• Tidak ada hasil yang ditemukan

dari sasana rehabilitasi anak nakal (sran)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "dari sasana rehabilitasi anak nakal (sran)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Fenomena kenakalan remaja di Indonesia menjadi latar belakang berdirinya PSMP Antasena pada tahun 1982 dengan nama awal Pusat Rehabilitasi Nakal Diantara Putro (SRAN). Tujuan didirikannya PSMP Antasena adalah untuk menangani kenakalan remaja dengan melaksanakan program rehabilitasi sosial. Selain itu, mereka juga dibekali dengan pelatihan keterampilan yang dapat digunakan hingga selesai setelah menjalani program rehabilitasi sosial di PSMP Antasena.

Berdasarkan kondisi tersebut, PSMP Antasena dapat dinyatakan berhasil dalam menanggulangi tindak pidana remaja di wilayah kerjanya. Fenomena kenakalan remaja di Indonesia menjadi latar belakang berdirinya PSMP Antasena pada tahun 1982 dengan nama asli Sasana Rehabilitasi Anak Nakal (SRAN) Diantara Putro. Nama PSMP Antasena digunakan pada tahun 1994 dan diubah kembali pada tahun 2018 menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Antasena.

Latar Belakang dan Permasalahan

Di bawah SRAN Putro kemudian berkembang menjadi PSMP Antasena Magelang dengan keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia nomor. 6/HUK/1994 tentang Standarisasi Penamaan Unit Pelaksana Teknis Pusat/Panti/Sasana di Lingkungan Kementerian Sosial 8 Dalam perkembangannya, sejumlah perubahan yang dilakukan PSMP Antasena dilatarbelakangi oleh perkembangan kenakalan remaja yang semakin meningkat dari tahun ke tahun mengkhawatirkan. Pesatnya arus globalisasi khususnya di bidang informasi dan komunikasi yang tidak tersaring dengan baik membuat kejahatan remaja semakin banyak tumbuh di Indonesia.

Beberapa bentuk kenakalan remaja bahkan sudah menjadi suatu tindak pidana yang mengakibatkan remaja harus berhadapan dengan hukum. Kasus anak yang berhadapan dengan hukum menjadi latar belakang pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang selanjutnya disempurnakan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak, yang mengatur tata cara pelaksanaan putusan hukum terhadap anak pelaku kenakalan remaja yang melakukan pelanggaran hukum.9 Dasar hukum tersebut digunakan oleh PSMP Antasena untuk melakukan rehabilitasi sosial terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Selain melakukan rehabilitasi sosial terhadap ABH, PSMP Antasena juga melakukan rehabilitasi sosial terhadap anak yang memerlukan perlindungan khusus berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

8Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 6/HUK/1994 tentang Standarisasi Penamaan Unit Pelaksana Teknis Pusat/Panti/Balai Latihan di Lingkungan Kementerian Sosial dapat dilihat pada Lampiran B. Peran PSMP Antasena dapat dilihat pada Lampiran B. terlihat dalam proses rehabilitasi sosial anak yang mengalami kenakalan remaja, dan selanjutnya ABH dapat kembali ke lingkungan sosial seperti sedia kala. Pertama, apa latar belakang terbentuknya PSMP Antasena; Kedua, bagaimana perkembangan PSMP Antasena dari segi organisasi, sarana dan prasarana serta pelayanan rehabilitasi sosial sejak tahun 1982 hingga tahun 2018; Ketiga, bagaimana dampak layanan rehabilitasi sosial yang dilakukan PSMP Antasena terhadap anak-anak yang mengalami kenakalan remaja.

Ruang Lingkup

Perkembangan PSMP Antasena selama lebih dari dua puluh tahun telah menunjukkan peran dan dampak penting terhadap lingkungan masyarakat, khususnya di wilayah kerja PSMP Antasena yang meliputi Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Provinsi Jawa Timur, provinsi Kalimantan Timur. Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Barat. Di sisi lain, dampak dari pelatihan keterampilan yang dilakukan PSMP Antasena membuat anak-anak penderita kenakalan remaja dan ABH memperoleh keterampilan baru yang berguna bagi masyarakat, seperti keterampilan menjahit, memperbaiki alat elektronik dan lain sebagainya, sehingga dapat mencari nafkah. , khususnya di bidang aspek sosial. Wilayah kerja PSMP Antasena mencakup sejumlah provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Jawa Timur Kalimantan.

Tahun 1982 dipilih sebagai titik tolak kajian penelitian dengan dasar bahwa pada tahun tersebut PSMP Antasena resmi berdiri dan beroperasi dengan nama SRAN Among Putro. Tahun 1994 dipilih sebagai batas waktu penelitian karena pada tahun 1994 nama SRAN Among Putro diubah menjadi PSMP Antasena. Pada tahun 2018, PSMP Antasena berubah nama menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Antasena.

Latar belakang kebijakan perubahan nama PSMP Antasena menjadi BRSAMPK Antasena adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak dan Undang-Undang Republik Indonesia. Landasan hukum tersebut menggambarkan peran PSMP Antasena sebagai Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) bagi ABH dan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK). Perubahan nama PSMP Antasena berdampak pada penambahan tugas dan fungsi PSMP Antasena yang tidak hanya menangani anak kenakalan remaja, namun juga menangani ABH dan AMPK.

Tujuan Penelitian

Meneliti dan menulis sejarah sosial memerlukan strategi berupa model yang menjadi inspirasi heuristik dalam pencarian dan pengumpulan. Selain fakta sosial berupa jumlah penduduk, urbanisasi, skripsi ini hanya berfokus pada pranata sosial sebagai bagian dari pranata sosial.

Tinjauan Pustaka

Sosial Marsudi Putra Antasena, Magelang.” 13 Artikel jurnal ini memuat gambaran kondisi psikososial anak yang menjalani rehabilitasi sosial di PSMP Antasena. Perbedaan artikel jurnal “Kondisi Psikososial Anak Berhadapan Hukum Pasca Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang” dengan tesis yang dibahas penulis adalah artikel jurnal ini hanya membahas tentang kondisi psikososial anak yang menjalani sosialisasi. . rehabilitasi di PSMP Antasena. Tesis yang penulis bahas membahas tentang pengembangan PSMP Antasena dalam kerangka organisasi, sarana dan prasarana serta layanan rehabilitasi sosial.

Pustaka ketiga adalah artikel jurnal karya Setyo Sumarno dan Achmadi Jayaputra yang berjudul 'Kondisi Psikologis Sosial dan Ekonomi ABH Pasca Mendapat Rehabilitasi Sosial di PSMP Antasena Magelang-Jawa Tengah'.14 Artikel jurnal ini memuat tentang kondisi sosio-psikologis dan ekonomi remaja yang telah menyelesaikan layanan rehabilitasi sosial di PSMP Antasena. 13Husmiati, “Kondisi psikososial anak yang berhadapan dengan hukum pasca rehabilitasi sosial di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang”. 14Setyo Sumarno dan Achmadi Jayaputra, “Kondisi sosial psikologis dan ekonomi ABH setelah mendapatkan rehabilitasi sosial di PSMP Antasena Magelang – Jawa Tengah” SOCIO CONCEPTIA Vol.

Perbedaan antara artikel jurnal “Kondisi Sosial Psikologis dan Ekonomi ABH Pasca Mendapat Rehabilitasi Sosial di PSMP Antasena Magelang-Jawa Tengah” dengan pernyataan yang dibahas penulis adalah artikel jurnal ini hanya menekankan pada gambaran kondisi ABH pasca menjalani rehabilitasi sosial. rehabilitasi di PSMP Antasena. Perbedaan buku Evaluasi Penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial: Pelayanan Pasca Rehabilitasi Sosial Tahun 2012 dengan tesis yang dibahas penulis adalah buku tersebut memiliki cakupan spasial berupa sejumlah provinsi di Indonesia dan rentang waktu pada tahun 2012. 15 Nurdin Widodo, dkk, Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial: Layanan Pasca Perawatan Pasca Rehabilitasi Sosial 2012 (Jakarta: P3KS Press, 2012).

Kerangka Pemikiran

Tesis yang dibahas penulis juga hanya membahas PSMP Antasena dengan menggunakan cakupan spasial Kabupaten Magelang dan cakupan temporal pada periode 1982-2018. Selain itu perkembangan PSMP Antasena juga dapat dilihat dengan melihat unsur-unsur dari PSMP itu sendiri, seperti sarana dan prasarana, sistem pelayanan, dan sumber daya manusia. Peran juga dapat disebut sebagai sesuatu yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang melalui suatu proses sosial dan kemudian diambil oleh individu.

Proses sosial ini merupakan suatu pengaruh timbal balik antara berbagai aspek kehidupan bersama.18 Peran yang dikaji dalam skripsi ini berkaitan dengan peran PSMP Antasena khususnya terhadap anak-anak yang mengalami kenakalan remaja, ABH, dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan anak, khususnya yang berkenaan dengan anak. untuk rehabilitasi sosial. Selain itu, juga dikaji peran PSMP Antasena terhadap anak penerima rehabilitasi sosial dan masyarakat umum. Peranan PSMP Antasena terhadap instansi terkait dan masyarakat umum dapat dilihat dari tugas pokok PSMP Antasena itu sendiri yaitu pemberian pembinaan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk fisik, mental, sosial. . pelatihan pembinaan dan keterampilan, resosialisasi dan pembinaan lebih lanjut bagi anak penyandang kenakalan remaja dan ABH agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, serta mengkaji dan menyusun standar pelayanan dan rujukan.

PSMP Antasena dalam melaksanakan rehabilitasi sosial berpedoman pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial. 19Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial dapat dilihat pada Lampiran C. Rehabilitasi Sosial ABH ditujukan untuk anak anak di bawah umur 12 tahun yang telah melakukan atau patut diduga melakukan tindak pidana, anak yang sedang menjalani proses hukum pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pengadilan, anak yang telah mendapat perintah deportasi, atau anak yang telah mendapat peradilan. putusan dan/atau putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Metode Penelitian

Tesis ini juga menggunakan sumber lisan berupa proses wawancara atau wawancara dengan narasumber. 23 Wawancara dilakukan dengan Hendra Lesmana, S.Sos selaku Humas PSMP Antasena Magelang. Sumber sekunder diperoleh melalui telaah pustaka buku-buku karya para sejarawan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan penulis, seperti Sejarah Lokal Indonesia karya Taufik Abdullah, Pengertian Sejarah karya Louis Gottschalk dan Pengantar Sejarah karya Kuntowijoyo. Tahap kedua adalah kritik sumber yang terbagi menjadi dua, yaitu kritik internal dan kritik eksternal.

Sumber-sumber yang dikumpulkan hendaknya dikritisi untuk menjamin keaslian dan kredibilitasnya.24 Kritik eksternal dilakukan penulis dengan memastikan keaslian sumber-sumber yang digunakan, baik sumber primer berupa surat arsip, laporan, peraturan perundang-undangan dan sumber lisan maupun sumber sekunder. sumber berupa buku dan artikel majalah. Kritik internal dilakukan penulis dengan cara menguji kredibilitas sumber sejarah melalui tahap konfirmasi sumber sejarah. Dalam hal ini penulis telah memilih sumber dan informasi secara selektif, dan pada beberapa bagian penulis juga telah melakukan uji perbandingan antara informasi yang diperoleh dari satu sumber dengan sumber lainnya, sehingga dapat diambil kesimpulan.

Tahap ketiga adalah interpretasi, yaitu kegiatan mencari keterkaitan antara fakta-fakta yang ditemukan berdasarkan hubungan kronologis dan sebab akibat dengan melakukan imajinasi dan analisis. 25 Tahap interpretasi ini merupakan proses yang sangat penting dalam penyusunan penelitian ini, karena bersifat pada tahap inilah penulis harus menganalisis fakta sejarah yang ada untuk mengungkap keterkaitannya dalam penelitian ini. Tahap terakhir adalah historiografi, yaitu kegiatan merekonstruksi peristiwa masa lalu ke dalam bentuk cerita sejarah yang harus dituliskan. Dalam tahap ini informasi atau fakta sejarah yang telah dianalisis kemudian disusun menurut gaya penulis sendiri, tetap menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta berpedoman pada kaidah penulisan skripsi sejarah.

Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa hasil penelitian (Kubi et al 2021; ÖZ- Yalaman 2020; Abdioğlu 2016; Kassahun 2015; San et al 2012; dan Fahmi 2012) menemukan bahwa tarif pajak penghasilan badan