosophical values contained in the handkerchief dance which can be used as a cultural identity in the coastal community of Sibolga and to determine the existence of the handkerchief dance in the coastal community of Sibolga. From the results of the study obtained data that the handkerchief dance is one of the arts that is often used by the coastal community of Sibolga in various events such as weddings, entertainment, other traditional ceremonies. This dance contains four philosophical values including the value of duty and responsibility, the value of unity, the value of identity and the value of entertainment. The forms of presentation of the handkerchief dance include: handkerchief dance movements containing silat movements; dancers consist of 2 or 4 people and all of them are male; the music used in the handkerchief dance is external music accompanied by the violin and rabana musical instruments; dancers wear clothes with sarongs, shirts/coats, and black tuguak (cap); the handkerchief dance uses the property of a handkerchief or what is known as a cloth napkin; The handkerchief dance performance is held in the courtyard of the bride's host's house which is specially made and named after the visitor. This handkerchief dance has been passed down from generation to generation by traditional elders to local youth. In the past, the handkerchief dance was carried out in ceremonies such as cutting hair, occupying a new house, circumcision of the apostle, Bimbang Adat and other national holidays. However, it is unfortunate that now it is only shown at the Bimbang Adat event and is not shown at any other ceremony. From the results of the study, it can be concluded that the philosophical values contained in the handkerchief dance are very useful for the lives of coastal communities including the value of duties and responsibilities, the value of unity, the value of identity and the value of entertainment. The frequency of using this dance is reduced because it has to compete with modern dance. In addition, the local community has no desire to maintain the arts inherited from their ancestors. Therefore, the handkerchief dance as a cultural heritage of Sibolga must be maintained and preserved.

keywords : handhanker dance, coastal communities, Sibolga, art and culture

Vol. 1, No. 2 (Jul-Des, 2023) DOI: 10.33059/jj.xxxx.xxxx Article processing;

Submit ; 30 Juni 2023 Reviewed : 19 July 2023 Published : 28 Des 2023

(2)

29

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai filosofis yang terkandung pada tarian sapu tangan yang dapat dijadikan identitas budaya dalam masyarakat pesisir Sibolga dan untuk mengetahui eksistensi tarian sapu tangan pada masyarakat pesisir Sibolga. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa tari sapu tangan adalah salah satu kesenian yang sering digunakan masyarakat pesisir Sibolga dalam berbagai acara seperti pernikahan, hiburan, upacara adat lainnya. Tarian ini mengandung empat nilai-nilai filosofis diantaranya nilai tugas dan tanggung jawab, nilai persatuan, nilai identitas dan nilai hiburan. Bentuk penyajian tari sapu tangan diantaranya: gerak tari sapu tangan mengandung gerak silat; penari terdiri dari 2 atau 4 orang dan semuanya laki-laki; musik yang dipakai dalam tari sapu tangan adalah musik eksternal diringi oleh alat-alat musik biola dan rabana; penari memakai busana dengan kain sarung, kemeja/jas, dan tuguak (peci) hitam; tari sapu tangan memakai properti yakni sapu tangan atau yang dikenal dengan nama serbet kain; pertunjukan tari sapu tangan digelar di halaman rumah tuan rumah pengantin putri yang dibuat khusus dan dinamai pengujung. Tari sapu tangan ini sudah turun temurun diwariskan oleh para petua adat kepada pemuda setempat. Dahulunya tari sapu tangan dilaksanakan dalam upacara seperti memotong rambut, mendiami rumah baru, sunat rasul, Bimbang Adat dan hari-hari besar nasional lainnya. Akan tetapi, sangat disayangkan sekarang hanya ditampilkan pada acara Bimbang Adat dan tidak ada ditampilkan di upacara lainnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai filosofis yang terkandung pada tarian sapu tangan sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir diantaranya nilai tugas dan tanggung jawab, nilai persatuan, nilai identitas dan nilai hiburan.

Frekuensi penggunaan tari ini berkurang karena harus bersaing dengan tari modern. Selain itu, masyarakat setempat tidak memiliki keinginan untuk mempertahankan kesenian warisan nenek moyang yang mereka miliki. Oleh karena itu, tari sapu tangan sebagai warisan budaya Sibolga harus tetap dijaga dan dilestarikan.

Kata kunci: Sibolga, Tarian Sapu Tangan, Masyarakat Pesisir, Seni dan Budaya

Pendahuluan

Sibolga adalah salah satu nama kota yang terletak di provinsi Sumatera Utara. Suku Pesisir merupakan suku yang mendiami wilayah Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Masuknya budaya ke pesisir Sibolga melalui aktivitas pelabuhan dan perdagangan di Pelabuhan Barus yang kemudian berpindah ke Sibolga. Hal ini mengakibatkan bertambahnya berbagai etnis pada masyarakat Sibolga dengan kekayaan budaya yang beragam pula sebagai proses multikultural di pesisir Sibolga. Masyarakat pesisir Sibolga hidup dalam sebuah kebudayaan dan terdapat kelompok etnik yang keberadaannya sangat unik. Menurut Radjoki Nainggolan, ketua Yayasan Lembaga Adat Budaya Tapanuli Tengah dan Sibolga, menyatakan bahwa keberadaan etnik pesisir telah membentuk budayanya sendiri sesuai dengan kehidupan di kawasan pantai dan sebahagian besar bermatapencaharian sebagai

(3)

30

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

nelayan. Masyarakat pesisir dikategorikan sebagai kelompok etnik tersendiri dan kebudayaan yang terbentuk di Sibolga adalah kebudayaan pesisir sesuai dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakatnya.

Mengenai budaya dan adat istiadat di masyarakat pesisir Sibolga, Koentjaraningrat mengungkapkan dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi bahwa ada tujuh unsur yang membentuk suatu kebudayaan dalam masyarakat, salah satunya adalah kesenian. Salah satu ragam kesenian yang terdapat di pesisir Sibolga yaitu kesenian Sikambang yang bagian utamanya terdiri dari tari dan nyanyian, umumnya dipergunakan untuk hiburan, turun karak (turun tanah), menakkalkan anak (mengayun anak), memasuki rumah baru, penyambutan, penobatan, peresmian, pagelaran kesenian dan pernikahan. Dalam adat pernikahan masyarakat pesisir Sibolga tidak hanya terdapat tari dan musik iringan, juga disertakan nyanyian dan pantun-pantun bersahut-sahut yang berisi nasehat-nasehat penting dimana dalam bait kata- katanya tergantung pada pekerjaan kedua pengantin yang terwujud petuah sindiran dan ungkapan perasaan bagi kedua mempelai, yaitu marapulai (pengantin pria) dengan anak daro (pengantin wanita). Tari sapu tangan merupakan kesenian yang sering dimainkan pada adat pernikahan masyarakat pesisir Sibolga.

Tari sapu tangan adalah tarian pembuka yang dilaksanakan pada kesenian Sikambang dan merupakan perpaduan dari Minang dan Melayu. Akan tetapi, tari ini dimainkan oleh etnis di luar Minang dan Melayu sebagai sebuah rasa saling menghargai sebagai bagian dari proses multikultural. Tari ini dimainkan saat acara penyambutan tamu, penobatan, pertunjukan dan pernikahan dalam acara malam barinai dan dimainkan oleh sepasang laki-laki dan perempuan diiringi dengan lagu kapri. Disebut tari sapu tangan karena sepasang penari memakai properti sapu tangan yang berbentuk empat persegi, kedua ujungnya dipegang oleh kedua tangan yang diapit atas kerja sama jari-jari tangan penari. Setelah kedua penari berdiri dengan sejajar, maka kedua tangan memegang sapu tangan tadi diangkat sejajar atau setinggi dada.

Gerakan tari sapu tangan dengan langkah tiga dan diiringi dengan irama gendang menggunakan pukulan irama satu. Nama lain dari tari ini adalah tari kapri karena diiringi oleh musik kapri. Selain digunakan dalam adat pernikahan, tari ini juga digunakan pada acara sunatan, memasuki rumah baru, mengayun anak dan sebagainya.

Kesenian tari sapu tangan menjadi identitas baru bagi masyarakat Sibolga yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Struat Hall yang menjelaskan bahwa identitas

(4)

31

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

budaya sedikitnya dapat dilihat dari dua cara pandang, yaitu identitas budaya sebuah wujud (identity as being) dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming).

Melihat fenomena interaksi identitas budaya masyarakat pesisir Sibolga tersebut, penulis merasa tertarik mengangkat topik penelitian tentang Identitas Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga: Eksistensi Tarian Sapu Tangan.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa saja nilai-nilai filosofis yang terkandung pada tarian sapu tangan yang dapat dijadikan identitas budaya dalam masyarakat pesisir Sibolga dan bagaimana eksistensi tarian sapu tangan pada masyarakat pesisir Sibolga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai filosofis yang terkandung pada tarian sapu tangan yang dapat dijadikan identitas budaya dalam masyarakat pesisir Sibolga dan untuk mengetahui eksistensi tarian sapu tangan pada masyarakat pesisir Sibolga.

.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Simaremare, Kecamatan Sibolga Utara, Kabupaten Sibolga Provinsi Sumatera Utara pada Agustus 2019. Subjek penelitian ini adalah Ketua Adat/Lembaga Adat Forum Komunitas Lembaga Adat (FORKALA), tokoh masyarakat pesisir Sibolga, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia cabang Sibolga (HNSI), nelayan serta Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sibolga.

Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah Identitas Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga:

Eksistensi Tarian Sapu Tangan. Penelitian ini melibatkan lima orang informan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan data diperoleh melalui studi lapangan (field research). Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah panduan wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan analisis data.

Hasil dan Pembahasan Tarian Sapu Tangan

Masyarakat pesisir Sibolga hidup dalam kebudayaan pesisir. Sebagai masyarakat yang hidup dekat dengan wilayah perairan maka mata pencaharian mereka pada umumnya adalah nelayan. Karakteristik masyarakat pesisir pada umumnya adalah keras dan bersifat terbuka.

(5)

32

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

Tak terkecuali dalam hal kebudayaan, terdapat kesenian masyarakat pesisir Sibolga yaitu tari sapu tangan.

Tari sapu tangan adalah salah satu kesenian yang sering digunakan masyarakat pesisir Sibolga dalam berbagai acara seperti pernikahan, hiburan, upacara adat hingga sekarang. Tari sapu tangan ini memiliki keberagaman gerak, seirama dengan musik pengiringnya yaitu musik kapri. Pada acara pesta pernikahan dilakukan pada malam hari atau malam barinai (malam basikambang), yang disajikan secara berpasangan dan diiringi musik kapri, begitu juga untuk hiburan bentuk penyajiannya dilakukan pada siang hari atau malam hari sesuai acara yang diselenggarakan.

Tari sapu tangan merupakan salah satu tarian yang terdapat di daerah Talaek, Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Tari ini diperkirakan sudah cukup lama ada dan berkembang di dalam masyarakatnya dengan pola-pola tradisi. Tetapi tidak bisa dipastikan siapa pencipta dan kapan tari ini diciptakan. Tari tradisional ialah semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang telah ada. Dalam hal ini jelas bahwa tari sapu tangan merupakan tari tradisional. Secara koreografi, tari sapu tangan merupakan tari yang memiliki banyak makna dan nilai-nilai filosofis keadatan daerah pesisir. Hal tersebut dapat dilihat dari pola gerak tari yang menggunakan gerak tari rantak kudo seperti; gerak titi batang, gerak sikuteteh dan gerak rantak senjang.

Syair lirik pantun tari sapu tangan berisi kata-kata nasehat yang harus dimengerti masyarakat pesisir dalam menempuh kehidupan secara rinci dijabarkan sebagai berikut:

1. Syair 1 dan 2 menyampaikan pesan bahwa kalau mencari jodoh jangan buru- buru atau melihat dari kejauhan, ditakutkan nanti timbul penyesalan.

2. Syair 3 dan 4 menjelaskan dua hati yang sudah saling mengenal, sehingga bisa melangkah untuk melakukan perkenalan pada masing-masing keluarganya agar mendapat restu simpati agar bisa diterima keluarganya.

3. Syair 5 dan 6 menjelaskan ketika kedua pasangan tersebut sudah mendapat restu, mereka sepakat untuk mengikat janji, untuk sehidup semati dalam membina rumah tangga yang baik sampai memiliki cucu.

4. Syair 7 dan 8 menjelaskan setelah berjanji sehidup semati, dilanjutkan dengan meminang pasangan dan bermufakat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan seperti

(6)

33

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

penjelasan pada lirik syair itu menjelaskan bahwa hutang emas dapat dibayar, tetapi hutang budi akan di bawa mati. Artinya dari syair diatas adalah bahwa kehidupan dalam rumah tangga bukanlah sebuah mainan, tetapi akan dilakukan sampai akhir hayat.

Perkawinan adalah proses menjalani hidup berliku-liku, jika ada hutang akan menjadi kewajiban untuk melunasinya.

Kesenian tari sapu tangan dikenal juga dengan sebutan sikambang/kapri yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, lagu, gerak tari maupun pantunnya. Berdasarkan struktur tari ada bagian-bagian gerak yang saling terkait satu sama lainnya dan gerak tersebut memiliki makna naratif. Tetapi ada juga sebagian gerak yang merupakan variasi makna naratif, dan sebagian gerak lainnya merupakan variasi saja. Tari pada dasarnya merupakan kegiatan kreatif dan konstruktif yang dapat menimbulkan intensitas emosional dan makna. Bentuk penyajian tari akan menampilkan nilai seninya apabila pengalaman-pengalaman dari pencipta maupun penarinya dapat menyatu dengan pengalaman lahirnya, artinya yang disajikan dapat menggetarkan emosi atau perasaan penontonnya dengan kata lain penonton merasa terkesan setelah menikmati pertunjukan tari terutama oleh penari atau pelaku tarinya.

Nilai-nilai Filosofis pada Tarian Sapu Tangan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa terdapat empat nilai- nilai filosofis dalam tarian sapu tangan sebagai berikut:

1. Nilai Tugas dan Tanggung Jawab

Nilai-nilai filosofis yang terkandung pada tarian sapu tangan sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir yang dominannya bermatapencaharian sebagai nelayan. Gerak dari tari sapu tangan bermakna sebagai kewajiban suami setelah menikah untuk mencari nafkah dan simbol sapu tangan bermakna hakikat seorang istri mengurus segala urusan rumah tangga dan menjaga anak.

Salah contoh nilai tanggung jawab dalam lirik syair tari sapu tangan terletak pada (halaman 43, bait ke-8): Setelah berjanji sehidup semati, dilanjutkan dengan meminang pasangan dan bermufakat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan seperti penjelasan pada lirik syair itu menjelaskan bahwa hutang emas dapat dibayar, tetapi hutang budi akan di bawa mati. Artinya dari syair di atas adalah bahwa kehidupan dalam rumah tangga bukanlah sebuah

(7)

34

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

mainan, tetapi akan dilakukan sampai akhir hayat. Perkawinan adalah proses menjalani hidup berliku-liku, jika ada hutang akan menjadi kewajiban untuk melunasinya.

2. Nilai Persatuan

Setiap syair yang dinyanyikan bermakna nilai kekerabatan antar masyarakat saat berkumpul, nilai persaudaraan dan nilai-nilai tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun- temurun.

Salah contoh nilai persatuan dalam lirik syair tari sapu tangan terletak pada (halaman 41- 42, bait ke-3 dan 4) menjelaskan dua hati yang sudah saling mengenal, sehingga bisa melangkah untuk melakukan perkenalan pada masing- masing keluarganya agar mendapat restu simpati agar bisa diterima keluarganya.

Tari sapu tangan ini juga mempersatukan seluruh warga kampung memupuk persatuan dan kesatuan masyarakat, juga memupuk rasa kegotong- royongan dalam bahu-membahu memeriahkan acara perkawinan.

3. Nilai Identitas

Tarian sapu tangan memiliki nilai-nilai identitas atau keunikannya tersendiri, diantaranya:

alat musik yang digunakan ialah khas daerah pesisir Sibolga, atribut tari yang digunakan menggunakan sapu tangan, syair lirik yang menggunakan bahasa daerah, dan sebagai acara pertunjukan pernikahan. Alat musik yang dimainkan terdiri dari gandang sikambang, gandang batapik, biola, singkadu dan carano.

Kesenian tari sapu tangan biasanya dipertunjukkan dalam upacara atau acara-acara adat diantaranya: upacara adat pesta perkawinan, sunat Rasul, penyambutan tamu, penobatan, turun karak (turun tanah) dan pemberian nama anak, memasuki rumah baru, pagelaran dan serta acara peresmian.

4. Nilai Hiburan

Tarian sapu tangan ialah acara pelengkap resepsi pernikahan yang dilakukan biasanya pada malam hari, yang mana seluruh pemuda-pemudi dan masyarakat desa berkumpul dan menikmati acara tersebut dengan menikmati musik serta mengikuti gerak tarian sambil bernyanyi. Nilai hiburan terletak dari (hal 41-43, bait 1-8), dikarenakan kesemua lirik dan syair dari tari sapu tangan memiliki pantun, hal tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat yang menonton pertunjukkan tarian sapu tangan tersebut.

(8)

35

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

Tarian Sapu Tangan Sebagai Indentitas Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga

Adat perkawinan bagi masyarakat pesisir Sibolga menurut tradisi dan kebiasaan dilaksanakan melalui beberapa tahap. Adapun urutan dan tata caranya sebagai berikut:

1. Risik-risik (memastikan seorang calon) 2. Sirih Tanyo (bertanya kesediaan calon) 3. Maminang (menanyakan uang mahar)

4. Manganta kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati) 5. Mato Karajo (akad nikah)

6. Adat Malam Sikambang

7. Manjalang-jalang (mohon doa restu orangtua laki-laki).

Untuk mengetahui tahap demi tahap dalam adat ini diperlukan seorang ahli yang berpengalaman mewakili keluarga untuk menghubungi keluarga yang dihajad yang dikenal dengan sebutan Talangke. Talangke bertanggungjawab sebagai wakil orang tua pihak laki- laki untuk menjalankan adat merisik sampai pada hari pernikahan dan adat manjalang-jalang.

Adapun bentuk penyajian tari sapu tangan diuraikan sebagai berikut:

1. Gerak tari sapu tangan mengandung gerak yang ada silatnya yang sama-sama memperlihatkan kepandaiannya dalam gerakan. Terdiri dari empat gerak yaitu gerak bepapasan, gerak nyerang, gerak bimbang, dan gerak besanding.

2. Penari terdiri dari 2 atau 4 orang dan semuanya laki-laki berumur di atas 30 tahun.

3. Musik yang dipakai dalam tari sapu tangan adalah musik eksternal karena diringi oleh alat-alat musik biola dan rabana. Tempo musik awalnya sedang dan akhirnya menjadi cepat. Dendang yang dipakai adalah dendang lagu dua dan berisi pantun.

4. Penari memakai busana dengan kain sarung, kemeja/jas, dan tuguak (peci) hitam. Penari tidak menggunakan alat make-up karena penari merupakan karakter laki-laki yang menunjukkan ketegasan laki-laki itu sendiri, bagi orang terdahulu alat make up hanya dipakai bagi kaum wanita saja.

5. Tari sapu tangan memakai properti yakni sapu tangan atau yang dikenal dengan nama serbet kain. Sapu tangan menambah keindahan dan ekspresi gerak dengan beberapa bentuk saputangan dalam gerak tari. Sapu tangan berbentuk segitiga (saputangan dilipat dua hingga membentuk segitiga). Sapu tangan digerakkan ke kiri ke kanan, diputar, dan diayun-ayunkan.

(9)

36

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

6. Pertunjukan tari sapu tangan dilaksanakan di Kota Manna. Pertunjukan tari ini digelar di halaman rumah tuan rumah pengantin putri yang dibuat khusus dan dinamai pengujung. Pengujung inilah arena yang akan dilalui penari dalam Bedindang.

Pengujung dibuat di tempat terbuka agar penonton dapat menyaksikan secara langsung, sehingga dapat menghibur para tamu dan menggambarkan kegembiraan pengantin.

Biasanya waktu pertunjukannya dilaksanakan pada malam hari pukul 20.00 WIB, setelah acara akad nikah pada satu hari sebelumnya.

Eksistensi Tarian Sapu Tangan di Sibolga

Tari sapu tangan yang dimainkan pada kesenian di Sibolga memiliki keunikan dan berbeda dengan tari sapu tangan yang ada di daerah lain seperti Padang dan Palembang yang mana sapu tangan yang digunakan yaitu yang cantik, bagus dan berwarna cerah. Uniknya, tari sapu tangan di Sibolga ini menggunakan serbet kain yang biasa dikenal di masyarakat.

Tari sapu tangan ini sudah turun temurun diwariskan oleh para petua adat kepada pemuda setempat. Tarian ini dimainkan oleh dua atau empat orang penari, semuanya laki-laki dengan memakai kostum kain sarung, kemeja/jas, dan tuguak itam. Gerak tari terdiri dari empat macam yaitu gerak bepapasan, gerak nyerang, gerak bimbang dan gerak besanding.

Tempat pertunjukan tari yaitu di atas pengujung, dibuat di halaman rumah tuan rumah yang mengadakan acara Bimbang Adat. Dahulunya tari sapu tangan dilaksanakan dalam upacara seperti memotong rambut, mendiami rumah baru, sunat rasul, Bimbang Adat dan hari- hari besar nasional lainnya. Akan tetapi, sangat disayangkan sekarang hanya ditampilkan pada acara Bimbang Adat dan tidak ada ditampilkan di upacara lainnya. Frekuensi penggunaan tari ini berkurang sejak tahun 2003 karena harus bersaing dengan tari modern yang bergaya hip- hop, disco, musik organ tunggal dan sebagainya. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki keinginan untuk mempertahankan kesenian warisan nenek moyang yang mereka miliki dan melambangkan ciri khas daerah Sibolga. Oleh karena itu, tari sapu tangan sebagai warisan budaya Sibolga harus tetap dijaga dan dilestarikan.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai-nilai filosofis yang terkandung pada tarian sapu tangan sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir yang dominannya bermatapencaharian sebagai nelayan. Diantaranya nilai tugas dan tanggung

(10)

37

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

jawab, gerak dari tari sapu tangan bermakna sebagai kewajiban suami setelah menikah untuk mencari nafkah dan simbol sapu tangan bermakna hakikat seorang istri mengurus segala urusan rumah tangga dan menjaga anak. Nilai persatuan, setiap syair yang dinyanyikan bermakna nilai kekerabatan antar masyarakat saat berkumpul, nilai persaudaraan dan nilai- nilai tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun. Nilai identitas, tarian sapu tangan memiliki nilai-nilai identitas atau keunikannya tersendiri yaitu alat musik khas daerah pesisir Sibolga, pakaian atau atribut menggunakan sapu tangan, syair lirik menggunakan bahasa daerah dan sebagai acara pertunjukan pernikahan. Nilai hiburan, lirik dan syair tari sapu tangan memiliki pantun yang menjadi daya tarik bagi masyarakat yang menonton. Tari sapu tangan ini sudah turun temurun diwariskan oleh para petua adat kepada pemuda setempat.

Masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli mempunyai adat yang dibanggakan dan masih dilestarikan sampai saat ini, yaitu adat upacara dan adat pernikahan. Salah satu adat pernikahan yang unik, menarik dan sering dipentaskan dalam acara perkawinan masyarakat Sibolga Tapanuli yaitu tarian sapu tangan. Tari sapu tangan ini memiliki keberagaman gerak, seirama dengan musik pengiringnya yaitu musik kapri. Tari sapu tangan juga merupakan kesenian yang sering digunakan masyarakat dalam acara hiburan dan upacara adat sampai saat ini.

Daftar Pustaka

Anna Purba. 2014. Analisis Musikal Dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir Di Kota Sibolga. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Budaya Departemen Etnomusikologi Medan. (Skripsi)

Dadan Iskandar, 2004. Identitas Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya: Kasus Etnik Madura Dan Etnik Dayak. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 6 No. 2 Tahun 2004. (Jurnal)

Dwi Irna Hasana Tanjung. 2016. Bentuk Penyajian Tari Sapu Tangan Dalam Acara Malam Barinai Versi Siti Zubaidah Pada Masyarakat Pesisir Sibolga. Pendidikan Tari Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Medan.

Efriani Simarmata. 2016. Perjuangan Pencetakan Orita Di Kota Sibolga Pada Tahun 1947- 1950. Program Studi Ilmu Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. (Jurnal)

Evi Nenta Sipahutar. 2012. Fungsi Dan Struktur Tari Anak Yang Diiringi Musik Sikambang Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Di

(11)

38

JSSSR

Journal Of Samudra Social Studies Research

E-ISSN: XXXX

Kecamatan Sibolga Kota. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Budaya Departemen Etnomusikologi Medan. (skripsi)

J. Lexy, Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Monica Mauliyandari. 2014. Interaksi Simbol Tari Sampayo Padamasyarakat Pesisir Sibolga. Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Medan.

(Skripsi)

Muhammad Takari dan Heristina Dewi. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Muhammad Takari. 2013. Seni Dalam Kebudayaan Masyarakat Sumatera Utara.

Universitas sumatera utara. (Artikel)

Muhammad johan N Huda. 2014. Dinamika Pencapaian Identitas Sosial Positif Atas Keistimewaan Yogyakarta. Jurnal Psikologi Integratif, Vol. 2, No. 1, Juni 2014, Halaman 30 – 41. (Jurnal)

Ruwaida. 2014. Kesenian Sikambang: Prespektif Multikultural Sebagai Identitas Budaya Pesisir Sibolga. Jurusan Sendratasik Program Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Medan. (Jurnal)

Safrillah, dkk .2016. Keserasian Sosial Dalam Masyarakat “Berbilang Kaum Di Kota Sibolga. Perspektif Sosiologi, Vol. 4, No. 1, Januari 2016. (Jurnal)

Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).

Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait