• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEGRADASI METHYLENE BLUE DENGAN KARBON AKTIF DARI KULIT PISANG KEPOK TERAKTIVASI H2SO4 - Repository ITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "DEGRADASI METHYLENE BLUE DENGAN KARBON AKTIF DARI KULIT PISANG KEPOK TERAKTIVASI H2SO4 - Repository ITK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 tinjauan pustaka akan dijelaskan mengenai referensi yang berkaitan dengan penelitian ini. Bab 2 meliputi beberapa aspek bahasan, diantaranya: Methylene Blue, Pisang Kepok, karbon aktif, adsorbsi, karbonisasi, aktivasi, SEM, FTIR, XRD, UV-Vis, dan penelitian terlebih dahulu.

2. 1 Methylene Blue (MB)

Methylene blue merupakan senyawa kimia heterocyclic aromatic dengan struktur molekul C16H18N3SCl dan berat molekul sebesar 319,85 g/mol (Patel, 2015). Methylene blue memiliki berbagai peranan didalam bidang kimia, biologi, kesehatan, industri kertas, industri kosmetik, dan industri tekstil. Senyawa methylene blue merupakan padatan berwarna hijau gelap. Umumnya methylene blue berwarna biru jika dicampurkan oleh larutan seperti air. Pada gambar 2.1 menunjukkan struktur kimia yang ada pada methylene blue. Jika terdapat methylene blue dalam jumlah yang banyak, maka methylene blue dapat mencemarkan lingkungan khususnya pada lingkungan perairan. Paparan dalam jangka panjang terhadap methylene blue dapat menyebabkan mual, anemia, dan hipertensi jika methylene blue masuk kedalam tubuh manusia. Selain itu, methylene blue dapat menghalangi cahaya yang masuk ke dalam air sehingga mengganggu ekosistem.

Oleh karena itu, limbah methylene blue harus diatasi dengan cara wastewater treatment. Salah satu wastewater treatment yang dapat digunakan untuk menghilangkan senyawa methylene blue, yaitu dengan menggunakan karbon aktif Foo, 2011).

(2)

7 Gambar 2. 1 Struktur methylene blue (Patel, 2015)

2. 2 Pisang Kepok

Pisang kepok dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan, seperti pisang sale, keripik pisang, pisang greng, pisang keju, kolak pisang, makanan bayi, tepung pisang, dan lain-lain. Pemanafaatan pisang kepok yang cukup besar tersebut menghasilkan limbah kulit pisang yang jumlahnya besar pula. Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang kepok atau Musa paradiscal. (Susanti, 2006).

Tabel 2. 1 Klasifikasi pisang kepok

Kingdom Plantae

Divisi Sprematophyta

Sub. Divisi Angiospermae

Kelas Monocotylae

Bangsa Musales

Suku Musaceae

Marga Musa

Jenis Musa Paradiscal

*(Suhartono, 2011)

Kulit pisang merupakan bahan buangan yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organic saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapim dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan lebih dari sekadar makanan ternak (Susanti, 2006).

(3)

8 Tabel 2. 2 Komposisi Kimia Kulit Pisang Kepok

Unsur Komposisi (%)

Kadar air 11,09

Kadar abu 4,82

Kadar Lemak 16,47

Kadar Protein 5,99

Kadar serat kasar 20,96

Kadar karbohidrat 40,74

Kadar selulosa 17,04

Kadar Lignin 15,36

*(Hernawati, 2007)

Tabel 2. 3 Komposisi Mineral Kulit Pisang Kepok (mg/100gr) Kulit

Pisang

Ca Mg K Na P

Matang 6,01±0,27 2,31±0,44 9,83±1,17 6,09±0,13 0,49±0,01 Mentah 11,02±1,44 3,04±0,06 9,89±1,17 6,18±0,03 0,61±0,01

*(Okorie dkk, 2015)

2. 3 Karbon Aktif

Pemanfaatan karbon aktif dimulai sekitar pertengahan abad ke-20. Pada saat itu, kesadaran tentang polusi pencemaran lingkungan sangat meningkat. Saat ini, pemanfaatan karbon aktif sering ditemukan untuk menghilangkan jenis-jenis kontaminan organik maupun anorganik dari sumber mata air dan air limbah (Cecen, 2011).

Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus untuk mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat karbon aktif. (Darmawan, 2008).

Berdasarkan bentuknya, karbon aktif terbagi menjadi granular activated carbon (GAC) dan powdered activated carbon (PAC). GAC umumnya terbuat dari butiran batubara. Ukuran GAC antara 0,2 hingga 5 mm. Karbon aktif jenis ini umumnya digunakan pada pemurnian pencemaran udara. Sedangkan, jenis karbon

(4)

9 aktif serbuk atau powdered activated carbon (PAC) memiliki diameter sebesar 0,297 mm menurut American Water Works Association Standard. Sedangkan, menurut ASTM D5158 diameter serbuk aktif karbon sebesar 0,177 mm. Selain itu, ukuran rata-rata partikel sebesar 15 hingga 25 µm. PAC sering ditemukan pada aplikasi air minum dan pengolahan wastewater treatment (Cecen, 2011).

2. 4 Adsorbsi

Adsorpsi adalah kemampuan adsorbent untuk menyerap konsentrasi suatu zat yang berukuran lebih kecil dari adsorbent pada permukaan adsorbent (Cecen, 2011). Benda yang dapat menyerap konsentrasi suatu zat disebut adsorbent.

Sedangkan, konsentrasi suatu zat atau zat yang teradsorpsi oleh adsorbent disebut adsorbate (Perrich, 1981). Proses adsorpsi dapat terjadi jika ada dua fase benda, seperti benda cair dengan cair, benda gas dengan cair, benda gas dengan padat atau benda cair dengan padat. Pada proses adsorpsi karbon aktif, adsorbent merupakan benda dengan fase padat atau solid phase. Sedangkan, lingkungan atau perairan yang tercemar oleh suatu zat dengan konsentrasi tertentu merupakan fluida atau liquid phase (Cecen, 2011).

Mekanisme adsorpsi dapat terjadi karena adanya sifat hydrophobic dan hydrophilic. Pada suatu kontaminan organik maupun anorganik memiliki sifat hydrophobic dan hydrophilic. Hydrophobic merupakan kemampuan untuk menolak air dan hydrophilic merupakan kemampuan untuk menerima air. Bagian kontaminan yang bersifat hydrophobic cenderung diserap oleh adsorbent.

Sedangkan, bagian kontaminan yang bersifat hydrophilic cenderung tetap didalam air (Cecen, 2011).

Selain sifat hydrophobic dan hydrophilic, mekanisme adsorpsi dapat disebabkan oleh adsorpsi secara fisik dan kimia. Adsorpsi secara fisik terjadi karena adanya gaya van der waals. Adsorbate akan menuju ke adsorbent jika adsorbent memiliki gaya van der waals yang lemah. Oleh sebab itu, adsorbate bergerak secara bebas menuju adsorbent (Weber, 1972). Pada adsorpsi secara kimia, adsorbate mengalami interaksi terhadap adsorbent. Pertukaran electron antara molekul adsorbent dengan adsorbate yang menyebabkan adsorpsi secara kimia terjadi.

Adsorpsi secara kimia terjadi karena adanya energi adsorpsi yang tinggi sehingga

(5)

10 membutuhkan temperatur yang tinggi. Pada adsorpsi ini, adsorbate tidak bergerak secara bebas menuju adsorbent. Semakin tinggi temperatur, maka proses adsorpsi secara kimia semakin cepat dibandingkan dengan adsorpsi secara fisik (Inglezakis, 2002).

2. 5 Faktor yang mempengaruhi adsorbsi

Adsorpsi karbon aktif bukanlah proses homogen yang unik, tetapi lebih tepatnya bergantung pada berbagai faktor yang diuraikan di bawah.

2.5.1 Luas permukaan dari adsorben

Tingkat adsorpsi umumnya dianggap proporsional dengan spesifik luas permukaan. Luas permukaan spesifik adalah proporsi dari total luas permukaan yang tersedia untuk adsorpsi. Adsorben yang terbagi lebih halus dan lebih berpori diharapkan menghasilkan lebih banyak adsorpsi per unit berat adsorben.

Permukaan termasuk baik apabila melibatkan rongga dengan lebar lebih besar dari kedalaman atau apabila menyangkut pori-pori dan rongga itu memiliki kedalaman lebih besar dari lebar (Cecen,2011).

2.5.2 Karakteristik fisika dan kimia dari adsorbat

Secara umum, daya serap suatu senyawa meningkat dengan bertambahnya berat molekul dan peningkatan jumlah gugus fungsi seperti ikatan rangkap atau halogen. Molekul yang lebih besar teradsorpsi ke karbon aktif lebih baik daripada molekul yang lebih kecil. Derajat kelarutan zat terlarut juga menjadi perhatian utama untuk adsorpsi. Ada hubungan terbalik antara tingkat adsorpsi zat terlarut tertentu dan kelarutannya dalam pelarut tempat terjadinya adsorpsi. Kelarutan tinggi berarti ikatan zat terlarut-pelarut lebih kuat daripada gaya tarik antara zat terlarut dan adsorben (Cecen,2011).

Polaritas adsorbat merupakan faktor penting lainnya. Larutan polar lebih disukai teradsorpsi oleh adsorben polar, sedangkan zat terlarut nonpolar lebih mudah diadsorpsi oleh adsorben nonpolar. Karbon aktif menyerap molekul nonpolar lebih baik daripada molekul polar. Peningkatan kelarutan mencerminkan afinitas yang lebih besar antara zat terlarut dan pelarut, dan bertindak untuk melawan tarikan yang diberikan oleh karbon. Akibatnya, setiap perubahan yang meningkatkan kelarutan dapat dikaitkan dengan penurunan daya serap. Jadi, gugus

(6)

11 polar (ditandai dengan afinitas terhadap air) biasanya mengurangi adsorpsi dari larutan berair (Cecen,2011).

2.5.3 pH

Molekul organik membentuk ion negatif pada nilai pH tinggi, ion positif pada nilai pH rendah, dan molekul netral pada nilai pH menengah. Adsorpsi sebagian besar bahan organik lebih tinggi pada kondisi netral. Secara umum, adsorpsi fasa cair polutan organik oleh karbon aktif meningkat dengan penurunan pH. Ini hasil dari netralisasi muatan negatif di permukaan karbon pada nilai pH rendah.

Netralisasi muatan negatif mengurangi rintangan difusi dan mengarah ke situs adsorpsi yang lebih aktif. Besarnya efek ini bervariasi dengan jenis dan teknik aktivasi karbon aktif. Perbedaan nilai pH juga dapat terjadi karena gugus fungsi permukaan asam atau basa pada karbon aktif. Kelompok-kelompok ini dapat dibebaskan dengan kontak sederhana dengan air suling daripada kelompok fungsional permukaan tetap. Hubungan terbalik sebelumnya telah dilaporkan antara kapasitas adsorpsi dan keasaman permukaan (Cecen,2011).

2.5.4 Temperatur

Adsorpsi melibatkan hubungan spesifik antara sifat karbon aktif dan zat terlarut. Oleh karena itu, efek kuantitatif suhu tidak sama dengan semua karbon dan zat terlarut. Tingkat adsorpsi harus meningkat dengan penurunan temperatur karena reaksi adsorpsi bersifat eksotermik. Namun, peningkatan temperatur juga meningkatkan laju difusi zat terlarut melalui cairan ke tempat adsorpsi, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan adsorpsi. Perbedaan penting dalam adsorpsi zat terlarut versus gas ditemukan dalam peran temperatur. Peningkatan temperatur meningkatkan kecenderungan gas untuk keluar dari antarmuka dan dengan demikian mengurangi adsorpsi. Namun pada adsorpsi dari zat cair, pengaruh temperatur terhadap afinitas pelarut lebih dominan (Cecen,2011).

2.5.5 Porositas Adsorben

Performa adsorpsi tergantung pada kondisi aksesibilitas permukaan internal.

Properti bahan adsorben yang sangat penting dan menentukan adalah struktur pori.

Jumlah pori-pori dan bentuk serta ukurannya menentukan kapasitas adsorpsi dan bahkan laju adsorpsi. Pentingnya pori-pori dalam proses adsorpsi sangat bergantung pada ukurannya. Sebagian besar padat adsorben memiliki struktur

(7)

12 kompleks yang terdiri dari pori-pori dengan berbagai ukuran dan bentuk. Porositas total biasanya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Menurut rekomendasi IUPAC, pori mikro didefinisikan sebagai pori-pori dengan lebar tidak melebihi 2 nm, mesopori adalah pori-pori dengan lebar antara 2 dan 50 nm, dan pori makro adalah pori-pori dengan lebar lebih dari 50 nm. Klasifikasi di atas diterima secara luas dalam literatur adsorpsi. Klasifikasi lebih lanjut melibatkan ultramicropores, yang merupakan pori-pori dengan lebar kurang dari 0,7 nm(Cecen,2011).

2. 6 Karbonisasi

Karbonisasi merupakan proses pemecahan lignoselulosa berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi unsur karbon (Garcia, 2017). Karbonisasi dilakukan pada temperatur 400-600oC. Akan tetapi, adsorbent yang dihasilkan dari proses karbonisasi memiliki daya adsorpsi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh sebagian dari tar yang dihasilkan berada dalam pori-pori dan permukaan arang sehingga mengakibatkan proses adsorpsi terhalang. Produk hasil karbonisasi dapat diaktifkan dengan cara mengeluarkan produk tar melalui pemanasan dengan temperatur tinggi dalam kondisi vacuum atau melalui proses kimia dengan menggunakan larutan kimia seperti potassium hydroxide (KOH), acid chloride (HCl), dan natrium hydroxide (NaCl). Proses aktivasi dilakukan untuk mendapatkan adsorbent yang memiliki kemampuan adsorpsi yang tinggi (Hassler, 1951).

2. 7 Aktivasi

Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring, 2003).

Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu aktivasi secara fisika dan kimia. Aktivasi fisika merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan

(8)

13 nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor pada arang. Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah dikarbonisasi dalam sebuah produk yang memiliki luas permukaan yang luar biasa dan struktur pori. Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori yang terbentuk selama karbonisasi dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru. Fluidized bed reactor dapat digunakan untuk proes aktivasi fisika.

Tipe reaktor ini telah digunakan untuk pembuatan karbon aktif dari batu (Swiatkowski, 1998).

Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia (Sembiring, 2003). Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Selain garam mineral biasanya digunakan ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam hipoklorit (H3PO4), kalium hidroksida (KOH), dan natrium hidroksida (NaOH). (Kinoshita, 1988). Bahan-bahan pengaktif tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau penghidrasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik pada aktivasi berikutnya, dehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan saat proses karbonisasi dan melindungi permukaan karbon sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi (Manocha, 2003).

2. 8 Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier Transform Infra Red (FT-IR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun

(9)

14 cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FT-IR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi. Teknik pengoperasian FT-IR berbeda dengan spektrofotometer infra merah.

Pada FT-IR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986).

2. 9 X-Ray Diffraction (XRD)

X-Ray Diffraction (XRD) merupakan alat yang memanfaatkan sinar-X yang dihamburkan untuk menganalisis struktur kristal dari suatu padatan. Struktur kristal yang diamati, yaitu ukuran nano partikel, crystalline, dan amorphous suatu padatan.

Menurut W. H. Bragg, prinsip x-ray diffraction (XRD), yaitu saat sinar-X dengan panjang gelombang λ melewati kisi kristal suatu benda dengan sudut datang sebesar θ. Kemudian, sinar-x dihamburkan oleh kisi kristal suatu benda sehingga terdapat jarak antara bidang kristal d (Lee, 2016).

Pengujian x-ray diffraction (XRD) sangat bermanfaat untuk melihat ukuran nano-particle, crystalline, dan amorphous suatu material. Para peneliti melakukan penelitian untuk menganalisis karbon aktif dengan menggunakan XRD. Hasil analisis XRD menyimpulkan bahwa karbon aktif mayoritas memiliki ukuran partikel amorphous dengan luas permukaan yang besar. Hal ini dibuktikan dengan adanya microcrystalline yang tersusun tidak teratur dan secara acak sehingga karbon aktif memiliki partikel amorphous (Khalil, 2013).

2. 10 UV-Vis Spectrophotometer

Ultra violet-visible (UV-Vis) spectrophotometer terdiri dari gabungan antara spectrophotometer UV dan visible sehingga menggunakan dua sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Larutan yang dianalisis diukur tingkat penyerapan sinar ultraviolet. Spectrophotometer digunakan untuk menganalisis senyawa kimia. Penyerapan cahaya ultraviolet antara 200-350 nm dan visible antara 350-800 nm. Umumnya, alat ini digunakan

(10)

15 pada aplikasi penjernihan air maupun udara (Heinz, 1992). Pada penjernihan air, uv-vis spectrophotometer digunakan untuk menganalisis kemampuan adsorbent untuk mendegradasi polutan. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur peak tertinggi seperti methylene blue yang memiliki peak tertinggi sebesar 668 nm (Whang, 2009).

2. 11 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2. 4 Penelitian terdahulu

No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil 1 Dyah Fitriani,

Dwita Oktiarni, Lusiana 2015

Metode : Kulit pisang dijemur di bawah sinar matahari selama 7 jam dan dioven pada temperature 100 °C selama 5 jam. Adsorben kemudian digunakan untuk adsorpsi MB dengan variasi berat KP 0,01; 0,03; 0,05; dan 0,1 g dan dengan variasi konsentrasi MB 5; 10; 20; 30; 50 dan 70 mg/L serta variasi waktu 0; 10; 20; 30; 60; 90; 120; 150;

180; 210 dan 240 menit.

Hasil : Proses adsorpsi optimum tercapai pada berat adsorben 0,5 g dan konsentrasi MB 50 mg/L. Kondisi waktu optimum adsorpsi MB pada KP yaitu pada waktu kontak 90 menit.

2 Meta Sylviana Dewi, Eko Budi Susatyo, dan Endang Susilaningsih 2015

Metode : Kulit pisang raja dikeringkan di bawah sinar matahari dan dilanjutkan dengan oembakaran pisang di dalam drum hingga menjadi arang. Kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh. Lalu di aktivasi dengan variasi konsentrasi 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0 M selama 2 jam. Setelah itu dicuci hingga pH netral dan dikeringkan dengan oven 105 °C selama 3 jam.

Hasil : Karakterisasi arang aktif kulit pisang raja yang optimal adalah arang teraktivasi H2SO2,5 M.

3 Anita Lantang, Jemmy Abidjulu,

Metode : Kulit pisang goroho dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari. Kemudian di karbonisasi pada temperatur 400 °C selama ± 1,5 jam, ditumbuk hingga halus. Kemudian di aktivasi dengan direndam aktivator

(11)

16 Henny F.

Aritonang, 2017

H2SO4 dan NaOH selama 1,5 jam. Kemudian dikeringkan dengan oven pada temperatir 110 °C selama 2 jam.

Kemudian karbon yang telah diaktivasi (0,03; 0,05; 0,10 gram) dimasukkan ke dalam larutam MB 5 ppm sebanyak 25 ml dengan waktu kontak (10, 30, 60, 90 dan 120 menit).

Hasil: Persentas penyerapan tertinggi pada massa 0,10 gram dan waktu kontak 90 menit dengan aktivator H2SO4. 4. Yuliusman,

Jervis Sinto, Yugo Widhi Nugroho, Hizba Ilmi Naf’an, 2018

Metode: Kulit pisang dibersihkan dari kotoran kemudian dioven dengan temperature 105 °C hingga kering, setelah itu kulit pisang dijancurkan menggunakan alu dan mortar.

Kemudian dikarbonisasi pada temperatur 350 °C selama 1 jam. Lalu karbon dihaluskan lagi dengan ayakan 30 mesh.

Selanjutnya diaktivasi menggunkan larutan H2SO4 dengan konsentrasi 1N, 2N, 4N, dan 6N. Perbandingan yang digunakan yaitu 3 mL H2SO4 untuk setiap 1gram karbon.

Kemudian campuran karbon dan larutan H2SO4

dipanaskan pada temperatur 85 °C selama 1 jam. Lalu karbon disaring dan dibilas dengan air distilasi hingga pH netral. Setelah itu karbon dioven pada temperatur 110°C selama 1 jam.

Hasil: Luas permukaan yang apling baik dari karbon aktif adalah karbon yang diaktivasi dengan larutan H2SO4 6N.

Referensi

Dokumen terkait

Mengkaji dan membandingkan efisiensi usaha antara agroindustri kacang sangrai skala industri kecil dengan agroindustri kacang sangrai skala industri rumah tangga di

.28 ىلعأ ةيدام تايناكمإ تاينقتلا نم عون اذكه بلطتي تادعمو ةزهجأ نم هبلطتي امل ميمصتلاب ةيديلقتلا ةقيرطلا نم .روطتلا نم ٍلاع ىوتسم ىلع تاءاضفو .29 ةيدودحم ريثأت ناسنلاا ساوح يف ماظن