• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Jamur Beracun dengan Algoritma Convolutional Neural Network dan Arsitektur EfficientNet-B0

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Deteksi Jamur Beracun dengan Algoritma Convolutional Neural Network dan Arsitektur EfficientNet-B0"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Deteksi Jamur Beracun dengan Algoritma Convolutional Neural Network dan Arsitektur EfficientNet-B0

Muh Wildan Mauludy*, Devita Rulyana, Mardi Hardjianto

Fakultas Teknologi Informasi, Ilmu Komputer, Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan, Indonesia

Email: 12211601691@student.budiluhur.ac.id , 22211602277@student.budiluhur.ac.id, 3mardi.hardjianto@budiluhur.ac.id Email Penulis Korespondensi: 2211601691@student.budiluhur.ac.id

Abstrak−Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah jamur. Jamur memiliki berbagai macam bentuk dan jenis nya. Beberapa diantaranya terdapat jamur yang tidak dapat dikonsumsi dikarenakan mengandung racun yang akan berdampak pada kesehatan manusia. Spesies jamur yang dapat dikonsumsi terkadang memiliki bentuk yang serupa dengan jamur yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menyebabkan terjadinya kasus keracunan akibat salah mengonsumsi jamur. Penelitian ini fokus pada deteksi jamur beracun menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur EfficientNet-B0. Data jamur diperoleh dari Kaggle, dan setelah pra pemrosesan, model dilatih dengan variasi jumlah epoch dan batch size. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang deteksi jamur beracun dan tidak beracun, Disimpulkan bahwa algoritma CNN dengan arsitektur EfficientNet-B0 dapat membedakan jamur beracun dan tidak beracun dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dalam pengujian skenario, model yang dilatih menggunakan batch size 32 memiliki akurasi 84.2% dan loss 0.39, precision 0.855, recall 0.805, serta f1 score 0.815. Hal ini menunjukkan bahwa CNN arsitektur EfficientNet-B0 merupakan pendekatan yang efisien dan akurat dalam mengklasifikasikan jamur beracun dan tidak beracun. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa parameter seperti jumlah epoch dan jumlah batch size mempengaruhi proses pelatihan model.

Kata Kunci: Klasifikasi; Jamur; CNN; EfficientNet-B0; Pengolahan Citra Digital.

Abstract−Indonesia is a tropical country that has abundant natural resources and biodiversity, one of which is mushrooms.

Mushrooms have various shapes and types. Some of them contain mushrooms that cannot be consumed because they contain toxins that will have an impact on human health. Mushroom species that can be consumed sometimes have a similar shape to mushrooms that cannot be consumed, causing cases of poisoning due to consuming the wrong mushrooms. This research focuses on detecting poisonous mushrooms using a Convolutional Neural Network (CNN) with the EfficientNet-B0 architecture.

Mushroom data was obtained from Kaggle, and after praprocessing, the model was trained by varying the number of epochs and batch size. Based on the results of research and discussion on the detection of poisonous and non-toxic mushrooms, it is concluded that the CNN algorithm with the EfficientNet-B0 architecture can differentiate between poisonous and non-toxic mushrooms with a high level of accuracy. In scenario testing, the model trained using batch size 32 had an accuracy of 84.2%

and loss of 0.39, precision of 0.855, recall of 0.805, and f1 score of 0.815. This shows that the CNN architecture EfficientNet- B0 is an efficient and accurate approach in classifying poisonous and non-poisonous mushrooms. Apart from that, this research also found that parameters such as the number of epochs and the number of batch sizes influence the model training process.

Keywords: Classification; Mushroom; CNN; EfficientNet-B0; Digital Image Processing.

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah jamur. Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang mudah tumbuh dan berkembang, mereka diklasifikasikan sebagai jamur dan organisme eukariotik [1]. Jamur hidup di berbagai habitat termasuk tanah, kayu, sampah dan kotoran hewan. Jamur merupakan mahkluk yang tidak melakukan fotosintesis dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber makanan. Jamur memiliki banyak manfaatnya sehingga dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan serta sebagai bahan obat. Jamur yang dapat dikonsumsi memiliki kandungan garam mineral yang lebih baik dibandingkan daging sapi atau domba[2]. Jamur memiliki keanekaragaman bentuk dan jenis nya. Keanekaragaman tersebut mempengaruhi kandungan yang terdapat pada jamur. Ada beberapa jenis jamur yang memiliki kandungan racun sehingga tidak dapat dikonsumsi dan berdampak pada kesehatan manusia. Jenis jamur yang dapat dikonsumsipun terkadang memiliki bentuk yang serupa dengan jamur yang tidak dapat dikonsumsi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kasus keracunan akibat salah mengonsumsi jamur. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) lebih dari 41.000 orang meninggal akibat keracunan yang tidak disengaja pada tahun 2008. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 0,346 juta kematian sejak tahun 2004 [3]. Maka penelitian-penelitian yang memiliki fokus pada klasifikasi dan deteksi jamur beracun sangat diperlukan agar masyarakat dapat mengkonsumsi jamur yang tepat.

Salah satu kemajuan teknologi saat ini yang semakin pesat adalah teknologi pengolahan gambar digital. Teknologi pengolahan citra digital dapat membantu menemukan dan mendeteksi jamur yang beracun. Ini dapat membedakan jamur antara yang dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan dengan mendeteksi jamur tersebut terlebih dahulu.

Salah satu metode alternatif untuk mengatasi ketidakmampuan untuk membedakan atau mendeteksi jamur beracun adalah klasifikasi citra menggunakan Convolutional Neural Network (CNN). Salah satu algoritma neural network yang paling umum digunakan untuk mengklasifikasikan gambar adalah Convolutional Neural Network (CNN).

Keunggulan utama CNN dibandingkan dengan teknik deep learning lainnya adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan gambar. [4]. Jaringan saraf konvolusional adalah salah satu model deep

(2)

learning yang dapat menangani data dalam bentuk pola grid [5]. Hal ini disebabkan upaya CNN untuk meniru mekanisme pengenalan gambar korteks visual manusia., yang memungkinkan mereka untuk mengolah gambar [6].

Selain itu, CNN juga cocok untuk mengklasifikasikan pengolahan gambar skala besar. CNN sangat baik dalam mengekstraksi fitur kompleks secara otomatis dan efisien [6]. CNN merupakan pengembangan Multilayer Perceptron (MLP), yang dirancang terutama untuk pemrosesan data 2D. Struktur jaringannya yang kompleks, CNN diklasifikasikan sebagai Deep Neural Network [7]. Metode Convolutional Neural Network (CNN) menggunakan layer kombinasi pada sebuah input dengan fitur filter.[8]

Convolutional Neural Network (CNN) dapat dibagi menjadi dua tahap utama: tahap pembelajaran fitur dan tahap klasifikasi. Lapisan konvolusional, Rectified Linear Unit (ReLU), dan lapisan Pooling adalah komponen dalam langkah pembelajaran fitur. Sedangkan tahap kategorisasi bertugas untuk mengkategorikan neuron ke kelas yang sesuai [9]. Metode Convolutional Neural Network (CNN) memerlukan pra-pemrosesan lebih rendah dibandingkan dengan algoritma klasifikasi lainnya. Hal ini karena CNN berupaya meniru cara kerja otak untuk membedakan dan mengklasifikasi sebuah gambar [10].EfficientNet merupakan salah satu komponen pendekatan Convolutional Neural Network (CNN), yang berisi banyak model mulai dari EfficientNet-B0 hingga EfficientNet- B7 [9]. EfficientNet memiliki kemampuan dalam mencapai akurasi yang tinggi pengenalan gambar, serta menurunkan jumlah parameter model dan Operasi Titik Mengambang Per Detik (FLOPS). Hasilnya, EfficientNet adalah metode yang cepat dan efektif untuk meningkatkan performa model [5].

Beberapa penyelidikan sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan spesies jamur yang berbeda. Pada tahun 2021, Mahran (2021) menggunakan pendekatan Nave Bayes Gaussian untuk mengkategorikan jenis jamur berdasarkan sifat statistik orde pertama.

Pendekatan ini menggunakan lima parameter. Pengujian dilakukan terhadap 60 foto jamur dengan akurasi paling besar sebesar 98,75%[11]. Penelitian Hayami (2022) menggunakan Naïve Bayes dalam klasifikasi jamur dan menggunakan 8124 data tabel. Pemrosesan klasifikasi dilakukan sebanyak empat kali untuk setiap bagian data, menggunakan Categorical Naive Bayes dan Multinomial Naive Bayes, dengan model yang memanfaatkan Categorical Naive Bayes yang memiliki performa akurasi paling besar. Sebaliknya, model Multinomial 1 dan Multinomial 2 memiliki akurasi 100% [12].Aziz (2022) menggunakan pendekatan Nave Bayes dan pemilihan fitur berdasarkan Association Rule Mining dalam penelitian lain. Berdasarkan temuan penelitian ini, akurasi maksimum klasifikasi jamur menggunakan Nave Bayes dan seleksi fitur mencapai 95% dengan satu fitur terpilih. Sedangkan jika menggunakan ketujuh karakteristik terpilih maka akurasi yang diperoleh sebesar 94%, dan jika tidak digunakan pemilihan fitur maka akurasi yang diperoleh sebesar 95% [13].Penelitian Rahmadhani (2023) yang menggunakan pendekatan CNN untuk klasifikasi jamur berdasarkan genus memberikan hasil akurasi paling besar, yaitu 89% pada data latih dan 82% pada data validasi [14]. Pramutighna (2023) melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan CNN untuk mengidentifikasi kemungkinan racun dan meningkatkan keamanan pangan pada jamur dengan membuat data augmented dengan akurasi 96,53% untuk data pelatihan dan 93,22% untuk data validasi. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan desain EfficientNet-B0, salah satunya adalah mempelajari kategorisasi penyakit makula pada retina berdasarkan gambar retina OCT. Penelitian ini mempunyai tingkat akurasi pengujian sebesar 90,60% dan nilai loss sebesar 0,27 [16]. Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya yang membahas klasifikasi dan deteksi jamur beracun menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN) yang digabungkan dengan arsitektur EfficientNet-B0 sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian dengan arsitektur ini di Indonesia. Maka penelitian ini fokusnya adalah deteksi jamur menggunakan CNN dan arsitektur EfficientNet-B0 diharapkan dapat menambah kontribusi baru dalam pengembangan model yang lebih efisien dan akurat untuk mendeteksi jamur beracun.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tahapan Penelitian

Metodologi penelitian digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan secara berurut dan teratur sesuai dengan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh penelitia dalam melakukan penelitian ini. Untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan, metodologi penelitian digunakan untuk menjelaskan secara sistematis langkah- langkah dan tahapan proses penelitian. Gambar 1 menunjukkan langkah-langkah dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

Gambar 1. Tahapan Penelitian

(3)

2.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data sekunder. Informasi yang dibutuhkan diambil dari berbagai sumber yang sudah ada, termasuk situs web resmi. Pemilihan metode ini dilakukan karena memberikan akses yang lebih meluas terhadap informasi yang relevan dan terkini. Selain itu, data juga dapat diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang terdokumentasi secara daring. Data yang terkumpul mencakup informasi tentang gambar jamur beracun dan jamur tidak beracun, yang akan digunakan untuk mendukung analisis dalam penelitian ini. Data pada penelitian ini akan dikumpulan melalui situs kaggel.com. Data yang akan dikumpulkan merupakan data gambar jamur beracun dan jamur tidak beracun.

2.3 Pra Pemrosesan Gambar

Pra pemrosesan gambar merupakan langkah awal dalam analisis gambar yang memiliki tujuan untuk menyiapkan dan mengubah gambar sebelum dilakukan tahap analisis atau pengolahan lebih lanjut. Dalam tahap pra pemrosesan gambar, berbagai teknik dapat diterapkan, termasuk membersihkan noise, meningkatkan kontras, atau menyesuaikan format gambar. Fokus dari langkah ini adalah untuk meningkatkan kualitas gambar dan membuatnya lebih cocok untuk langkah-langkah analisis atau aplikasi yang spesifik. Setelah data terkumpul maka dilakukan tahap pra pemrosesan gambar. Dataset yang sudah di ambil akan di resize agar dapat meningkatkan efisiensi komputasi dalam klasifikasi gambar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Pra Pemrosesan Gambar untuk Dataset

Prosedur konfigurasi augmentasi data untuk model dilakukan pada tahap ini. Strategi augmentasi data ini berupaya menghindari model overfitting dan dapat meningkatkan akurasi model. Pra pemrosesan yang dilakukan adalah resizing gambar menjadi ukuran 94x94.

2.4 Deep Learning

Setelah gambar sudah diproses pada tahap sebelumnya. Tahap kategorisasi datang berikutnya. Pada penelitian ini klasifikasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan Deep Learning yaitu algoritma CNN dan arsitektur EfficientNet-B0.

a. Feature Learning

Pada Feature Learning, lapisan dalam pembelajaran fitur yang menerima masukan gambar segera di awal dan memprosesnya untuk membuat keluaran data array multidimensi. Model CNN yang dilatih pada data Edge Image Impluse digunakan untuk Pembelajaran Fitur. Penelitian ini akan menggunakan model CNN yang akan dilatih menggunakan teknik pelatihan dan pengujian.

b. Classification

Lapisan classification memiliki beberapa banyak lapisan, yang masing-masing berisi neuron dan sepenuhnya digabungkan satu sama lain. Lapisan ini mendapat masukan dari lapisan keluaran pembelajaran fitur, yang kemudian diproses secara rata dengan penambahan banyak lapisan tersembunyi yang terhubung sepenuhnya untuk memberikan keluaran berupa akurasi klasifikasi untuk setiap kelas.

2.5 Evaluasi

Confusion Matrix adalah suatu metode evaluasi yang digunakan dalam analisis klasifikasi untuk mengevaluasi kinerja suatu model atau sistem klasifikasi. Confusion Matrix menampilkan perbandingan antara prediksi model dengan nilai sebenarnya dari data yang diuji. Matriks ini terdiri dari empat sel, yaitu True Positive (TP), True Negative (TN), False Positive (FP), dan False Negative (FN). Dengan menggunakan Confusion Matrix, kita dapat menghitung berbagai metrik evaluasi seperti akurasi, presisi, recall, dan F1-score, yang memberikan gambaran lebih rinci tentang seberapa baik model tersebut dalam melakukan klasifikasi pada data tertentu. Confusion Matrix adalah cara yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari sistem klasifikasi. Ilustrasi matriks konfusi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Ilustrasi Confusion Matrix [17]

Nilai Nilai Prediksi:

Yes

Nilai Prediksi: No

Nilai Aktual: Yes TP FN

Nilai Aktual: No FP TN

Nilai True Negative (TN) adalah titik data yang telah dikategorikan secara tepat sebagai keluaran negatif atau salah. Data True Positive (TP) adalah informasi yang telah diidentifikasi secara tepat sebagai keluaran positif atau benar. False Positive (FP) adalah informasi yang salah diidentifikasi sebagai keluaran positif atau benar. False

Gambar Asli Mengubah urutan

gambar menjadi 96x96

(4)

Negative (FN) adalah data yang salah dikategorikan sebagai keluaran negatif atau tidak akurat. Pada penelitian ini matriks yang digunakan adalah accuracy, precision, recall, dan fi score dengan rumus 1, 2, 3 dan 4 [18].

Accuracy(%) = (TP+TN)

(TP+FP+TN+FN) (1)

𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛(%) = 𝑇𝑃

(𝐹𝑃+𝑇𝑃 (2)

𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙(%) = (𝑇𝑃+𝑇𝑁)

(𝑇𝑃+𝐹𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑁 (3)

𝐹1 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒(%) = (2 𝑥 𝑟𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 𝑥 𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛)

(𝑟𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 + 𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛) (4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat model dan melakukan implementasi berupa prototype yang mampu mengidentifikasi foto jamur berdasarkan klasifikasi beracun atau tidak beracun. Teknik yang digunakan dalam hal ini adalah Convolutional Neural Network (CNN) yang memanfaatkan arsitektur EfficientNet-B0.

Diperlukan dataset berisi foto jamur beracun dan tidak beracun yang akan dikategorikan untuk mengembangkan model ini. Kategorisasi jenis jamur difokuskan pada 12 kategori dalam konteks penelitian ini, yaitu Agaricus Bisporus, Amanita Bisporigera, Amanita Phalloides, Amanita Virosa, Auricularia Auricula Judae, Boletus edulis, Cantharellus Cibarius, Cortinarius Rubellus, Flammulina velutipes, Galerina Marginata, Gyromitra Esculenta, dan Pleurotus Ostreatus. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dataset, proses pra pemrosesan, melatih model klasifikasi arsitektur EfficientNet-B0, dan, deployment prototype model berbasis web.

3.1 Pengumpulan Dataset

Pada penelitian ini dataset yang akan digunakan bersumber dari metode pengumpulan data yang dilakukan melalui situs link https://www.kaggle.com/datasets/thehir0/mushroom-species/data dan https://www.kaggle.com/c/fungi- challenge-fgvc-2018/data. Dataset terlampir pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Jamur Beracun dan Tidak Beracun [15,16]

Jenis Jamur Jumlah Data Beracun (B) Tidak Beracun (TB) Agaricus Bisporus

Amanita Bisporigera Amanita Phalloides

Amanita Virosa Auricularia Auricula Judae

Boletus Edulis Cantharellus Cibarius

Cortinarius Rubellus Flammulina Velutipes

19 186 131 71 285 560 144 96 352

- B B B - - - B

-

TB - - - TB TB TB - TB Galerina Marginata

Gyromitra Esculenta Pleurotus Ostreatus

211 76 238

B B -

- - TB

Data yang akan dikumpulkan merupakan data jamur dengan 12 jenis jamur yang berbeda. Data jamur di definisikan sebagai B, sedangkan jamur tidak beracun di definisikan sebagai TB. Jumlah jamur yang dijadikan dataset sebanyak 2.237 citra jamur yang terdiri dari jamur beracun dan jamur tidak beracun.

3.2 Pra Pemrosesan Gambar

Setelah data terkumpul maka dilakukan tahap pra pemrosesan gambar. Pra pemrosesan gambar yang dilakukan adalah Resizing. Dataset yang telah dikumpulkan akan diubah ke ukuran 94x94 piksel.

Gambar 3. Hasil Pra Pemrosesan Gambar

(5)

Setelah melalui proses pra pemrosesan, gambar akan diubah menjadi fitur numerik yang dapat digunakan sebagai input untuk model. Proses ini melibatkan ekstraksi fitur dari gambar yang dapat mencakup teknik-teknik seperti ekstraksi fitur Convolutional Neural Network (CNN) arsitektur EfficientNet-B0. Hasil dari proses ini adalah representasi numerik dari gambar yang mencerminkan fitur-fitur penting dalam gambar tersebut. Fitur-fitur ini kemudian dapat digunakan sebagai input untuk melatih model CNN untuk melakukan klasifikasi jamur. Proses ini dapat membuat citra lebih baik untuk diproses ditahap berikutnya. Kumpulan data set akan diunggah untuk selanjutnya akan diberi label sesuai dengan jenis jamur antara lain jamur beracun dan jamur tidak beracun. Dari 2.237 gambar, 1.799 gambar digunakan untuk set data pelatihan dan 438 gambar untuk set data uji.

3.3 Hasil Klasifikasi

Setelah gambar diproses pada tahap sebelumnya, tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi. Pada penelitian ini klasifikasi yang digunakan yakni pendekatan Deep Learning yakni menggunakan algoritma CNN dan arsitektur EfficientNet-B0. Jumlah epoch dan ukuran batch merupakan salah satu uji yang akan dilakukan pada tahapan ini.

3.3.1 Pengujian Jumlah Epoch

Saat melatih model pada kumpulan data jamur, jumlah mengacu pada jumlah iterasi yang dijalankan saat model memproses kumpulan dataset. Setiap epoch menunjukkan bahwa seluruh data dijalankan melalui model satu kali.

Dalam studi ini, lima skenario berbeda dijalankan dengan jumlah epoch yang berbeda-beda untuk menentukan dampaknya terhadap performa model. Hal ini ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Epoch

Epoch loss accuracy val_loss val_accuracy 1 0.6226 64.98% 0.5226 76.39%

2 0.4626 79.50% 0.4458 80.83%

3 0.3853 83.60% 0.4164 82.22%

4 0.3302 86.31% 0.4028 83.89%

5 0.2973 89.23% 0.3915 84.17%

Peningkatan jumlah epoch dari 1 menjadi 5 menghasilkan peningkatan progresif dalam akurasi model pada table 3. Semakin banyak periode yang ada, semakin baik performa model pada data validasi. Model dengan 5 epoch memiliki akurasi tertinggi dari seluruh skenario yang ada, menunjukkan bahwa jumlah epoch tersebut merupakan pilihan optimal untuk melatih model pada dataset jamur pada penelitian ini.

3.3.2 Pengujian Jumlah Batch Size

Peneliti melakukan pengujian dengan berbagai nilai ukuran batch untuk skenario pengujian batch size untuk menilai pengaruhnya terhadap performa model. Jumlah sampel data yang ditangani di setiap iterasi pelatihan model disebut sebagai ukuran batch. Dari situasi dalam penelitian ini, dengan ukuran batch adalah 8 hingga 32.

Hasil dari percobaan ditampilkan dalam tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Batch Size Batch Size loss accuracy

8 0.45 80.3%

32 0.39 84.2%

Pada tabel 4, batch size 32 memberikan hasil lebih baik, yaitu akurasi sebesar 84.2% dan loss 0.39. Dari hasil ini, dapat disimpulkan batch size 32 dapat memberikan kinerja model lebih baik dari batch size 8. Penting untuk diingat bahwa ukuran batch mempunyai dampak besar pada pelatihan model CNN EfficientNet-B0. Dengan ukuran size lebih besar, model dapat menganalisis lebih banyak data dalam setiap iterasi, yang berdampak pada peningkatan kecepatan pelatihan karena lebih banyak operasi dapat dijalankan secara paralel. Namun, memilih ukuran batch yang sesuai perlu mempertimbangkan ketersediaan sumber daya serta bahaya penggunaan memori yang berlebihan. Ukuran batch yang lebih rendah juga dapat menyebabkan model mengubah parameter lebih cepat, namun akan memperlambat proses pelatihan. Oleh sebab itu, memilih ukuran batch yang ideal dalam melatih model CNN EfficientNet-B0 sangat penting untuk membangun keseimbangan antara efisiensi dan kinerja model.

3.3.3 Pengujian Confusion Matrix

Uji confusion matrix dilakukan dengan nilai batch size yang berbeda untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja pengujian dengan confusion matrix. Hasilnya dapat diliat pada table 5.

Tabel 5. Hasil Uji Confusion Matrix

Batch Size loss accuracy precision recall f1 score

8 0.45 80.3% 0.82 0.75 0.765%

(6)

Batch Size loss accuracy precision recall f1 score 32 0.39 84.2% 0.855 0.805 0.815%

Model batch size 32 mendapat akurasi terbaik lalu dievaluasi kembali menggunakan fungsi matriks konfusi untuk menentukan kinerja akurasi keberhasilan dalam mengkategorikan spesies jamur yang berbeda yaitu beracun atau tidak, dengan memeriksa nilai presisi, recall, dan f1-score.

3.4 Implementasi Prototype

Implementasi prototype adalah tahapan dalam pengembangan suatu produk atau sistem di mana sebuah model awal dari produk atau sistem tersebut dibangun dan diuji untuk memvalidasi dan mengumpulkan umpan balik dari pengguna atau pemangku kepentingan. Prototype adalah representasi awal yang dapat mencakup sejumlah fitur atau fungsionalitas yang direncanakan. Tujuan utama dari implementasi prototype adalah untuk memberikan gambaran nyata tentang bagaimana produk atau sistem akan beroperasi dan berinteraksi dengan pengguna. Model CNN arsitektur EfficientNet-B0 telah diintegrasikan ke dalam situs web berupa prototype. Prototype ini memiliki dua halaman utama: "Unggah Image" untuk mengunggah gambar dan "Deteksi Gambar" untuk menampilkan hasil prediksi objek secara realtime.

3.4.1 Unggah Gambar

Unggah Gambar, pada halaman ini pengguna dapat memilih gambar dari direktori lokal. Selain itu juga, antarmuka ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah gambar untuk di validasi apakah jamur tersebut beracun atau tidak beracun. Jamur yang beracun dikategorikan class 1 sedangkan jamur yang tidak beracun dikategorikan class 2 seperti pada gambar 5.

Gambar 4. Hasil Prototype Upload Gambar

(7)

Untuk halaman Unggah Gambar, pada halaman ini pengguna dapat memilih gambar dari direktori lokal.

Selain itu juga, antarmuka ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah gambar untuk di validasi apakah jamur tersebut beracun atau tidak beracun dengan hasil probability hasil deteksi akan muncul pada halaman unggah gambar.

3.4.2 Deteksi Gambar

Deteksi Gambar Realtime dapat dilihat pada gambar 6, tampilan ini dapat digunakan oleh pengguna untuk mendeteksi objek jamur secara langsung menggunakan fitur kamera pada perangkat.

Gambar 6. Hasil Prototype Deteksi Gambar Realtime

Di Halaman deteksi gambar ini, pengguna dapat menggunakan kamera untuk mendeteksi gambar jamur dengan menggunakan model jaringan saraf tiruan dengan arsitektur EfficientNet-B0 akan melakukan prediksi untuk mengklasifikasikan objek jamur. Hasil prediksi akan ditampilkan dalam bentuk teks, memberikan informasi tentang objek jamur tersebut beracun atau tidak dan probabilitas klasifikasinya.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang deteksi jamur beracun dan tidak beracun, disimpulkan bahwa algoritma CNN dengan arsitektur EfficientNet-B0 bisa membedakan jamur beracun dan tidak beracun mendapat hasil akurasi yang baik. Pengujian dengan model yang dilatih menggunakan batch size 32 memiliki akurasi 84.2% dan loss 0.39, precision 0.855, recall 0.805, serta f1 score 0.815. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa CNN arsitektur EfficientNet-B0 merupakan metode yang efisien dan akurat dalam mendeteksi jamur beracun dan tidak beracun.

Penelitian ini menerangkan bahwa untuk parameter seperti jumlah epoch dan batch size dapat memberikan pengaruh pada hasil pelatihan model. Kesimpulan berikuitnya adalah penelitian ini memiliki dampak yang penting bagi keselamatan masyarakat, terutama dalam mengenali potensi racun dalam jamur. Temuan ini dapat digunakan sebagai referensi bagi masyarakat umum untuk lebih tepat mengidentifikasi jenis jamur yang berbahaya jika diskonsumsi karena beracun dengan akurasi yang baik. Dengan kemampuan model untuk klasifikasi jamur beracun dan tidak beracun, prototipe ini berpotensi menjadi alat yang berguna untuk keselamatan masyarakat. Diharapkan dengan terus mengoptimalkan model, model prototipe ini akan menjadi lebih dapat dipercaya dan berhasil dalam menjaga kualitas dan keamanan pangan, serta menurunkan dampak buruk racun pada jamur terhadap kesehatan masyarakat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini sehingga penelitian dapat selesai dengan baik. Penghargaan yang tinggi kami sampaikan atas kontribusi dan dukungan yang diberikan. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi berharga bagi peneliti lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang serupa. Ucapan terima kasih kami haturkan untuk semua yang telah berperan dalam kelancaran dan keberhasilan penelitian ini.

REFERENCES

[1] Frencis Matheos Sarimole and R. Ridad Diadi, “Klasifikasi Jenis Jamur Menggunakan Ekstraksi Fitur Glcm Dan K-Nearest Neighbor (KNN),” Jurnal Informatika Teknologi dan Sains, vol. 4, no. 3, pp. 286–290, Aug. 2022, doi:

10.51401/jinteks.v4i3.1996.

(8)

[2] S. M. Siagian, H. Febriani, and M. A. Hutasuhut, “Macroscopic Fungi Exploration in Batang Gadis National Park Resort 7 Mandailing Natal District, North Sumatra,” Agrinula : Jurnal Agroteknologi dan Perkebunan, vol. 4, no. 2, pp. 139–151, Aug. 2021, doi: 10.36490/agri.v4i2.169.

[3] M. R. Al Aziz, M. T. Furqon, and L. Muflikhah, “Klasifikasi Jamur Dapat Dimakan atau Beracun Menggunakan Naïve Bayes dan Seleksi Fitur berbasis Association Rule Mining,” Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, pp. 3948–3955, 2022.

[4] S. Winiarti, C. Wukir, U. Ahdiani, and T. Ismail, “Klasifikasi Image Untuk Jenis Buku Bacaan Anak-Anak dengan Menggunakan Convolutional Neural Network,” Jurnal Media Informatika Budidarma, vol. 6, no. 2, p. 738, Apr. 2022, doi:

10.30865/mib.v6i2.3504.

[5] R. Andre, B. Wahyu, and R. Purbaningtyas, “Klasifikasi Tumor Otak Menggunakan Convolutional Neural Network Dengan Arsitektur Efficientnet-B3,” 2021. [Online]. Available: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/just-it/index

[6] N. H. Harani, C. Prianto, and M. Hasanah, “Deteksi Objek Dan Pengenalan Karakter Plat Nomor Kendaraan Indonesia Menggunakan Metode Convolutional Neural Network (CNN) Berbasis Python,” Jurnal Teknik Informatika, vol. 11, no. 3, pp. 47–53, 2019.

[7] R. Yohannes and M. E. Al Rivan, “Klasifikasi Jenis Kanker Kulit Menggunakan CNN-SVM,” Jurnal Algoritme, vol. 2, no.

2, pp. 133–144, Apr. 2022, doi: 10.35957/algoritme.v2i2.2363.

[8] N. Dewi and F. Ismawan, “Implementasi Deep Learning Menggunakan Cnn Untuk Sistem Pengenalan Wajah,” Faktor Exacta, vol. 14, no. 1, p. 34, Mar. 2021, doi: 10.30998/faktorexacta.v14i1.8989.

[9] S. Alamgunawan and Y. Kristian, “Klasifikasi Tekstur Serat Kayu pada Citra Mikroskopik Veneer Memanfaatkan Deep Convolutional Neural Network,” Journal of Intelligent System and Computation, vol. 2, no. 1, pp. 06–11, Jul. 2021, doi:

10.52985/insyst.v2i1.152.

[10] A. Susanto, Y. Kusumawati, E. Dhimas Niagara, and C. A. Sari, “Convolutional Neural Network Dalam Sistem Deteksi Helm Pada Pengendara Motor,” 2 st Proceeding STEKOM, vol. 2022, 2022.

[11] R. K. H. dan H. N. A. A. Mahran, “Penerapan Naive Bayes Gaussian Pada Klasifikasi Jenis Jamur Berdasarkan Ciri Statistik Orde Pertama,” Network Engineering Research Operation, vol. 5, pp. 91–99, 2020.

[12] R. Hayami, Soni, and I. Gunawan, “Klasifikasi Jamur Menggunakan Algoritma Naïve Bayes,” Jurnal CoSciTech (Computer Science and Information Technology), vol. 3, no. 1, pp. 28–33, May 2022, doi: 10.37859/coscitech.v3i1.3685.

[13] M. R. Al Aziz, M. T. Furqon, and L. Muflikhah, “Klasifikasi Jamur Dapat Dimakan atau Beracun Menggunakan Naïve Bayes dan Seleksi Fitur berbasis Association Rule Mining,” 2022. [Online]. Available: http://j-ptiik.ub.ac.id

[14] U. Sri Rahmadhani and N. Lysbetti Marpaung, “Klasifikasi Jamur Berdasarkan Genus Dengan Menggunakan Metode CNN,” Jurnal Informatika: Jurnal pengembangan IT (JPIT), vol. 8, no. 2, 2023.

[15] I. Rafiedhia Pramutighna and A. Hermawan, “Pengenalan Potensi Racun dan Peningkatan Keamanan Pangan Dalam Jamur Menggunakan Convolutional Neural Network,” Jurnal Media Informatika Budidarma, vol. 7, pp. 1716–1726, 2023, doi:

10.30865/mib.v7i4.6372.

[16] D. A. Anam, L. Novamizanti, and S. Rizal, “Klasifikasi Patologi Makula Pada Retina Berdasarkan Citra Retinal Oct Menggunakan Convolutional Neural Network,” 2021.

[17] D. Efendi, J. Jasril, S. Sanjaya, F. Syafria, and E. Budianita, “Penerapan Algoritma Convolutional Neural Network Arsitektur ResNet-50 untuk Klasifikasi Citra Daging Sapi dan Babi,” JURIKOM (Jurnal Riset Komputer), vol. 9, no. 3, p.

607, Jun. 2022, doi: 10.30865/jurikom.v9i3.4176.

[18] M. Wibowo, M. Rizieq, and F. Djafar, “Perbandingan Metode Klasifikasi Untuk Deteksi Stress Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi,” JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA, 2023, doi: 10.30865/mib.v7i1.5182.

[19] A. I. Rizal and T. N. Suharsono, “Implementasi Metode Convolutional Neural Network Untuk Klasifikasi Citra Jamur Berbasis Mobile,” Journal Of Social Science Research, vol. 3, pp. 864–875, 2023.

[20] E. Iedfitra Haksoro and A. Setiawan, “Pengenalan Jamur Yang Dapat Dikonsumsi Menggunakan Metode Transfer Learning Pada Convolutional Neural Network,” Online, 2021.

Referensi

Dokumen terkait

Convolutional Neural Network (CNN) adalah pengembangan dari Multilayer Perceptron (MLP) yang dirancang untuk memproses data dua dimensi. CNN termasuk dalam

Salah satu metode deep learning adalah Convolutional Neural Network (CNN), CNN telah banyak dimanfaatkan pada proses efisiensi budidaya tanaman seperti kematangan buah

Oleh karena itu penelitian ini akan berfokus pada penerapan framework Tensorflow dan metode Convolutional Neural Network (CNN) untuk mendeteksi chord piano serta

a) Meskipun tingkat akurasi dari metode convolutional neural network ini rata-rata hanya mencapai 79,52% akan tetapi lebih baik pada penelitian selanjutnya untuk dirubah tahap pre

Didalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi Dataset HAM10000, Splitting data train dan data test, Preprocessing menggunakan Image Data Generator, Convolutional

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat tentang klasifikasi penyakit daun jagung menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN) yang telah dilakukan, dengan

Pada penelitian ini terdapat dua metode yang digunakan untuk melakukan deteksi dini kanker kulit yaitu deteksi dengan klasifikasi secara regresi dan.. artificial neural

Pada penelitian ini akan dirancang sistem klasifikasi lesi kulit dengan metode Convolutional Neural Network (CNN) sehingga dapat mengidentifikasikan citra dermoscopy