Istilah 'Ustadz Google' pertama kali saya dengar dari dosen Hadis saya semasa kuliah MA Ilmu Al-Qur'an dan Hadits di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta. Berbeda dengan ustadz pada umumnya yang terkadang tergagap saat ditanya, ustadz Google ini tidak pernah tahu harus menjawab apa. Sebab ilmu agama sebenarnya hanya dimiliki oleh para ulama yang jumlahnya sangat sedikit saat ini.
Jumlah kami yang diwisuda pada tahun itu tidak kurang dari 40 orang, tentunya dengan kapasitas ilmu yang kurang lebih sama. Berapa banyak di antara kita yang ketika menulis masih setia dengan ilmu perbandingan aliran-aliran seperti yang kita pelajari sebelumnya. Lucunya mereka yang tidak pernah kuliah seperti kita kuliah, tidak memahami ilmu syariat, tidak pernah duduk di bangku formal pendidikan agama, malah banyak menulis hal-hal di luar ilmu yang dipelajarinya.
Sedangkan kami yang belajar perbandingan hukum Islam justru yang paling banyak harus menulis dan merugi. Mereka yang menulis ada yang tersesat dalam SEO, jadi jika Anda melakukan pencarian Google, urutannya jauh tertinggal. Pada dasarnya saya hanya ingin mengatakan bahwa kesalahan pembacaan Al-Qur'an kepada Ustadz Google adalah pembacaan Al-Qur'an bagi yang bukan rujukan sumber ilmu, bukan ulama.
Google Bukan Ustadz
- Nisbinya Kebenaran Google
- Isi Dunia Maya Banyak Sampahnya
- Google dan Otoritas Sumber Penulis
- Bukan Guru
Dan Allah SWT tidak pernah mengutus rasul nabi atau rasul yang bernama Nabi Google alaihissalam. Dimana kebenaran tidak pernah diukur dari jumlah suara, karena kebenaran tidak sama dengan demokrasi. Sebagai gambaran, ada 100 orang zindiq yang menulis di dunia maya bahwa zina itu sah, namun hanya ada satu mukmin yang menulis bahwa zina itu haram.
Padahal tak seorang pun di dunia nyata yang berani terang-terangan menghina kepala negara di depan istana, apalagi saat ia sendirian. Namun di dunia maya, siapa pun merasa berhak untuk menghina siapa pun, baik orang tersebut dikenal maupun tidak dikenal. Kata-kata umpatan dan kata-kata kotor lumrah terjadi di dunia maya dan serasa dijamin 100% halal, seperti punya sertifikat halal.
Di tengah tumpukan sampah dan pemborosan pemikiran seperti itu, Ustadz Google tak pernah peduli. Pokoknya tugasnya hanya mencari, benar atau salah, adil atau tidak, sopan atau bejat, Ustadz Google tidak pernah bisa membedakannya. Di dunia nyata, tidak mungkin seseorang yang masuk Islam kemarin sore, tiba-tiba di pagi hari, menjadi ulama besar lalu berani menghalalkan dan mengharamkannya.
Namun di dunia maya, orang yang tidak pernah mempelajari syariah dengan baik, hanya membaca buku terjemahan atau mendownload tulisan orang lain, tiba-tiba muncul menjadi grand mufti yang fatwanya tidak pernah salah. Dan nomor satu, salahkan dulu mereka yang cuek tapi pura-pura berilmu lalu menulis di dunia maya. Tokoh seperti ini sayangnya cukup banyak berkeliaran di dunia nyata maupun dunia maya.
Artinya, bukan berarti tidak ada guru sama sekali, melainkan masyarakat tidak belajar melalui proses pembelajaran yang benar. Jadi apa yang disebutnya sains sebenarnya hanyalah keraguan dan isu-isu murahan yang beredar setiap hari.
Manfaat Positif
- Bagaimana Internet Membantu Belajar
- Guru Mengajar Lewat Internet
- Guru Menulis Buku dan Disebarkan Lewat
- Ceramah dan Buku Hanya Media
Namun tidak ada yang memungkiri bahwa buku atau kitab suci merupakan media yang cukup bermanfaat untuk memperoleh ilmu agama yang luas. Namun saya sepakat bahwa media buku atau internet saja tentu tidak cukup untuk menimba ilmu yang baik apalagi sempurna. Jika dahulu seorang ustadz mengajarkan ilmunya dengan cara mengunjungi santrinya baik itu di madrasah, pesantren maupun universitas, maka di era teknologi informasi saat ini banyak cara yang lebih mudah, cepat dan komprehensif yang bisa dilakukan. selesai.
Wahbah Az-Zuhaili, kalau nak belajar dari dia, kita kena terbang 9 jam tanpa henti ke Damsyik, Syria, negara tempat dia tinggal. Dan jika kita ingin belajar daripada Syeikh Ali Jum'ah, Mufti negara Mesir, maka kita perlu menghabiskan sekurang-kurangnya 10-11 jam terbang ke. Jadi, sebagai contoh, jika dia bersyarah secara langsung di hadapan kamera televisyen, sudah pasti bilangan orang yang boleh belajar daripada ilmunya akan mencecah jutaan orang.
Karena tanpa harus jauh-jauh ke Suriah atau Mesir, kita bisa menyaksikan ceramah beliau melalui layar televisi. Dan apa yang beliau ceramahkan ternyata juga diunggah ke internet di youtube.com sehingga kita bisa memutar video tersebut kapan saja, bahkan mereka yang tidak mempunyai parabola di rumah pun bisa dengan mudah mendownload file tersebut dan memutarnya melalui komputer. Tentu saja kami tidak mengatakan bahwa cara ini salah, karena gurunya jelas adalah orang yang berilmu.
Ali Jum'ah, masing-masing adalah ulama tempat jutaan umat Islam mendengarkan fatwanya. Dulu kalau butuh buku sebagai referensi, saya harus terbang jauh-jauh ke Arab untuk membelinya. Namun saat ini banyak sekali beredar buku-buku di internet yang ditulis oleh para ulama, baik klasik maupun modern.
Namun tetap harus kita akui bahwa menonton ceramah para ulama di YouTube atau membaca ribuan buku tidak akan menjamin kita memahami ilmu agama, atau menjamin kita bisa segera menjadi ulama. Karena guru akan memarahi kita bila kita salah paham, tidak paham atau kurang paham.
Syarat Belajar Agama Lewat Internet
Ada Guru Yang Ahli di Bidangnya
Di Internet banyak kita jumpai orang-orang yang latar belakang keilmuannya tidak jelas, namun mereka sangat bersemangat untuk bertukar kata setiap hari, baik di Facebook, Twitter, blog atau media lainnya. Seringkali ilmu-ilmu paling dasar yang seharusnya menjadi landasan dan penopang setiap jurusan terkadang tidak dipelajari. Wah yang namanya aktif dimana-mana, benarkah mengaji sesuai patokan atau sekadar bertukar pikiran.
Terlebih lagi, 5.000 pelajar Indonesia yang belajar di Al-Azhar, Mesir terkadang tidak memahami ilmu yang dipelajarinya. Jadi tidak perlu ditutup-tutupi, biarkan orang tahu apa yang dilakukan siswa kita di sana. Walaupun tentu ada juga yang belajar di Kairo dan pulang dengan membawa ilmu yang sangat berguna dan bermanfaat, namun jumlahnya sangat sedikit.
Mungkin orang seperti ini, asal sudah punya Al-Quran terjemah versi Kemenag, lalu kitab terjemahan hadits Bukhari Muslim, Bulughul Maram, lalu suka sedikit hadir di pengajian ini dan itu, lalu ia telah menjadi ulama dan berhak mengeluarkan fatwa sambil mengkritik para ulama dan pendapatnya. Menurut saya julukan ru’usan juhhala (tokoh bodoh) seperti yang disebutkan Rasulullah SAW dalam hadits Sahih Muslim sepertinya pantas kita sematkan pada tokoh seperti ini. Mereka produktif memposting di internet, namun kenyataannya mereka bukanlah ahli di bidang ilmu syariah.
Kalaupun ada tulisan, paling-paling hanya hasil penyalinan atau sekedar terjemahan buta dari sumber yang sama-sama bermasalah. Jadi, jika ada nasehat untuk tidak belajar agama dari internet, agar tidak tersesat, ada benarnya juga dalam kasus tersebut.
Interaktif
Dengan demikian, dengan bantuan internet, diskusi interaktif antara guru dan siswa dapat berlangsung secara sederhana dan lancar. Calon pembantu rumah tangga yang ingin bekerja di Hong Kong bisa mewawancarai calon majikan melalui Skype, namun kita tidak bisa menggunakan internet untuk media diskusi interaktif dengan ulama.
Kualitas Tulisan Ilmiyah
Mukhtashar Al-Muzani, Raudhatutatalibin dan sejenisnya, sehingga dengan mudah kita dapat memastikan bahwa orang tersebut sebenarnya bukanlah orang yang tepat untuk berbicara tentang hukum fiqh. Kapanpun kita berbicara tentang hukum syariah, sebenarnya ada ulama-ulama besar yang merumuskan hukum-hukum fiqih yang baku. Oleh karena itu, jika kita melihat dari sumber referensi yang digunakan, kita dapat dengan mudah membedakan mana tulisan fiqih yang berkualitas ilmiah dan mana yang tidak berkualitas ilmiah.
Semudah kita membedakan file video mana yang berkualitas 4K, HD atau VGA, resolusinya tergolong rendah.
Broken Link
Buku Tetap Rujuan Utama
Namun referensi dalam bentuk buku cetak masih lebih penting dan lebih dikenal oleh banyak orang, khususnya dalam penulisan ilmiah. Sayangnya, buku cetak tidak mudah didapat kecuali kita harus meluangkan waktu untuk berbelanja buku di toko buku atau di pameran buku. Namun bagaimana jika buku yang kita bicarakan adalah buku berbahasa Arab yang tidak dijual di negara kita.
Sama ada kita perlu pergi ke negara itu untuk membelinya, atau menyerahkannya kepada rakan yang kebetulan tinggal di sana. Mungkin kita hanya memerlukan sebaris ayat untuk dipetik, maka mengapa kita perlu membeli buku. Katakan kita ada wang untuk membeli buku, tetapi kita masih memerlukan masa untuk dapat memiliki buku.
Kita sebenarnya bisa membeli buku secara online, artinya kita tidak perlu keluar rumah untuk pergi ke toko buku.
Buku PDF
Berbahasa Arab
Faktanya, banyak ustadz, penceramah, mubaligh ternama yang sama sekali tidak paham bahasa Arab.
Buku Turats
Bajakan
Solusi Konstruktif
Nara Sumber
Namun sayang, di kalangan awam yang miskin ilmu, tokoh seperti ini sudah dianggap sebagai ahli hadis sejati. Jika kita mempelajari derajat hadis, maka dapat dipastikan siapa ahli hadis yang sebenarnya dan siapa saja yang hanya berpenampilan seperti ahli hadis namun ternyata ahli hadis palsu alias palsu. Namun, saya tidak bisa membayangkan mereka yang melakukan penelitian terhadap masyarakat awam bisa yakin bahwa mereka telah menemukan tumpukan tulisan hadis yang sebenarnya merupakan limbah beracun dan tidak jelas kedalamannya.
Media
Google sendiri memberikan solusinya melalui Google Play Book, dimana siapapun bisa menjual buku pdf di websitenya.
Tetap Harus Ada Guru
Agar baik yang menulis maupun yang membaca terjamin keselamatannya dari dosa merampas hak orang lain. Penulis saat ini menjabat sebagai Direktur Rumah Fikhh Indonesia (www.rumahfiqih.com), sebuah lembaga nirlaba yang bertujuan untuk mencetak kader-kader ulama masa depan, dengan misi mempelajari Fiqih secara orisinal, mendalam dan mendalam. perbandingan yang seimbang antar sekolah yang ada. Kegiatan: Selain aktif menulis, beliau juga mengikuti undangan dari berbagai majelis teklim ke masjid, perkantoran atau rumah tinggal di Jakarta dan sekitarnya.
Karya: Penulis telah banyak menulis karya Ilmu Fiqih yang terdiri dari 18 jilid seri Fiqih Kehidupan.