Gambar 4.2 menjelaskan bahwa tren kasus malaria di provinsi Sumatera Barat pada tahun 2018 hingga tahun 2022 bersifat fluktuatif dan cenderung meningkat. Berdasarkan Tabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa rata-rata kelembaban udara di wilayah perkotaan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2018-2022 adalah 87,79 RH. Kelembapan terendah sebesar 79,56 dan tertinggi sebesar 88,9 RH. Kabupaten perkotaan Sumatera Barat adalah 4,84 knot. Kecepatan angin terendah sebesar 3,22 knot, sedangkan kecepatan angin tertinggi
7 Grafik Ketinggian Kabupaten Kota Sumbar Tahun 2018-2022 Ketinggian wilayahnya sama dari tahun ke tahun Kabupaten Solok merupakan suatu wilayah.
Hubungan Kelembaban dengan kasus Malaria di kabupaten kota Sumatera barat 2018-2022
Gambar 4.9 di atas menunjukkan sebaran titik-titik yang tersebar dan mengelompok pada wilayah tertentu. Bentuk titik yang tidak membentuk diagonal sempurna menunjukkan adanya korelasi yang lemah. Dilihat dari arah garis diagonal pada scatter plot terdapat hubungan searah positif, dengan kata lain jika terjadi peningkatan suhu maka akan terjadi peningkatan jumlah kasus malaria di Kabupaten Sumatera Barat. pada tahun 2018. -2022. Berdasarkan uji korelasi pada Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan kejadian malaria (P-value 0,8). Sedangkan kekuatan asosiasinya adalah moderat dengan arah positif (R 0,36).
Gambar 4.9 diatas menunjukkan terdapat sebaran titik yang mengelompok pada wilayah tertentu dan tidak mengikuti garis, maka berdasarkan signifikansi (p-value >0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kasus malaria. di kota. kabupaten pada tahun 2018-2022. .
Hubungan Curah Hujan dengan kasus Malaria di Kabupaten Kota Sumatera Barat Tahun 2018-2022
Hubungan Kecepatan Angin dengan kasus Malaria di Kabupaten kota Sumatera Barat Tahun 2018-2022
Dilihat dari kekuatan hubungan dan arah hubungan, variabel kecepatan angin memiliki korelasi lemah dan arah positif (r = 0,22) dengan kasus malaria di perkotaan tahun 2018–2022.
Hubungan Ketinggian wilayah dengan kasus Malaria di Kabupaten kota Sumatera Barat Tahun 2018-2022
- Hubungan Kepadatan penduduk dengan kasus Malaria di Kabupaten kota Sumatera Barat Tahun 2018-2022
- Penyebaran secara Demografis hubungan Malaria dan Suhu
- Penyebaran secara Demografis hubungan Malaria dan Curah Hujan
- Penyebaran secara Demografis hubungan Malaria dan Kecepatan angin
Gambar 4.12 diatas menunjukkan sebaran titik-titik yang mengelompok pada suatu wilayah tertentu dan mengikuti suatu garis, kemudian dari signifikansi (p-value <0,05) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ketinggian wilayah dengan kasus malaria di perkotaan pada tahun 2018-2022 . . Dilihat dari kekuatan hubungan dan arah hubungannya, variabel suhu mempunyai korelasi kuat dan arah positif (r = -0,8) dengan kasus malaria di Sumbar tahun 2018-2022. Berdasarkan uji korelasi pada tabel 4.12 di atas diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk dengan penyakit malaria (P-value 0,49). Sedangkan kekuatan hubungannya lemah (R-0,02).
Gambar 4.12 diatas menunjukkan terdapat sebaran titik mengelompok yang tidak mengikuti garis, maka berdasarkan signifikansi (p-value >0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan kepadatan penduduk dengan kasus malaria di kabupaten kota tahun 2018 -2022. Jika dilihat dari kekuatan hubungan dan arah hubungannya, maka variabel suhu memiliki korelasi lemah dan arah positif (r = 0,02) dengan kasus malaria di Sumatera Barat tahun 2018-2022. Analisis multivariat dengan menggunakan regresi linier berganda bertujuan untuk melihat besarnya hubungan dan kuatnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen setelah dilakukan pengendalian terhadap variabel signifikan lainnya.
Untuk melakukan analisis multivariat, sebaiknya ditentukan kandidat multivariat dengan melihat p-value ≤ 0,25 dari hasil analisis bivariat sebelumnya. Dari Tabel 4.14 di atas terlihat bahwa hasil uji regresi linier berganda menunjukkan nilai r = 0,356 yang berarti suhu dan kecepatan berhubungan dan mempengaruhi peningkatan kasus malaria sebesar 35,6%. Berdasarkan uji ANOVA diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dan kecepatan angin dengan peningkatan jumlah kasus malaria di kabupaten perkotaan di provinsi Sumatera Barat selama periode 2018-2022 dengan nilai p-value sebesar 0,02.
Gambar 4.13 menjelaskan hubungan yang signifikan dengan interpretasi bahwa semakin tinggi suhu di suatu kabupaten maka semakin besar pengaruhnya terhadap peningkatan kasus malaria. Tiga wilayah dengan kasus tertinggi adalah Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, dan Kota. Foto tersebut menunjukkan bahwa curah hujan dan kejadian malaria tidak mempunyai hubungan yang signifikan; hal ini terlihat dari ketinggian Kepulauan Mentawai 200-250 (rata-rata). Gambar 4.15 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ketinggian wilayah dengan kejadian malaria, kasus terbanyak terjadi di Mentawai, Pasaman Barat, dan Kota Padang yang semuanya memiliki ketinggian rendah (0-200 mm).
Pada Gambar 4.16 terlihat adanya hubungan yang signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian penyakit malaria, kasus terbanyak terdapat di Mentawai, Pasaman Barat, dan Kota Padang yang semuanya memiliki kecepatan angin (12-19 knot).
Keterbatasan Penelitian
Distribusi Frekuensi Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2018-2022
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, angka kejadian kasus malaria pada tahun 2022 sepanjang tahun 2022 adalah 72,01 per 100.000 jiwa. Angka kejadian malaria di Sumbar sangat tinggi dibandingkan target nasional yaitu <49 kasus per tahun 100.000 jiwa. Pada tahun 2022, Kabupaten Mentawai menjadi yang terbanyak kasusnya dengan total 287 kasus, disusul Kota Payakumbuh, lalu Pasaman Barat sebanyak 12 kasus.(9), (10).
Pada tahun 2022, Sumatera Barat tercatat berpenduduk 5.580.232 jiwa, dengan persentase laki-laki lebih tinggi yaitu 50,36% dibandingkan perempuan. Kota Padang menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak (913.448 jiwa), disusul Kabupaten Agam (534.202 jiwa) dan Pesisir Selatan sebanyak 509.618 jiwa. Sedangkan Kota Bukittinggi menjadi wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi dengan angka 4.817,27 jiwa/km2, disusul Kota Padang Panjang dengan angka 2.477 jiwa/km2 dan Kota Payakumbuh dengan angka 1.656,7 jiwa/km2.
Menurut penelitian yang dilakukan Masrizal pada tahun 2017 disebutkan bahwa terdapat korelasi spasial antar wilayah antara kepadatan penduduk dengan kejadian malaria.
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Malaria di Sumatera Barat
- Suhu Udara Rata-rata
- Kelembaban Udara Rata-rata
- Curah Hujan Rata-rata
- Kecepatan Angin Rata-rata
- Ketinggian Wilayah
- Kepadatan Penduduk
Kepulauan Mentawai menjadi salah satu wilayah dengan suhu udara rata-rata tertinggi di provinsi ini selama empat tahun berturut-turut. Selanjutnya pada tahun 2022, suhu udara rata-rata tertinggi di Sumbar tercatat di Kabupaten Pasaman dengan suhu 28 derajat Celcius. Perubahan tersebut menunjukkan fluktuasi rata-rata suhu udara dari tahun ke tahun dan menunjukkan variasi spasial sebaran suhu di wilayah Sumatera Barat.
Suhu rata-rata di Sumatera Barat dipengaruhi oleh faktor lokal seperti topografi, vegetasi, dan pola aliran udara di wilayah tersebut. Suhu rata-rata global dipengaruhi oleh faktor iklim global yang lebih luas, termasuk fenomena alam seperti El Niño. Suhu rata-rata di Sumatera Barat mungkin mengalami lebih sedikit fluktuasi dalam jangka pendek karena dipengaruhi oleh variasi iklim lokal.
Hasil penelitian ini menunjukkan temuan yang relevan mengenai rata-rata kelembaban udara di Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata curah hujan tertinggi di Provinsi Sumatera Barat tahun 2018-2022 terdapat di wilayah Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Agam dengan rata-rata curah hujan di atas 350 mm setiap tahunnya. Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Tanah Datar merupakan wilayah dengan rata-rata curah hujan terendah di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2018-2022, masing-masing di bawah 200 mm per tahun.
Sumatera Barat terletak di wilayah dengan topografi pesisir seperti Kota Padang, Pesisir Selatan, dan Kepulauan Mentawai dengan kecepatan angin rata-rata di atas 6,5 knot. Hal ini dipengaruhi oleh suhu rata-rata di ketinggian yang cenderung menurun (Harijanto, 2000) sehingga mempengaruhi proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan nyamuk sebagai vektor (Ningsih, 2010).
Korelasi Faktor resiko dengan Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat .1 Hubungan Suhu dengan Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat
- Hubungan Kelembaban dengan Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat
- Hubungan Curah Hujan dengan Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat
- Hubungan Kecepatan Angin dengan Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat
- Hubungan kepadatan Penduduk dengan Kasus Malaria di Propinsi Sumatera Barat
Penelitian yang dilakukan oleh Sandy dan Irawati (2021) menyebutkan adanya hubungan suhu dengan kasus malaria di kota Jayapura, selain itu penelitian Werisaw (2022) dan Risky Waristina (2018) di Banjarnegara, Samuel Sandi (2019) di Kota Jayapura , Eza Izmi (2018) di Kota Cimahi, Precios L di Malawi (2017) di Kabupaten Banyumas, Mino Mohamad (2016) di Iran, juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara suhu dengan kasus Malaria (48). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Florina Mau (2021) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu dengan kasus malaria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara dengan kasus malaria di Provinsi Sumatera Barat.
Kabupaten Minahasa menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan kasus malaria. Terdapat beberapa penelitian yang tidak sejalan dengan penelitian tersebut, seperti penelitian Azhari (2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan kelembaban udara dengan kasus malaria di Kabupaten Pandeglang dengan korelasi lemah ke arah positif.(35) Kemudian penelitian oleh Phuong (2016) di Vietnam juga menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kelembaban dengan kasus malaria dengan hubungan positif yang kuat.(48) Penelitian Septian (2017) di Kabupaten Banyumas dan Chandra (2019) di Kota Jambi juga menyatakan. bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan kasus malaria dengan kekuatan korelasi searah positif (9,49). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah hari hujan pada bulan yang sama dengan kasus malaria di provinsi Sumatera Barat ((p-value = 0,9).
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kecepatan angin dengan kasus malaria di Provinsi Sumatera Barat P-value 0,03 dengan kekuatan lemah (r = 0,22. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahistina (2018 ) di Banjarnega yang menyatakan terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kasus malaria dengan kekuatan sedang dan arah positif.(21) Berdasarkan uji korelasi terdapat hubungan yang signifikan antara kasus malaria dengan ketinggian wilayah (P-value 0,023 ) di kota.kabupaten di Provinsi Sumatera Barat Tiga daerah dengan kasus malaria terbanyak Daerah ketinggian kategori rendah (0-200 mm) adalah Mentawai, Pasaman Barat dan Kota Padang.
Berdasarkan tumpang tindih kejadian positif malaria dengan ketinggian wilayah/altitude v menunjukkan kecenderungan kasus malaria berada di daerah dataran rendah, dekat pantai (>100 meter dpl), sedangkan di daerah pegunungan (>1000 meter. Berdasarkan pada korelasinya, uji tidak signifikan hubungan antara kasus malaria dengan kepadatan penduduk dengan (P value 0,49) pada wilayah perkotaan di provinsi Sumatera Barat, artinya kepadatan penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kasus malaria. Hal ini berdasarkan penelitian Elorn Donkor (2018) di Ghana yang menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara kepadatan penduduk dengan peningkatan kasus malaria.
Analisis Mutivariat
Diketahui kasus DBD di Kota Ternate relatif lebih tinggi pada bulan-bulan dengan kisaran kelembaban lebih dari 80% hingga 88%14. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fajar N dkk pada tahun 2021, terlihat bahwa kelembaban udara mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kasus malaria di kota Jakarta pusat dengan nilai p value sebesar 0,000 dan mempunyai korelasi positif sedang. Kelembapan yang rendah (kurang dari 60%) juga mengakibatkan siklus hidup nyamuk menjadi lebih pendek sehingga mengakibatkan malaria tidak mempunyai cukup waktu untuk berkembang biak di dalam tubuh nyamuk.
Penelitian Erni Yusnita dkk menunjukkan bahwa tingkat kelembapan 80% merupakan kelembapan yang baik untuk perkembangan nyamuk dari tahap pra dewasa hingga dewasa41. Penelitian yang dilakukan oleh Candra pada tahun 2019 menyatakan bahwa kelembaban berpengaruh terhadap kejadian penyakit demam berdarah di Kota Jambi23.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Penilaian Efektivitas Sistem Peringatan Dini: Mengkaji efektivitas sistem peringatan dini BMKG terhadap berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Menggunakan Teknologi Citra Satelit untuk Memantau Lingkungan: Jelajahi penggunaan data citra satelit untuk memantau lingkungan, termasuk kualitas udara, perubahan tutupan lahan, dan pola arus laut.
Kepada Peneliti Selanjutnya