• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Konten Pornografi Menggunakan Convolutional Neural Network Untuk Melindungi Anak Dari Bahaya Pornografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Deteksi Konten Pornografi Menggunakan Convolutional Neural Network Untuk Melindungi Anak Dari Bahaya Pornografi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Deteksi Konten Pornografi Menggunakan Convolutional Neural Network Untuk Melindungi Anak Dari Bahaya Pornografi

Muhammad Taufik Dwi Putra1,*, Mochamad Iqbal Ardimansyah2, Devi Aprianti1

1 Fakultas Kampus UPI di Cibiru, Program Studi Teknik Komputer, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia

2 Fakultas Kampus UPI di Cibiru, Program Studi RPL, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia Email: 1,*tdputra@upi.edu, 2iqbalardimansyah@upi.edu, 3deviaprianti@upi.edu

Email Penulis Korespondensi: tdputra@upi.edu

Abstrak−Pendidikan adalah salah satu hal yang harus dipersiapkan sedini mungkin dalam rangka menyiapkan generasi yang berkualitas. Jika berbicara mengenai pendidikan saat ini maka tidak bisa dilepaskan dengan yang namanya teknologi. Dimana bisa kita lihat sendiri bahwa teknologi sudah dimanfaatkan diberbagai bidang. Dalam bidang pendidikan sendiri salah satu pemanfaatan teknologi tersebut adalah penggunaan jaringan internet. Hanya saja penggunaan jaringan internet ini memiliki dampak yang cukup buruk juga. Khusunya pada perserta didik tingkat dasar atau usia anak-anak. Yaitu dampak buruk berupa paparan pornografi. Paparan pornografi ini sangat berbahaya dan dapat merusak anak baik secara psikologis maupun mental.

Oleh karena itu penting untuk meminimalisir resiko paparan pornografi tersebut. Untuk menanggulangi hal tersebut terdapat banyak metode yang dapat digunakan. Seperti mendeteksi konten pornografi secara otomatis dan memblocknya. Salah satu teknik yang dapat dikembangkan untuk mendeteksi konten pornografi tersebut adalah Jaringan Syaraf Tiruan. Namun Agar input gambar dapat ditangani secara efektif, teknik Jaringan Syaraf Tiruan divariasikan modelnya menjadi teknik Convolutional Neural Network (CNN), sehingga memiliki kemampuan mengenali objek untuk data gambar. Adapun model yang dibangun dalam penelitian ini dilatih dengan menggunakan dataset yang telah disesuaikan dengan definisi pornografi di Indonesia. Dari pengujian yang sudah dilakukan terhadap model CNN yang dibangun, didapatkan tingkat akurasi terbaik sebesar 94.24% dalam mendeteksi citra yang termasuk kategori konten pornografi.

Kata Kunci: Computer Vision; CNN; Pornografi; Teknologi; Pendidikan; Transfer Learning

Abstract−Education is one thing that must be arranged as early as conceivable in arrange to realize a quality era. When talking about education today, it cannot be separated from technology. Where we can see that technology has been used in various fields. In the field of education, one of them is the use of the internet network. However, the use of this technology has quite a bad side. Especially for elementary-level students or the age of children. That is the bad impact of exposure to pornography.

Exposure to pornography is very dangerous and can damage children both psychologically and mentally. Therefore, it is important to minimize the risk of exposure to pornography. To overcome this, there are many methods that can be used. Like detecting pornographic content automatically and blocking it. One technique that can be developed to detect pornographic content is Artificial Neural Networks. However, so that the image input can be handled effectively, the model of the Artificial Neural Network has been varied into a Convolutional Neural Network (CNN) technique. So it has the ability to recognize objects for image data. The model built in this study was trained using a dataset that has been adapted to the definition of pornography in Indonesia. From the tests that have been carried out on the CNN model that was built, the best accuracy rate is 94.24%. in detecting images that fall into the category of pornographic content.

Keywords: Computer Vision; CNN; Pornography; Technology; Education; Transfer Learning

1. PENDAHULUAN

Pada tahun 2045 bonus demografi diperkirakan akan didapat oleh Indonesia, yang ditandai dengan dominannya jumlah usia produktif yaitu sekitar 70% dari total populasi. Hal ini merupakan potensi yang sangat besar menuju generasi emas Indonesia jika dipersiapkan dengan matang. Salah satu upaya untuk mempersiapkan generasi yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

Jika berbicara mengenai pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan teknologi. Penggunaan teknologi seperti penggunaan jaringan internet dalam bidang pendidikan di satu sisi menjadi alat yang mendukung terselenggaranya proses pendidikan, namun sisi lainnya penggunaan internet memberi efek samping yang cukup fatal dan mengganggu proses pendidikan khususnya pada peserta didik tingkat dasar atau usia anak anak. Salah satu efek samping dari adanya penggunaan teknologi adalah paparan pornografi yang saat ini sangat mudah untuk diakses melalui jaringan internet. Hal ini dikarenakan anak-anak memiliki keterbatasan kemampuan literasi media dan memilah informasi.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan pemetaan Pornografi Online.

Berdasarkan kegiatan tersebut di dapati 209 situs pornografi yang dapat diakses oleh semua kalangan, bahkan termasuk anak-anak [1]. Situs situs baru berkonten pornografi terus meningkat meskipun kominfo telah melakukan upaya pemblokiran sehingga perlu adanya teknologi untuk mendeteksi dan menyaring konten pornografi tersebut.

Salah satu teknik atau metode yang dapat dikembangkan dalam menghasilkan teknologi yang mampu mendeteksi konten pornografi tersebut adalah Jaringan Syaraf Tiruan atau Artificial Neural Network (ANN) [2]. Untuk menangani input gambar agar lebih efektif, model pada JST atau ANN divariasikan menjadi Convolutional Neural Network (CNN) yang memiliki kemampuan klasifikasi untuk data gambar lebih baik sehingga diharapkan mampu menjadi model yang cukup ampuh dalam mendeteksi konten pornografi.

Penelitian yang dilakukan terkait penggunaan model CNN dalam mendeteksi gambar atau citra adalah penelitian yang dilakukan oleh Zufar, dkk [3]. Pada penelitian tersebut, model CNN digunakan dan dikembangkan

(2)

untuk mendeteksi wajah secara real-time. Penggunaan model CNN ini diimplementasikan dengan bantuan library Open-CV. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil pengujian terhadap pengenalan wajah dengan tingkat akurasi lebih dari 89%. CNN juga digunakan oleh H. Abhirawa, dkk [4] untuk melakukan pendeteksian wajah dengan menggunakan dataset dari The Extended Yale Face Database B yang merupakan data set wajah. Dari penelitian ini didapat hasil terbaik dengan tingkat akurasi pengenalan setinggi 89.73%. Pemanfaatan model CNN dalam pengenalan citra lainnya dilakukan oleh Nurhikmat, dkk [5]. Model CNN pada penelitian tersebut digunakan untuk mengenali citra wayang golek. Tingkat akurasi yang dihasilkan untuk pengujian terhadap data baru adalah sebesar 93%. Selain yang sudah disebutkan diatas, kita juga masih dapat menjumpai beberapa penelitian lain yang memanfaatkan model CNN [6]-[10][13]-[17]. Dari beberapa penelitian tersebut, pemanfaatan model CNN untuk mengenali citra dinilai cukup optimal.

Sementara itu, penelitian lain mengenai metode CNN untuk pendeteksian gambar atau citra yang kaitannya dengan konten pornografi adalah seperti yang telah dilakukan oleh Hunaepi, dkk [11] tentang pendeteksian situs web yang berbau pornografi. Pada penelitian tersebut digunakan aplikasi wireshark untuk merekam data gambar.

Sebanyak 300 gambar digunakan pada proses pelatihan untuk mengenali gambar yang disinyalir mengandung pornografi. Dari hasil penelitian tersebut, didapat hasil pengujian dengan tingkat akurasi sebesar 85% untuk mendeteksi situs berbau pornografi. Penelitian mengenai penggunaan model CNN juga dilakukan oleh Mulyana, Heru untuk melakukan klasifikasi citra berbau pornografi dimana pada penelitian tersebut model yang dibangun dengan CNN menjadi engine dalam melakukan klasifikasi citra yang disematkan pada aplikasi berbasis android.

Adapun tingkat akurasi yang didapatkan dari model pada penelitian ini adalah sebesar 91%. Sementara pada penelitian Singgih, Suryadarma model CNN yang dibangun menggunakan AlexNet dalam strukturnya dan dengan memanfaatkan library pada Open-CV dalam melakukan ekplorasi terhadap konten pornografi. Sedangkan pada [12], model CNN dikembangkan untuk melakukan pendeteksian secara otomatis tidak hanya terhadap citra gambar tetapi pada frame video dengan menggunakan beberapa classifier dalam strukturnya. Didapat tingkat akurasi terbaik sebesar 94% pada penelitian tersebut.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, pengembangan model yang melibatkan CNN dalam mendeteksi gambar atau citra menghasilkan tingkat akurasi yang cukup baik. Pada penelitian ini akan dikembangkan arsitektur model CNN untuk mengenali dan melakukan klasifikasi terhadap citra yang disinyalir memiliki muatan ponografi dari internet. Adapun tingkat akurasi yang didapatkan oleh arsitektur model CNN yang diusulkan lebih baik dari penelitian-penelitian sebelumnya atau minimal lebih dari sama dengan 91%. Model yang dibangun pada penelitian ini dilatih dengan dataset yang telah disesuaikan dengan definisi pornografi di Indonesia, mengingat mungkin saja karakteristik konten pornografi di negara lain cukup berbeda. Sehingga model dari beberapa penelitian sebelumnya mungkin kurang cocok jika diimplementasikan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2022. Pengembangan model CNN ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi gambar sehingga dapat mencegah anak-anak terpapar pornografi pada saat melakukan penjelajahan menggunakan internet.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tahapan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi konten gambar yang mengandung unsur pornografi dengan akurasi tinggi dan waktu pemrosesan yang cepat. Agar anak-anak bisa terlindungi dari bahaya pornografi. Secara keseluruhan untuk sistem yang diusulkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Keseluruhan Tahap Penelitian

(3)

2.2 Dataset Penelitian

Dataset yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan metode crawling pada mesin pencarian.

Secara sederhana nya metode crawling ini di bagi kedalam dua bagian utama. 1) Bagian utama adalah bagian dimana kita mengumpulkan link dari gambar yang akan kita unduh di halaman https://images.google.com/, proses pengumpulan ini dilakukan secara otomatis dengan menggunakan javascript. 2) Bagian kedua adalah bagian dimana kita melakukan unduh gambar secara otomatis dari link yang sudah dikumpulkan. Proses unduh ini dilakukan dengan menggunakan python. Setelah dataset didapatkan, proses selanjutnya adalah proses melakukan filtering secara manual terhadap dataset yang dimiliki. Karena pada saat proses unduh biasanya seringkali terjadi gagal unduh yang membuat gambar yang di unduh tidak bisa di tampilkan. Selain itu karena proses pengumpulan link dilakukan secara otomatis terkadang sering terjadi proses unduh diluar parameter filtering yang telah kita deskripsikan. Oleh karena itu kita perlu mengecek dan membuang gambar tersebut secara manual agar sesuai dengan kelas dataset yang kita rancang. Dataset berisi 3.823 gambar dari tiga kelas: “Pornografi”, “Semi Pornografi”, “Bukan Pornografi”. Dari 3823 gambar tersebut akan di bagi kedalam data pelatihan, data validasi, dan data pengujian. Detail dataset dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Detail Dataset

2.3 Resizing and Normalization Gambar

Dataset gambar yang dimiliki memiliki variasi ukuran. Pada prinsipnya, arsitektur yang diusulkan membutuhkan gambar dengan ukuran input yang sama. Untuk mengakomodasi itu, kumpulan data gambar mentah yang dikumpulkan kemudian diubah ukurannya menjadi 224 x 224 px, karena menyesuaikan dengan input size dari arsitektur yang akan dilatih. Selain itu, gambar yang lebih kecil akan menghasilkan proses pelatihan yang lebih cepat nantinya. Gambar yang diubah ukurannya kemudian dinormalisasi sehingga kami memiliki fitur dalam nilai rentang yang sama antara 0 hingga 1. Untuk ilustrasinya proses ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Contoh prosedur pengubahan ukuran dan normalisasi gambar.

2.4 Arsitektur MobileNet untuk ekstraksi fitur

Sistem yang diusulkan dalam penelitian ini pada dasarnya dirancang menggunakan arsitektur MobileNet. Fokus dari arsitektur ini adalah untuk mereduksi sumber daya komputasi sehingga dapat diterapkan pada perangkat mobile. Oleh karena itu, tidak seperti arsitektur CNN lainnya, convolutional layer di MobileNet menggunakan bobot filter dengan ukuran yang sama dengan bobot input. MobileNet membagi convolution menjadi dua layer: 1) depth-wise convolution dan 2) point-wise convolution, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Nama Kelas Jumlah Gambar

Contoh Gambar

Bukan Pornografi 1399

Semi Pornografi 1414

Pornografi 1010

(4)

Gambar 3. Dua lapisan arsitektur MobileNet. Sisi kiri adalah depthwise convolution dan sisi kanan adalah pointwise convolution.

Layer pertama digunakan untuk menerapkan satu filter ke satu input channel(tidak seperti CNN standar di mana filter diterapkan ke semua input channel). Operasi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

𝐺̂𝑘,𝑙,𝑚= ∑ 𝐾𝑖,𝑗 ̂𝑖,𝑗,𝑚∙ 𝐹𝑘+𝑖−1,𝑙+𝑗−1,𝑚 (1)

dimana 𝐾̂ adalah depthwise convolution kernel dengan ukuran 𝐷𝐾× 𝐷𝐾× 𝑀 dimana 𝑚𝑡ℎ filter di 𝐾̂ diterapkan ke 𝑚𝑡ℎ channel di F untuk menghasilkan 𝑚𝑡ℎ channel dari peta fitur keluaran yang difilter 𝐺̂. Biaya dari depthwise convolution dapat dihitung sebagai berikut:

𝐷𝐾∙ 𝐷𝐾∙ 𝑀 ∙ 𝐷𝐹∙ 𝐷𝐹 (2)

Output yang difilter dari operasi pertama (depthwise convolution layer) masih tetap dalam bentuk terpisah.

Dengan demikian, layer kedua (pointwise convolution) ditambahkan untuk menggabungkannya dengan mengoperasikan convolution 1 x 1 sehingga dihasilkan fitur-fitur baru. Biaya komputasi pointwise convolution per gambar dapat dihitung sebagai berikut:

𝑀 ∙ 𝑁 ∙ 𝐷𝐹∙ 𝐷𝐹 (3)

Dan total biaya komputasi dari depthwise dan pointwise convolution akan menjadi jumlah dari persamaan 2 dan persamaan 3 sebagai berikut:

𝐷𝐾∙ 𝐷𝐾∙ 𝑀 ∙ 𝐷𝐹∙ 𝐷𝐹+ 𝑀 ∙ 𝑁 ∙ 𝐷𝐹∙ 𝐷𝐹 (4)

Keseluruhan arsitektur MobileNet digambarkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Arsitektur Standar Model MobileNet standar

(5)

Dalam penelitian ini, kami memodifikasi model pada Gambar 4 dengan menghapus 3 lapisan terakhir setelah convolution / s1 (7 x 7 x 1024), dan menggantinya dengan usulan konfigurasi kami. Konfigurasi terdiri dari: global average pooling - dropout - dense - dense layers dan softmax sebagai pengklasifikasi. Model keseluruhan yang diusulkan ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Arsitektur model yang diusulkan (modifikasi standard MobileNet).

2.5 Simulasi

Terdapat 3 skenario yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Skenario-1: Menggunakan metode transfer learning dari arsitektur MobileNet yang memiliki akurasi yang tinggi namun dengan jumlah parameter yang tidak banyak.

Tabel 2. Bagian top yang digunakan di arsitektur MobileNet.

Layer (type) Output shape Param # conv_pw_13_relu (ReLU) (None, 7, 7, 1024) 0

global_average_pooling2d (GlobalAveragePoolong2D)

(None, 1024)

0

dense (Dense) (None, 3) 3075

2. Skenario-2: Menggunakan metode transfer learning terhadap arsitektur lain sebagai pembanding skenario-1.

Tabel 3. Bagian top yang digunakan di arsitektur NasNet Mobile.

Layer (type) Output shape Param # global_average_pooling2d

(GlobalAveragePoolong2D)

(None, 1056)

0

dense (Dense) (None, 3) 3171

3. Skenario-3: Lakukan modifikasi terhadap arsitektur yang memiliki performansi terbaik dari hasil pengujian terhadap skenario-1 dan skenario-2. Lalu jalankan simulasi menggunakan arsitektur yang dimodifikasi (model yang kami usulkan).

Tabel 4. Bagian top yang digunakan di arsitektur yang diusulkan.

Layer (type) Output shape Param # global_average_pooling2d

(GlobalAveragePoolong2D)

(None, 1024)

0

dropout (Dropout) (None, 1024) 0

dense (Dense) (None, 1024) 1049600

dense_1 (Dense) (None, 3) 3075

Untuk semua skenario, dataset terlebih dahulu dibagi menjadi 80% data pelatihan (3058 gambar), 10% data validasi (382 gambar). 10% Data Pengujian (383 gambar). Data pelatihan digunakan untuk membangun model.

Data validasi digunakan untuk menilai kelayakan suatu model untuk digunakan. Sedangkan Data pengujian

(6)

digunakan untuk memvalidasi performansi model yang diusulkan. Jadi, jumlah data pelatihan biasanya lebih banyak dari pada data pengujian, untuk memastikan bahwa algoritma mengenali pola dalam data dengan baik.

Simulasi dilakukan dengan menggunakan Tensorflow 2.9.1 dan Python 3.7.13 pada komputer desktop dengan spesifikasi Windows 10 21H1 (64 bit), RAM 32 GB, SSD 512 GB, Intel Core I9-1190 dan GPU Nvidia RTX 3080 Ti 12 GB. Sedangkan pengaturan parameter untuk pekerjaan ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 5. Setting parameter pengujian pada penelitian ini.

Parameter Value

Target size 224 x 224

Dataset augmentation Width shift, height shift, horizontal flip

Total Epoch 100

Batch size 32

Optimizer Adam

Learning rate 0.0001

Momentum 1x10-6

Loss Categorical

Regularization/validation Early stopping

Weight ImageNet

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini mengimplementasikan tiga skenario dengan dataset dan parameter yang sama namun dengan arsitektur yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk melihat model mana yang memiliki kinerja lebih baik, terutama dalam hal akurasi dan waktu komputasi. Di bawah ini adalah hasil studi kami untuk setiap skenario (model) yang sesuai. Pada penelitian ini fokus utamanya berada pada kegiatan analisis terhadap arsitektu cnn yang diujikan.

Untuk selanjutnya di implementasikan pada penelitian selanjutnya. Yang akan mengimplementasikan arsitektur yang didapat menjadi sebuah produk nyata. Bisa berupa mobile application atau embedded platform, hingga di implementasikan dengan melakukan ekstraksi gambar dari packet capture data.

3.1 Skenario-1: Simulasi menggunakan MobileNet

Skenario-1 dilakukan dengan menerapkan arsitektur MobileNet. Dengan setting parameter yang telah di tetapkan pada tabel 2. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pelatihan (garis biru) dan Validasi (garis oranye) dihasilkan dari simulasi menggunakan arsitektur MobileNet untuk dua metrik: a) akurasi dan b) loss.

Seperti yang kita lihat, nilai akurasi validasi deteksi konten pornografi dengan menggunakan arsitektur MobileNet sekitar 0,9321 (93.21%) setelah epoch ke-9. Nilai akurasi tertinggi proses validasi didapat pada epoch ke-12. Sedangkan akurasi pelatihan sekitar 0,9944 (99.44%). Nilai akurasi tertinggi proses pelatihan didapat pada epoch ke-16 dan 18. Perbedaan antara akurasi validasi dan pelatihan adalah sekitar 0,0632 (6.32%). Untuk loss validasi dan pelatihan pada pengujian tersebut masing-masing sekitar 0,0177 (1.77%) dan 0,2197 (21.97%). Selisih loss validasi dan pelatihan hanya 0,202 (20.2%). Sedangkan untuk akurasi dan loss pengujian adalah sebesar:

0.9267 dan 0.2636.

Gambar 7. Hasil pengujian terhadap arsitektur MobileNet.

(7)

3.2 Skenario-2: Simulasi menggunakan NasNetMobile

Skenario-2 dilakukan dengan menerapkan arsitektur NasNetMobile. dengan ukuran input dan pengaturan parameter yang sama dengan skenario-1. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 8. Pelatihan (garis biru) dan pengujian (garis oranye) dihasilkan dari simulasi menggunakan arsitektur NasNetMobileNet untuk dua metrik: a) akurasi dan b) loss.

Seperti yang kita lihat, nilai akurasi validasi deteksi konten pornografi dengan menggunakan arsitektur NasNetMobile sekitar 0,8877 (88.77%) setelah epoch ke-3. Nilai akurasi tertinggi proses validasi didapat pada epoch ke-6. Sedangkan akurasi pelatihan masing-masing sekitar 0,9657 (96.57%). Nilai akurasi tertinggi proses pelatihan didapat pada epoch ke-8 dan 1-. Perbedaan antara akurasi validasi dan pelatihan adalah sekitar 0,078 (7.8%). Untuk loss validasi dan pelatihan pada pengujian tersebut masing-masing sekitar 0,2890 (28.90%) dan 0,0972 (9.72%). Selisih loss validasi dan pelatihan hanya 0,1918 (19.18%). Sedangkan untuk akurasi dan loss pengujian adalah sebesar: 0.9058 (90.58%) dan 0.2879 (28.79%).

Gambar 9. Hasil pengujian terhadap arsitektur NasNet Mobile.

3.3 Skenario-3: Simulasi menggunakan Arsitektur yang di usulkan

Pada skenario-3, kami menerapkan beberapa modifikasi pada arsitektur MobileNet standar, yang memiliki hasil lebih baik dari segi akurasi pengujian di bandingkan NasNetMobile. Tujuannya adalah untuk memberikan performansi yang lebih baik, sehingga kita dapat memiliki sistem yang paling optimal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian 2.5 Simulasi, modifikasi dilakukan dengan membuang beberapa layer pada model. Hasil simulasi kami untuk skenario-3 dijelaskan pada Gambar 8.

Gambar 13. Hasil pelatihan dan pengujian dari simulasi menggunakan arsitektur yang diusulkan untuk dua metrik: a) akurasi dan b) loss.

(8)

Skenario-3 mencapai akurasi pengujian 0,9424 (94.24%) dengan loss 0,2645 (26.45%). Akurasi yang diperoleh dengan skenario-3 merupakan yang tertinggi dibandingkan dua skenario sebelumnya.

Gambar 10. Hasil pengujian terhadap arsitektur yang diusulkan.

Hal ini sejalan dengan waktu eksekusi. Skenario-3 juga berhasil menjadi yang tercepat yaitu 29 detik/epoch, seperti yang tercantum pada Tabel 3.

Tabel 6. Setting parameter pengujian pada penelitian ini.

Skenario Arsitektur Akurasi Pengujian

Total Parameter Waktu Pelatihan

1 MobileNet 92.67% 3.231.939 31s/epoch

2 NasNetMobile 90.58% 4.272.887 42s/epoch

3 Arsitektur yang diusulkan 94.24% 4.281.539 29s/epoch

4. KESIMPULAN

Implementasi model CNN untuk deteksi citra telah dilakukan melalui tiga skenario, yaitu dengan model yang menerapkan arsitektur MobileNet, NasNetMobile dan model dengan arsitektur yang diusulkan. Adapun dataset yang digunakan untuk melakukan percobaan baik pada proses training maupun pengujian berjumlah hampir 4000 dataset. Dari ketiga percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa model dengan arsitektur yang diusulkan menghasilkan akurasi tertinggi dan waktu eksekusi tercepat dibanding model dengan arsitektur lainnya. Modifikasi yang dilakukan pada basis model MobileNet sebagai arsitektur yang diusulkan dapat memberikan performansi lebih baik dibandingkan MobileNet standar. Percobaan pada model ini menghasilkan waktu eksekusi lebih cepat yaitu sekitar 29 detik/epoch dan tingkat akurasi paling tinggi sekitar 94.24%. Hal ini menunjukkan bahwa model arsitektur yang diusulkan menghasilkan komputasi yang lebih ringan sehingga cukup efisien untuk diimplementasikan dan juga tingkat akurasi yang lebih baik. Dalam penelitian ini fokus utama yang dilakukan adalah mencari arsitektur yang terbaik untuk selanjutnya di implementasikan menjadi produk nyata. Untuk penelitian selanjutnya, kami menyarankan agar model arsitektur ini diintegrasikan ke dalam mobile platform atau embedded platform sehingga model ini dapat berjalan di belakang aplikasi mobile untuk mendeteksi konten pornografi. Atau bisa juga di implementasikan dengan melakukan ekstraksi gambar dari packet capture data. Selain itu, jumlah dataset dengan tingkat komplektifitas yang tinggi dapat ditingkatkan untuk simulasi sehingga dapat meningkatkan kualitas model yang dibangun dalam penelitian ini.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih disampaikan kepada Kampus Universitas Pendidikan Indonesia di Cibiru yang sudah memberikan biaya bantuan penelitian Dosen berdasarkan surat keputusan Rektor Nomor: 1398 /UN40/PT.01.02/2021 dan kepada Program Studi Teknik Komputer.

REFERENCES

[1] R. Murni, Dampak media berkonten pornografi terhadap anak, Cetakan I. Cawang, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI, 2018.

[2] S. Shalev-Shwartz and S. Ben-David, Understanding Machine Learning: From Theory to Algorithms, 1st ed. Cambridge University Press, 2014. doi: 10.1017/CBO9781107298019.

[3] M. Zufar and B. Setiyono, “Convolutional Neural Networks untuk Pengenalan Wajah Secara Real-Time,” Jurnal Sains dan Seni, vol. 5, no. 2, pp. 72–77, 2016.

[4] H. Abhirawa, M. Si, and A. Arifianto, “Pengenalan Wajah Menggunakan Convolutional Neural Network,” p. 10.

[5] T. Nurhikmat, “IMPLEMENTASI DEEP LEARNING UNTUK IMAGE CLASSIFICATION MENGGUNAKAN ALGORITMA CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK (CNN) PADA CITRA WAYANG GOLEK,” p. 113.

[6] W. Zhang, C. Li, G. Peng, Y. Chen, and Z. Zhang, “A deep convolutional neural network with new training methods for bearing fault diagnosis under noisy environment and different working load,” Mechanical Systems and Signal Processing, vol. 100, pp. 439–453, Feb. 2018, doi: 10.1016/j.ymssp.2017.06.022.

[7] S. Hijazi, R. Kumar, and C. Rowen, “Using Convolutional Neural Networks for Image Recognition,” p. 12.

[8] Y. Hong and J. Kim, “A 2D-View Depth Image- and CNN-Based 3D Model Identification Method,” Applied Sciences, vol. 7, no. 10, p. 988, Sep. 2017, doi: 10.3390/app7100988.

[9] D. Nasution, T. H. F. Harumy, E. Haryanto, F. Fachrizal, Julham, and A. Turnip, “A classification method for prediction

(9)

Science, Optics, Micro Electro-Mechanical System, and Information Technology (ICACOMIT), Bandung, Indonesia, Oct.

2015, pp. 82–86. doi: 10.1109/ICACOMIT.2015.7440180.

[10] O. Russakovsky et al., “ImageNet Large Scale Visual Recognition Challenge,” Int J Comput Vis, vol. 115, no. 3, pp. 211–

252, Dec. 2015, doi: 10.1007/s11263-015-0816-y.

[11] A. Hunaepi, M. Makhsun, and S. Sarwani, “DETEKSI SITUS PORNOGRAFI BERDASARKAN GAMBAR MENGGUNAKAN METODE CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK,” J. Teknik Informatika, vol. 12, no. 2, pp.

137–148, Nov. 2019, doi: 10.15408/jti.v12i2.12488.

[12] M. Moustafa, “Applying deep learning to classify pornographic images and videos.” arXiv, Nov. 28, 2015. Accessed:

Sep. 01, 2022. [Online]. Available: http://arxiv.org/abs/1511.08899

[13] S. Winiarti, C. Wukir, U. Ahdiani, and T. Ismail, “Klasifikasi Image Untuk Jenis Buku Bacaan Anak-Anak dengan Menggunakan Convolutional Neural Network,” vol. 6, p. 8, 2022.

[14] R. Yamashita, M. Nishio, R. K. G. Do, and K. Togashi, “Convolutional neural networks: an overview and application in radiology,” Insights Imaging, vol. 9, no. 4, pp. 611–629, Aug. 2018, doi: 10.1007/s13244-018-0639-9.

[15] L. Marifatul Azizah, S. Fadillah Umayah, and F. Fajar, “Deteksi Kecacatan Permukaan Buah Manggis Menggunakan Metode Deep Learning dengan Konvolusi Multilayer,” st, vol. 21, no. 2, 2018, doi: 10.18196/st.212229.

[16] I. Goodfellow, Y. Bengio, and A. Courville, Deep Learning. MIT Press, 2016. [Online]. Available:

http://www.deeplearningbook.org

[17] T. Bariyah, M. A. Rasyidi, and N. Ngatini, “Convolutional Neural Network untuk Metode Klasifikasi Multi-Label pada Motif Batik,” tc, vol. 20, no. 1, pp. 155–165, Feb. 2021, doi: 10.33633/tc.v20i1.4224.

Referensi

Dokumen terkait

Plant extract alone inhibited the Escherichia coli colony to 18 mm, whereas Agnihotra combined with plant extract reduced the zone to 26 mm.. Treatment with test plant extract reduced