• Tidak ada hasil yang ditemukan

dampak rencana dari tapering off dan variabel makro ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "dampak rencana dari tapering off dan variabel makro ekonomi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK RENCANA DARI TAPERING OFF DAN VARIABEL MAKRO EKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN PERIODE JULI 2013 S/D

APRIL 2015

Dr. Erric Wijaya, S.E., M.E.

Sonya Gabriella, S.E.

Manajemen Keuangan, Fakultas Ekonomi, STIE Indonesia Banking School, Jl. Kemang Raya no.35 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, 17320.

Email: [email protected] dan [email protected]

ABSTRACT

Jakarta Composite Index is an indices that can be used to represent a situasion of Indonesia Stock Market. The movement of JCI caused by economic macro intern factor such as Exchange Rate and Inflation. Moreover, there are another factor from extern such as The Fed Policy Tapering of Quantitative Easing. They will be increase The Fed Fund Rate and followed by rate of other aset in their country include T-bill AS. This situasion will impose the Indonesian Stock Market.

The method used in this study is multiple linear regression analyst, T test, F test at level of significant 5 % and performed with EViews 7.1. The research focus on monthly data from July 2013 until April 2015.The result of this study showed that Exchange rate and inflation has negative significantly affect to JCI partially. While Tbill rate AS has negative effect but has no significantly affect to JCI. Tbill AS, Exchange Rate and Inflation also have together significantly affect to JCI.

Keyword: JCI, Tapering Off, Treasury Bill AS, Exchange Rate, Inflation.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu Negara.

Keunggulan Pasar Modal yaitu perusahaan dapat mendapatkan dana asing maupun domestik untuk mengembangkan usahanya Go Public. Hal ini akan mendukung kemajuan Perekonomian Indonesia. Instrumen dalam pasar modal yang digunakan adalah saham, derivatif, obligasi dan reksadana. Pasar modal di Indonesia dikenal dengan nama Bursa Efek Indonesia (BEI). Para investor di BEI menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai acuan kondisi Pasar Modal di Indonesia. Komposisi kepemilikan saham di Indonesia masih didominasi oleh investor asing sekitar 65% (http://ekonomi.metrotvnews.com/). Kepemilikan saham dalam Pasar Modal yang didominasi asing ini yang mengakibatkan adanya risiko outflow yang akan dihadapi oleh Indonesia saat terjadinya masalah pada ekonomi global.

Pelaksanaan Ekonomi Politik Liberal membuat modal swasta asing di Indonesia bertambah. Indonesia menjalin kerjasama dengan berbagai Negara, salah satunya ialah menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat. Dipertengahan tahun 2008 dan 2009 terjadinya krisis Subprime Mortgage yang mengguncang ekonomi global dan menjadi hambatan bagi negara yang bekerja sama dengan Amerika Serikat

(2)

termasuk Indonesia (www.kemenkeu.go.id). Amerika mengalami kerugian besar dari beban hutang, defisit fiskal, pengangguran, housing wealth dan penurunan modal.

Dalam rangka mengembalikan kredibilitas Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve Bank yang dikenal sebagai The Fed mengeluarkan kebijakan Quantitative Easing untuk mendukung pemulihan kondisi perekonomiannya.

Kebijakan Quantitative Easing ini sangat mempengaruhi negara berkembang dan menyebabkan aliran dana asing yang masuk bertambah dalam bentuk saham maupun pembelian Surat Utang Negara (Lavigne, Sarker, & Vasishtha, 2014).

The Fed tidak selamanya melakukan pencetakan uang untuk pembelian aset keuangan. Setelah perekonomiannya berangsur-angsur pulih, The Fed berencana untuk mengurangi pembelian obligasi secara bertahap dan akan meningkatkan suku bunga acuannya yang sejak 2008 ditetapkan mendekati nol yaitu 0 s.d ¼ persen.

Tapering memicu pengurangan investasi dari aset berisiko di Negara berkembang (Dahlhaus & Vasishtha, 2014). Banyak harga saham yang jatuh dikarenakan banyaknya aliran dana yg keluar. Pasar saham di beberapa negara mengalami penurunan sejak sinyal isu tapering off dimunculkan, Indonesia mengalami penurunan 21.1%, Thailand mengalami 20.3 %, Filipina mengalami penurunan 18.4% dan India mengalami penurunan 11.7% (www.adb.org). Kebijakan Tapering Off yang dilakukan oleh The Fed telah mempengaruhi IHSG (Putra, 2014).

Dalam Laporan Perekonomian Indonesia yang membahas tentang Dinamika Pertumbuhan Global, rencana tapering off memberikan tekanan pada mata uang di berbagai negara termasuk Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Witjaksono (2010) pada saat bahan baku produk perusahaan menggunakan bahan impor, maka akan menyebabkan biaya produksi yang akan mengurangi pendapatan sebelumnya.

Hal tersebut dilihat oleh para investor dan tidak akan menimbulkan niat beli terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Apabila ini terjadi di secara bersamaan akan mempengaruhi harga saham keseluruhan dan menurunkan IHSG.

Pada inflasi yang tinggi diharapkan tingkat pengembalian saham yang tinggi, akan tetapi pada tingkat harga – harga yang meningkat secara terus menerus perusahaan akan dirugikan karena harus berkorban uang lebih banyak untuk membeli bahan baku dan mengurangi pendapatan. Dalam penelitian Amin, M. Z. (2013) dan Wijayanti (2013) mengemukakan bahwa tingkat inflasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat dan menimbulkan dampak mahalnya faktor produksi dalam peningkatan produksi. Dalam hal ini produsen tidak akan berani untuk meningkatkan harga produknya karena akan mengakibatkan penurunan permintaan dan profitnya berkurang sehingga perusahaan terbebankan untuk membayar deviden dan akan menurunkan harga saham dan IHSG.

1.2 Rumusan Masalah

Peneliti merumuskkan masalah dalam pennelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah Suku Bunga TBills Amerika Serikat, NIlai Tukar dan Inflasi pada bulan sebelumnya berpengaruh negatif secara simultan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Juli 2013 – April 2015?

2. Apakah Suku Bunga TBills Amerika Serikat, NIlai Tukar dan Inflasi pada bulan sebelumnya berpengaruh negatif secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Juli 2013 – April 2015?

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makroekonomi

Makroekonomi merupakan ilmu yang mempelajari penggunaan sumber daya atau faktor produksi, yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas secara keseluruhan dalam satu negara (Dornbusch, R; Fischer, S; Startz, R, 2008, hal. 23).

2.1.1 Subprime Mortgage Crisis

Subprime mortgage merupakan suatu jenis pembiayaan berbasis bunga rendah yang memiliki risiko yang tinggi bagi kreditor maupun debitor. Akar penyebab Subprime Mortage adalah aktivitas pasar keuangan (financial market) yang luput dari kontrol Otoritas Jasa Keuangan di Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan penilaian Bank Internasional Settlement (BIS). Dalam laporan keuangan 2008 akar penyebab krisis adalah pinjaman yang berlebihan dan tidak hati – hati. Perusahaan investasi yang listing di NYSE seperti Citi Group, Lehman Brother, Merril Lynch, Goldman Sachs mengalami kejatuhan harga saham dan collapse sehingga menggoncangkan ekonomi Amerika Serikat (Ika, 2014).

2.1.2 Quantitatve Easing

Quantitatve Easing merupakan kebijakan moneter yang tidak lazim atau yang dikenal sebagai Unconventional Monetary Policy (UMP). Kebijakan ini guna untuk menambah likuiditas pasar yang sudah pernah dilakukan negara maju lainya seperti Inggris dan Jepang untuk menanggulangi krisis keuangan di negaranya. Kebijakan Quantitative Easing ini sangat mempengaruhi negara berkembang dan menyebabkan aliran dana asing yang masuk bertambah dalam bentuk saham maupun pembelian Surat Utang Negara (Lavigne, Sarker, & Vasishtha, 2014).

2.1.3 Tapering off

Tapering off merupakan kebijakan pengetatan uang yang dilakukan oleh The Fed dalam rangka memotong program pembelian aset (mortgage –back securities, agency debt, longer term treasury securities) oleh Pemerintah Amerika. The Fed akan melakukan kebijakan ini saat ekonomi AS berkembang pada kecepatan moderat, kondisi tenaga kerja telah menunjukkan perbaikan lebih lanjut, dan apabila pengangguran masih tinggi, belanja rumah tangga serta investasi mengalami kemajuan, sektor perumahan menguat, The Fed akan melakukan pengurangan pembelian obligasi dan akan meningkatkan suku bunga acuan (FFR). Tapering off diumumkan akan dimulai pada Januari 2014 (Labonte, 2013). Tapering off menimbulkan reaksi pasar di negara berkembang, jika negara – negara dengan fundamental makroekonomi yang kuat dan sikap kebijakan makroekonomi yang ketat akan mengalami deperesiasi mata uang yang kecil atau tidak menalamai depresiasi mata uangnya terlalu dalam (Mishra, Moriyama, N'Diaye, & Nguyen, 2014).

2.1.4 Suku Bunga Treasury Amerika Serikat (Tbill)

Suku Bunga Treasury Bills (T-Bills) merupakan salah satu jenis surat utang atau obligasi Negara yang memiliki jangka waktu 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Dalam Negara Indonesia dikenal dengan Surat Perbendaharaan Negara. Obligasi ini merupakan obligasi bebas resiko. Pada umumnya obligasi ini

(4)

digunakan untuk membiayai defisit anggaran, menutup kekurangan kas jangka pendek dan mengelola portofolio utang negara (Tandelilin, 2010). Suku bunga T-bills merupakan tingkat pembayaran atas investasi dalam jenis obligasi yang memiliki jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

2.1.5 Nilai Tukar

Nilai tukar merupakan harga mata uang dalam satu negara terhadap mata uang negara lain (Dornbusch, R; Fischer, S; Startz, R, 2008, hal. 46). Menurut Dornbusch dan Fischer (1992) yang dikutip dari Thobarry (2009) nilai tukar mata uang atau kurs dalam berbagai mata uang lainnya terbagi menjadi empat, yaitu Selling Rate (Kurs Jual), Middle Rate (Kurs Tengah), Buying Rate (Kurs Beli) dan Flat Rate (Kurs Flat).

2.1.6 Inflasi

Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga yang terjadi pada satu atau dua barang tidak termasuk dengan inflasi seperti musiman, menjelang hari raya besar atau hanya sekali saja (Budiono, Dr., 2001, hal. 155). Dalam pengukuran inflasi tidak ada indeks harga yang sempurna. Berikut merupakan jenis alat ukur inflasi yaitu deflator Produk Domestik Bruto, Indeks Harga Konsumen dan Indeks HHarga Produsen (Dornbusch, R; Fischer, S; Startz, R, 2008, hal. 40).

2.2 Investasi

Investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini yang dilakukan untuk memperoleh sejumlah dana dimasa mendatang (Tandelilin, 2010).

2.3 Pasar Modal

Dalam ketentuan umum Undang – Undang no. 8 tahun 1995 pada Bab I menjelaskan bahwa Pasar Modal merupakan suatu kegiatan yang bersangkutan dengan perdagangan efek. Efek yang ditawarkan dalam pasar modal yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, obligasi saham dan tanda bukti utang.

Pasar Modal menjelaskan bahwa Pasar modal memiliki peran dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan investasi bagi masyarakat. Menurut Kamus Pasar Uang dan Modal adalah pasar abstrak yang mempertemukan pihak penawar dana dan yang memerlukan dana jangka satu tahun ke atas (Siamat, D, 2005, hal. 487).

2.3.1 Pasar Modal Efisien

Pasar modal dikatakan efisien jika harga-harga efek mencerminkan semua informasi yang tersedia (Setyawan, 2006). Menurut Tandelilin (2010) Pasar efisiensi memiliki himpunan informasi saham yaitu Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (Weak Form), Efisiensi Pasar Bentuk Semi-Kuat (Semi- Strong Form, dan Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (Strong Form).

2.4 Saham

Saham merupakan instrumen investasi yang paling popular di pasar modal.

Perusahaan mengeluarkan saham sebagai salah satu cara untuk mendapatkan

(5)

dana dari masyarakat pemodal (Hidayat, T, 2010). Saham (Stock atau Shares) merupakan bukti tanda kepemilikan suatu perusahaan perseroan terbatas. Saham merupakan instrumen yang paling sering diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

2.5 Indeks Harga Saham Gabungan

Indeks harga saham merupakan suatu indikator pergerakan harga saham. Indeks harga saham merupakan cerminan pergerakan harga saham yang sering digunakan bagi investor untuk melakukan investasi di Pasar Modal. IHSG merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja saham yang tercatat dalam buarsa efek. Indeks harga saham gabungan dikeluarkan oleh bursa efek yang bersangkutan secara resmi dan ada yang dikeluarkan dari instansi swasta tertentu seperti media masa dan institusi keuangan (Ishomuddin & Pujiyono, 2010). IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark).

2.6 Pengaruh antar variabel

2.6.1 Pengaruh Antar Suku Bunga Tbill AS dengan IHSG

Kondisi perekonomian Amerika Serikat yang berangsur pulih membuat The Fed mengambil langkah untuk melakukan kebijakan tapering off atau dengan kata lain melakukan pengurangan pembelian aset dan akan meningkatkan suku bunga acuannya. Ketika suku bunga Fund Rate dinaikkan, masyarakat AS mengurangi keinginannya untuk membeli aset asing dan mendorong orang asing untuk membeli aset AS dan akan mengurangi arus modal keluar AS (Mankiw, 2006, hal. 259).

Kebijakan penarikan stimulus yang akan dilakukan The Fed memberikan dampak negatif dipasar modal tidak terkecuali di Bursa Efek Indonesia dan akan menurunkan IHSG. Tapering off sudah dirasakan Indonesia sejak awal tahun 2014 (Astika, 2014).

Aizenman, Binici dan Huchinson (2014) yang dikutip dari Mishra, et al. (2014) mengatakan bahwa isu tapering off dikemukakan oleh Bernanke sebagai ketua The Fed saat itu yang akan berdampak pada pelemahan pasar saham. Kebijakan Tapering Off yang dilakukan oleh The Fed telah berpengaruh secara tidak langsung terhadap IHSG (Putra, 2014).

𝐻

𝑎1

=

Tingkat Suku Bunga Obligasi T-bill Amerika Serikat berpengaruh negatif terhadap IHSG di BEI periode Juli 2013 – April 2015

2.6.2 Pengaruh Nilai Tukar Terhadap IHSG

Nilai tukar sebagai tolak ukur yang sering dilihat oleh investor. Di tengah ketidakpastian keputusan peningkatan suku bunga The Fed investor asing banyak yang melakukan penarikan dananya dan lebih bersikap wait and see (Noviyanti, 2013). Investor terlihat ingin safety dan lebih memilih menabung di bank untuk antisipasi kerugian sampai keputusan hasil pertemuan FOMC The Fed menyatakan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya. Nilai tukar semakin melemah dan hal ini menyebabkan beban yang berat bagi perusahaan serta akan mengurangi pendapatannya. Hal ini akan diperhatikan investor saat melakukan investasi dalam suatu perusahaan. Melemahnya nilai tukar mata uang akan menghilangkan minat investor untuk membeli saham perusahaan dalam Negara tersebut (Indonesia dalam penelitian ini). Hal ini akan menurunkan IHSG. Hal ini menunjukkan pengaruh

(6)

hubungan negatif antara nilai tukar Rupiah dan IHSG. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Moh. Mansur (2009), Witjaksono (2010), Setiawan (2012), Rohmanda (2012), Amin (2013) dan Wijayanti (2013) menyatakan bahwa Niilai Tukar berpengaruh negatif terhadap IHSG.

𝐻𝑎2 = Tingkat Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap IHSG di BEI periode Juli 2013 – April 2015.

2.6.3 Pengaruh Inflasi Terhadap IHSG

Hubungan Inflasi ini menggambarkan dua kemungkinan yaitu saat inflasi atau saat harga-harga sedan naik perusahaan akan dibebankan dengan biaya bahan produksi juga ikut meningkat dan akan mengurangi pendapatannya. Investor akan berpikir kembali pada kondisi ini yang menyebabkan cost push inflation devidennya berkurang, pada akhirnya investor tidak tertarik dan akan mempengaruhi harga saham dan menurunkan IHSG. Kondisi kedua yaitu pada saat permintaan meningkat tetapi supply akan barang dan jasa tidak mencukupi. Yang terjadi ialah perusahaan meningkatkan harganya demi tetap mendapatkan keuntungan dan membagi dividen kepada para pemegang saham. Hal ini menguntungkan investor dan akan meningkatkan harga saham dan IHSG. Pada penelitian terdahulu oleh Patel (2012) menyatakan bahwa Inflasi berpengaruh negatif terhadap pasar modal. Hal ini dilengkapi pernyataan Thobarry (2009) dan Novitasari (2013) pada penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG.

𝐻𝑎3 = Inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG di BEI periode Juli 2013 – April 2015.

2.6 Rerangka Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan suku bunga T- bill Amerika Serikat, Inflasi dan Nilai Tukar terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Hal ini dikarenakan harga saham dipengaruhi oleh

𝐻𝑎1 𝐻𝑎2

𝐻𝑎3

IHSG Suku Bunga T-bills AS (-)

Nilai Tukar Rupiah (-) Inflasi (-)

𝐻𝑎4

(7)

perekonomian secara makro (Halim, 2015, hal. 4). Selain itu, fluktuasi IHSG dapat di akses melalui website yahoo finance sehingga memudahkan dalam memperoleh data untuk penelitian.

Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan periode Juli 2013 sampai dengan April 2015, tepatnya setelah isu Tapering off yang dikeluarkan oleh Gubernur The Fed Amerika Ben S Bernanke Pada Juni 2013. Periode penelitian ini dengan data bulan dan memiliki time lag untuk mengetahui kinerja bulan ini yang terjadi dipengaruhi pada kinerja bulan sebelumnya. Rentang waktu tersebut dipilih agar dapat melihat pergerakan yang terjadi tiap bulan.

3.2 Tipe dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positifisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012, hal. 8). Tipe data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu sumber data yang didapatkan dari catatan, bukti, laporan historis yang dipublikasikan. Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Data Sekunder disajikan dalam bentuk dokumen, tabel, dan diagram (Sugiyono, 2012, hal. 243). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu atau time series. Data ini merupakan data yang terdiri dari satu objek atau lebih, tetapi meliputi beberapa periode waktu tertentu. Data time series ini dipengaruhi oleh urutan data, analisis ini sangat bergantung pada lag dan difference (Winarno, 2011, hal. 2.2). Jenis metode penelitian adalah hypothesis testing. Penelitian ini bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian lain atau penelitian sebelumnya (Sekaran, 2010, hal. 109).

(8)

3.3 Variabel Penellitian

Tabel 3.1

Ringkasan Variabel Penelitian

Variabel Definisi Pengukuran Skala

IHSG IHSG merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja saham yang tercatat dala Bursa Efek Indonesia dengan metode hitung rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah saham yang tercatat (Liauw &

Wijaya, 2013).

IHSG =∑(𝑃𝑏𝑎𝑧𝑒 𝑋 𝑆𝑠)∑(𝑃𝑠 𝑥 𝑆𝑠)

http://yahoo.finance.com//

Rata-rata Indeks Harga Saham Gabungansetiap bulan periode Juli 2013 - April 2015.

Rasio

Suku Bunga Obligasi T-bills

(TBR)

Suku Bunga obligasi Negara yang berjangka waktu 12 bulan utnuk menutup kekurang kas jangka pendek dan membiayai defisit Anggaran (Tandelilin, 2010).

Suku bunga T-bills (4 weeks) Suku Bunga Pasar Amerika Serikat yang ditetapkan dan dipublikasi oleh The Fed melalui website The Fed periode Juli 2013 - April 2015.

www.federalreserve.gov

Rasio

Nilai Tukar Rupiah

/ Kurs (ER)

Nilai tukar rupah terhadap dollar Amerika Serikat menurut Bank Indonesia (Witjaksono A. A., 2010).

Kurs Tengah =

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐾𝑢𝑟𝑠 𝐽𝑢𝑎𝑙+𝐾𝑢𝑟𝑠 𝐵𝑒𝑙𝑖

(Witjaksono A. A., 2010) 2

Rata- rata kurs tengah harian setiap bulan pada periode Juli 2013 - April 2015.

http://Pusatdata.kontan.co.id//

Rasio

Inflasi (INF)

Inflasi merupakankecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.

Kenaikkan harga yang terjadi pada satu atau dua barang tidak termasuk dengan inflasi seperti musiman, menjelang hari raya besar atau hanya sekali saja (Budiono, 2001, hal. 155).

Dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK)

www.bps.go.id

Inflasi pada setiap bulan periode Juli 2013 - April 2015.

Rasio

Sumber: oleh penulis

(9)

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Pasar modal atau Bursa Efek didirikan sejak Desember 1912 di Batavia oleh Hindia belanda untuk memenuhi kepentingan Pemerintahan Kolonial atau Vernigde Oostindische Compagnie (VOC). Saat itu perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan mencapai titik vakum saat perang dunia I. Perang dunia I yang terjadi pada tahun 1914 s/d 1918 memaksa bursa untuk vakum dan memindahkan kekuasaan dari tangan colonial ke perintah Republik Indonesia. Setelah meredanya perang dunia I, pada tahun 1925 diaktifkan kembali kegiatan pasar modal di Batavia dan bersamaan dengan itu dibukanya Bursa Efek di Semarang dan Surabaya. Isu politik yang terjadi pada awal tahun 1939 sebagai pemicu perang dunia II mempengaruhi perdagangan pasar modal di Indonesia. Hal ini menyebabkan bursa efek di Semarang, Surabaya dan Jakarta di tutup untuk sementara waktu. Pada tahun 1952 di aktifkan kembali bersamaan dengan dikeluarkannya Undang – Undang no. 15 tahun 1952 tentang peraturan – peratuan Bursa Efek yang ditetapkan oleh mentri keuangan. Akan tetapi pengaktifan Bursa Efek ini tidak berlangsung lama dikarenakan kondisi ekonomi yang lesu dan menyebabkan pasar modal semakin jatuh pada tahun 1958.

Pemerintah Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada 10 Agustus 1977 dan disahkan oleh Presiden Soeharto pada masa Orde Baru. Pengaktifan kembali pasar modal ini ditandai dengan go public –nya perusahaan PT. Semen Cibinong.

Pasar modal mengalami pasang surut disebabkan masyarakat lebih memilih perbankan jika dibandingkan dengan pasar modal. Seiring berjalan waktu, pasar modal mengalami perkembangan kegiatan pasar modal seperti transaksi, emiten dan volum perdagangan Bursa Efek Jakarta. Pada tahun 1995 dikenal sistem otomatis yang mampu memantau pergerakan harga saham. Sistem akurat ini dinamakan Jakarta Automated Trading System (JATS). Pada tahun 1995, Pemerintah mengeluarkan Undang – Undang no. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang diberlakukan pada tahun 1996. Pada tahun 2000, Pasar Modal mulai mengaplikasikan sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading). Pasar modal semakin mengalami perkembangan dan sejak tahun 2002 Bursa Eefek Jakarta mengaplikasikan perdagangan jarak jauh (remote trading) sehingga memudahkan transaksi perdagangan. Pada tahun 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya digabung menjadi satu kesatuan menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dikenal sebagai Indonesia Stock Exchange. Sejak tahun 2009, meluncurkan sistem perdagangan baru yaitu JATS-NextG.

4.2 Hasil Analisis Data 4.2.1 Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data terdistribusi normal atau tidak (Priyatno, 2008, hal. 187). Uji ini Untuk menghindari terjadinya bias, data yang digunakan harus terdistribusi normal. Uji normalitas di dalam penelitian ini didasarkan pada uji Jarque-Bera, dimana hipotesis yang akan diuji yaitu (Winarno, 2011, hal. 5.39 ):

H0 = data berdistribusi normal Ha = data tidak berdistribusi normal

(10)

Kriteria pengujian yang dilakukan adalah:

H0 diterima bila nilai probability pada hasil pengujian > 0.05 Ha diterima bila nilai probability pada hasil pengujian < 0.05

Tabel 4.1 Uji Normalitas

Sumber: data dilah penulis

Hasil uji normalitas dalam histogram menunjukkan bahwa semua variabel telah terdistribusi dengan normal. Hal tersebut tercermin memiliki nilai Jarque Bera 1.03 dan nilai probability 0.596 yang berada di atas α = 0.05. Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal yang berarti Ho tidak dapat ditolak.

b. Hasil Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas untuk mengetahui kondisi hubungan linier antar variabel independen. Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antarvariabel independen, multikolinieritas tidak terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen) (Winarno, 2011, hal. 5.1). Salah satu indikator terjadinya multikolinieritas yaitu jika nilai F hitung > F kritis pada dan derajat kebebasan tertentu maka model mengandung unsur multikolinieritas. Pada pengujian ini F kritis pada yang ditetapkan adalah sebesar 0,8.(Gujarati, 2007, hal. 68). Untuk melihat apakah terjadi multikolinearitas dapat dilihat dari correlation matrix.

Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas

Sumber: data diolah Penulis

Hasil uji multikolinearitas menunjukkan tidak terdapat unsur multikolinearitas karena nilai variabelnya berada dibawah 0.85. tidak terdapat hubungan antar variabel independen. Hasil tersebut dapat diamati melalui tabel correlation matrix yang menunjukkan nilai koefisien tertinggi sebesar -0.308237 yaitu koefisien yang menunjukkan pengaruh antara Nilai Tukar (ER) dan Inflasi (INF). Koefisien terendah adalah sebesar -0.103489 yaitu koefisien yang menunjukkan pengaruh antara Inflasi (INF) dengan Suku Bunga Tbill AS (TBR).

(11)

c. Hasil Uji Heterokedastisitas

Uji asumsi heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke lainnya. . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji park dengan melihat probabilitas koefisien masing-masing variabel independen. Sebelum melakukan pengujian, lebih dulu disusun hipotesis yaitu (Gujarati, 2007, hal. 92):

 Ho : Tidak terdapat heteroskedastisitas

 Ha : Terdapat heteroskedastisitas

Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah :

 Jika probability (signifikansi) < ɑ 0,05 maka Ho ditolak

 Jika probability (signifikansi) > ɑ 0,05 maka Ho diterima Tabel 4.3 Uji Heteroskedastisitas

Sumber: data diolah penulis

Hasil Uji Park menunjukkan bahwa probabilitas koefisien masing-masing variabel independen lebih besar 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho dari uji heterokedastisitas ini tidak dapat ditolak. Dengan demikian penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas karena Ho tidak dapat ditolak.

d. Hasil Uji Autokkorelasi

Istilah autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang (Gujarati, 2007, hal. 112). Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat time series, karena data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Autokorelasi dapat diidentifikasi salah satunya dengan melakukan Uji Durbin-Watson. Apabila nilai Durbin-Watson Stat tidak memenuhi kriteria, maka perlu dilakukan autoregressive (AR) dengan diferensiasi tingkat satu untuk memperbaiki nilai Durbin-Watson Stat dan probability chi-squared nya. Nilai d hitung harus terletak antara 0 dan 4. Jika nilai hitung d hitung lebih dekat dengan 0, berarti terdapat bukti adanya korelasi positif, tapi jika lebih dekat dengan 4, ada bukti korelasi negatif dan bila makin dekat nilai d dengan 2, berarti makin banyak bukti yang menunjukkan otokorelasi (Winarno, 2011). Untuk menguji keberadaan autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Gujarati, 2007, hal. 114):

(12)

1. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari 4-dL maka hipotesis nol ditolak atau berarti adanya autokorelasi. (Ho ditolak)

2. Jika d terletak di antara dU dan 4-dU maka hipotesis nol diterima. Ini berarti tidak terdapat autokorelasi. (Ho diterima)

3. Jika d terletak diantara dL dan dU atau diantara 4-dL dan 4-dU maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi

Sumber: data diolah penulis Gambar 4.1 Hasil Uji Autokorelasi

Sumber: diolah penulis

Hasil uji autokorelasi ini menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0.05, jumlah variabel bebas (k=4) dan jumlah data (n=88) maka menghasilakan nilai d sebesar 0.966, sedangkan dalam DW tabel yang dilihat dalam web www.statistikian.com dengan k=4 dan n=88 menghasilkan dL (DW batas bawah) sebesar 1.58358 dan dU (DW batas atas) sebesar 1.72429; 4-dL= 2.64164 dan 4-dU= 2.2757. Oleh karena nilai DW 0.966 berada dibawah dL maka terjadi autokorelasi positif. Untuk dapat menyembuhkan autokorelasi menggunakan metode Autoregressive yang bertujuan untuk mengeliminasi autokorelasi dengan menggunakan variabel respon dependen lag 1 atau lebih. Berikut tabel eliminasi autokorelasi autoregressive (AR1):

Tabel 4.5 Autoregressive (AR1)

Sumber: data diolah penulis

(13)

Gambar 4.2 Autoregressive (AR1)

Sumber: diolah penulis

Hasil uji AR1 nilai Durbin Watson stat sebesar 2.156498, nilai tersebut berada dalam daerah yang menyatakan bahwa Ho tidak dapat ditolak karena terletak diantara nilai 1.72 dan 2.28. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak yang berarti sudah tidak terdapat masalah autokorelasi.

4.2.2 Hasil Uji Regresi Berganda

Model pada penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan menggunakan alat bantu Eviews 7.1. Model ini digunakan untuk menguji variabel independen dengan menggunakan yaitu Suku bunga T-Bill Amerika Serikat (TBR), Nilai Tukar (ER) dan Inflasi (INF) terhadap variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Hipotesis yang dikembangkan sebelumnya berdasarkan pengujian data penelitian yang sudah lolos uji asumsi klasik, maka diperoleh hasil pengolahan sebagai berikut:

𝑰𝑯𝑺𝑮𝒕= β0 + β1 𝑻𝑩𝑹𝒕−𝟏+ β2 𝑬𝑹𝒕−𝟏+ β3 𝑰𝑵𝑭𝒕−𝟏+ AR(1) + εt

𝑰𝑯𝑺𝑮𝒕= 11403.32 – 681.76 𝑻𝑩𝑹𝒕−𝟏– 0.370 𝑬𝑹𝒕−𝟏– 112.11 𝑰𝑵𝑭𝒕−𝟏+ 0.95395 AR(1) 2.601720 -0.446547 -2.327997 -2.750268 13.16098 Dimana:

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan periode t β0 = Konstanta

β1, β2, Β3… = Koefisien masing-masing variabel independen 𝑇𝐵𝑅𝑡−1 = Suku Bunga T-Bill periode t-1

𝐸𝑅𝑡−1 = Nilai Tukar periode t-1 𝐼𝑁𝐹𝑡−1 = Inflasi periode t-1

ε = Estimasi Error

t = Time Series Identifiers (pengganggu)

Kostanta sebesar 11403.32; artinya apabila Suku Bunga T-bill AS, Nilai Tukar dan Inflasi nilainya nol, maka IHSG tidak akan mengalami kenaikan sebesar 11403.32.

1. Koefiesien regresi Suku Bunga Tbill AS sebesar -681.76 (bertanda negatif) artinya bahwa setiap kenaikan tingkat suku bunga Tbill AS sebesar satu persen dengan asumsi variable independen lainnya tetap maka IHSG akan mengalami penurunan sebesar 681.76 satuan.

2. Koefisien regresi Nilai Tukar sebesar -0.37 (bertanda negatif) artinya setiap nilai tukar mengalami depresiasi nilainya sebesar satu persen dengan

(14)

asumsi variable lainnya dianggap tetap, maka IHSG akan mengalami penurunan sebesar 0.37 satuan.

3. Koefisien regresi Inflasi sebesar -112.11 (bertanda negatif) artinya setiap inflasi mengalami kenaikan satu persen dengan asumsi variable lainnya dianggap tetap, maka IHSG tidak akan mengalami penurunan sebesar 112.11 satuan.

4.3 Hasil Uji Hipotesis 4.3.1 Hasil Uji T

a. Hasil Uji Hipotesis 1 (TBR)

Pengujian hipotesis pertama, penelitian ini menggunakan uji T yang memiliki hipotesis sebagai berikut:

𝐻𝑎1= Tingkat Suku Bunga Obligasi T-billAmerika Serikat berpengaruh negatif terhadap IHSG di BEI periode Juli 2013 – April 2015.

Dengan tingkat signifikansi α = 0.05, maka kriteria pengujian dari hipotesis ini adalah:

Jika signifikansi > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak Jika signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Dari hasil tabel uji T dapat dilihat signifikansi Suku Bunga Tbill AS sebesar 0.661 yaitu lebih besar dari 0.05. Berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa Suku Bunga Tbill AS mempunyai pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap IHSG.

b. Hasil Uji Hipotesis 2 (ER)

Pengujian hipotesis 2 menggunakan uji T yang memiliki hipotesis sebagai berikut:

𝐻𝑎2 = Tingkat Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap IHSG di BEI periode Juli 2013 – April 2015.

Dengan tingkat signifikansi α = 0.05, maka kriteria pengujian dari hipotesis ini adalah:

Jika signifikansi > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak Jika signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Dari hasil tabel uji T dapat dilihat signifikansi Nilai Tukar Rupiah terhadap dolar AS sebesar 0.033 yaitu lebih kecil dari 0.05. Berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa Nilai Tukar Rupiah terhadap dolar AS mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.

c. Hasil Uji Hipotesis 3 (INF)

Pengujian hipotesis 3 menggunakan uji T yang memiliki hipotesis sebagai berikut:

𝐻𝑎3= Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG di BEI priode Juli 2013 – April 2015.

Dengan tingkat signifikansi α = 0.05, maka kriteria pengujian dari hipotesis ini adalah:

Jika signifikansi > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak Jika signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Dari hasil tabel uji T dapat dilihat signifikansi Inflasi sebesar 0.014 yaitu lebih besar dari 0.014. Berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa Inflasi mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.

(15)

4.3.2 Hasil Uji F

Pengujian hipotesis 4 dalam penelitian ini menggunakan uji F, yang memiliki hipotesis sebagai berikut:

𝐻𝑎4 = Suku Bunga T-bill Amerika Serikat, Nilai Tukar dan Tingkat Inflasi, berpengaruh terhadap IHSG di BEI periode Juli 2013 – April 2015 Dengan tingkat signfikan (α) sebesar 0.05%, maka kriteria dari pengujian hipotesis ini adalah:

Jika signifikansi > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak Jika signifikansi < 0.05, maka Ha diterima dan Ho ditolak

Nilai signifikansi dalam tabel uji F sebesar 0.000002 atau lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan Ho tidak dapat diterima. Hal ini berarti bahwa ketiga variabel independen yaitu Suku Bunga Tbill AS, Nilai Tukar dan Inflasi secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia.

4.4 Implikasi Manajerial

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakan harga seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. IHSG digunakan sebagai indikator penilaian pasar modal di Indonesia. Ada dua kondisi yang dapat dilihat oleh investor pada saat melihat IHSG yaitu saat IHSG berwarna hijau dengan tanda panah keatas menandakan kenaikan IHSG pada saat itu dan hal ini membuktikan bahwa dalam pasar modal sedang ada iklim investasi yang baik. Akan tetapi pada saat kondisi IHSG berwarna merah dengan tanda panah kebawah menunjukkan iklim investasi dalam Indonesia sedang tidak baik ditandai adanya capital outflow yang banyak. Oleh karena itu investor harus memperhatikan kondisi ekonomi makro apa yang terjadi di dalam dan di luar negeri yang dapat mempengaruhi IHSG. Nimas (2011) mengatakan variabel makro akan menyebabkan sentimen pasar.

Ditengah ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan oleh Bank Sentral Amerika yang akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat ini menyebabkan kebimbangan pada investor yang ada di pasar modal negara Emerging Maket termasuk Indonesia. Menurut teori Wijaya (2004) saat suku bunga acuan meningkat akan mempengaruhi suku bunga simpanan dan pinjaman. Hal ini jika diimplikasikan saat suku bunga acuan The Fed meningkat akan berpengaruh pada tingkat suku bunga lainnya termasuk Tbill AS. Hal ini akan menarik perhatian investor asing akan imbal hasil dari Tbill AS. Hal ini menjadi pertimbangan bagi investor untuk tetap bertahan investasi di Pasar modal Indonesia atau menjual sahamnya dan membeli Tbill di Amerika dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan capital outflow yang besar dan menyebabkan IHSG menurun. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang juga menunjukkan hasil negatif antara suku bunga Treasury Bill AS dengan IHSG.

Selain suku bunga Treasury Bill AS yang mempengaruhi IHSG adapula variable makro ekonomi di Indonesia yaitu Nilai Tukar Rupiah juga menjadi tolak ukur investor dalam berinvestasi di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi, nilainya terus mengalami peningkatan dan diiringi pelemahan IHSG yang semakin menurun. Nilai tukar menjadi sinyal bagi investor untuk berinvestasi atau tidak. Nilai tukar yang lemah menghilangkan minat investor dan akan menurunkan harga saham serta menyebabkan penurunan IHSG. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang juga menunjukan hasil negatif signifikan terhadap IHSG.

(16)

Selain variabel makro nilai tukar rupiah, Inflasi juga menjadi tolak ukur investor dalam melakukan investasi di Indonesia. Inflasi dapat dilihat dari sisi investor dan perusahaan. Dari sisi investor, saat inflasi harga – harga barang produksi sedang mahal dan terus mengalami peningkatan. Daya beli investor akan berkurang, investor akan lebih memilih untuk mengurangi dan menahan dana investasinya. Hal ini akan berdampak pada harga saham dan mempengaruhi IHSG.

Jika dillihat dari sisi Perusahaan, saat inflasi perusahaan akan mengeluarkan uang untuk membelanjakan bahan produksinya dan mengurangi profit perusahaan. Calon investor pada umumnya melihat laporan keuangan perusahaan, jika dampak inflasi mempengaruhi profit perusahaan menjadi kecil, investor tidak akan tertarik dengan perusahaan tersebut dan hal ini akan menyebabkan penurunan harga saham yang membuat IHSG terus melemah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.

Secara bersama-sama Suku Bunga Treasury Bill AS, Nilai Tukar dan Inflasi dapat mempengaruhi IHSG secara signifikan. Kebijkan The Fed mengurangi quantitative easing dan meningkatkan suku bunga akan mempengaruhi pasar modal negara berkembang termasuk Indonesia. Investor cenderung akan memilih untuk menginvestasikan dananya di tempat yang berisiko kecil dan mendapatkan return yang besar. Investor akan menangkap sinyal baik tersebut dari The Fed dan menjual saham yang ada di Indonesia, Rupiah di konversikan terhadap dolar AS, sehingga rupiah semakin melemah. Hal ini akan menyebabkan penurunan daya beli bagi perusahaan dan investor. Investor akan cenderung menahan dananya untuk tidak berinvestasi dahulu dan memilih investasi di tempat yang berisiko kecil dan menguntungkan. Hal ini akan mempengaruhi pasar saham di Indonesia dan menyebabkan IHSG terus mengalami pelemahan.

V. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Hasil uji hipotesis secara parsial, variabel Nilai Tukar dan Inflasi memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap IHSG sedangkan suku bunga Treasury Amerika memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap IHSG. Hasil uji hipotesis secara simultan menunjukkan bahwa suku bunga Treasury Amerika Serikat, Nilai Tukar dan Inflasi bersama-sama mempengaruhi IHSG.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis kepada pembaca berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagi Investor dan Pengamat Pasar Modal

Agar dapat mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabunagn dengan menggunakan beberapa pendekatan ekonomi makro seperti inflasi dan nilai tukar sebagai kajian sebelum melakukan investasi di Indonesia maupun di Negara lain karena dua variabel tersebut yang paling signifikan mempengaruhi IHSG.

2. Bagi Pemerintah dan Bank Indonesia

Agar mengantisipasi dampak terburuk yang akan diterima Indonesia saat The Fed secara melakukan tapering off seutuhnya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuannya saat perekonomian AS sudah kembali kuat. Agar Bank Indonesia dan Pemerintah mampu berkoordinasi dengan melakukan bauran kebijakan dan mengintervensi dengan menahan tingkat suku bunga acuan

(17)

dalam negeri untuk mendorong pertumbuhan kredit sehingga dapat mendorong ekspor. Bank Indonesia lebih memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengendalikan laju inflasi dengan menjaga ketersediaan barang pokok agar harga tetap stabil serta melanjutkan kebijakan struktural demi menumbuhkan opimisme pelaku pasar termasuk investor.

3. Bagi Akademisi

Bagi yang ingin melakukan penelitian pada bidang sejenis maka disarankan agar dapat menambah periode penelitian dan meneliti setelah terjadinya tapering off tepatnya setelah The Fed melakukan kebijakan peningkatan suku bunga acuannya serta menambah variabel ekonomi makro lainnya yang dapat mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amin, S. E. (2013). Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar (USD/IDR), dan Indeks Dow Jones (DJIA) Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI)(Periode 2008-2011). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. 1(1)., 17.

Anggraheni, B. D. (2014). Analisis Pengaruh Kebijakan Quantitative Easing (QE) Amerika Serikat Terhadap Volatilitas Indeks LQ45 Di Bursa Efek Indonesia. Doctoral dissertation, UAJY).

Arifin , S., Winantyo, A., & Kurniati, Y. (2007). Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur.

Jakarta: Gramedia .

Astika, M. G. (2014). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi Terhadap Nilai Emisi Obligasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2013. Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan - Fakultas Ekonomi UM.

Avonti, A. A., & Prawoto, H. (2004). Analisis pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga BI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek jakarta. Jurnal Akuntansi Bisnis, 3(5)

Budiono, D. (2001). Pengantar Ilmu Ekonomi No.2, Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2006). Metode Riset Bisnis volume 1 edisi 9. New York:

McGraw-Hill PT Media Global Edukasi.

Dahlhaus, T., & Vasishtha, G. (2014). The Impact of U.S. Monetary Policy Normalization on Capital Flows to Emerging Market Economies. Banking of Canada Working Paper, Djohanputro, M. P. (2006).Prinsip - Prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: Penerbit PPM. 25.

Dornbusch, R; Fischer, S; Startz, R. (2008). Makroekonomi. PT Media Global Edukasi.

Gujarati, D. N. (2007). Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 3.Jakarta: Erlangga.

Gumanti, T. A., & Utami, E. S. (2002). Bentuk Pasar Efisien Dan Pengujiannya. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Vol. 4, No. 1,, 54-68.

Gumilang, R. C. (2014). Pengaruh Variabel Makro Ekonomi, Harga Emas Dan Harga Minyak Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Studi pada Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013). Jurnal Administrasi Bisnis, 14, 9.

Halim, D. A. (2015).Analisis Investasi dan Aplikasinya: Dalam Aset Keuangan dan Aset Riil.

Jakarta: Salemba Empat.

Hidayat , A. S., Suman, A., & Kaluge , D. (2014). The Effect of Interest Rate, Inflation and Government Expenditure Economic Growth in Indonesia Period of 2005-2012.

Journal of Economic and Sustainable Development Vol. 5, No.15, 8.

Hidayat, T. (2010). Buku Pintar Investasi Reksadana, Saham, Opsi Saham, Valas Dan Emas.

Jakarta: Mediakita.

(18)

Hosseini, S. M., Ahmad, Z., & Lai, Y. W. (2011). The role of macroeconomic variables on stock market index in China and India. International Journal of Economics and Finance, 3(6), p233.

Ika, S. (2014). Subrpime Mortgage Crisis Mengguncang Ekonomi Dunia, Cara Indonesia Untuk Bertahan. Jakarta: Nagamedia

Ishomuddin, I., & Pujiyono, A. (2010). Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Dalam dan Luar Negri Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode 1999.1- 2009.12 (Analisis Seleksi Model OLS-ARCH/GARCH). eprints.undip.ac.id, 226.

Kumar, S. (2005). The macroeconomic effects of oil price shocks Empirical evidence for India. Available at SSRN 900285.

Kurniawan, Y. J. (2013). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Indeks Nikkei 225 Dan Indeks Dow Jones Terhadap Indeks Hara Saham Gabungan Periode 2003- 2012. 20.

Lavigne, R., Sarker, S., & Vasishtha, G. (2014). Spillover Effect of Quantitative Easing on Emerging-Market Economies. Bank of Canada Review, 11.

Liauw, S. J., & Wijaya, T. (2013). Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap IHSG Di Bursa Efek Indonesia. 8.

Madura, Jeff. (2000). Manajemen Keuangan Internasional/ Edisi 4/ Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Mankiw, N. G. (2006). Priciple Of Economic. 3rd edition (Terjemahan). Jakarta : Salemba Empat.

Mansur, M. (2009). Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Kurs Dolar AS Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta PeriodeTahun 2000-2002. Research Days, Faculty of Economics-Padjadjaran University Bandung, 1-9.

Maring, V. (2011). Inflasi dan Jumlah Uang Yang Beredar di Indonesia. (Doctoral disertation UAJY), 22.

Menike, L. M. C. S. (2006). The effect of macroeconomic variables on stock prices in emerging Sri Lankan stock market. Sabaragamuwa university journal, 6(1), 50-67.

Mishra, P., Moriyama, K., N'Diaye, P., & Nguyen, L. (2014). Impact of Fed Tapering Announcement on Emerging Markets. IMF Working Paper, 35.

Nimas, A. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia Dan Straits Times Index Terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia (Periode 2005-2010). Jurnal Skripsi STIE IBS, 118.

Novitasari, I. (2013). Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia dan Suku Bunga BI Rate Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2006 - 2012. Jurnal Ilmiah, 13.

Noviyanti, F. (2013). Dampak Tapering The Fed Terhadap Kondisi Makro Ekonomi Indonesia. 8D DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, 5.

Nurlina Butarbutar, 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010, Skripsi, Universitas Sumatera Utara Medan, Medan.

Patel, S. (2012). The Effect of Macroeconomic Determinant on tehr Perfomance of the Indian Stock Market . ISSN: 0971-1023 Management Review Volume XXII , 127.

Priyatno, D. (2008). Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution): Untuk Analisis Data & Uji Statistik. Yogyakarta: Mediakom.

Putra, D. (2014). Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah US/$, Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabugan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2013. Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan - Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang

Rohmanda, D. (2014). Pengaruh Kurs Rupiah, Inflasi dan BI Rate Terhadap Harga Saham (Studi pada Indeks Sektoral Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2013). Jurnal Administrasi Bisnis, 13(1)

Setiawan, A. (2012). Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Dan Nilai Tukar Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI).

(19)

Setyawan, S. (2006). Analisis Reaksi Pasar Modal Terhadap Kenaikan Harga BBM (Studi Kasus: di Bursa Efek Jakarta untuk Saham-saham LQ 45). 85.

Siamat, D. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan (Edisi Kelima). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sukirno, S. (2010). Makroekonomi Teori Pengantar.Jakarta: PT Raja Grafindo.

Tandelilin, E. (2010). Portofolio dan Investasi (Teori dan Aplikasi). Edisi-I. Yogyakarta.:

Kanisius.

Thobarry, A. A. (2009). Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, laju inflasi dan pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham sektor properti (kajian empiris pada Bursa Efek Indonesia periode pengamatan tahun 2000-2008). Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 104.

Usman, M., Riphat, S., & Ika , S. (1997). Pengetahuan Pasar Modal. Jakarta: Institut Bankir Indnesia.

Utami, M., & Rahayu, M. (2004). Peranan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal Indonesia selama krisis ekonomi. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(2), pp-123.

Wijaya, E. (2004). Analisa Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Tabungan, Investasi, Dan Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Perbankan/Vol.1,No.1, Desember, 11.

Wijayanti, A., & Kaluge, D. (2013). Pengaruh Beberapa Variabel Makroekonomi Dan Indeks Pasar Modal Dunia Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) DI BEI. Jurnal Skripsi, 22.

Winarno, W. W. (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews Edisi ke-3.

Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.

Witjaksono, A. A. (2010). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009). Tesis, 134.

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/01/14/345063/kepemilikan-saham-masih- didominasi-investor-asing Diakses 18 Agustus 2015

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kajian_Kerja_Sama_Bilateral_RI- AS.pdfDiakses 18 Agustus 2015

www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kajian_Kerja_Sama_Bilateral_RI-AS.pdf Diakses pada 27 Mei 2015

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/12/19/my1sg4-tapering-off-bukan- lagi-isu-besar Diakses 18 Agustus 2015

http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/siaran_pers_pm/2012/pdf/Siaran-Pers- Akhir-Tahun-2012.pdf Diakses 27 Mei 2015

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150511184558-78-52620/depresiasi-kurs-semakin- dalam-rupiah-sulit-tembus-rp-12000/ Diakses 18 Agustus 2015

http://www.gatra.com/international/amerika-1/52462-janet-yellen-menyatakan-perekonomian- us-membaik.html Diakses 18 Agustus 2015

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150728181459-78-68664/ihsg-kembali-terkoreksi- pasar-modal-ri-terburuk-di-asean/ Diakses 31 Agustus 2015

http://bisnis.liputan6.com/read/676258/4-pemicu-ambruknya-ihsg-di-bawah-4000 Diakses 31 Agustus 2015

http://teorionline.net/menentukan-ukuran-sampel-menurut-para-ahli/ Diakses pada 10 Juli 2015

https://www.academia.edu/9844301/Pencegahan_Indonesia_atas_Dampak_Tappering_off_

Pelonggaran_Kuantitatif_Quantitave_Easing_oleh_The_Fed (Kasim. 2014)

http://www.bloombergview.com/quicktake/federal-reserve-quantitative-easing-tape Diakses 18 Agustus 2015

(20)

Tabel Durbin Watson Dalam www.statistikian.com/2013/03/durbin-watson-tabel.html Diakses pada 29 Juni 2015

http://Bisnis.tempo.co/read/news/2013/06/20/088489751/the-fed-hentikan-stimulus-mulai- 2014 Diakses pada 29 Juni 2015

http://www.federalreserve.gov/newsevents/press/monetary/20120913a.htm Diakses tanggal 24 Mei 2015

http://www.federalreserve.gov/newsevents/press/monetary/20090318a.htm Diakses tanggal 24 Mei 2015

http://www.federalreserve.gov/newsevents/press/monetary/20101103a.htm Diakses tanggal 24 Mei 2015

http://www.federalreserve.gov/newsevents/press/monetary/20120913a.htm Diakses tanggal 24 Mei 2015

http://www.federalreserve.gov/mediacenter/files/FOMCpresconf20130918.pdf Diakses tanggal 25 Mei 2015

https://research.stlouisfed.org/pageone-

economics/uploads/newsletter/2011/201104_ClassroomEdition.pdf Diakses tanggal 25 Mei 2015

http://finance.yahoo.com/q?s=jci&fr=uh3_finance_web&uhb=uhb2 Diakses 18 Agustus 2015 http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/907 Diakses 18 Agustus 2015

http://pusatdata.kontan.co.id/makroekonomi/kurs_bi Diakses 18 Agustus 2015 http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-

tahunan/perekonomian/Documents/LPI%202013%20ID%20-

%20Bagian%20I%20Perekonomian%20Global.pdf Diakses pada 3 September 2015 http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-

tahunan/perekonomian/Documents/LPI%202013%20ID%20-

%20Bagian%20I%20Perekonomian%20Global.pdf Diakses pada 3 September 2015 http://www.ksei.co.id/_contents/_5/I_Press%20Release/2014/Press%20Release-Triwulan- IV.pdf Diakses pada 3 September 2015

http://adb.org/sites/default/files/pub/2013/ado2013-update.pdf Diakses pada 4 September 2015

http://www.voaindonesia.com/content/bank-sentral-as-pertahankan-suku-bunga-tetap- rendah/2742754.html Diakses pada 4 September 2015

http://www.voaindonesia.com/content/ri-as-eratkan-kerjasama-dalam-berbagai- bidang/1513485.html Diakses pada 4 September 2015

Referensi

Dokumen terkait