• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dana Desa dalam triliun rupiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Dana Desa dalam triliun rupiah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Indonesia mulai intens melakukan pembangunan infrastruktur terutama di wilayah- wilayah yang masih tertinggal dalam hal pembangunan. Ketimpangan pembangunan di Indonesia memberikan dampak yang sangat besar terutama dalam hal perekonomian di Indonesia. Seperti diketahui, dengan terbatasnya akses dan infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia bagian timur menyebabkan perbedaan harga yang tinggi terhadap beberapa komoditas barang. Untuk mengurangi ketimpangan tersebut pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menjadikan pemerataan pembangunan menjadi salah satu fokus utama. Pemerintah meluncurkan program dana desa yang difokuskan untuk pembangunan desa dengan tujuan agar perekonomian desa lebih hidup dan menjadikan desa lebih mandiri dalam hal perekonomiannya.

Sumber : www.kemenkeu.go.id, diolah 2017.

Gambar 1. Grafik kenaikan dana desa

Dana desa mengalami tren kenaikan setiap tahunnya seperti terlihat dalam gambar 1. Pada tahun 2015 pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp. 9,06 Triliun, kemudian pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 dana desa mengalami kenaikan sebesar 122 persen menjadi Rp. 20,76 Triliun yang diberikan kepada 74.093 desa. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 pemerintah menaikkan dana desa menjadi Rp. 46,9 Triliun dan terakhir di tahun 2017 pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp.

60 Triliun yang didistribusikan ke desa di seluruh Indonesia

9.06

20.76

46.9

60

APBN 2015 APBNP 2015 APBN 2016 APBN 2017

Dana Desa dalam triliun rupiah

(2)

2 (www.kemenkeu.go.id). Untuk mencapai tujuan pemerataan pembangunan melalui dana desa tersebut maka pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2015 yang kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2016, setiap desa akan mendapatkan dana dari pemerintah yang dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Untuk dapat mengimplementasikan dana desa dengan baik maka pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Desa No. 3 Tahun 2015 tentang pendampingan desa. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pendampingan desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan, dan fasilitas dalam pengelolaan dana desa.

Pengelolaan dana desa sendiri dibagi kedalam tiga tahapan yaitu perencanaan program- program yang akan dilakukan, implementasi dari setiap program yang sudah direncanakan dan pelaporan. Pelaporan penggunaan dana desa akan disajikan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban dana desa.

Laporan pertanggungjawaban dana desa akan dibuat oleh setiap perangkat desa sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa dalam pasal 35 ayat 3 yang menyebutkan bahwa bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban. Dalam pasal 34 ayat 4, laporan pertanggungjawaban tersebut disampaikan setiap bulan kepada kepala desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintahan, laporan keuangan daerah termasuk didalamnya laporan pertanggungjawaban dana desa harus disajikan sesuai standar akuntansi pemerintahan dan harus mampu disajikan dengan tepat waktu sebagai salah satu bentuk dari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa. Untuk mencapai hal tersebut pemerintah daerah harus didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks pemerintahan daerah sumber daya tersebut dikenal sebagai satuan kerja perangkat daerah. Dalam konteks pemerintahan desa, sumber daya manusia dikenal dengan nama perangkat desa. Perangkat desa terdiri

(3)

3 dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya seperti kepala urusan, kepala seksi dan kepala dusun yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Kedudukan perangkat desa diatur di dalam UU No. 32 Tahun 2004.

Dalam pelaksanaan dana desa di tahun pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan masalah terkait pengelolaan dana desa yang terdiri dari aspek regulasi kelembagaan, aspek tata laksana, aspek pengawasan dan aspek sumber daya manusia. Permasalahan yang muncul dalam aspek pelaksanaan terdapat masalah kerangka waktu pengelolaan anggaran desa yang sulit dipatuhi oleh desa, laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi. Sedangkan dilihat dari aspek sumber daya manusia terdapat potensi persoalan yakni tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi dengan memanfaatkan lemahnya aparat desa, karena sebagian perangkat desa tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadahi dan sebagian telah memasuki usia yang tidak produktif lagi (Sindo news, Juni 2015). Di wilayah Kabupaten Semarang terdapat permasalahan dalam hal pertanggungjawaban dana desa. Berdasarkan implementasi pengelolaan dana desa di Jawa Tengah yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Jawa Tengah ditemukan bahwa laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana desa pada tahap I menunjukkan bahwa di Kabupaten Semarang belum semua desa telah melaporkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa. Hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain kemampuan SDM aparatur pelaksana di Desa, dan penyaluran/pencairan dana desa hingga Triwulan ke IV dipengaruhi oleh faktor iklim yang telah memasuki musim hujan (Balitbang, 2015). Berdasarkan wawancara pendahuluan dengan salah satu perangkat desa di salah satu desa di Kabupaten Semarang, peneliti menemukan bahwa bendahara desa tidak menjalankan tugasnya seperti melakukan penatausahaan serta membuat laporan pertanggungjawaban keuangan desa, bendahara desa hanya memegang uang saja tanpa melakukan penatausahaan atau membuat catatan apapun.

Dalam perkembangan pelaksanaan dana desa yang tergabung dalam keuangan desa, mulai tahun 2017 semua desa harus sudah melakukan perencanaan , penatausahaan dan pelaporan keuangan desa dengan menggunakan

(4)

4 sistem keuangan desa (Hasil wawancara dari beberapa Perangkat Desa). Sistem keuangan desa adalah sistem yang dirancang untuk mempermudah pengelolaan keuangan desa dan menjadikan pengelolaan keuangan desa menjadi lebih akuntabel. Untuk dapat menjalankan sistem keuangan desa dengan baik maka setiap desa harus didukung dengan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki kesiapan dan pemahaman yang baik terkait dengan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Selain itu dana yang akan diterima desa memiliki tren kenaikan untuk setiap tahunnya sehingga menuntut kesiapan yang baik dari perangkat desa untuk dapat mengelola serta melakukan ketertiban pelaporan.

Ketidaktertiban dalam pelaporan dana desa akan berimbas pada penundaan pencairan dana ditahap selanjutnya. Menurut Notoadmodjo dalam Slameto (2003) terdapat faktor yang mempengaruhi kesiapan individu yaitu karakteristik yang terdiri dari pendidikan, umur, pekerjaan dan pengetahuan.

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Andini dan Yusrawati (2013) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ismail et al., 2016 dan menyimpulkan bahwa aparat desa belum memiliki kesiapan dalam pelaksanaan UU 6/2014, kondisi tersebut diperparah dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya sosialisai dan bimbingan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Ardiansyah, M (2016) menemukan bahwa pemerintah desa Pulau Kumbang belum menerapkan prinsip akuntabilitas dalam penggunaan dana desa adapun pembuatan keputusan belum berdasarkan dengan aturan.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka penelitian ini memfokuskan pada tingkat kesiapan dari perangkat desa dalam pelaporan dana desa di Kabupaten Semarang. Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tingkat kesiapan perangkat desa di Kabupaten Semarang. Manfaat dari penelitian ini bagi pemerintah yaitu memberikan gambaran nyata terkait tingkat kesiapan perangkat desa dalam membuat laporan pertanggungjawaban dana desa terutama di wilayah Kabupaten Semarang, sehingga pemerintah pusat maupun pemerintah

(5)

5 provinsi dapat menentukan solusi yang tepat terkait masalah tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi pihak terkait.

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan Perangkat Desa

Menurut Notoadmodjo dalam Slameto (2003) terdapat faktor yang mempengaruhi kesiapan individu yaitu karakteristik yang terdiri dari pendidikan, umur, pekerjaan dan pengetahuan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa, perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya yang terdiri atas bendahara desa, pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan. Selanjutnya mengenai jumlah perangkat desa disesuaikan sesuai kebutuhan masyarakat setempat.

Perangkat desa akan bertugas membantu kepala desa dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan desa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesiapan perangkat desa yaitu keseluruhan kondisi dari perangkat desa yang memiliki karakteristik terkait pendidikan, umur, dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Besarnya tanggungjawab yang dimiliki perangkat desa mewajibkan perangkat desa untuk bersikap profesional dan akuntabel. Indikator akuntabel menurut Halim yaitu adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan dan adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan (Seminardesa Jogja, 2015). Menurut Suyatno seorang analis politik pemerintahan, pelaksanaan undang-undang desa menyisakan keraguan akan terlaksana dengan baik. Menurutnya terdapat 3 permasalahan yang dihadapi desa yaitu kesiapan personel aparatur pemerintahan desa, penerapan, dan penggunaan anggaran maupun peningkatan fungsi pelayanan masyarakatnya seiring tingginya dana yang diperoleh. Kemampuan kepala desa berikut aparaturnya masih menjadi kendala (News.metrotvnews.com, 2015).

Dana Desa

Dana yang diperuntukkan bagi desa dibagi menjadi 2 alokasi yaitu dana desa dan alokasi dana desa. Dalam Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2015 dijelaskan bahwa dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran

(6)

6 Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Alokasi dana desa dalam Peraturan Menteri No. 113 Tahun 2014 merupakan dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota setelah dikurangi dana alokasi khusus. Dana desa maupun alokasi dana desa akan menjadi sumber keuangan desa. Berdasarkan buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa yang dikeluarkan oleh KPK, pengelolaan dana yang diterima oleh desa dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :

1. Tahap perencanaan

Dalam UU desa, dalam merencanakan pembangunan desa perlu mengacu pada perencanaan pembanguanan kabupaten/kota dan harus bersinergi dengan perencanaan pembangunan nasional. Pasal 79 UU Desa menyebutkan bahwa:

a. Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

b. Perencanaan pembangunan desa yang dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka.

c. Peraturan desa tentang rencana pembangunan jangka menengah desa dan rencana kerja pemerintah desa merupakan suatu pedoman untuk menyusun APBD.

d. Program pemerintah dan pemerintah daerah yang berskala lokal desa dikoordinasikan pelaksanaannya kepada desa.

Dalam membuat perencanaan setiap desa harus mengedepankan musyawarah desa dan mengikutsertakan masyarakat desa.

2. Realisasi

Dalam Peraturan Pemerintah Desa No. 21 Tahun 2015 telah diatur beberapa prioritas penggunaan dana desa yaitu dana desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam bidang

(7)

7 pembangunan desa, dana desa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa, meliputi:

a. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, pendidikan, sosial dan kebudayaan.

b. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi; dan/atau

Sedangkan terkait dengan pemberdayaan masyarakat, prioritas penggunaan dana desa untuk program dan kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa.

3. Pelaporan

Tahap yang terakhir adalah pelaporan dan pertanggungjawaban. Pelaporan akuntansi sebagai salah satu wujud pertanggungjawaban atas dana desa harus memenuhi standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. pelaporan keuangan desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 pasal 35, bendahara desa diwajibkan mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban dan laporan Pertanggungjawaban ini disampaikan setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sebelumnya, bendahara desa melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib, meliputi buku kas umum, buku bank, buku pajak dan buku rincian pendapatan. Aktifitas penutupan buku dilakukan bersama dengan kepala desa. Laporan pertanggungjawaban dana desa terintegrasi dengan laporan APB Desa. Sesuai dengan (Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa, 2015) yang dikeluarkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, setiap desa akan membuat pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa meliputi :

(8)

8 1. Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa

Laporan realiasasi pelaksanaan APB Desa disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat, terdiri dari:

 Laporan semester pertama yang menggambarkan realisasi pendapatan ,belanja dan pembiayaan, disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan;

 Laporan semester akhir tahun yang mengambarkan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan sampai dengan akhir tahun, disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

2. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa

Sesuai dengan Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa, 2015 laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa setiap akhir tahun anggaran disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang telah ditetapkan dengan peraturan desa. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa sebagaimana tercantum dalam pada pasal 41 Permendagri 113/2014, disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berkenaan.

3. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa

Laporan realisasi penggunaan dana desa disampaikan kepada bupati/walikota setiap semester (Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa, 2015) . Penyampaian laporan realisasi penggunaan dana desa:

1. Untuk semester I paling lambat penyampaian pada minggu keempat bulan Juli tahun anggaran berjalan.

2. Untuk semester II paling lambat disampaikan pada minggu keempat bulan Januari tahun anggaran berikutnya.

Kesiapan Perangkat Desa dalam Pelaporan Dana Desa

(9)

9 Kesiapan perangkat desa terutama bendahara desa dalam pelaporan dana desa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 dapat dibagi menjadi 3 indikator meliputi:

1. Pemenuhan tugas bendahara desa dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban. Dalam pasal 35 disebutkan beberapa kewajiban dari bendahara desa antara lain wajib melakukan penatausahaan, wajib melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran uang dan wajib mempertanggungjawabkan uang melaui laporan pertanggungjawaban.

2. Kesesuaian penatausahaan dengan standar yang berlaku. Indikator ini lebih kepada kesiapan bendahara desa dalam melaksanakan penatusahaan terkait dana yang diterimanya. Dalam pasal 36 dijelaskan bahwa penatausahaan penerimaan dan pengeluaran menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank.

3. Ketepatan waktu dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban. Hal ini ditunjukkan pada pasal 35 yang menyatakan bahwa laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Berdasarkan ketiga indikator diatas, seorang bendahara desa dapat dikategorikan siap dalam pelaporan dana desa ketika ia memenuhi tugasnya membuat laporan , dapat menyusun laporan pertanggungjawaban serta melakukan penatausahaan sesuai dengan standar atau ketentuan yang berlaku dan mampu menyampaikan laporan pertanggungjawaban tersebut dengan tepat waktu.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Ardiansyah, M (2016) menemukan bahwa pemerintah desa Pulau Kumbang belum menerapkan prinsip akuntabilitas dalam penggunaan dana desa adapun pembuatan keputusan belum berdasarkan dengan aturan. Selanjutnya Andini dan Yusrawati (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ismail et al., 2016 dan menyimpulkan bahwa aparat desa belum memiliki kesiapan dalam pelaksanaan UU 6/2014, kondisi tersebut diperparah dengan rendahnya kualitas

(10)

10 sumber daya manusia, minimnya sosialisai dan bimbingan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data primer yang bersumber dari kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah perangkat desa khususnya bendahara desa atau pihak yang menyusun laporan pertanggungjawaban dana desa di Kabupaten Semarang yang berjumlah 208 perangkat desa yang tersebar di 208 desa penerima program dana desa (Lampiran 1). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 68 perangkat desa sesuai dengan penentuan ukuran sampel (Yamane 1973 dalam Wibowo dan Kurniawati 2015) yaitu sebagai berikut :

n = ... (1) Keterangan :

n = Ukuran sampel N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi (0,1 %)

Perhitungan :

n = ...(2) = 67,5

= 68

Pengambilan sampel menggunakan teknik insidental sampling dengan mempertimbangkan letak geografis dan kebersediaan dari perangkat desa menjadi responden. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu data dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dalam bentuk kuesioner terbuka dan semi terstruktur yang akan diisi oleh bendahara desa atau perangkat yang menyusun laporan pertanggungjawaban disetiap desa yang masuk sebagai sampel. Instrumen penelitian dalam kuesioner dapat dilihat di tabel 1.

(11)

11 Tabel 1. Instrumen Penelitian

No Instrumen Indikator

1. Pemenuhan tugas bendahara desa dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban.

a. Proses penyusunan laporan pertanggungjawaban

b. Alur penyampaian laporan pertanggungjawaban

2. Kesesuaian penatausahaan dengan standar yang berlaku.

a. Penatausahaan buku kas umum b. Penatausahaan buku pajak c. Penatausahaan buku bank

d. Penatausahaan buku rincian pendapatan dan pembiayaan

3. Ketepatan waktu dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban.

a. Ketepatan penyampaian kepada kepala desa

1. Penyampaian laporan pertanggungjawaban

2. Penyampaian laporan pengeluaran

b. Ketepatan melakukan tutup buku

Penentuan Tingkat Kesiapan Dalam Pelaporan Dana Desa

Dalam penelitian ini , kesiapan perangkat desa dalam pelaporan dana desa dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu kurang siap, cukup siap dan siap. Dasar dalam penentuan tingkatan tersebut adalah menggunakan rumus distribusi frekuensi dengan membagi menjadi tiga kelas dengan mempertimbangkan mean sebesar 74, nilai tengah sebesar 72,6; nilai terendah sebesar 37,1; nilai tertinggi sebesar 100 dan pertimbangan dari peneliti ketika berada di lapangan. Hasil perhitungan berdasarkan perhitungan yang ada diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Tingkat kesiapan Nilai Tingkat Kesiapan

<72 72-80

>80

Kurang Siap Cukup Siap

Siap

Langkah analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(12)

12 Analisis data terkait kesiapan perangkat desa dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap masing-masing indikator dari instrumen penelitian. Masing-masing pertanyaan dalam setiap indikator memiliki nilai 10 untuk setiap jawaban benar. Selanjutnya untuk jawaban yang kurang sesuai, penilaian dilakukan secara proporsional. Selanjutnya hasil penilaian dari ketiga instrumen tersebut dirata-rata untuk masing-masing perangkat desa. Langkah selanjutnya adalah melakukan distribusi frekuensi dari nilai rata-rata perangkat desa sehingga akan diperoleh data perangkat desa yang termasuk dalam tingkat kurang siap, cukup siap, dan siap. Setelah diperoleh hasilnya, kemudian dilakukan crosstab antara tingkat kesiapan dengan profil perangkat desa yang terdiri dari latar belakang pendidikan, usia dan lama menjabat. Langkah selanjutnya adalah melakukan crosstab antara tingkat kesiapan dengan besaran dana yang diterima oleh masing-masing desa.

Tabel 3. Kerangka Penelitian Kesiapan Perangkat

Desa

Kesiapan Perangkat Desa dilihat dari Profil

Perangkat Desa

Kesiapan Perangkat Desa dilihat dari Besaran Dana

Desa

INPUT

PROSES

OUTPUT

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Profil PD Tingkat kesiapan

Crosstab Hasil

Kuesioner

Distribusi Frekuensi

Besaran Dana Tingkat kesiapan

Crosstab

Tingkat kesiapan

Kesiapan PD dilihat dari

Profil PD

Kesiapan PD dilihat dari Besaran Dana

(13)

13 Penelitian ini dilakukan di 68 desa yang menjadi daerah penelitian dengan 68 perangkat desa ( Lampiran 2). Desa-desa tersebut tidak semuanya memiliki bendahara desa oleh karena itu responden dalam penelitian ini terdiri dari bendahara desa dan sekretaris desa. Responden bendahara lebih banyak dibandingkan dengan sekretaris desa seperti terlihat dalam tabel 4.

Tabel 4. Data Demografi Responden

Sumber : Data primer yang diolah, 2017.

Dari data deskriptif diatas menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Mayoritas pendidikan dari perangkat desa adalah SMA dan hanya terdapat satu perangkat desa yang memiliki pendidikan SD. Usia 46-55 tahun menjadi usia dominan dari bendahara maupun sekretaris desa. Dari sisi lama menjabat mayoritas bendahara desa ataupun sekretaris desa menjabat antara 1-10 tahun. Hanya terdapat tujuh perangkat desa yang memiliki masa jabatan diatas 30 tahun.

Penilaian Kesiapan Perangkat Desa

Penilaian kesiapan perangkat desa yang dilihat dari pemenuhan tugas bendahara desa dalam menyusun laporan, kesesuaian penatausahaan dengan

Keterangan Jumlah (orang)

Desa 68

Perangkat Desa:

- Bendahara Desa - Sekretaris Desa

39 29 Jenis Kelamin:

Laki-laki Perempuan

58 10 Pendidikan:

- SD - SMP - SMA - Diploma - Sarjana

1 7 50

2 8 Usia:

- 26-35 th - 36-45 th - 46-55 th - >55 th

3 28 32 5 Lama Menjabat:

- 1-10 th - 11-20 th - 21-30 th - 31-40 th

33 18 10 7

(14)

14 standar yang berlaku serta ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban dana desa menunjukkan bahwa hasil rata-rata penilaian sebesar nilai 74. Hasil penilaian setiap instrumen dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Hasil penilaian

Nilai Total nilai Pemenuhan tugas bendahara desa terkait penyusunan

laporan pertanggungjawaban.

a. Proses penyusunan laporan pertanggungjawaban b. Alur penyampaian laporan pertanggungjawaban

47 49

96

Kesesuaian penatausahaan dengan standar yang berlaku.

a. Penatausahaan buku kas umum b. Penatausahaan buku pajak c. Penatausahaan buku bank

d. Penatausahaan buku rincian pendapatan dan pembiayaan

19 20 15 4

58

Ketepatan waktu dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban.

a. Ketepatan penyampaian kepada kepala desa 1. Penyampaian laporan pertanggungjawaban 2. Penyampaian laporan pengeluaran

b. Ketepatan melakukan tutup buku

18 23 26

68

Rata-rata keseluruhan 74

Sumber : Data primer yang diolah, 2017.

Dalam hal pemenuhan tugas dari bendahara desa dalam menyusun laporan dana desa diperoleh rata-rata penilaian sebesar 96 dengan penilaian terendah yaitu pada indikator penyusunan laporan pertanggungjawaban. Bendahara desa yang telah menjalankan tugasnya dalam melakukan perhitungan, pencatatan, membuat pembukuan serta menyusun laporan pertanggungjawaban berjumlah 62 orang.

Tidak semua bendahara desa melakukan kewajibannya menyusun laporan pertanggungjawaban. Terdapat 6 desa yang laporan pertanggungjawabannya disusun oleh sekretaris desa ataupun kaur pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan bendahara desa tidak menguasai komputer dengan baik dan 2 desa diantaranya melimpahkan pembukuan serta penyusunan laporan pertanggungjawaban kepada pihak ketiga diluar perangkat desa dikarenakan bendahara kurang paham dalam melakukan pembukuan dan tidak mampu mengoperasikan komputer.

Kesesuaian penatausahaan dengan standar yang berlaku menghasilkan rata-rata penilaian sebesar 58, terdapat 15 desa yang mendapatkan penilaian dibawah rata-rata dikarenakan bendahara desa tidak melakukan penatausahaan

(15)

15 sesuai dengan yang seharusnya. Indikator penilaian terendah terletak pada penatausahaan buku rincian pendapatan dan buku rincian pembiayaan. Dalam melakukan penatausahaan penerimaan, bendahara desa hanya mencatatnya dalam buku kas umum saja, seharusnya membukukan juga realisasi pendapatan kedalam buku rincian pendapatan. Begitu juga ketika bendahara desa melakukan pembiayaan, mereka juga harus membukukan pembiayaan kedalam buku rincian pembiayaan. Diantara 68 desa, hanya terdapat 6 desa yang telah membuat buku rincian pendapatan dan pembiayaan, desa tersebut adalah Desa Jambu, Kebumen, Kedungringin, Bringin, Tengaran dan Sumberejo.

Rata-rata penilaian ketepatan waktu dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban dana desa adalah sebesar 68 dengan penilaian terendah terletak pada ketepatan penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada kepala desa. Keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban disebabkan oleh efek domino dari ketidaksesuaian penatausahaan yang dilakukan oleh bendahara desa serta ketidakmampuan tim pelaksana kegiatan dalam memenuhi tanggungjawabnya. Tim pelaksana kegiatan memiliki tugas dalam pengadaan barang/jasa serta bertanggungjawab dalam membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan. Namun faktanya tim pelaksana kegiatan tidak membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan tetapi hanya memberikan nota kwitansi dan dokumentasi kegiatan kepada bendahara desa. Hal tersebut dikarenakan kurangnya penguasaan komputer dan minimnya pemahaman tim pelaksana kegiatan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban kegiatan. Sehingga laporan pertanggungjawaban kegiatan dibuat oleh bendahara desa. Hal tersebut membuat bendahara desa harus merangkap tugas, yang kemudian berimbas pada terlambatnya penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada kepala desa dan efek berikutnya adalah keterlambatan dalam penyerahan laporan pertanggungjawaban ke kecamatan.

Tingkat Kesiapan Perangkat Desa Dalam Pelaporan Dana Desa

Berdasarkan hasil olah data sederhana diperoleh rata-rata kesiapan desa dalam pelaporan dana desa berdasarkan pemenuhan tugas bendahara desa serta kesesuaian penatausahaan dan ketepatan waktu dalam penyampaian laporan

(16)

16 sebesar 74. Secara keseluruhan nilai tersebut masuk dalam kategori cukup siap yang menunjukkan bahwa bendahara desa memiliki pemahaman yang relatif tinggi. Berdasarkan hasil penilaian masing-masing desa, kesiapan perangkat desa dalam pelaporan dana desa dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu kurang siap, cukup siap dan siap. Hasilnya dapat dilihat seperti dalam tabel 6.

Tabel 6. Frekuensi Kesiapan Kategori Nilai Jumlah Percent Kurang Siap < 72 33 48,5

25,0 Cukup Siap 72-80 17

Siap >80 18 26,5

Total 68 100,0

Sumber : Data primer yang diolah, 2017.

Hasil tingkat kesiapan menunjukkan 48,5% perangkat desa termasuk kurang siap dalam menyusun laporan pertanggungjawaban dana desa. Kondisi yang sebenarnya menunjukkan bahwa bendahara desa sudah paham akan tugasnya dalam menyusun dan membuat laporan tetapi bendahara tersebut lemah dalam hal kesesuaian penatausahaan dengan standar. Seperti halnya dalam menyusun buku bank, tidak semua bendahara desa mencatat transaksi non tunai ke dalam buku bank tetapi mereka hanya mencatatnya dalam buku kas umum saja. Kasus yang lain yaitu dalam hal pencatatan dan perhitungan buku pembantu pajak, bendahara desa biasanya tidak langsung mencatat pajak dalam pembelian bahan-bahan kena pajak tetapi menunggu sampai semua proyek/kegiatan selesai baru melakukan pencatatan dan perhitungan besarnya pajak. Ketidaksesuaian penatausahaan tersebut berimbas pada terlambatnya penyampaian laporan pertanggungjawaban oleh bendahara kepada kepala desa. Laporan tersebut seharusnya disampaikan setiap bulan tetapi faktanya bendahara menyampaikan laporan kepada kepala desa di akhir tahap pencairan dana yaitu menjelang cairnya tahap selanjutnya dari dana desa. Bahkan terdapat beberapa desa yang masih belum menyelesaikan laporan pertanggungjawabannya ketika dana tahap selanjutnya telah cair.

Dalam kategori cukup siap terdapat 17 desa yang memiliki bendahara yang telah melakukan pencatatan, perhitungan dan pembukuan sesuai dengan tugasnya. Bendahara desa juga telah melakukan penatausahaan hanya saja mereka

(17)

17 masih belum memiliki buku rincian pendapatan ataupun buku rincian pembiayaan. Sehingga ketika terdapat pemasukan keuangan desa, bendahara hanya mencatatnya dalam buku kas umum saja tanpa membukukannya kedalam buku rincian pendapatan. Seharusnya bendahara desa mencatat dalam buku kas umum dan membukukannya ke dalam buku rincian pendapatan. Terkait dengan buku rincian pembiayaan tidak semua desa memiliki pembiayaan dikarenakan belum banyak desa yang memiliki BUMDes sehingga bendahara desa belum memerlukan adanya buku rincian pembiayaan. Dalam hal ketepatan waktu dalam penyampaian laporan, bendahara desa menyampaikan laporan kemajuan pembangunan secara lisan kepada kepala desa dalam rapat setiap Senin. Dari ke- 17 desa tersebut terdapat empat desa yang telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis setiap bulannya kepada kepala desa.

Desa-desa yang masuk dalam kategori siap berjumlah 18 desa (26,5%).

Bendahara desa telah menjalankan tugas dan telah sesuai dengan fungsinya dalam menyiapkan dan menyusun laporan. Mereka juga telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada kepala desa setiap bulannya secara tertulis dan telah melakukan aktivitas tutup buku setiap akhir bulan. Dalam hal kesesuaian penatausahaan belum semua bendahara melakukannya dengan standar yang berlaku, hanya terdapat tiga desa yang telah sesuai dengan standar yang ada.

Selebihnya dalam melakukan penatausahaan terkait buku kas umum, buku pembantu pajak dan buku bank bendahara telah melakukannya sesuai dengan ketentuan tetapi mereka masih belum memiliki buku rincian pendapatan.

Berkaitan dengan adanya efek domino dalam keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban, maka perlu untuk melihat hubungan sebab akibat yang melibatkan tim pelaksana kegiatan dan bendahara desa. Jika dilihat dari penyebab keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban berasal dari tim pelaksana kegiatan maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya bendahara desa siap walaupun dengan hasil penilaian dibawah 72. Tetapi jika penyebab keterlambatan tersebut merupakan efek dari ketidaksesuaian penatausahaan yang dilakukan oleh bendahara desa ataupun disebabkan adanya penundaan tugas maka dapat dikatakan bahwa bendahara desa termasuk kedalam kategori kurang siap.

(18)

18 Kesiapan Perangkat Desa Dilihat Dari Profil Perangkat Desa

Profil perangkat desa yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, usia dan pengalaman. Berdasarkan hasil olah data sederhana diperoleh grafik sebagai berikut:

Sumber : Data Primer yang diolah, 2017.

Gambar 2. Grafik tingkat pendidikan, usia, dan lama menjabat

Berdasarkan ketiga grafik diatas dapat dikatakan bahwa perangkat desa yang masuk dalam kategori kurang siap dalam pelaporan dana desa memiliki rata- rata jenjang pendidikan SMA dan sebagian kecil terdiri dari sarjana dengan rentan usia tertinggi 46-55 tahun dan rentan usia terendah yaitu 26-35 tahun. Sedangkan dari sisi pengalaman didominasi antara 1-10 tahun. Salah satu desa yang masuk dalam kategori kurang siap adalah Desa Tlogo. Desa Tlogo memiliki bendahara desa yang mempunyai pendidikan SMA dengan usia 46, sedangkan mulai

0 10 20 30 SD

SMP

SMA D3

S1

0 5 10 15 20 26-35

36-45

46-55

>55

0 10 20 1- 10 .

11 - 20.

21-30 31-40

Keterangan :

Kurang siap Cukup Siap Siap

(19)

19 menjabat sebagai bendahara desa selama satu tahun. Kategori cukup siap didominasi oleh tingkat pendidikan SMA dan sebagian terdiri dari SMP, usia mayoritas dari bendahara desa ataupun sekretaris desa yang masuk dalam kategori cukup siap berkisar antara 36-45 tahun dan memiliki pengalaman antara 1-10 tahun. Desa-desa yang termasuk dalam kategori cukup siap adalah Desa Karang gondang, Jembrak, Jombor, Ngasinan, Ngrawan, Kelurahan, Muncar, Brongkol, Tolokan, Bringin, Tuntang, Sukorejo, Krandon lor, Reksosari, Cukilan, Kesongo dan Jatirejo. Desa Jatirejo memiliki bendahara berusia 50 tahun dengan latar pendidikan SMA dan telah berpengalaman 10 tahun menjadi bendahara.

Selanjutnya untuk perangkat desa yang masuk dalam kategori siap dalam pelaporan dana desa didominasi tingkat pendidikan SMA dan sarjana, usia antara 46-55 tahun merupakan usia rata-rata dari bendahara maupun sekretaris desa yang masuk dalam kategori siap sedangkan tingkat pengalaman selama 1-10 tahun mendominasi kategori ini. Salah satu desa yang siap dalam pelaporan dana desa yaitu Desa Ketanggi, bendahara Desa Ketanggi memiliki pendidikan SMA, beliau telah menjabat sebagai bendahara desa selama 8 tahun dan telah berusia 51 tahun.

Di sisi lain, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan sarjana cenderung masuk dalam kategori kurang siap, terdapat 5 dari 8 bendahara desa yang memiliki pendidikan sarjana namun kurang siap dalam pelaporan dana desa dan hanya terdapat 2 bendahara desa yang berpendidikan sarjana yang masuk dalam kategori siap.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat pola yang sama antara tingkat pendidikan, usia maupun lama menjabat dari perangkat desa yang masuk dalam kategori kurang siap, cukup siap dan siap. Hal tersebut dapat diartikan bahwa profil dari perangkat desa tidak mengindikasikan keterkaitan dengan tingkat kesiapan.

Kesiapan Perangkat Desa Dilihat Dari Besaran Dana Desa

Penelitian ini, membagi desa menjadi 2 tingkatan dalam hal penerimaan jumlah dana desa yaitu penerima dana tinggi dan rendah.

(20)

20 Sumber : Data primer yang diolah, 2017.

Gambar 3. Grafik tingkat kesiapan dilihat dari besaran dana diterima Hasil diatas menunjukkan bahwa desa penerima dana tinggi cenderung memiliki perangkat desa yang termasuk dalam kategori kurang siap. Salah satunya adalah Desa Suruh yang menerima dana desa sebesar Rp. 653.074.000.

Begitu juga dengan desa yang menerima dana rendah, mayoritas perangkat desanya juga termasuk dalam kategori kurang siap. Sebagai contoh yaitu Desa Bejaten, Desa Bejaten merupakan desa yang menerima dana desa terendah yaitu sebesar Rp. 596.687.000. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan , Desa Bejaten termasuk dalam salah satu desa pada kategori kurang siap dalam pelaporan dana desa. Hasil tersebut menggambarkan bahwa antara desa yang menerima dana tinggi dan rendah memiliki pola yang sama, yang berarti bahwa besaran dana tidak mengindikasikan keterkaitan dengan tingkat kesiapan atau bisa dikatakan bahwa besaran dana tidak bisa digunakan sebagai acuan dari tingkat kesiapan perangkat desa.

PENUTUP Kesimpulan

Secara keseluruhan tingkat kesiapan dari perangkat desa di Kabupaten Semarang dalam hal penyusunan dan pelaporan dana desa termasuk dalam kategori cukup siap dengan nilai rata-rata sebesar 74. Dilihat dari pemenuhan tugas bendahara desa dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban, mereka termasuk dalam kategori siap, tetapi dalam hal kesesuaian penatausahaan dan ketepatan waktu dalam hal penyampaian laporan pertanggungjawaban termasuk

15 9

10

18 8

8

kurang siap cukup siap siap

dana tinggi dana rendah

(21)

21 dalam kategori kurang siap. Profil perangkat desa yang terdiri dari tingkat pendidikan, usia, lama menjabat serta besaran dana desa yang diterima tidak mengindikasikan keterkaitan antara profil perangkat desa dengan tingkat kesiapan maupun antara besaran dana yang diterima dengan tingkat kesiapan.

Keterbatasan dan Saran

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum adanya standar untuk menetapkan indikator kesiapan, sehingga pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari peraturan, juklak juklis yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat serta judgment peneliti. Dalam hal teknis terdapat beberapa desa yang mewakilkan narasumber utama kepada sekretaris desa dikarenakan bendahara desa tidak berada ditempat atau terjadi kekosongan jabatan.

Saran terhadap pemerintah terkait dengan proses penyusunan laporan pertanggungjawaban dana desa yaitu perlu mengefektifkan pendamping desa serta memberikan pelatihan dan buku panduan operasional kepada perangkat desa khususnya dalam penggunaan buku-buku. Selanjutnya dalam penatausahaan buku rincian pendapatan dan pembiayaan, perangkat desa perlu untuk kembali mempelajari juklak pengelolaan keuangan desa dan kepada pemerintah provinsi perlu untuk memberikan sosialisasi serta pelatihan dalam melakukan penatausahaan keuangan desa. Untuk permasalahan keterlambatan dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada kepala desa, perlu adanya pembagian tugas dan tanggungjawab dari setiap perangkat desa sehingga masing- masing perangkat desa berjalan sesuai dengan fungsinya, serta perlu untuk membuat jadwal pengumpulan untuk setiap laporan pertanggungjawaban. Selain itu perlu untuk meminimalkan penyebab-penyebab yang berasal dari pihak diluar perangkat yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat mengembangkan standar pengukuran terkait dengan indikator kesiapan serta lebih efektif dalam menjadikan bendahara desa sebagai narasumber utama dari setiap desa yang menjadi sampel penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Pertanggungjawaban APBDesa yang dilakukan oleh Kepala Desa Pelaga dengan membentuk Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi APBDesa Desa Pelaga

Pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa telah dilakukan oleh Pemerintah Desa Putat Lor dan Desa Putat Kidul dengan adanya laporan realisasi selama dua semeseter

Tingkat akuntabilitas dalam mengimplementasikan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban harus sesuai dengan

Pelaporan keuangan desa dilakukan oleh kepala desa dengan menyerahkan laporan realisasi atas pelaksanaan APBDes semester pertama kepada Bupati/Walikota melalui camat, laporan

Selanjutnya, bendahara Desa Harapan Jaya membuat Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan ABDesa (Lampiran 9), Laporan Kekayaan Milik Desa (Lampiran 10),

pertanggungjawaban pelaksanaan ADD secara penuh (personal accountability) sesuai dengan mekanisme yang ada dalam bentuk laporan; (3) Kurangnya sosialisasi dari aparat desa

Pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa telah dilakukan oleh Pemerintah Desa Putat Lor dan Desa Putat Kidul dengan adanya laporan realisasi selama dua semeseter

4.3.2 Penerapan Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Desa Ditengah Pandemi Covid-19 Desa Sengeng Palie Dalam setiap proses pelaksanaan pertanggungjawaban dana desa, setiap Desa yang