PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fokus Penelitian
Apa sanksi bagi pelaku penyebar berita bohong (hoaks) di media sosial berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun 2016. Bagaimana perbandingan sanksi hukum bagi pelaku penyebaran berita bohong (hoax) di media sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP Islam.
Tujuan Penelitian
Apa sanksi bagi pelaku penyebaran berita bohong (hoaks) di media sosial menurut hukum pidana Islam? Untuk mengetahui perbandingan sanksi tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) di media sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Hukum Pidana Islam.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada masyarakat Indonesia khususnya dalam menyikapi persoalan berita palsu (hoax) di media sosial di kalangan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penegak hukum untuk memberikan sanksi yang lebih baik terhadap tindak pidana penyebaran berita bohong (fake news) di media sosial.
Definisi Istilah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi literatur IAIN Jember khususnya Program Studi Hukum Pidana Islam. Media Sosial: Media sosial adalah label teknologi digital yang memungkinkan orang terhubung, berkomunikasi, memproduksi, dan berbagi pesan.12.
Sistematika Pembahasan
Berita bohong (hoax) yang menimbulkan permusuhan berskala besar, seperti SARA yang terdapat pada Pasal 28 ayat. 2, yang berbunyi. Dalam hal berita bohong (hoax) yang merugikan perorangan yaitu berita bohong (hoax) yang mengandung penghinaan/pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE, maka penghinaan dan pencemaran nama baik tersebut menggeneralisasi seluruh isi penghinaan dan pencemaran nama baik dalam satu pasal yaitu Pasal 27 PCS. . (3).
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
16 Maulida Riani, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyebaran Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial (Analisis UU No. 19 Tahun 2016), Skripsi (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2018). 17 Cintya Putri Rimadhini, Pertanggungjawaban pidana penyebaran berita bohong (hoax) melalui media elektronik (kajian analisis beredarnya konten video telur palsu karya Syahroni Daud), disertasi (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2018).
Kajian Teori
Dalam persoalan berita bohong (hoax) mengenai undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik pasal 28. Persamaan UU ITE dengan hukum pidana Islam tentang sanksi bagi penyebar berita bohong (hoax) di media sosial. Perbedaan UU ITE dan KUHP Islam tentang sanksi bagi pelaku penyebaran berita bohong (hoaks) di media sosial.
Pembahasan temuan mengenai sanksi penyebaran berita bohong (hoaks) di media sosial berdasarkan undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik serta hukum pidana Islam. Pengaturan sanksi terhadap pelanggar penyebaran berita bohong (fake news) di media sosial yang tertuang dalam UU ITE meliputi kerugian ekonomi sebagaimana dimaksud pada pasal 28 ayat (1), berita bohong (fake news) yang mengakibatkan permusuhan berskala besar seperti SARA. sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dan berita bohong (hoax). Sanksi hukum terhadap penyebar berita bohong (fake news) di media sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sanksi bagi pelaku penyebaran berita bohong (hoaks) di media sosial berdasarkan UU ITE diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), serta ketentuan pidana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) dan 45A ayat (1) dan ayat (2). Terhadap pelaku yang menyebarkan berita bohong (hoaks) di media sosial sehingga melanggar Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (1) dan (2) ketentuan pidana. Persamaan dan perbedaan penerapan sanksi hukum penyebar berita bohong (hoax) di media sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Hukum Pidana Islam.
Penegakan hukum pidana terhadap penyebaran berita bohong (Hoax) di media sosial (Analisis UU No. 19 Tahun 2016).
METODE PENELITIAN
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Yakni pengumpulan data dengan cara membaca, mengutip, menuliskan dan memahami berbagai literatur yang berkaitan dengan bahan penelitian, baik berupa buku, peraturan hukum, majalah maupun dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Materi-materi tersebut disusun, dipelajari secara sistematis, kemudian ditarik kesimpulan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum positif) dan peraturan pelaksanaannya, yang mengatur permasalahan penyebaran berita bohong (hoax) di media sosial, baik pada saat perumusannya maupun pada saat pelaksanaannya. Pendekatan yang digunakan untuk membandingkan dan menganalisis aturan sanksi pidana bagi penyebaran berita bohong (hoax) di media sosial dalam hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.
Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik Analisa Data
Makna hukum dalam arti materiil adalah bahwa setiap keputusan pemerintah mengikat langsung setiap penduduk menurut isinya. Persyaratan mutlak agar suatu undang-undang dapat berlaku adalah diundangkan oleh Menteri Luar Negeri dalam Lembaran Negara. 78 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ketentuan mengenai penyebaran berita bohong atau hoax yang dapat menimbulkan masalah diatur dalam dua ketentuan UU No. 1 Tahun 1946 tentang hukum pidana pada pasal 14 dan 15. Mengenai yang dimaksud dengan “masalah” pada pasal di atas, dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan undang-undang – Undang-undang nomor 1 tentang peraturan hukum pidana mengatakan bahwa masalahnya lebih besar dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati banyak orang.82. Perbedaan antara tindak pidana Pasal 15 dengan tindak pidana Pasal 14 adalah keduanya merupakan subyek tindak pidana pada Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1946 “berita atau pemberitahuan palsu”.
Polisi akan mendakwa Ratna dengan pasal berlapis, yakni pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan pasal 28 juncto pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).86. 90Josua Julio Lalujan dan Liju Zet Viany, “Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE Tentang Kebebasan Berpendapat Di Indonesia”, Lex Et Societatis Vol.
Sanksi Penyebar Berita Bohong (Hoax) Di Media
Pasal 45A ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp satu miliar rupiah). Fenomena penyebaran berita bohong sebenarnya telah dijelaskan dalam Al-Quran seperti dalam Surat An-Nur ayat 11. Orang yang paling berjasa menyebarkan berita bohong adalah 'Abdullah bin Ubay bin Salul.95.
Dialah yang menurunkan wahyu kesucianku, 'Aishah berkata: Allah azza wajalla menurunkan ayat: "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu bahkan dari golongan kamu" (QS. An Nur:11) sebanyak sepuluh orang. ayat selepas itu Allah azza wa jalla menurunkan ayat-ayat ini untuk menjelaskan kesucianku. 103. Sebagaimana yang dilakukan oleh 'Abdullah bin Ubay bin Salul, beliau adalah pelakon utama dalam menyebarkan berita palsu dan merupakan tokoh orang munafik. Hukuman Ta'zir dikenakan kepada mereka yang menyebarkan berita palsu di samping menyebarkan berita palsu atau menuduh orang lain berzina.
Menyebarkan penipuan selain menuduh atau menyebarkan berita bohong bahwa seseorang telah melakukan perzinahan tidak dapat diancam dengan hukuman yang sama yaitu 80 cambukan. Namun menyebarkan berita bohong juga merupakan tindakan yang dibenci dan dilarang Allah dalam Al-Quran.
Analisis Perbandingan Sanksi Hukum Penyebar Berita
Analisis perbandingan sanksi hukum penyebar berita bohong (hoax) di media sosial berdasarkan UU No. 19 Tahun 2016. Kemudian bagi pelaku penyebaran berita bohong (scam) selain penipuan zina seperti menyebarkan berita bohong (scam) yang berisi pencemaran nama baik/penghinaan namun selain tuduhan perzinahan, (hoax) yang menimbulkan kerugian ekonomi seperti yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, atau menyebarkan berita bohong yang menimbulkan permusuhan luas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. hakim/penguasa menerapkan hukuman ta'zir, yaitu hukuman yang tetap. Sedangkan hukum pidana Islam secara khusus mengatur penyebaran berita bohong (hoax) yang menuduh perempuan baik-baik melakukan perzinahan.
Bagi yang menyebarkan berita bohong (hoax) dengan menuduh wanita baik-baik berzina, jika tidak bisa menghadirkan saksi menurut hukum pidana Islam, diancam hukuman cambuk 80 kali. Dalam hal berita bohong (hoax), selain menuduh perempuan baik-baik berzina, seperti hoax yang mengandung penghinaan/fitnah, tetapi selain menuduh berzina, penipuan yang menimbulkan kerugian finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat. (1) Dalam UU ITE atau penipuan yang menimbulkan permusuhan sebagaimana Pasal 28 ayat. (2) UU ITE KUHP Islam, mengatur tentang sanksi ta'zir. Pemberian sanksi bagi pelaku penyebaran hoax berdasarkan undang-undang dan hukum pidana Islam dapat mencakup hoax yang menimbulkan kerugian ekonomi, hoax yang menimbulkan permusuhan berskala besar, dan hoax yang mengakibatkan kerugian individu seperti berita bohong. hoax), yang mengandung hinaan dan fitnah.
Sedangkan Hukum Pidana Islam secara khusus mengatur penyebaran berita bohong (hoax) yang menuduh perempuan baik-baik berzina, dan sepertinya tidak ada kebohongan besar (hoax) selain berita bohong (hoax) yang menuduh perempuan baik-baik berzina. berdampak pada karakter mereka.Ana. Kemudian bagi pelaku yang menyebarkan berita bohong (hoax) selain hoax yang bersifat perzinahan, seperti menyebarkan berita bohong yang mengandung penghinaan/pencemaran nama baik, namun selain bermuatan zina, hoax yang menimbulkan kerugian ekonomi sebagaimana dalam Pasal 28 ayat (1) dari ITE. Hukum atau penyebaran berita bohong yang bersifat hoax. Dalam UU ITE dan Hukum Pidana Islam, keduanya dapat mencakup sanksi bagi penyebar berita bohong (hoax) yang menimbulkan kerugian ekonomi, berita palsu (hoax) yang menimbulkan permusuhan berskala besar, dan berita bohong (hoax) yang mengakibatkan kerugian perseorangan seperti: berita palsu (hoax) yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.
Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Magsigama Jilid 13 Nomor 1 Periode Mei 2019.
Kesimpulan
Saran
Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut agar para pelaku tindak pidana mendapatkan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, apalagi pada UU ITE yang tetap menggeneralisasi sanksi bagi penyebar berita bohong (hoax) yang melakukan penghinaan/pencemaran nama baik termasuk tanpa pembedaannya: hinaan/pencemaran nama baik yang bersifat ringan hingga hinaan/pencemaran nama baik yang berat dan berdampak besar, seperti menyebarkan berita bohong (hoax) dengan menuduh wanita baik-baik berzina. Masyarakat perlu memperjelas informasi/berita yang diterima agar di kemudian hari tidak menimbulkan mafsadah, seperti berita bohong (hoax) yang menuduh perempuan baik-baik berzina, sehingga berdampak pada nasib anak. Oleh karena itu penulis berharap kedepannya banyak mahasiswa yang membahas topik kejahatan elektronik, khususnya penyebaran berita bohong (hoax).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tinjauan hukum sosiologis terhadap berita hoax di media sosial dan upaya pencegahannya yang dilakukan oleh Polri (kajian di Polda Jawa Timur). Pertanggungjawaban pidana atas penyebaran berita bohong (hoax) melalui media elektronik (studi analisis penyebaran konten Video Telur Palsu karya Syahroni Daud).
Pemanfaatan media sosial secara cerdas dalam mengatasi berita bohong (hoax) yang dilakukan siswa SMA, Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 1.