KEBUDAYAAN JAWA Definisi Kebudayaan
Kebudayaan dipandang sebagai „desain untuk hidup‟( Kluckhohn dan Kelly, 1945), kebudayaan sebagai cara hidup suatu kelompok masyarakat tertentu ( Kluckhon, 1951, Harris, 1968, Harris, dan Moran, 1979), kebudayaan sebagai standar untuk memutuskan
“apa” adalah .... apa yang bisa .... apa yang dirasakan seseorang tentang ”apa”, apa yang harus dilakukan tentang “apa”, dan bagaimana cara melakukan “apa” (Goodenough, 1961).
Semua definisi kebudayaan tersebut mulai menjelaskan secara sangat komplit tentang “apa”
yang dilakukan oleh manusia sebagai „kelompok yang paling lengkap‟, karena hanya manusialah yang mengalami kehidupan dalam kebudayaan (Hofstede,1980).
William A. Haviland (2002), “kebudayaan adalah seperangkat aturan atau standar yang ketika ditindaklanjuti oleh anggota masyarakat akan menghasilkan perilaku yang nampak dalam berbagai varian anggota karena meraka menganggap itu sebagai sesuatu yang tepat sehingga dapat diterima”. Dengan kata lain, kebudayaan tidak mengacu pada perilaku yang diamati tetapi berkaitan dengan nilai-nilai dan kenyakinan yang menghasilkan perilaku.
Beberapa definisi modern dari “kebudayaan” cenderung inklusif dari pemunculan “budaya”
suatu masyarakat, seperti menurut Roop Rekha Verma, kebudayaan sebagai sebuah sistem, pola dan modus harapan, ekspresi nilai-nilai, kelembagaan dan kebiasaan yang umumnya dinikmati oleh banyak orang.
Geertz (1973) juga meringkas definisi kebudayaan berdasarkan pendapat Clyde Kluckhohn lalu menemukan beberapa makna kebudayaan sebagai berikut ;
1. Total cara hidup dari manusia.
2. Warisan sosial yang individu peroleh dari kelompoknya.
3. Cara berpikir, cara merasakan, dan keyakinan.
4. Abstraksi dari perilaku.
5. Seperangkat teori yang pada bagian tertentu bagi seseorang antropolog menjelaskan tentang cara di mana sekelompok orang berperilaku sesungguhnya.
6. Seperti gudang pengumpulan apa-apa yang dipelajari.
7. Seperangkat orientasi kehidupan yang telah distandardisasikan berulang-ulang untuk menyelesaikan masalah.
8. Belajar berperilaku.
9. Mekanisme untuk mengatur perilaku yang normatif.
10. Seperangkat teknik untuk menyesuaikan diri baik dengan lingkungan eksternal maupun dengan orang lain.
11. Endapan sejarah.
12. Pemetaan perilaku, saringan, atau matriks.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut maka Geertz (1973) memetakan definisi kebudayaan sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Beragam Definisi Kebudayaan
Sesuai topik Kebudayaan terdiri dari semua yang ada pada daftar topik atau kategori seperti organisasi sosial, agama, atau ekonomi.
Historis Kebudayaan adalah bawaan sosial, atau tradisi, yang melewati generasi yang lalu ke generasi masa depan.
Perilaku
Kebudayaan adalah sesuatu yang dibagikan, perilaku manusia yang dipelajari, atau cara pandang manusia tentang kehidupan (a way of life).
Normatif Kebudayaan adalah ide-ide, nilai-nilai atau aturan tentang kehidupan.
Fungsional Kebudayaan adalah cara manusia memecahkan masalah lalu
diadaptasikan ke dalam lingkungan di mereka hidup bersama-sama.
Mental Kebudayaan adalah kompleks ide-ide, atau kebiasaan belajar yang membuat kita dapat membedakan antara orang dan binatang.
Struktural Kebudayaan merupakan keteraturan pola gagasan, simbol, atau keteraturan perilaku yang saling terikat satu sama lain.
Simbolis Kebudayaan merupakan pendasaran makna yang ditetapkan bersama oleh masyarakat.
Geertz berpendapat bahwa kebudayaan menjadi “publik” (baca: dikenal luas) karena ada “makna” – sistem makna tertentu milik kolektif kelompk. Ketika kita mengatakan kita tidak memahami tindakan orang-orang dari budaya lain selain kita sendiri maka kita sesungguhnya mengakui bahwa kita kurang akrab dengan imajinasi kita terhadap alam semesta di mana tindakan tersebut dinyatakan dalam tanda-tanda.
Ada beberapa definisi klasik kebudayaan yang dikutip Geertz berdasarkan Goodenough (1961) kemudian dielaborasi oleh beberapa ahli lain sebagai berikut ;
1. Kebudayaan, dalam artian etnografis luas, adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, dan kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Kebudayaan adalah pola-pola perilaku yang dikemas dalam sistem simbol lalu secara historis ditularkan kepada orang lain. Di sini sistem itu merupakan warisan konsep bawaaan yang sekaligus diekspresikan melalui simbol yang bermakna sehingga dapat dikomunikasikan.
3. Kebudayaan adalah pola berbagai makna yang dikemas dalam simbol-simbol yang historis ditularkan.
4. Kebudayaan juga adalah sistem konsepsi yang diwariskan melalui ekspresi simbolik sebagai cara orang mengkomunikasikan, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang dan sikap terhadap kehidupan.
5. Kebudayaan dari suatu masyarakat menjelaskan tentang apa pun yang kita harus tahu atau percaya agar dapat beroperasi dengan cara yang dapat diterima oleh para anggotanya.
6. Kebudayaan terdiri dari “sistem belajar makna” yang dikomunikasikan dengan menggunakan bahasa alami dan sistem simbol lain yang memiliki representasional, direktif, dan fungsi afektif, dan mampu menciptakan entitas budaya dan indera tertentu terhadap realitas”.
7. Kebudayaan adalah somatik tambahan (nongenetik, nonbodily) yang bersifat kontinu temporal dari berbagai peristiwa namun tergantung pada simbolisasi. Kebudayaan terdiri dari alat-alat, perlengkapan, pakaian, ornamen, adat istiadat, lembaga, kepercayaan, ritual, permainan, karya seni, bahasa, dll” (White, 2004).
Menurut Anna Katrina Davey, kebudayaan adalah ;
1. Semua hal ini dan masih banyak lagi. Bahkan, hampir semua yang kita lakukan dipengaruhi oleh kebudayaan : cara kita memberi dan menerima informasi, menggunakan waktu dan ruang, atau melihat otoritas.
2. Kerangka pola perilaku, nilai-nilai, asumsi dan berbagi pengalaman dengan kelompok sosial.
3. Sistem orientasi yang sebagian besar secara otomatis atau yang tidak disadari diterapkan sebagai nilai-nilai kolektif yang membuat perilaku anggota kelompok menjadi lebih paham dan pada taraf tertentu dapat digunakan untuk memprediksi satu sama lain.
4. Komunikasi, dampak dari proses tersebut adalah bagaimana kita mengirim dan menafsirkan pesan.
5. Kebudayaan membentuk perilaku manusia dalam suatu kelompok tertentu.
6. Sesuatu yang kita pelajari.
7. Kebudayaan itu seperti perangkat lunak mental dan telah sesuai yang dapat didefinisikan sebagai pemrograman pikiran kolektif yang membedakan anggota dari satu kelompok atau kategori orang dari orang lain (Geert Hofstede).
8. Kebudayaan itu ibarat filter atau lensa melalui mana kita melihat orang lain, kebudayaan yang mempengaruhi cara kita melihat mereka dan menciptakan berbagai perpekstif.
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Para antropolog, ketika mempelajari kebudayaan,hingga sekarang masih terus berdebat tentang apa yang disebut sebagai unsur-unsur, elemen dan dimensi dari kebudayaan.
Unsur-unsur kebudayaan sebagaimana terlihat dalam tabel berikut.
Bierstedt, Robert (1963) THE SOCIAL ORDER. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.
1. Ideas 2. Norms
3. Material culture
Brown, A. (1995),
Organizational Culture, Pitman, London
1. Artifacts
2. Stories, histories, myths, legends, jokes 3. Rituals, rites, ceremonies, celebrations 4. Heroes
5. Symbols and symbolic action
6. Beliefs, assumptions and mental models 7. Attitudes
8. Rules, norms, ethical codes, values Marg Gilks, Paula Fleming, and
Moira Allen (2003). “Science Fiction: The Literature of Ideas”. WritingWord.com.
1. The Arts 2. Entertainment 3. Humanities 4. Mass media 5. Tradition 6. Tourism John J. Macionis and Linda M.
Gerber, (2005), Sosiology,
1. Symbols 2. Language
Prentige Hall, Mishawaka, USA.
3. Values 4. Norms
5. “Ideas” and “Real” Culture 6. Material Culture and Technology
7. New Information Technology and Culture Koentjaraningrat, (1974),
Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan,1974. Jakarta:
Gramedia.
Koentjaraningrat (1993), Masyarakat Terasing di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat, (2009), Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka, Jakarta.
1. Sistem religi dan upacara keagamaan;
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan;
3. Sistem pengetahuan;\
4. Bahasa;
5. Kesenian;
6. Sistem mata pencarian hidup;
7. Sistem teknologi dan peralatan.
8. Ketujuh unsur inilah yang harus dimiliki oleh sebuah kebudayaan.
Koentjoroningrat (1974, 1993, 2009), antroplog terkemuka Indonesia dan bapak antropologi Indonesia, mengemukakan bahwa setiap kebudayaan mempunyai unsur-unsur universal sebagai berikut:
1. Sistem religi yang meliputi:
a. Sistem kepercayaan
b. Sistem nilai dan pandangan hidup c. Komunikasi keagamaan
d. Upacara keagamaan
2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi:
a. Kekerabatan
b. Asosiasi dan perkumpulan c. Sistem kenegaraan
d. Sistem kesatuan hidup e. Perkumpulan
3. Sistem pengetahuan meliputi pengetahuan tentang:
a. Flora dan fauna
b. Waktu, ruang, dan bilangan
c. Tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia 4. Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk:
a. Lisan b. Tulisan
5. Kesenian yang meliputi:
a. Seni patung/ pahat b. Relief
c. Lukis dan gambar d. Rias
e. Vokal f. Musik g. Bangunan h. Kesusastraan i. Drama
6. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi:
a. Berburu dan mengumpulkan makanan b. Bercocok tanam
c. Peternakan d. Perikanan e. Perdagangan
7. Sistem peralatan hidup atau teknologi yang meliputi:
a. Produksi, distribusi, transportasi b. Peralatan komunikasi
c. Peralatan konsumsi dalam bentuk wadah d. Pakaian dan perhiasan
e. Tempat berlindung dan perumahan f. Senjata
Kebudayaan Bersifat
Universal karena dapat ditemukan pada kebudayaan bangsa-bangsa di dunia. Ada 7 unsur kebudayaan universal:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi
7. Kesenian
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia sebagai kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari kebudayaan asing. Kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Asimilasi adalah pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri kebudayaan inti sehingga membentuk kebudayaan baru.
Wujud Kebudayaan Kebudayaan Material
1. Kebudayaan terdiri dari benda-benda konkret yang nyata seperti peralatan, furniture, mobil, buku, bangunan, bendungan sebagai benda nyata buatan manusia. Ada pula benda-benda material yang secara teknis berkaitan dengan cara bagaimana sesuatu itu seharusnya dibuat atau digunakan untuk menghasilkan sesuatu, misalnya mesin cetak, telepon, traktor, televisi, dll.
2. Kebudayaan mengacu pada benda-benda fisik, sumber daya, dan ruang yang digunakan orang untuk mendefinisikan budaya mereka. Ini termasuk rumah, lingkungan, kota, sekolah, gereja, kuil, masjid, kantor, pabrik, dan tanaman, alat-alat produksi, barang dan produk, dan sebagainya.
3. Kebudayaan material merupakan bukti fisik tentang keberadaan, identitas, karakteristik dari suatu kelompok atau komunitas suatu masyarakat tertentu.
4. Kebudayaan material sering dihubungkan dengan konsep peninggalan dari suatu suku bangsa yang mempelajari semua bentuk kebudayaan material yang tampil sebagai bukti kebudayaan masalalu dari komunitas tertentu. Beberapa studi berkaitan dengan kebudayaan material adalah sejarah, arkeologi.
5. Istilah kebudayaan material sering digunakan oleh para arkeolog untuk menjelaskan artefak yang ditinggalkan oleh budaya masalalu.
Kebudayaan Non-Material
1. Kebudayaan non material terdiri dari benda-benda abstrak yang tidak berwujud, misalnya adat istiadat, kepercayaan, bahasa, sastra, hukum, agama, dll. Semua bentuk non material tersebut bersifat internal karena mencerminkan sifat batin manusia.
2. Kebudayaan non material mengacu pada ide-ide non fisik yang dimiliki sekelompok orang. Misalnya, tentang keyakinan, aturan, norma, moral, bahasa, dan pranata sosial.
Contoh agama dikenal sebagai seperangkat ide dan keyakinan tentang Tuhan, ibadah, moral, dan etika ; dengan keyakinan inilah maka para anggota suatu kelompok dapat menentukan bagaimana cara mereka merespon sebuah peristiwa yang bersifat religius (Goodenough, 1971).