• Tidak ada hasil yang ditemukan

dalam jenis

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "dalam jenis "

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.1

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani agar dapat memajukan kehidupan yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.2 Maka dari itu pendidikan dipandang perlu menjadi pusat dalam proses perkembangan manusia untuk menjadi pribadi yang cerdas dan mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai.

Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang menyatakan bahwa

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.3

1 Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan,(Bandung: Rineka Cipta, 2013), 3.

2 Darmayanto, Suryati Darmiatun, Bintoro, Implementasi Pendidikan di Sekolah (Yogyakarta: Gava Media, 2013), v.

3 Subijanto, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemdiknas, 1995), 257.

(2)

Menuntut ilmu merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia, karena menuntut ilmu adalah salah satu tuntutan yang harus dijalankan oleh manusia dan telah dituliskan dalam kitab suci Al-Qur‟an.

Seperti firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11, yang berbunyi : ا ْوُزُشْوا َلْيِق اَذ ِاَو ْْۚمُكَل ُ ّٰاللّ ِحَسْفَي اْىُحَسْفاَف ِسِل ٰجَمْلا ىِف اْىُحَّسَفَت ْمُكَل َلْيِق اَذِا ا ْٰٓىُىَمٰا َهْيِذَّلا اَهُّيَآٰٰي

زْيِبَخ َنْىُلَمْعَت اَمِب ُ ّٰاللَّو ٍۗ ت ٰجَرَد َمْلِعْلا اىُتْوُا َهْي ِذَّلاَو ْْۙمُكْىِم اْىُىَمٰا َهْيِذَّلا ُ ّٰاللّ ِعَفْزَي اْوُزُشْواَف

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila dilakukan kepadamu:

berlapang-lapanglah kamu dalam majelis “, maka lapngkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “ Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

QS. Al-Mujadila : 11 mempunyai makna bahwasannya orang yang memiliki ilmu pengetahuan adalah orang yang mempunyai kedudukan tinggi sebab orang-orang tersebut derajatnya diangkat di sisi Allah.

Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menegaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4

4 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi, ( Bandung:

Alvabeta, 2014), v

(3)

Kaum terpelajar merupakan aset masa depan bangsa Indonesia.

Menyiapkan mereka dengan karakter unggul dan jiwa kepemimpinan berarti menyiapkan sesosok manusia yang berkarakter kuat yang dapat memberi contoh dan tauladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Apabila para pelajar diabaikan karakternya, kegagalan bangsa ini semakin dekat. Karena bangsa ini dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter buruk dan korup.5

Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. 6

Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, tetapi bisa dilakukan diluar kelas. Pendidikan harus menerapkan nilai-nilai karakter, seperti religius, jujur, disiplin, dan sebagainya.

Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam undang- undang dasar no 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

5 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 32

6Gunawan, Pendidikan Karakter, 23.

(4)

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.7

Pendidikan nilai karakter dapat disampaikan dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung mulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik, sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran tersebut, lewat mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkannya.

Metode tak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik.

Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah “gagal” karena banyak lulusan lembaga pendidikan (Indonesia) termasuk sarjana yang pandai dan mahir dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi tidak memiliki mental yang kuat, bahkan mereka cenderung amoral.8

7Subijanto, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemdiknas, 1995), 257.

8 Gunawan, Pendidikan Karakter, 29.

(5)

Padahal, pada hakikatnya pendidikan dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk mengejar score (nilai raport) yang tentunya lebih condong diperhatikan adalah kognitifnya saja, melainkan memberikan pengarahan kepada setiap peserta didik agar dapat bertindak dan bersikap benar sesuai dengan kaidah-kaidah dan spirit keilmuan yang dipelajari. Tercapainya prinsip tersebut tentunya sangat berhubungan erat dengan tugas guru sebagai tenaga pendidik. Seorang guru harus benar-benar mampu memberikan penjelasan mengenai tujuan pendidikan dan cara bersikap yang semestinya.

Sebab, mendidik adalah kegiatan memberi pengajaran kepada peserta didik, membuatnya mampu memahami sesuatu, dan dengan pemahaman yang dimilikinya, ia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan menerapkan sesuatu yang telah dipelajarinya.

Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidak efektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan.

Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan, termasuk di dalamnya Pendidikan Agama Islam. Padahal mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Dengan pendidikan moral keagamaan yang baik pada anak sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap budi pekerti atau tingkah laku anak pada masa yang akan datang.9

Mata pelajaran pendidikan agama Islam juga menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor dan afektifnya. Oleh karena itu, pendidikan tidak sekedar membentuk manusia yang cerdas saja, namun membentuk manusia yang utuh memiliki kepribadian dan akhlak mulia.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis termotivasi untuk menyusun sebuah skripsi dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang sudah dikemukakan dapat diidentifikasi masalah antara lain:

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan harus memperhatikan keseimbangan antara tumbuhnya budi pekerti, intelek, serta jasmani anak demi sempurnanya tumbuh kembang anak. Pendidikan Dilaksanakan

9 Idad Suhada, Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2017), h 91.

(7)

dengan konsep ngerti, ngroso, nglakoni yang dipadukan dengan sistem among. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah mendasar yang dapat diidentifikasi terdiri dari permasalahanpermasalahan yaitu:

1. Merosotnya nilai-nilai karakter pada peserta didik

2. Banyaknya guru yang masih hanya menerapkan sistem pengajaran, namun tidak dibarengi dengan pendidikan.

3. Minimnya percontohan karakter pendidik bagi peserta didik.

C. Batasan Masalah

Masalah dalam penelitian perlu dibatasi dengan jelas sehingga dapat mengarahkan perhatian secara seksama pada masalah tersebut.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah yang akan dikaji dan diteliti dalam tulisan ini adalah pada pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan karakter.

D. Perumusan masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Bagaimana Pandangan Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan Karakter?

(8)

b. Bagaimana Strategi Menanamkan Nilai-nilai Karakter Ki Hadjar Dewantara dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

E. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Pandangan Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan Karakter

b. Untuk mengetahui Strategi Menanamkan Nilai-nilai Karakter menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi Lembaga

Sebagai pemberi informasi tentang implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran pendidikan agama islam, serta penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan serta dapat memberikan kontribusi untuk lembaga atau institusi yang terkait.

(9)

2. Bagi Guru

Penelitian ini semoga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Guru dalam mengajar, khususnya pada mata pelajaran pendidikan agama islam.

3. Bagi Siswa

Siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan guru serta lebih mudah dalam memahami konsep pendidikan karakter dalam pembelajaran pendidikan agama islam dan dapat menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti pada implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran agama islam.

G. Metode Penelitian

Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh

(10)

fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.10

Jadi, Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan- pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi.

Beberapa peneliti menyebutnya sebagai tradisi penelitian ( research traditions).

Suatu metode penelitian memiliki rancangan penelitian tertentu.

rancangan ini menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi arti apa data dikumpulkan, dan dengan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis riset kepustakaan (library research).

Apa yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.11 Sedangkan menurut Mahmud dalam bukunya Metode Penelitian Pendidikan menjelaskan bahwa penelitian kepustakaan yaitu

10 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1995),hal. 24

11 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 3

(11)

jenis penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku atau majalah dan sumber data lainnya untuk menghimpun data dari berbagai literatur, baik perpustakaan maupun di tempat-tempat lain.12

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penelitian kepustakaan tidak hanya kegiatan membaca dan mencatat data-data yang telah dikumpulkan. Tetapi lebih dari itu, peneliti harus mampu mengolah data yang telah terkumpul dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan.

Dalam penelitian ini penulis menerapkan metode penelitian kepustakaan karena setidaknya ada beberapa alasan yang mendasarinya.

Pertama bahwa sumber data tidak melulu bisa didapat dari lapangan.

Adakalanya sumber data hanya bisa didapat dari perpustakaan atau dokumen-dokumen lain dalam bentuk tulisan, baik dari jornal, buku maupun literatur yang lain.

Kedua, studi kepustakaan diperlukan sebagai salah satu cara untuk memahami gejala-gejala baru yang terjadi yang belum dapat dipahami, kemudian dengan studi kepustakaan ini akan dapat dipahami gejala tersebut. Sehingga dalam mengatasi suatu gejala yang terjadi, penulis dapat merumuskan konsep untuk menyelasaikan suatu permasalahan yang muncul. Alasan ketiga ialah data pustaka tetap andal untuk menjawab

12 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm.

31

(12)

persoalan penelitinya.13 Bagaimanapun, informasi atau data empirik yang telah dikumpulkan oleh orang lain, baik berupa buku-buku, laporan- laporan ilmiah ataupun laporan-laporan hasil penelitian tetap dapat digunakan oleh peneliti kepustakaan. Bahkan dalam kasus tertentu data lapangan masih kurang signifikan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang akan dilaksanakan.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebab sumber data maupun hasil penelitian dalam penelitian kepustakaan (library research) berupa deskripsi kata-kata.

Moleong mengungkapkan sebelas karakteristik penelitian kualitatif, yaitu: berlatar alamiah, manusia sebagai alat (instrumen), menggunakan metode kualitatif, analisa data secara induktif, teori dari dasar atau grounded theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan data), data bersifat deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka), lebih mementingkan proses dari pada hasil, adanya batas yang ditentukan oleh fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, dan desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang sesuai dengan kenyataan lapangan), hasil

13 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 3

(13)

penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber data).14

Dari kutipan ini dapat dipahami bahwa penulis menekankan akan pentingnya proses dalam penelitian dibandingkan hasilnya. Secara umum pendekatan penelitian kualitatif pada studi kepustakaan sama dengan penelitian kualitatif yang lain. Yang menjadi perbedaan hanyalah sumber data atau informasi yang dijadikan sebagai bahan penlitian.

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.15 Penulis dalam penelitian ini akan menggali makna dari informasi atau data empirik yang didapat dari buku-buku, hasil laporan penelitian ilmiah atau pun resmi maupun dari literatur yang lain

3. Tahap-Tahap Penelitian Kepustakaan

Adapun tahap-tahap yang harus ditempuh penulis dalam penelitian kepustakaan adalah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan bahan-bahan penelitian.

Karena dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka bahan yang dikumpulkan adalah berupa informasi atau data empirik

14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 8-13.

15 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2012, hlm. 15

(14)

yang bersumber dari buku-buku, jurnal, hasil laporan penelitian resmi maupun ilmiah dan literatur lain yang mendukung tema penelitian ini.

b. Membaca bahan kepustakaan.

Kegiatan membaca untuk tujuan penelitian bukanlah pekerjaan yang pasif. Pembaca diminta untuk menyerap begitu saja semua informasi “pengetahuan” dalam bahan bacaan melainkan sebuah kegiatan „perburuan‟ yang menuntut keterlibatan pembaca secara aktif dan kritis agar bisa memperoleh hasil maksimal.16 Dalam membaca bahan penelitian, pembaca harus menggali secara mendalam bahan bacaan yang memungkinkan akan menemukan ide-ide baru yang terkait dengan judul penelitian.

c. Membuat catatan penelitian.

Kegiatan mencatat bahan penelitian boleh dikatakan tahap yang paling penting dan barang kali juga merupakan puncak yang paling berat dari keseluruhan rangkaian

4. Sumber Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan atau library research. Maka sumber data bersifat kepustakaan atau berasal dari berbagai literatur, di antaranya buku, jurnal, surat kabar, dokumen

16 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 32

(15)

pribadi dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, maka sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder, dengan uraian sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber data pokok yang langsung dikumpulkan peneliti dari objek penelitian.17 Adapun sumber primer dalam penelitian ini adalah buku yang menjadi objek dalam penelitian ini, yakni buku yang membahas Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan Nilai Karakter.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber data tambahan yang menurut peneliti menunjang data pokok.18 Adapun sumber sekunder pada penelitian ini adalah buku-buku atau sumber lain yang mengkaji tentang konsep pendidikan nilai karakter dalam pembelajaran PAI.

Buku-buku yang masuk sebagai sumber sekunder dijadikan sebagai pendukung data primer. Artinya buku ini berposisi sebagai pendukung buku primer untuk menguatkan konsep pendidikan Nilai-ilai Karakter yang ada di dalam Sumber primer.

17 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 152.

18 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, 152.

(16)

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berkaitan dengan sumber data.19 Teknik pengumpulan data yaitu berupa cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan dan menggali data yang bersumber dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Oleh karena sumber data berupa data- data tertulis, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti catatan peristiwa yang sudah berlalu yang bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.20 Atau dengan kata lain, dokumen adalah tulisan, gambar atau karya-karya yang monumental yang berisi suatu ide tertentu atau gampangnya adalah suatu pikiran atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar maupun dalam bentuk karya yang lain.

Kemudian, teknik dokumentasi adalah suatu cara yang dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda, dan sebagainya.21 Teknik dokumentasi berarti cara menggali dan menuangkan suatu pemikiran, ide atau pun gagasan

19 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya Dan Ilmu Sosoal Humaniora Pad Umumnya, (Pustaka Pelajar, 2010), 233.

20 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), 329.

21 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1993), 202.

(17)

dalam bentuk tulisan atau dalam bentuk gambar maupun karya-karya yang lain.

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan.

Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang sumber data empirik yang primer maupun sekunder berasal dari buku-buku, dokumen- dokumen, jurnal, atau literatur-literatur yang lain.

Teknik dokumentasi digunakan untuk menggali dan mengumpulkan data dari sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data primer atau sumber utama adalah berasal dari buku. Kemudian untuk pengumpulan data penunjang atau pelengkap, diperoleh dengan menggali data dari buku- buku lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam teknik dokumentasi ini, penulis akan menerapkan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:

a. Membaca sumber data primer maupun sumber data sekunder

b. Membuat catatan yang berkaitan dengan penelitian dari sumber data primer maupun sekunder tersebut.

c. Mengolah catatan yang sudah terkumpul.

(18)

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejalasan mengenai halnya. Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut:

a. Deskriptif

Deskriptif yaitu suatu analisa yang berangkat dari mendiskripsikan fenomena sebagaimana adanya yang di pilah dari persepsi subyektif. Metode ini mendeskripsikan konsep pendidikan karakter secara umum atau global dan konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dan untuk mendeskripsikan tentang ajaran hidup Ki Hajar Dewantara.

b. Deduktif

Deduktif yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang termasuk di

dalam jenis

itu (Sutrisno Hadi, 1981).22

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisis data tentang pendidikan baik pendidikan yang diperoleh anak-anak sejak kecil,

22 Sutrisno Hadi. Metodologi Research Penelitian untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi. (Yogyakarta: Andi Offset 1981), 36.

(19)

pendidikan di sekolah, di lingkungan masyarakat sampai dengan yang diperoleh orang dewasa.

c. Induktif

Induktif yaitu fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Sutrisno Hadi, 1981).23

H. Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika dalam penyusunan skripsi ditulis sebagai berikut:

BAB I, PENDAHULUAN, dalam bab ini berisi tentang, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian,dan Sistematika Penulisan.

BAB II, KAJIAN TEORITIK TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, dalam bab ini berisi tentang, Landasan Teori yaitu, Pengertian Pendidikan, Pengertian Nilai Karakter, Nilai-Nilai Pembentuk Karakter, Tujuan Pendidikan Karakter, Pendidikan Bebasis Nilai Karakter.

23 Sutrisno Hadi. Metodologi Research Penelitian untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi. 36.

(20)

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam: Pengertian Pendidikan Agama Islam, Tujuan Pendidikan Agama Islam.

BAB III, BIOGRAFI KI HADJAR DEWANTARA, dalam bab ini berisi tentang, biografi intelektual Ki Hajar Dewantara dan latar sosialnya.

BAB IV PEMBAHASAN, dalam bab ini berisi tentang, Konsep Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara dan Strategi Menanamkan Nilai Karakter Ki Hadjar Dewantara dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

BAB V, KESIMPULAN, dalam bab ini berisi tentang, Kesimpulan dan Saran.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari sumber yakni dari individu maupun perseorangan, seperti

1) Sumber Data Primer, yakni lokasi penelitian atau objek penelitian merupakan sumber data pertama tempat diperolehnya data. 35 Dalam penelitian ini, data utama adalah data