• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi, Epidemiologi, dan Penyebab

N/A
N/A
Ratna Adyatmi

Academic year: 2024

Membagikan "Definisi, Epidemiologi, dan Penyebab"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Definisi dan Epidemiologi

Istilah Mukokel berasal dari kata latin muco yang artinya mukus (lendir) dan cocele berarti rongga, sehingga Mukokel merupakan rongga yang berisi cairan mukus (Bhagawati dkk., 2021). Mukokel adalah suatu kista jaringan lunak jinak pada mukosa oral yang berkembang sebagai akibat akumulasi saliva karena mengalami trauma atau tersumbat pada kelenjar saliva minor (Suryavanshi dkk., 2020).

Data epidemiologi secara global menunjukkan bahwa prevalensi Mukokel rongga mulut dilaporkan sebesar 2,4 kasus per 1000 orang (Tammama dan Sabilah, 2022). Mukokel dapat terjadi pada wanita maupun pria. Berdasarkan penelitian Sathiyamoorthy dkk. (2020) disebutkan bahwa Mukokel terjadi pada 66% pasien laki-laki dan 34% pada pasien perempuan, sehingga Mukokel lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki.

Mukokel dapat terjadi pada segala usia dengan insiden tertinggi terjadi pada dewasa muda berusia 20-29 tahun (34,2%) (Choi dkk., 2019). Di Indonesia, menurut penelitian Chairunas dkk. (2012) menyebutkan usia yang paling sering mengalami Mukokel adalah pada dekade kedua yaitu kelompok usia 11-20 tahun yaitu sebesar 34% dari 50 kasus Mukokel. Mukokel lebih sering terjadi pada usia tersebut, hal ini dikarenakan individu pada usia tersebut lebih kerap mengalami trauma dan prevalensi kebiasaan mulut parafungsional seperti menggigit pipi dan bibir dan menjulurkan lidah yang lebih tinggi (Choi dkk., 2019).

Mukokel paling sering terjadi pada mukosa bibir bawah, palatum, mukosa bukal, lidah, dan dasar mulut. Berdasarkan penelitian Choi dkk. (2019) menunjukkan bahwa dari 148 kasus yang ada ditemukan 138 kasus (84,2%) berlokasi di mukosa bibir bawah. Hal ini disebabkan karena mukosa bibir bawah merupakan salah satu area mulut yang paling rentan terhadap trauma selama aktivitas parafungsional atau fungsional, mengingat bibir bawah bergerak secara dinamis selama pengunyahan dan berbicara dan densitas area kelenjar saliva lebih besar pada mukosa bibir bawah dibandingkan bibir atas.

Gambaran Klinis

Mukokel sering muncul sebagai pembengkakan dengan permukaan halus dan tanpa rasa nyeri yang dapat rekuren. Mukokel dapat berdiameter 1 sampai 2 mm namun dapat lebih besar yaitu berdiameter antara 5 hingga 40 mm. Ukuran lesi dapat bervariasi dari waktu ke waktu (Gambar 1) (Shafer dkk., 2012).

(2)

Lesi superfisial sering kali tampak sebagai massa kebiruan. Jika terjadi inflamasi maka lesi akan berfluktuasi, lunak, nodul, dan berbentuk kubah (dome shaped). Lesi yang lebih dalam dapat memiliki warna mukosa normal dan lebih firm. Pembengkakannya berbentuk bulat atau lonjong dan halus. Bentuknya lunak atau keras, tergantung pada ketegangan dari cairan (Shafer dkk., 2012).

Gambar 1. Mukokel pada mukosa bibir bawah (Mandel, 2018).

Klasifikasi

Berdasarkan histopatologis, Mukokel dibagi menjadi dua tipe yaitu Mukokel retensi dan ekstravasasi. Mukokel ekstravasasi (pseudo-cyst ) merupakan kista tanpa dilapisi dinding epitel yang terjadi akibat rupturnya epitel duktus saliva sehingga terjadi keluarnya musin ke jaringan ikat (Gambar 2) (Sathiyamoorthy dkk., 2020). Mukokel ekstravasasi merupakan lesi yang umumnya terjadi (sebesar 95%) dan banyak diderita oleh anak-anak dan dewasa muda (Tammama dan Sabilah, 2022).

Mukokel retensi (salivary cyst) lebih jarang terjadi dibandingkan Mukokel ekstravasasi, Mukokel retensi adalah terjadinya obstruksi duktus saliva akibat proliferasi epitel pada duktus ekskresi glandula salivarius minor karena mengalami inflamasi, tekanan yang terus menerus akan menyebabkan dilatasi duktus dan membentuk kista yang dilapisi epitel (Gambar 3) (Sathiyamoorthy dkk., 2020).

(3)

Mukokel ekstravasasi sering terjadi pada mukosa labial bawah, mukosa bukal dan daerah retromolar, sedangkan Mukokel retensi biasanya pada bibir atas, palatum keras, dasar mulut dan sinus maksilaris (Sathiyamoorthy dkk., 2020).

Gambar 2. Mukokel ekstravasasi (Shafer dkk., 2012).

Gambar 3. Mukokel retensi (Shafer dkk., 2012).

Etiologi

Etiologi Mukokel rongga mulut utamanya adalah terjadinya gangguan aliran sekresi saliva pada duktus glandula salivarius minor. Faktor utama yang paling sering mendasari adalah adanya trauma mekanis yang terjadi di sekitar rongga mulut dan melibatkan duktus

(4)

saliva minor. Contoh trauma mekanis ini adalah tergigit saat mengunyah, kebiasaan buruk menggigit mukosa bukal atau mukosa labial, terkena sikat gigi, menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigirahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), atau trauma benda keras ekstraoral. Selain itu, etiologi lain yang memungkinkan terjadinya Mukokel meliputi inflamasi kronis akibat rokok atau trauma panas lain, fibrosis duktus saliva, trauma saat proses intubasi, tindik bibir, sialolitiasis, hingga tumor (Hong dkk., 2019).

Mukokel ekstravasasi memiliki etiologi berupa trauma mekanis yang terjadi secara langsung, misalnya kebiasaan buruk menggigit mukosa bukal atau mukosa labial, terkena sikat gigi, intubasi, dan tindik bibir. Mukokel retensi merupakan akibat sekunder dari suatu kelainan yang ada, seperti fibrosis duktus, sialolitiasis, dan tumor (Hong dkk., 2019).

Diagnosis

Diagnosis Mukokel pada prinsipnya didasarkan pada anamnesis dan temuan klinis. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien. Keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter bukan karena adanya rasa nyeri atau sakit, melainkan akibat ketidaknyamanan dan kesulitan saat berbicara dan mengunyah, tergantung dari letak dan seberapa besar Mukokel yang dialami. Selain itu, pasien juga bisa datang disebabkan rasa takut akibat bentuk Mukokel yang membesar. Hal lain yang juga perlu digali adalah adanya riwayat trauma mekanis dan riwayat inflamasi kronis yang mungkin diderita oleh pasien.

Diperlukan juga menanyakan apakah pasien memiliki riwayat suatu kelainan yang mengarah kepada terbentuknya Mukokel, seperti fibrosis duktus, trauma kronis, sialolitiasis, dan tumor.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengamatan visual dan pemeriksaan palpasi (Suryavanshi dkk, 2020).

Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan dalam proses diagnosis Mukokel rongga mulut, karena kondisi ini mudah dikenali secara klinis. Pada beberapa kasus, Mukokel bisa digunakan untuk mengevaluasi adanya kalkuli sebagai penyebab Mukokel, ataupun adanya penyebaran dari pembengkakan ke glandula saliva minor mana saja yang terlibat. Ini dapat digunakan untuk menentukan seberapa luas insisi yang akan dilakukan (Suryavanshi dkk, 2020).

(5)

Pemeriksaan penunjang pertama yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kalkuli, abses, kista, bahkan membedakan antara tumor jinak dan ganas dengan akurasi hingga 90%. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat bermanfaat adalah CT scan dan MRI. Namun, pemeriksaan ini jarang dilakukan, kecuali jika Mukokel tersebut tampak melibatkan area yang luas, Mukokel pada sinus maksilaris, atau jika Mukokel di dasar mulut (ranula) sudah melibatkan muskulus milohioid.

CT scan dan MRI dapat juga dilakukan sebelum operasi pengangkatan Mukokel untuk menentukan seberapa luas jaringan yang diambil. Pemeriksaan penunjang yang terakhir adalah biopsi. Hal ini dilakukan dengan tujuan membedakan apakah lesi tersebut ganas atau jinak (Suryavanshi dkk, 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Bhagawati, B.T., Kumar, N., Jyotsana, K., 2021. Mucocele in the Anterior Ventral Surface of the Tongue - A Rare Case report. Acta Scientific Dental Sciences. 5(12):33-36.

Chairunas, Sunnati, Humaira, S.A., 2012. Gambaran Kasus Mukokel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Lokasi, dan Rekurensi Setelah Perawatan. Cakradonya Dent J. 3(2):400-474 Choi, Y.J., Byun, J.S., Choi, J.K., Jung, J.K., 2019. Identification of predictive variables for

the recurrence of oral Mucocele. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 24(2): 231–235.

Hong, C.H.L., Dean, D. R., Hull, K., Hu, S.J., 2019. World Workshop on Oral Medicine VII:

Relative frequency of oral mucosal lesions in children, a scoping review. Oral Dis. 1(1):1- 25

Mandel, L., 2018. Salivary Gland Disorders. Medical Clinics of North America. 98(6):1407–

1449.

Sathiyamoorthy, S., Gheena, S., Jain, R. K., 2020. Prevalence of oral Mucocele among outpatients at saveetha dental hospital, india. Bioinformasi. 16(12): 1013–1018.

Shafer, Hine, Levy, 2012. Shafer’s Textbook of Oral Pathology. 7th ed. New Delhi:Elsevier.

Suryavanshi, R., Abdullah, A., Singh, N., 2020. Oral Mucocele in infant with an unusual presentation. BMJ Case Rep. 13(6).

Tammama, T., dan Sabilah, L., 2022. Multiple Mukokel yang disertai pyogenic granuloma pada mukosa bibir serta penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 34(3):289-294.

Referensi

Dokumen terkait