• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency In The West Pacitan Regency Of East Java Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency In The West Pacitan Regency Of East Java Province"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Object Potency In The West Pacitan Regency Of East Java Province

Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, MTh.Sri Budiastuti

Postgraduate Program of Environmental Study Surakarta Sebelas Maret University

Abstract

The objectives of this research are: (1) to observe the potency of each ecotour- ism object in karst area of the west Pacitan Regency, and (2) to observe for the high potential ecotourism object to develop in karst area of the west Pacitan Regency, (3) to determine the quided policy of the high potential ecotourism object in karst area of the west of Pacitan Regency.

This research employed a descriptive qualitative method. The variable consid- ered was ecotourism object potency divided into two groups: internal and external poten- cies of ecotourism object variables. The sampling technique used was quota sampling one by taking seventy visitors, twenty people surrounding the ecotourism object and thirty management personnel (Culture and Tourism Service of Pacitan Regency). The sample was intended to the visitor not ecotourism object. Techniques of collecting data used were interview, ield observation and documentation. Technique of analyzing data used was classiication data analysis with weighing approach used to determine the ecotourism object potency level in karst area of the west Pacitan Regency. The object of research included ten ecotourism objects distributed in karst area of the west Pacitan Regency.

The result of research shows that: (1) the potency of individual ecotourism ob- jects in karst area of the west Pacitan Regency based on the classiication analysis be- longs to combination of internal and external potencies. From the result of analysis, it can be found that there are three ecotourism objects with high combination potency category;

they are: Srau Beach, Gong Cave and Tabuhan Cave. There are three ecotourism objects with medium combination potency category: Klayar, Nampu and Watukarung Beaches.

Meanwhile there are four ecotourism objects with low combination potency category:

Putri Cave, Kalak Cave, Luweng Ombo and Luweng Jaran. (2) It is found the ecotourism object with high potential to develop in karst area of the west Pacitan Regency. From the result of combined potency classiication, the ecotourism objects with high potency cat- egory include: Srau Beach, Gong Cave and Tabuhan Cave. These objects are those with high potential to develop in karst area of the west Pacitan Regency.(3) It is found that there is a guided policy of the high potential ecotourism object in karst area of the west of Pacitan Regency based on 3-E concept (Ecology, Education, Economy), the development of ecotourism based on local community, and the development of ecotourism based on interpretation.

Key words: Development, Potency, Ecotourism, Karst

(2)

Latar Belakang Masalah

Pembangunan pariwisata memi- liki peran signiikan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekono- mi, sektor pariwisata mengkontribusi devi- sa dari kunjungan wisatawan manca neg- ara (wisman) dan Produk Domestik Bruto (PDB) beserta komponen-komponennya.

Dalam aspek sosial, pariwisata berperan dalam penyerapan tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya bangsa, serta pen- ingkatan jati diri bangsa. Dalam aspek ling- kungan, pariwisata khususnya ekowisata dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan, keunikan alam baik dara- tan maupun lautan, serta alat yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni budaya tradisional (RPJM 2010-2014).

Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih men- duduki peranan yang sangat penting dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan devisa negara. Data dari RPJM 2010-2014 menunjukkan bahwa dalam periode 2005 hingga 2008, jumlah kunjungan wisatawan manca negara meningkat dari 5,0 juta men- jadi 6,4 juta, atau meningkat sebesar 28,0 persen diikuti dengan peningkatan devisa dari USD 4,52 miliar menjadi USD 7,37 miliar meningkat sebesar 63,05 persen.

Jumlah kunjungan wisatawan nusantara meningkat dari 198,4 juta menjadi 225,0 juta atau meningkat sebesar 13,41 persen serta pengeluaran wisatawan nusantara meningkat dari Rp 74,72 triliun menjadi Rp 123,17 triliun atau meningkat sebesar 64,84 persen. Begitu pula bagi Kabupaten Pacitanselalu memberikan konstribusi leb- ih dari setengah milyar rupiah per-tahun.

Data perkembangan jumlah wisatawan dan nilai retribusi sektor pariwisata Kabupaten Pacitan tahun 2005-2009.

Berkaitan dengan perkemban- gan pariwisata, saat ini muncul perkem- bangan wisata masyarakat menuju alam (back to nature), yaitu sebuah pariwisata ke alam pedesaan dan pegunungan untuk

menikmati hawa yang masih bersih dan jauh dari kebisingan dan pencemaran.

Konsep ini akhirnya dikenal dengan istilah ekowisata. Peluang pengembangan obyek ekowisata ini membangkitkan semangat dari masyarakat kawasan karst bagian ba- rat Kabupaten Pacitan untuk bisa mengop- timalkan potensi kepariwisataannya.

Sebagai bagian dari pengem- bangan pariwisata di Kabupaten Pacitan, tahapan pengembangan kawasan merupa- kan landasan bagi perumusan/formulasi rencana lebih lanjut secara spasial. Region- alisasi/perwilayahan merupakan salah satu metode yang ditujukan untuk menentukan batas-batas homogenitas ruang khususnya berkaitan dengan kepariwisataan (atraksi, amenitas dan aksesibilitas).

Secara spesiik pembagian Kawasan Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Pacitan didasarkan pada beberapa kondisi yaitu :

1 .Kedudukan dan sebaran obyek wisata yang ada;

2. Sebaran aksesibilitas pendukung yang merata antar kecamatan;

3. Sebaran fasilitas pelayanan yang ber- variasi antar wilayah kecamatan;

4. Posisi geograis, geologis, geomorfolo- gis dan potensi wilayah kecamatan yang dapat berfungsi sebagai gerbang baik dari wilayah di sekitarnya.

Masing-masingKawasan Pengem- bangan Pariwisata (KPP) memiliki karakter spesiik yang merupakan perpaduan antara unsur kesamaan tema, kedekatan jarak, ke- mudahan pencapaian/rute serta kedekatan terhadap pusat pelayanan.

Kawasan karst menyimpan po- tensi sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hayati, dan sumber dayaland scape, baik bawah permukaan sebagai gua dan sungai/danau bawah tanah, maupun di permukaan berupa lembah kering, danau dolin, bukit-bukit karst dan pantai berdind- ing terjal. Nilai manfaat dari kawasan eko- sistem karst meliputi aspek:

(3)

1. Obyek studi dan penelitian yang amat langka dilihat dari sisi ilmu pengetahuan.

2. Merupakan obyek lingkungan yang san- gat memerlukan perlindungan.

3. Merupakan kawasan yang sangat bagus untuk dikembangkan terhadap keberadaan air dan sosial budaya masyarakat.

4. Merupakan habitat yang mendukung keanekaragaman jenis lora dan fauna yang spesiik, misalnya;Jati, sonokeling,wallet, kelelawar, seriti, dll.

Sebagai kawasan yang sangat sen- sitif terhadap segala bentuk pemanfaatan, kawasan karst memerlukan pengelolaan dan pengembangan khusus. Usaha peman- faatan dan pengelolaan ini tidak terlepas dari penduduk sebagai subyek yang men- diami atau menghuni kawasan tersebut.

Pengelolaan dan pengembangan kawasan yang tidak berpenghuni lebih mudah dibandingkan kawasan yang sudah ber- penghuni, karena pada kawasan yang ber- penghuni permasalahan yang berhubungan dengan keterbatasan alam dan kebutuhan hidup manusia lebih kompleks. Berbagai masalah yang sering dihadapi masyarakat di kawasan karst Kabupaten Pacitan antara lain kekeringan, produktivitas pertanian rendah, lahan kritis, kualitas air, hijauan ternak kurang, tingkat pendapatan rendah dan lain-lain.

Masalah isik dan lingkungan yang dihadapai kawasan karst setidaknya dapat dirinci sebagai berikut ini:

1. Terdapat daerah rawan bencana kekerin- gan di daerah yang tidak mempunyai sum- ber daya air.

2. Keterbatasan sumber daya air terutama di permukaan, karena salah satu karakter- istik kawasan karst adalah tidak dijumpai sungai di permukaan.

3. Tekanan penduduk terhadap lahan perta- nian cukup tinggi, sementara daya dukung lahan pertanian rendah. Hal ini disebabkan oleh mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani dan penguasaan lahan per- tanian yang sempit.

4. Pemanfaataan lahan kurang memper- hatikan aspek-aspek konservasi sehingga berpotensi menimbulkan erosi yang men- gakibatkan degradasi lahan.

5. Kondisi solum tanah di kawasan karst sangat tipis dengan ketebalan antara 10-25 cm, menyebabkan tanah menjadi sangat langka dan berharga.

6. Kerusakan lingkungan karena peman- faatan untuk kegiatan ekonomis seperti pertambangan batu mulia, batu kapur, batu untuk pengurukan dan lain-lain.

Perumusan Masalah

1.Bagaimanakah karakteristik potensi mas- ing-masing obyek ekowisata di kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan?

2.Obyek ekowisata manakah yang ber- potensi tinggi untuk dikembangkan dika- wasan karst bagian barat Kabupaten Paci- tan?

3.Bagaimanakah arahan kebijakan pengem- bangan obyek ekowisata yang berpotensi tinggi pada kawasan karst bagian barat Ka- bupaten Pacitan?

Kajian Pustaka

Faktor- faktor yang ada merupakan unsur- unsur yang saling menunjang. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata sebagai berikut :

1. Kondisi obyek

Bagaimana kondisi obyek dan atraksi yang akan dijual, bagaimana kondisi isiknya, dan kebersihan lingkungan obyek ekow- isata. Hal ini penting karena wisatawan akan merasa nyaman bila kondisinya baik dan bersih serta unik.

2. Kualitas obyek ekowisata

Daya tarik merupakan modal pokok yang memungkinkan wisatawan untuk mengun- jungi suatu obyek ekowisata. Daya tarik bisa berupa daya tarik alami dan daya tarik buatan (ciptaan manusia). Daya tarik ala- mi meliputi keindahan alam pegunungan, sungai, pasir, dan sebagainya. Daya tarik buatan terdiri dari art gallery, seni budaya, taman rekreaksi dan lain-lain.

3. Dukungan bagi pengembangan

(4)

Dukungan pengembangan memperhatikan keterkaitan antar obyek, ketersediaan lahan, dukungan paket wisata, dan promosi obyek wisata. Selain itu keterlibatan pemerintah dan masyarakat setempat merupakan ele- men penting untuk mencapai kesuksesan dalam pengembangan kawasan.

4. Fasilitas pelayanan

Fasilitas pelayanan penting dalam pengem- bangan suatu obyek ekowisata. Fasilitas apa saja yang tersedia di daerah tujuan wisata tersebut, apakah fasilitas penunjang dan fasilitas pelengkapdi daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi wisatawan sudah tersedia dengan baik atau belum.

5. Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan daya jangkauan menuju obyek ekowisata. Aksesibilitas merupakan salah satu faktor penting da- lam pengembangan pariwisata. Dukungan aksesibilitas yang baik akan semakin me- nekan waktu tempuh wisatawan menuju obyek ekowisata yang dituju sehingga akan mempengaruhi minat wisatawan ser- ta peniliaian/persepsi wisatawan terhadap obyek ekowisata.

6. Fasilitas Pelengkap

Fasilitas pelengkap sangat dibu- tuhkan dalam pengembangan. Karena denganfasilitas pelengkap para wisatawan dapat memenuhi kebutuhan pada saat kun- jungan wisatanya. Ketersediaan fasilitas pelengkap terdiri dari; tempat parkir dan ibadah, pelayanan souvenir(Damanik dan Helmut, 2006: 6-10).

Dalam perencanaan pengemban- gan pariwisata dikenal berbagai konsep, salah satunya adalah konsep market driven dan product driven. Konsep market driv- en lebihmenitikberatkan pada keinginan wisatawan dan perilaku pasar sebagai lan- dasan pengembangan. Sedangkan konsep produk driven lebih menitikberatkan pada pengembangan produk ekowisata. Kondisi dan keunggulan produk atau obyek dan daya tarik wisata sebagai landasan utama dalam pengembangan (Fandeli, 2002:5).

Perencanaan dan pengembangan dalam pe- nelitian ini menerapkan atau menggabung- kan kedua konsep tersebut.

Adapun aspek-aspek yang perlu diketahui dalam perencanaan pengembangan pari- wisata menurut (Yoeti, 1996:2-3) adalah sebagai berikut:

1. Wisatawan

Hal yang perlu diketahui dari aspek ini adalah mengenai wisatawan yang diharap- kan datang ke lokasi obyek ekowisata.

2. Transportasi

Aspek ini berkaitan dengan ketersediaan fasilitas transportasi yang dapat digunakan untuk membawa wisatawan ke daerah tu- juan wisata. Atrakasi dan fasilitas pariwisa- ta tidak dapat dinikmati oleh wisatawan secara penuh apabila infrastruktur tidak dibangun.

3. Atraksi/obyek wisata

Seluruh komponen yang ada dalam suatu Obyek dan Daya Tarik Ekowisata diharap- kan dapat menjadi atraksi. Shackly (1996) dalam Fandeli (2002: 237) menyatakan bahwa dalam suatu daerah tujuan ekowisa- ta, terdapat beberapa atraksi dari kekayaan alam dan sebagai atraksi buatan. Atraksi buatan ini daya tariknya sengaja dibuat untuk memenuhi keinginan wisatawan.

Menurut (Yoeti, 1996: 3), obyek/atraksi ekowisata yang dijual kepada wisatawan setidaknya memenuhi tiga syarat berikut:

1) Apa yang dapat dilihat (Something to See).

2) Apa yang dapat dilakukan (Something to Do).

3) Apa yang dapat dibeli (Something to Buy).

4. Informasi dan Promosi

Hal ini berkaitan dengan ba- gaimana cara-cara memberikan informasi, publikasi atau promosi yang dilakukan untuk menarik wisatawan agar datang ke- suatu lokasi obyek ekowisata.

Masyarakat Ekowisata Interna- sional mengartikannya dengan mengon- servasi lingkungan dan meningkatkan kes-

(5)

ejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the environment and improves the well-being of local people) (TIES, 2000 dalamDa- manik dan Helmut,2006: 37). Dari deinisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga pers- pektif, yakni; ekowisata sebagai produk, ekowisata sebagai pasar, dan ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Seba- gai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupa- kan perjalanan yang diarahkan pada upa- ya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan ekowisata di- harapkan dalam kegiatan wisatanyaselalu bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkun- gan sangat ditekankan dan merupakan ciri khasnya. Pihak yang berperan penting da- lam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku wisata lain (tour opera- tor) yang menunjukkan wisatawan untuk kegiatan-kegiatan kepariwisataannya yang bertanggung jawab tersebut.

Zambrano, (2010: 2) “Ecotour- ism comes with a deinitional promise to promote responsible travel to natural ar- eas, to make a positive contribution to en- vironmental conservation, and to enche the well-being of communities”.Tim (2010:

3)“Ecotourism is responsibel travel to natu- ral areas which conserved the environment and improves the welfare of local people”.

Mukhtasor, (2009)”There has been serious problems associated with environmental management in Indoensia. These include institutional, social-economic and ecosys- tem realeted problems,but ecotourism to make a positive contribution to environ- mental conservation”. Latupapua, (2008:

5) ”ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestar- ian area yang masih alami (Natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat”. Arthana, 2010 “Na-

ture or ecotourism can be deined as tour- ism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontimenated natural ar- eas with the speciic objectives or studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plants and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas.”

Sustainable Tourism development meets the needs of present tourists and host regions while protecting and enchancing opportu- nities for the future. It is envisaged as lead- ing to management of all resources in such a way that economic, social and aesthetic needs can be fulilled while maintaining cultural integrity, essential ecological pro- cesses, biological diversity and life support systems (Zhenhua, 2001). Ecotourism the consideration of the local environmental consequences of to tourism to the cosid- eration of its global environmental con- sequences (Glossing, 2002). Ecotourism the destination environment, the provision of economic opportunities for local com- munities, avoiding adverse social-cultural impacts through visitor presence or host communities, ensuring an educational experience for the visitor (Clifton, 2002.

Ecotourism it is generally used to donate a market-differentiated and an ideologi- cally divergent form of tourism that is con- sidered preferable to mass tourism and is more sustainable (McIntosh, 2007).

Menurut World Conservation Union (WCU)dalam Nugroho 2011, ekow- isata adalah perjalanan wisata ke wilayah- wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan so- sial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.

Ekowisata adalah sebagian dari sustainabletourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor-sektor

(6)

pendukung kegiatan wisata secara umum.

Meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural tourism), atau per- jalanan bisnis (bisness travel). Ekowisata berpijak pada tiga kaki sekaligus, yakni wisata pedesaan, wisata alam dan wisata budaya. Menurut deklarasi Quebec hasil pertemuan dari anggota TIES di Quebec, Canada tahun 2002. Ekowisata adalah sus- tainable tourism yang secara spesiik me- muat upaya-upaya:

1. Konstribusi aktif dalam konservasi alam.

2. Partisipasi penduduk lokal menikmati kesejahteraan.

3. Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung.

4. Bentuk wisata independen atau kelom-

pok wisata berukuran kecil.

Dari berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwapo- tensi obyek ekowisata adalah kemampuan dari obyek ekowisata (obyek wisata yang berbasis alam) yang kemungkinan untuk dikembangkan, potensi yang dapat dikem- bangkan dapat berupa daya tarik tertentu atau sesuatu yang menarik untuk dikun- jungi wisatawan.

Pada awalnya istilah karst beras- al dari kata Kras yang merupakan istilah kata dari Slovenia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk lahan di Notranjski (Notranjskikarst) (Haryono,dkk., 2002).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat diagram alir kerangka pikir penelitian yang disajikan pada Gambar dibawah.

Gambar . Diagram Alir Kerangka Pemikiran Identifikasi ProfilPotensi ObyekEkowisata Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan

Identifikasi Potensi Eksternal Obyek

Ekowisata:

• Aksesibilitas

• Fasilitas penunjang obyek

• Klasifikasi tingkat obyek :

- Obyek Ekowisata potensi tinggi - Obyek Ekowisata potensi sedang - Obyek Ekowisata potensi rendah Identifikasi

Potensi internal Obyek Ekowisata:

• Kondisi obyek

• Kualitas obyek

Arahan Pengembangan Obyek Ekowisata yang Berpotensi Tinggi di Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan

(7)

METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2006: 2) teknik pen- gumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah menda- patkan data. Tanpa mengetahui teknik pen- gumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara menurut Esterberg seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2006:

260) “ merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruk- sikan makna dalam suatu topik tertentu”.

Cara pengumpulan data untuk menggali informasi baik kepada pengunjung atau wisatawan maupun masyarakat sekitar obyek penelitian. Wawancara dilakukan dalam penelitian ini guna memperoleh data yang lengkap, lebih baik dan dapat dipercaya. Dalam hal ini responden adalah penduduk disekitar obyek ekowisata ka- wasan karst bagian barat Kabupaten Paci- tan, wisatawan yang berkunjung ke obyek ekowisata dan Pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan sebagai pihak pengelola obyek ekowisata. Wawan- cara dilakukan sebanyak 20 penduduk, 70 wisatawan dan 30 pengelola (pegawai Di- nas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan) dirasa sudah memenuhi informasi yang dibutuhkan. Ini dengan mempertim- bangkan waktu, biaya dan tenaga. Pengelo- la adalah mereka yang ikut berpartisipasi aktif dalam pengelolaan masing-masing obyek, dari pihak pemerintah (pengelola) diambil dari Dinas Kebudayaan dan Pari- wisata Kabupaten Pacitan.

2. Observasi

Observasi menurut Nasution sep- erti yang dikutip oleh Sugiyono (2006:

254) “dasar semua ilmu pengetahuan”.

Suatu cara pengumpulan data dengan men- gadakan pengamatan langsung terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian. Untuk mendapatkan data prim- er, selain dengan mengadakan wawacara juga menggunakan teknik observasi atau pengamatan karena pada dasarnya Ilmu Lingkungan merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, fakta atau kenyataan yang ada dilapangan (permukaan bumi).

Kegiatan yang dilakukan meli- puti pengamatan dengan mengidentiikasi potensi obyek ekowisata, wisatawan yang berkunjung ke obyek ekowisata, dan du- kungan pengembangan obyek ekowisata dari masyarakat dan pengelola. Dalam melakukan pengamatan digunakan lembar pengamatan atau lembar observasi.

3. Dokumentasi

Sugiyono (2006: 270) mengemukakan bah- wa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa ber- bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara”. Doku- mentasi digunakan untuk memperoleh data yang sangat banyak dalam waktu yang sangat singkat, serta tidak memakan tena- ga yang terlalu banyak. Data yang diper- oleh berupa; gambar 10 obyek ekowisata, Kabupaten Pacitan Dalam Angka 2011, jumlah pengunjung obyek, dan curah hu- jan selama 10 tahun terakhir. Selain itu un- tuk memperoleh hampir semua data yang diperlukan membutuhkan; peta rupa bumi, peta geologi, peta rencana perwilayahan kawasan pengembangan pariwisata (KPP), peta obyek ekowisata kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan, peta jenis tanah, peta potensial pariwisata gua dan pantai serta data gambaran isik dan sosial daerah penelitian.

C. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederha-

(8)

Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011 8

naan data ke dalam bentuk yang lebih mu- dah dibaca dan diinterpretasi. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di- lapangan, dan setelah selesai di lapangan.

Analisis data menurut Nasution seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2006: 275)

“analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada- lah analisa data primer dan data sekunder dengan teknik analisis klasiikasi dan tabel frekuensi dengan pejelaskan berikut ini:

1. Analisis Klasiikasi

Analisis klasiikasi digunakan untuk me- nentukan klasiikasi tingkat potensi mas- ing-masing obyek ekowisata, dimulai den- gan tahapan:

a. Pemilihan indikator dan variabel peneli- tian berdasarkan kriteria penilaian potensi obyek dan daya tarik wisata yang dike- luarkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan, dikombinasikan dengan alat ukur sendiri, menyesuaikan kondisi kepari- wisataan daerah.

b. Skoring, yaitu memberikan nilai skor relatif 1 sampai 3 untuk beberapa variabel penelitian (kekuatan atraksi, keragaman atraksi, kondisi isik, prasarana jalan, wak- tu tempuh, ketersediaan angkutan umum, fasilitas pemenuhan kebutuhan isik, sosial dan pelengkap) dan skor relatif 1 sampai 2 untuk beberapa variabel penelitian yang lain, lihat tabel .

c. Menjumlahkan total skor pada setiap variabel penelitian.

d. Total skor tertinggi dikurangi jumlah total skor terendah sehingga diperoleh in- terval. Kemudian, interval dibagi menjadi 3 (tiga) klasiikasi yaitu klasiikasi tinggi, sedang dan rendah.

e. Pengklasiikasian berdasarkan skor vari- abel potensi internal yaitu nilai skor mak- simum (22) dikurangi nilai skor minimum (10) sehingga diperoleh interval. Selanjut-

nya, interval dibagi menjadi 3 (tiga) klas- iikasi dengan formula sebagai berikut:

1) Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek ekowisata > 18

2) Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek ekowisata 15- 18

3) Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek ekowisata < 15

f. Pengklasiikasian berdasarkan skor vari- abel potensi eksternal yaitu nilai skor mak- simum (18) dikurangi nilai skor minimum (6) sehingga diperoleh interval. Selanjut- nya, interval dibagi menjadi (3) klasiikasi dengan formula sebagai berikut:

1) Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek ekowisata > 14

2) Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek ekowisata 11- 14

3) Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek ekowisata < 11

g. Untuk mengetahui obyek yang berpo- tensi tinggi yaitu dengan menggabungkan skor potensi internal dan skor potensi ek- sternal pada masing-masing obyek ekow- isata. Klasiikasi potensi gabungan obyek ekowisata diperoleh dengan menjumlah- kan total skor potensi internal dan total skor potensi eksternal. Sehingga diperoleh interval, selanjutnya interval dibagi menja- di tiga klasiikasi dengan formula sebagai berikut:

1) Potensi gabungan tinggi >32, 2) Potensi gabungan sedang 25-32, dan 3) Potensi gabungan rendah <25

Potensi ekowisata dalam hal ini ditentukan melalui perhitungan total skor klasiikasi potensi internal dan klasiikasi potensi eksternal obyek ekowisataberdasarkan skoring variabel penelitian. Sehingga dari penggabungan tersebut akan diperoleh skor tertinggi yang selanjutnya dijadikan sebagai obyek ekowisata berpotensi ting- gi untuk dikembangkan di kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan.

(9)

Tabel . Variabel Penelitian Potensi Obyek Ekowisata

(10)
(11)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

(12)

Menurut Babat Pacitan, nama Pacitan berasal dari kata “Pacitan“ yang berarti camilan, sedap-sedapan, tambul yaitu makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah Pacitan merupakan daerah minus, hingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warg- anya tidak sampai mengenyangkan (tidak cukup).

Dalam istilah kepurbakalaan Pac- itan disebut Budaya Pacitanian, sebutan ini barangkali asing di negeri sendiri, tetapi sangat populer di mancanegara, karena hampir semua daerah di Pacitan memiliki bukti pernah menjadi tempat tinggal ma- nusia prasejarah. Situs prasejarah Pacitan terhampar di Sungai Baksoko yang diyaki- ni sebagai sungai purba dan berada di Ka- wasan Karst Gunungsewu yang membujur dari bagian selatan wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur.

Kabupaten Pacitan terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa tepatnya di Barat Daya Propinsi Jawa Timur berbatasan den- gan Propinsi Jawa Tengah. Adapun wilayah administrasi terdiri dari 12 Kecamatan, 5

Kelurahan dan 166 Desa, dengan letak as- tronomis berada antara 110º 33’ 59” - 111º 16’ 13’ Bujur Timur dan 7° 33’ 09” - 8º 09’

05” Lintang Selatan.Luas Kabupaten Paci- tan 1.389,8716 Km2, yang sebagian besar berupa bukit, jurang terjaldan daerahnya bergelombang kira-kira sekitar 88%. Gu- nung tertinggi adalah Gunung Limo yang terletak di Kecamatan Kebonagung dan Gunung Gembes di Kecamatan Bandar.

Dari aspek topograi menunjukkan bentang daratannya bervariasi dengan kemiringan sebagai berikut:

1. Datar (kelas kelerengan 0 - 5 %) 55,59 Km2 pada 4 %

2. Berombak (kelas kelerengan 6 - 10 %) 138,99 Km2 pada 10 %

3. Bergelombang (kelas kelerengan 11- 30 %) 333,57 Km2 pada 24 %

4. Berbukit (kelas kelerengan 31 - 50 %) 722,73 Km2 pada 52 %

5. Bergunung (kelas kelerengan 51

% lebih) 138,99 Km2 pada 10 %.

Dilihat dari permukaan air laut letak ketinggian Kabupaten Pacitan tidak sama. Kecamatan Pacitan dan Kebonagung Sumber: RIPPDA Kabupaten Pacitan dengan beberapa modiikasi

(13)

berada pada 0 - 7 m, Kecamatan Donorojo pada 338 m, Kecamatan Punung pada 229 m, Kecamatan Pringkuku pada 357 m, Ke- camatan Arjosari pada 26 m, Kecamatan Nawangan pada 668 m, Kecamatan Ban- dar pada 964 m, Kecamatan Tegalombo pada 194 m, Kecamatan Tulakan pada 334 m, Kecamatan Ngadirojo pada 10 m, dan Kecamatan Sudimoro terletak pada 9 m.

Keadaan daerah Kabupaten Paci- tan di bagian selatan pada umumnya beru- pa batu kapur dan lebih rendah dibanding-

kan dengan bagian utara.Sedangkan bagian utara lebih tinggi berupa tanah mengand- ung potensi bahan galian mineral, yang di dalamnya mengandung bahan tambang antara lain; feldspar, bentonit, batu bintang (batu kalsit), batu gipsum, phosphat, batu silikal, bijih besi, batu bara, dolomit, batu kapur, kalsit, pasir besi, kaolin, batu hias, timah hitam, mangan dan sirtu.Secara jelas kondisi relief Kabupaten Pacitan dapat di- lihat pada Gambar . Peta Topograi Kabu- paten Pacitan berikut ini:

Gambar 4. Peta Topograi Kabupaten Pacitan Tahun 2011

(14)

Kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan merupakan gabungan dari tiga ke- camatan yaitu Kecamatan Donorojo, Keca- matan Punung, dan Kecamatan Pringkuku.

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 Tahun 2001 lembar Kawasan karst Kabupaten Paci-

tan diklasiikasikan menjadi dua kelompok besar berdasarkan penyebaran dan sifat- sifatnya. Batas antara keduanya adalah Te- luk Pacitan. Pembagian wilayah kawasan karst Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Kawasan karst di Kabupaten Pac- itan mempunyai luas sekitar 310.982 Km2 atau 21,9% dari seluruh luas Kabupaten Pacitan. Berdasarkan penyebaran dan sifat- sifatnya kawasan karst di Kabupaten Paci- tan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu kawasan karst Pacitan Barat dan kawasan karst Pacitan Timur. Kawasan Karst Paci- tan meliputi beberapa kecamatan terletak di bagian selatan, yaitu Kecamatan Donorojo, Punung, Pringkuku, Kebonagung, Tulakan, Sudimoro, dan Ngadirojo, dengan luas ka- wasan 310, 982km2 atau sepetiga dari luas wilayah Kabupaten Pacitan. Tabel berikut ini menunjukkan luas kawasan karst di Ka- bupaten Pacitan.

Gambar 5 . Pada Peta Geologi Kabupaten Pacitan berikut :

Kawasan karst Pacitan Barat se- lanjutnya dapat dirinci menjadi beberapa segmen yang lebih kecil. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut di antaranya adalah morfologi, litologi, stratigrai, struk- tur geologi, tektonik dan sejarah geologi yang dialaminya. Kawasan karst Pacitan Barat masing-masing adalah segmen Karst Pringkuku-Donorojo (Dadapan-Widoro), Karst Jarum, Karst Kali Bleru 1, Karst Kali Bleru 2, Karst Kalialang, Karst Ketol, dan Karst Gondang. Luas seluruh Kawasan Karst Pacitan Barat mencapai 218,678 km2.

Tabel. Luas Kawasan Karst di Kabupaten Pacitan.

N O . S E G M E N K A R S T L U A S ( K m 2 )

K A W A S A N K A R S T P A C IT A N B A R A T

1 S e g m e n K a rs t P rin g k u k u - D o n o ro j o 2 1 4 ,8 0 0

2 S e g m e n K a rs t J a ru m 1 ,1 6 2

3 S e g m e n K a rs t K a li B l e ru 1 0 ,1 3 1

4 S e g m e n K a rs t K a li B l e ru 2 0 ,0 4 9

5 S e g m e n K a rs t K a lia l a n g 0 ,8 0 0

6 S e g m e n K a rs t K e to l 0 ,3 3 2

7 S e g m e n K a rs t G o n d a n g 1 ,4 0 4

J u m l a h 2 1 8 , 6 7 8 K A W A S A N K A R S T P A C IT A N T IM U R

8 S e g m e n K a rs t S a n g g a 1 1 ,9 7 0

9 S e g m e n K a rs t T u la k a n 1 2 ,8 5 0

1 0 S e g m e n K a rs t K o r ip a n 2 8 ,9 0 0

1 1 S e g m e n K a rs t S u d im o ro 2 6 ,8 5 0

1 2 S e g m e n K a rs t K a ra n g tu ri 1 0 ,4 1 0

1 3 S e g m e n K a rs t K a lim a ja 1 ,3 2 4

J u m l a h 9 2 ,3 0 4 J u m l a h S e lu ru h n y a 3 1 0 ,9 8 2

(15)

Gambar 5. Peta Geologi Kabupaten Pacitan Tahun 2011

(16)

1407–642 Kalak, lembar 1407–644 Giri- woyo, dan lembar Pacitan 1507-431 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), le- tak daerah penelitian 7° 48′ 18″ LS – 8° 7′

49″ LS dan 110° 20′ 03″ BT – 111° 46′ 03″

BT. Dengan luas wilayah secara keselu- ruhan adalah 345,84 Km2. Adapun batas- batas administrasi kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Baturetno (Kab. Wonogiri)

2. Sebelah Timur : Kecamatan Pacitan 3. Sebelah Selatan : Samudera Hindia 4. Sebelah Barat : Kecamatan Parang- gupito (Kab. Wonogiri)

Pembagian wilayah administrasi kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 6 . Pada Peta Administrasi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan.

A. Geologi Karst

Pembahasan geologi kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan tidak hanya di- fokuskan pada batuan karbonat saja, tetapi juga geologi batuan-dasar dan batuan-pe- nutup yang menutupi satuan batu gamping yang tersingkap. Aspek geologi meliputi geomorfologi, stratigrai dan struktur. Ber- dasarkan data dari (Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung den- gan BAPPEDA Kabupaten Pacitan, 2001:

11-41) sebagai berikut:

1. Geomorfologi

Secara isiograi dan geologi, daerah ka- wasan karst Pacitan Barat di Kabupaten Pacitan,Jawa Timur, terletak di jalur pe- gunungan selatan Jawa yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Strati- grainya yang sangat khas, berupa runtunan batugamping Neogen yang dialasi secara tidak selaras oleh himpunan batuan gunun- gapi, klastika asal-gunungapi, dan batuan terobosan yang berumur Paleogen.

Kawasan karst yang berkembang di bagian selatan Kabupaten Pacitan merupakan

suatu rangkaian bentang alam yang sangat luas yang berkembang pada batu gamping berumur Neogen. Bukit-bukit tunggal batu gamping atau rangkaiannya yang mem- bentuk pematang perbukitan ini, kumpulan bagian selatannya dibatasi langsung oleh Samudera Hindia. Dari Teluk Pacitan ke arah barat, kawasan batu gamping karst ini dapat dirunut hingga parangtritis di selatan Yogyakarta. Batas wilayahnya dapat dili- hat pada Gambar 7. Citra Iconos Kawasan Karst Gunungsewu.

Daerah penelitian mengambil lua- san Formasi Wonosari yang berada di ka- wasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan.

Formasi Wonosari mempunyai karakteris- tik litologi yang terdiri dari batu gamping terumbu, batu gamping berlapis dan batu gamping konglomeratan;bersisipan batu gamping pasiran dan nampal.

a. Batu gamping terumbu berwarna putih kekuningan hingga kelabu muda, kompak, pejal, keras, berstruktur lapies (karren) dan banyak mengandung fosil serta lensa kal- sit. Singkapannya membentuk bukit-bukit tunggal berbangun kerucut atau berpun- cakcembung setinggi antar 25-50 m, ber- deret membentuk pematang perbukitan;

b. Batu gamping berlapis berwarna coklat muda, kompak, berfosil dan di beberapa tempat tersingkap di sekitar inti terumbu.

Umumya berbutir sedang hingga kasar, dengan tebal antara 2-3 m;

c. Batu gamping konglomeratan berwarna coklat muda hingga coklat kekuningan, dis- usun oleh komponen batu gamping beru- kuran 5-10 cm yang membundar tanggung- membundar. Umumnya dijumpai di sekitar lereng terumbu, dan merupakan endapan halus hasil hancuran terumbu batu gamp- ing. Tebalnya beragam, antara 1-3 m;

d. Batu gamping pasiran berwarna coklat, berlapis baik, berbutir sedang-sangat kasar;

setempat mengandung kepingan batupasir, batulempung dan batu gamping tufan. Se- bagai sisipan di dalam batu gamping berla- pis tebalnya berkisar antara 2-3 m;

(17)

Gambar 6. Peta Administrasi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur Tahun 2011

(18)

Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011 18

Gambar 7. Citra IconosKawasan Karst Gunungsewu Tahun 2011

(19)

e. Nampal berwarna coklat muda hingga putih kotor atau putih kehijauan, menyapih, banyak mengandung fosil dan merupakan sisipan di dalam batu gamping berlapis.

Tebalnya berkisar antara 10-30 cm;

f. Kandungan fosil, umur dan tafsiran ling- kungan pengendapan yaitu satuan ini men- gandung Lepidocylina sp.,Marginophora vertebralis Quoi & Gaimard, Eorupertia sp., Quinquelocullina sp., Cassidulina sp., Brizalina sp. Dan Planorbulina sp., selain itu koral dan ganggang. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Ten- gah hingga Miosen Akhir, dan terbentuk di lingkungan laut dangkal;

g. Tebal seluruh satuan tidak kurang dari 300 m;

h. Hubungan stratigrai yaitu sisipan batu gamping tufan berlapis yang berkembang di bagian bahwa Formasi Wonosari, yang semakin ke atas dikuasai sepenuhnya oleh fasies terumbu, menunjukkan jika ke arah lateral satuan ini menjemari dengan For- masi Oyo. Meskipun posisi stratigrai For- masi Oyo sedikit lebih rendah dibanding Formasi Wonosari, hubungan menjemari tersebut teramati di banyak tempat.

PersebaranFormasi Wonosari menyusun sebagian besar kawasan bagian barat Kabupaten Pacitan, yang lebih dulu dikenal dengan bagian paling timur dari Kawasan Karst Gunung Sewu. Di daerah Tulakan sebenarnya dikendalikan oleh stuktur geologi yang mempengaruhi ben- tuk morfologi batuan-dasar. Di selatan Tu- lakan, singkapan Formasi Wonosari yang dialasi oleh batuan Oligo-Miosen fasies turbidit.Daerah Karst Formasi Wonosari membentang melalui tiga wilayah propinsi (Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur).Perbukitan ini dikenal Karst Gu- nungsewu, sementara literatur dan peta-peta lama menyebutnya sebagai ”Puntuk Sewu”

(Puntuk=Bukit;sewu=seribu). Singkapan batu gamping yang dikuasai oleh ribuan bukit batu gamping berbangun kerucut ini membentuk bentangan sepanjang 100 km,

dengan lebar rata-rata 40 km. Gambar . Di bawah ini merupakan bukit kerucut salah satunya di lokasi Sungai Kladen.

Gambar. Gejala Eksokarst, Berupa Bukit- bukit Kerucut. Lokasi Sungai Kladen.(Do- kumen Pribadi, Foto Bulan Pebruari 2011) Secara morfologi, batu gamping klastik tufan dan batu gamping terumbu yang me- nyusun segmen-segmen karst di daerah Kabupaten Pacitan keduanya memberi- kan kenampakan bentang alam karst yang hampir sama. Tetapi meskipun demikian, proses karstiikasi batu gamping klastik tufan Formasi Oyo lebih banyak memben- tuk gejala minor-karst seperti lapies atau karren. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sifat batu gampingnya yang nisbi lebih lu- nak sehingga dengan mudah air terjun akan melarutkan permukaan batu gamping. Se- dang batu gamping fasies terumbu Formasi Wonosari yang sifatnya lebih kompak dan

(20)

keras akan menghasilkan bentang alam karst yang lebih nyata (major-karst), dalam bentuk ekso- dan endokarst. Bentang alam luar- batu gamping terumbu ini akan diciri- kan dan dikuasai oleh bukit-bukit tunggal dan rangkaian pematang perbukitan. Ke- lurusan pematang bukit batu gamping ke arah tertentu ditafsirkan berkaitan dengan struktur geologi (sesar).

Gejala karstiikasi yang umum- nya berkaitan dengan proses pelarutan oleh air menyebabkan sungai memiliki peran penting didalam mengukir bentang alam karst. Berdasarkan keadaannya, sungai di kawasan karst bagian baratKabupaten Pac- itan dibedakan menjadi :

a. Sungai permukaan berpola merant- ing yang arah alirannya dipengaruhi oleh kedudukan lapisan atau kekar, sebelum akhirnya masuk ke dalam tanah melalui sistem rucutan yang ada. Sungai jenis ini lebih banyak berkembang pada batu gamp- ing fasies klastik (misalnya di daerah Do- norojo, Punung, dan Pringkuku);

b. Sungai bawah tanah yang mengalir melalui sistem lorong gua atau saluran bawah tanah yang rumit, dan lebih ban- yak berkembang pada batu gamping fasies terumbu (misal segmen karst Pringkuku, Donorojo bagian selatan, dan daerah hulu Sungai Pagutan).

Meskipun seluruh kawasan batu gamping di Kabupaten Pacitan ini menampakkan morfologi karst (kecuali satuan batu gamp- ing tua), bentang alam tersebut dapat di- rinci lagi menjadi tiga satuan, yaitu : a. Satuan morfologi karst dengan pola aliran meranting di permukaan;

b. Satuan morfologi karst plato;

c. Satuan morfologi karst dengan pola aliran bawah-permukaan.

Batas masing-masing satuan terse- but bersifat samar dan interpretatif. Batas antara satuan morfologi karst yang memi- liki sungai permukaan berpola meranting dengan satuan berpola aliran bawah-per- mukaan ditarik melalui titik-titik lubang-

lari, gua dan ponora yang ada, dimana sun- gai permukaan terakhir berubah menjadi sungai bawah tanah. Gejala ini nampak jelas di daerah antara Pringkuku dan Do- norojo, yang sempat juga menampakkan satuan morofologi sisa plato.

2. Stratigrai

Daerah Kawasan Karst Pacitan barat di Kabupaten Pacitan,Jawa Timur sratigrainya sangat khas, berupa runtunan batugamping Neogen yang dialasi secara tidak selaras oleh himpunan batuan gunun- gapi, klastika asal-gunungapi, dan batuan terobosan yang berumur Paleogen (Oligo Akhir hingga permulaanMiosen).

Pada literatur lama, batuan yang mengalasi batu gamping ini dinamakan Formasi Andesit Tua (FAT). Nama-nama satuan stratigrai setingkat formasi yang korelatif dengan FAT antaraKebo-Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitu, Besole, Jaten, Wuni, Nampol atau Mandalika dan Arjosari.

Di beberapa tempat di Jawa Bagian Selatan, runtunan paling atas dari FAT sering berupa batu gamping berbutir halus yang berwarna biru kehitaman.

Warna itu disebabkan oleh melimpahnya lapisan tipis atau nodul karbon. Samodra menamakannya satuan batugamping tua.

Kedua satuan batu gamping yang mempunyai fasies berbeda itu berumur Neogen Akhir (Miosen Tengah-Plistosen).

Meskipun demikian, secara regional satuan batu gamping klastik yang berfasies tufan (Formasi Oyo) mempunyai posisi strati- grai yang lebih rendah dibanding satuan batu gamping fasies terumbu (Formasi Wonosari).

Baik Formasi Oyo maupun For- masi Wonosari keduanya dialasi oleh himpunan sedimen klastik dan batuan gu- nungapi berumur Miosen Tengah, yang dikenal dengan Formasi Jaten, Formasi Wuni dan Formasi Nampol. Setempat, di daerah Kalipucung yang dipotong oleh Sungai Baksoka, dijumpai endapan sungai

(21)

hidrologi, yaitu peredaran air di bumi baik itu di atmosfer, di permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi. Selama siklus tersebut, air dapat berubah wujudnya yaitu padat, cair maupun gas tergantung dari kondisi lingkungan siklus hidrologi. Jum- lah air dalam siklus hidrologi selalu tetap dan hanya berubah distribusinya saja dari waktu ke waktu akibat adanya pengaruh dari faktor tertentu. Siklus hidrologi se- cara umum disajikan pada Gambar. Seperti disebutkan diatas, karena sifatnya, fokus dari hidrologi karst adalah bukan pada air permukaan tetapi pada air yang tersimpan di bawah tanah/di bawah permukaan bumi pada sistem-sistem drainase bawah permu- kaan karst. Untuk lebih jelasnya, Gambar.

Mengilustrasikan drainase bawah permu- kaan bumi yang sangat dominan di daerah Lebih lanjut, kondisi geologi kawasan

karst bagian barat Kabupaten Pacitan da- pat dilihat pada Gambar 9. Peta Geologi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur.

B. Kondisi Tanah Karst

Jenis tanah di Kabupaten Pacitan terbagi menjadi empat lokasi yang terdiri dari, di bagian selatan dijumpai tanah Assosiasi Litosol dan Mediteran Merah dengan luas wilayah sebesar 4.629 ha. Pada bagian ten- gah terdapat jenis tanah Komplek Latosol Coklat Kemerahan seluas 31.529 ha. Pada bagian utara terdapat jenis tanah Litosol Campuran Batuan Tuf seluas 58.087 ha, dan di Bagian tengah agak selatan dijumpai tanah Aluvial Kelabu seluas 3.969 ha.

Tabel menunjukkan kondisi jenis tanah Kabupaten Pacitan, sedangkan jenis purba berumur Kuarter yang banyak men- gandung artefak dan kepingan fosil tulang vertebrata.

3. Struktur Geologi

Struktur kekar dan sesar di daerah batu gamping agak sulit dilacak karena sifat batuannya yang mudah larut. Kekar-kekar terbuka akan segera diisi oleh endapan- ulang kalsium karbonat, sehingga yang ditemukan di lapangan adalah tonjolan- tonjolan kecil yang lurus memanjang ke arah tertentu dan membentuk pola. Sesar di Pacitan Barat umumnya berjurus baratlaut- tenggara dan timur-baratdaya; setempat utara-selatan dan barat-timur. Pola sesar regional ini dipercaya merupakan sesar- sesar kedalaman (deep-seated faults) yang memotong lapisan kerak bumi.

tanah di kawasan karst bagian barat Ka- bupatenPacitansebagian besar didominasi oleh Assosiasi Litosol dan Mediteran Mer- ah (batuan vulkan dan endapan bukit lipa- tan).Termasuk jenis tanah yang kurang bisa mempertahankan air tanah, mudah longsor umumnya tandus dengan produktiitas ren- dah danberwarna coklat kemerahan atau coklat kehitaman yang dikenal sebagai ta- nah terra-rossa.

Lebih lanjut, kondisi tanah dika- wasan karst bagian barat Kabupaten Paci- tan dapat dilihat pada Gambar 10 .Peta Jenis TanahKabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur .

C. Hidrologi Karst

Kajian hidrologi secara umum pasti tidak akan pernah lepas dari siklus

N o J e n is T a n a h H a %

1 A s s o s ia s i L ito so l d a n M e dit e ra n M e r a h 4 .6 2 9 4 ,7 1

2 L it o s o l C a m p u ra n B a tu a n T u f 5 8 .0 8 7 5 9 ,1 4

3 K o m p le k L a to s o l C o k la t K e m e ra h a n 3 1 .5 2 9 3 2 ,1 0

4 A lu v ia l K e la b u 3 .9 6 9 4 ,0 5

J u m l ah 9 8 .2 1 4 1 0 0

Tabel. Perincian Luas Jenis Tanah di Kabupaten Pacitan (Ha).

(22)

karst.

Gambar 9. Peta Geologi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur Tahun 2011

(23)

Gambar . Siklus Hidrologi (Sumber: www.ecn.purdue/edu/.../gishyd.html

Gambar. Drainase bawah permukaan di daerah karst (Sumber:http://www.eccentrix.

com/members/hydrogeologie/hidrogeol/karst.gif)

(24)

Dari Gambar .Memperlihatkan bahwa karena sifat batuan karbonat yang mempunyai banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam air, maka sistem drai- nase permukaan tidak berkembang dan leb- ih didominasi oleh sistem drainase bawah permukaan. Sebagai contoh adalah sistem perguaan yang kadang-kadang berair dan dikenal sebagai sungai bawah tanah.

Selanjutnya, dalam bahasan ini akan lebih banyak dideskripsikan hidrologi karst bawah permukaan yang selanjutnya akan kita sebut sebagai airtanah karst. Se- cara deinitif, air pada sungai bawah tanah di daerah karst boleh disebut sebagai air tanah,dimanaair tanah merupakan air yang mengisi celah atau pori-pori/rongga antar batuan dan bersifat dinamis. Sedangkan, air bawah tanah karst juga merupakan air yang mengisi batuan/percelahan yang ban- yak terdapat pada kawasan ini, walaupun karakteristiknya sangat berbeda diband- ingkan dengan karakteristik airtanah pada kawasan lain.

Proses karstiikasi pada batu gamping yang membentuk gejala ekso- dan endokarst lebih banyak dipengaruhi oleh kehadiran air (hujan), terutama yang mengandung CO2 tinggi. Air hujan yang jatuh di atas permukaan batugamping se- bagian akan mengalir sebagai air larian (surface run-off) dan sisanya masuk ke dalam lapisan batuan melalui sistem per- celah-retakan dan perguaan yang ada.

Daerah di sebelah utara kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan yang berketinggian rata-rata 450 m di atas muka air laut merupakan tinggian batuan-batuan dasar karst yang bertindak sebagai pemisah air (watershed). Tinggian pemisah air terse- but membatasi daerah tangkapan air bagian utara dengan daerah aliran sungai di sela- tan. Sungai-sungai di daerah aliran sungai utara yang mengalir pada batuan bukan- karst merupakan sistem sungai meranting yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah aliran sungai selatan yang disusun oleh

batu gamping, sungai-sungai permukaan yang ada yang sebagian berhulu di daerah bukan karst setelah mencapai daerah batu gamping terumbu akan masuk ke dalam ta- nah melalui sitem rucutan (sink) yang ada.

Hal tersebut menggambarkan aliran sun- gai permukaan meranting yang berhulu di sekitar Pringkuku sebelum berubah men- jadi sungai bawahtanah masuk ke dalam lapisan batugamping kemudian keluar di bukit berdekatan Pantai Srau. Satu-satunya sungai yang berhasil memotong seluruh permukaan Karst Pacitan Barat adalah Sungai Kladen. Keberhasilan sungai terse- but mengalir di permukaan batu gamping dipengaruhi sesar. Di bagian utara, sungai- sungai permukaan berpola meranting ke selatan atau baratdaya akhirnya berbuah menjadi sungai bawahtanah. Bagian se- latan yang litologinya oleh batugamping fasies terumbu tidak dijumpai sungai per- mukaan karena air bergerak dan mengalir melalui sistem gua bawah tanah.

Jika air yang mengalir di dalam batuan bukan-karst bergerak melalui ruang antar-butir, maka di daerah karst air yang sama akan bergerak melalui sistem reta- kan, celah dan saluran untuk selanjutnya mengalir secara turbulensi (berputar). Da- lam hal ini batugamping dianggap sebagai media yang bersifat heterogen. Perilaku air yang demikian ini sering membentuk sistem hidrologi yang rumit, karena air tanah tidak hanya terapung dalam bentuk lapisan akuifer tetapi juga terdapat di da- lam sistem perguaan atau lorong bawah tanah. Di daerah karst batu gamping da- pat dianggap sebagai pengatur (regulator) yang mempertahankan jumlah air yang masuk (input) dan air yang keluar (output).

Oleh karenanya pembongkaran sebagian atau seluruhnya permukaan batu gamping akan berpengaruh pada sistem simpanan, sehingga neraca airnyapun menjadi ter- ganggu.

Di suatu kawasan karst, aliran air perkolasi bergerak dengan kecepatan be-

(25)

ragam, tergantung pada derajat karstiikasi dan keadaan jaringan sistem percelah- retakan yang ada. Di bawah permukaan tanah, pada jalur epirokarstik, dapat ter- bentuk tempat penampungan air semen- tara (temporary water stroge). Tampungan itu terdiri dari jaringan celah atau retakan yang cukup luas, dan saluran. Pada musim hujan jalur epikarstik mendapat imbuhan air melalui saluran yang ada, sedang pada musim kemarau jalur tersebut menam- bah saluran dengan air perkolasi.Keadaan tersebut seakan-akan menangguhkan aliran air perkolasi (postponed percolation), sehingga air pada saat hujan lebat jalur epikarstik mengalami banjir. Kecepatan air pada saluran-saluran semakin besar ke arah hilir, air terdesak masuk ke dalam akuifer epikarstik. Air yang terdesak itu mula-mula terjadi di bagian yang paling deras arusnya.

Secara perlahan selanjutnya terjadi perpin- dahan ke arah hulu.

Di bagian kedalaman lapisan batu gamping karst, baik pada jalur jenuh, jalur freatik, maupun jalur penuh-air (wa- terlogged karst), juga terdapat akuifer yang disusun oleh jaringan percelah-reka- han-guaan yang saling berhubungan dan dipenuhi oleh air sepanjang tahun. Jalur ini juga merupakan subsistem tersendiri, yang memiliki aliran lambat (deep phre- atic zone) dan aliran cepat di dekat salu- ran-utama (epiphreatic zone). Keberadaan subsistem ini penting untuk menentukan sifat aliran air dan pola pengaliran suatu kawasan karst. Selain itu menjadi faktor penentu sistem hidrologi karst yang hetero- gen dalam ruang dan waktu geologi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBA- HASAN

A. Karakteristik Potensi Obyek Ekowisata Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur memiliki 10 obyek ekowisata yang tersebar di tiga ke- camatan yaitu Kecamatan Donorojo, Keca- matan Punung, dan Kecamatan Pringkuku

dengan proil potensi obyek ekowisata se- bagai berikut :

1. Pantai Srau

Pantai Srau terletak di Desa Candi Ke- camatan Pringkuku adalah pantai yang membentang luas dengan pemandangan yang indah dimana ombak yang ada cu- kup besar. Jarak Pantai Srau dengan Kota Pacitan adalah 23 km kearah barat.Pantai Srau juga merupakan pantai bertipe pantai landai berpasir putih diselangi oleh sebuah tanjung kecil, sehingga kawasan pantai terbagi menjadi bagian timur dan bagian barat. Segmen pantai di bagian timur dila- tarbelakangi oleh bukit-bukit batugamp- ing. Batuannya dipetakan sebagai Formasi Wonosari, yang banyak mengandung ko- ral, foramanifera, moluska, dan biota laut lainnya. Binatang dan tumbuhan (misalnya ganggang) biasanya hidup antara 15-10 juta tahun lalu, dan terawetkan di dalam batuan dalam bentuk fosil. Meskipun tidak tampak jelas, tanjung kecil di Pantai Srau memperlihatkan morfologi undak-pantai.

Bagian bawah tebing tanjung terkikis oleh ombak, membentuk ceruk abrasi. Di beber- apa bagian tebing pantai terdapat beberapa ceruk setinggi sekitar 1 m di atas permu- kaan laut.

Gambar

Gambar .  Diagram Alir Kerangka PemikiranIdentifikasi ProfilPotensi ObyekEkowisata  Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan
Tabel . Variabel Penelitian Potensi Obyek Ekowisata
Gambar 4. Peta Topograi Kabupaten Pacitan Tahun 2011
Gambar 5 . Pada Peta Geologi Kabupaten  Pacitan berikut :
+6

Referensi

Dokumen terkait