• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dia Telah Pergi

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Dia Telah Pergi"

Copied!
370
0
0

Teks penuh

Bahtiar Effendy adalah teman dekat saya di Fakultas Ushuluddin IAIN (UIN) Jakarta pada tahun 1980-an hingga mereka berdua melanjutkan studi di Amerika Serikat pada tahun 1986. Mas Bahtiar Effendy adalah salah satu pemikir yang gigih mempersiapkan pendirian Indonesia Internasional Universitas Islam (UIII).

Pengantar Editor

Apresiasi terbesar kami sebagai editor buku ini adalah atas respon cepat penulis untuk berbagi pemikiran dan pengalamannya dengan Mas Bahtiar. Selain menunggu beberapa penulis dari sahabat almarhum, kami juga terkadang diam, menundukkan kepala, bahkan menyeka air mata saat mengikuti kata demi kata dalam cerita kenangan bersama Mas Bahtiar.

Sambutan Rektor

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Hingga meninggalnya, Pak BE adalah Wakil Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UMJ untuk periode kedua. Sivitas akademika UMJ dapat berterima kasih kepada Bapak. BE atas kontribusinya selama ini, baik untuk UMJ maupun organisasi.

Kata Pengantar : BE

Jika untuk tesis Masternya ia menulis tentang NU, maka untuk Disertasi Doktornya ia menulis tentang Islam dan Negara, yang keduanya masih dalam konteks politik Islam dan umat Islam di Indonesia. Lingkar pergaulannya sangat luas, baik dengan pejabat partai berbasis Islam dan berbasis massa, maupun dengan politisi muslim di partai lain, bahkan dengan narasumber politik Indonesia yang dianggapnya mustahaq.

Daftar Isi

Don't forget to remember me in Memoriam: Bahtiar Effendy Writer and Islamic Political Studies Expert—201.

Mas Bahtiar Effendy

Penasihat Politik Kami

Mas Bahtiar akhirnya juga menjadi anggota MPR RI atas usaha Mas Din bersama Mas Anwar Abas. Alhasil, saya, Mas Din, dan Mas Bahtiar --banyak yang tidak mengetahuinya-- menjadi anggota Fraksi Karya Pembangunan MPR RI periode 1997-1999.

Guru yang Inspiratif dan Humoris

Mengenang

Pak Bahtiar Effendy

Di antara tokoh-tokoh besar tersebut, hanya Pak Bahtiar dan Mas Hajri yang berani dan bisa mengkritisi Pak Din. Para tamu yang memenuhi Aula Harun Nasution tertawa terbahak-bahak ketika foto-foto masa kecil Pak Bahtiar diperlihatkan.

Bahtiar Effendy dan Bangkitnya

Kesadaran Politik Umat

Alhamdulillah, Mas Bahtiar termasuk yang bersedia membantu membangun opini yang proporsional terkait kasus Mas Anas. Tidak terasa buruk dan berlebihan jika Mas Bahtiar diikutsertakan untuk duduk di jajaran pimpinan Muhammadiyah. Tak pelak, masuknya Mas Bahtiar dalam jajaran pimpinan Muhammadiyah merupakan salah satu buah perjuangan Mas Hajri.

Tapi Mas Bahtiar selalu ingat kalau Mas HYT yang menambahkan tambahan (selain memanggil Mas Hajri, kadang saya juga memanggilnya Mas HYT, Hajriyanto Yasin Thohari).

Persahabatan Intelektual dengan Bahtiar Effendy

Lalu, mungkin dua tahun kemudian, Bahtiar Efendy datang ke kantor saya di LP3ES. Maka bersama Suharso Monoarfa, saya dan Bahtiar Efendy membuat buku pada tahun 2007 berjudul Kalla dan Perdamaian Aceh. Kolaborasi intelektual saya yang terakhir dengan Bahtiar adalah tulisan reflektif sekitar 70 tahun M Dawam Rahardjo.

Kemudian, setelah pertemuan kami (Komaruddin Hidayat dan Suharso Monoarfa) dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di rumah dinasnya untuk membahas keamanan pembangunan Universitas Islam Internasional, saya tidak pernah bertemu dengan Bahtiar lagi.

Aktivis Intelektual yang Langka

Pada Maret 1981, saya pergi ke Pesantren Pabelan sebagai jurnalis majalah Panji Masyarakat untuk meliput Dr. Hasanuddin Khan, Wakil Aga Khan Institute yang ingin melihat lebih dekat Pesantren Pabelan sebagai penerima Agha Khan Award bidang Arsitektur. Namun dia hanya bisa bertahan maksimal dua minggu, meski dilengkapi dengan kendaraan dan gaji di atas rata-rata.

Salah satu monumen peninggalan Bahtiar adalah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bahtiar Effendy dalam Kenangan

Dalam diskusi-diskusi ringan terkait isu politik, Bpk. JADILAH salah satu orang yang memiliki pandangan pesimis untuk menggambarkan Indonesia di masa depan. Saya membaca di Pak BE bahwa ada juga keinginan kuat untuk mempromosikan pengetahuan, kebenaran dan juga keadilan politik di Indonesia yang mengalami guncangan ketidakadilan. Dalam kapasitasnya sebagai anggota BPH UMJ, Bapak. BE memberikan pandangan yang sangat kuat tentang keinginan dan keinginan untuk membawa UMJ melampaui sejarah dan zamannya.

Pak BE juga selalu menandaskan perlunya UMJ memperjuangkan sumber daya dosen dengan kualifikasi pendidikan doktor.

Teman Saya Satu Geng

Dibutuhkan orang dari UI karena menurut Bu BE, Pak BE adalah orang yang cerdas, sehingga perlu ditangani oleh orang yang cerdas juga. Setelah CPDS bubar, saya, Pak BE dan Pak Haji membentuk geng pertemanan dengan Pak RR plus Pak Riswanda kalau Pak Ris mau ke Jakarta atau kita. Bagaimanapun, jika Anda ingin mencari hotel yang bagus dan tempat makan yang enak di Singapura, Tn. JADILAH ahlinya.

Terus terang, saya juga Pak Ryaas dan Pak Haji merasa sangat kehilangan atas meninggalnya Pak BE.

Tafsir-Menafsir Relasi Islam dan Negara di Akhir Era Orde Baru

Barangkali rezim Orde Baru tidak menyadari bahwa telah terjadi proses transformasi sosial vertikal secara masif yang melibatkan mahasiswa-mahasiswa tersebut. Nah, berbeda dengan argumentasi pertama di atas, mazhab kedua melihat kebangkitan Islam politik sejak akhir 1980-an sebagai fenomena friksi dan sirkulasi dalam elite politik Orde Baru. Senada dengan beberapa ulama lain seperti Dawam Rahardjo (1991), Rusli Karim dan Greg Barton (1999), ia melihat kebangkitan politik Islam pada akhir Orde Baru sebagai konsekuensi dari proses panjang transformasi pemikiran politik Islam. dan praktik yang telah berlangsung sejak tahun 1970-an.

Namun, gerakan pembaharuan pemikiran Islam ini dapat dilihat sebagai upaya yang menawarkan harapan akan solusi atas masalah disharmoni hubungan antara Islam dan negara yang semakin menguat sejak awal Orde Baru.

Bahtiar Effendy Api dalam Sekam

Sasaran kecaman keras Prof BE tidak hanya para politisi, tetapi juga para sahabatnya, para profesor, termasuk senior-seniornya di UIN Jakarta. Prof. BE adalah salah satu orang yang sangat peduli dengan keadaan PAN yang menurutnya jauh dari harapan para pendirinya karena salah urus. Di Muhammadiyah, misalnya, ia mengusulkan agar ada amal politik yang bisa mengakomodir minat dan bakat para aktivis Muhammadiyah, yang menurutnya tidak.

Lebih lanjut, dalam sakitnya Prof BE tetap bertingkah seperti biasa, hanya sering meminta maaf ketika diminta melengkapi diskusi atau seminar karena sering kehilangan suaranya.

Bahtiar Effendy

Pak Lukman tidak hanya dikenal sebagai tokoh penting dalam pendirian Sekretariat Golkar, Parmusi dan KOKAM, beliau juga tokoh Muhammadiyah dengan jaringan internasional yang sangat luas, antara lain melalui World Conference on Religion and Peace (saat ini dilanjutkan oleh Din Syamsuddin ). Di dunia internasional, Pak Lukman adalah tokoh Muhammadiyah yang sangat disegani karena tak henti-hentinya membela umat Islam yang mengalami penindasan di mana-mana. Kemudian pada tahun 1990-an terjadi gelombang pengiriman guru-guru muda yang sangat besar ke McGill University dan sejumlah kampus bergengsi di Amerika, baik untuk program MA maupun Ph.D di Islamic Studies, Education and Politics.

Namun, ada juga ulama, intelektual, dan aktivis yang sangat dihormati dalam organisasi Islam dan politik.

Sang Pencerah Politik Keumatan yang

Saya Kenal

Saya terakhir bertemu Mas BE ketika saya bersama-sama merumuskan konsep pendirian Program Magister Ilmu Politik di FISIP UMJ di bawah pimpinan Dekan FISIP, Frater Ma'mun Murod Al-Barbasy. Seluruh anggota tim yayasan program magister ilmu politik harus melanjutkan apa yang diinstruksikan oleh Mas BE pada pertemuan terakhir di bulan Oktober 2019. Selain itu, Mas BE sangat disiplin dalam mengajar di lingkungan sekolah pendidikan ilmu politik.

Tidak hanya pengembangan ilmu yang sangat produktif, pembangunan fisik UIN FISIP juga merupakan karya Mas BE.

Bahtiar Effendy, Muhammadiyah,

Kenalan saya dengan nama Pak Bahtiar berlanjut ketika teman saya (Edi Amin) keluar dengan buku baru pada tahun 1998. Saat itu saya mengajukan satu pertanyaan dan mendapat jawaban yang lengkap dan mendalam dari Pak Bahtiar. Perhatian Pak Bahtiar terhadap kaderisasi di Muhammadiyah mungkin tidak sejelas dan seformal bapak-bapak Muhammadiyah lainnya.

Selain hadir dalam forum-forum resmi, Pak Bahtiar juga prihatin dengan kemajuan dan aktivitas pemuda Muhammadiyah.

Bahtiar Effendy dan Utopia Santri

Paradigma politik Islam lama Pemimpin Masyumi telah ditolak oleh apa yang disebut Profesor Bahtiar sebagai "intelektual". Dalam ambiguitas ini, dapat dipahami bahwa Prof. Bakhtiar sangat mendesak umat Islam untuk membangun amal politik. Bahkan, Prof. Bakhtiar marah ketika melihat saya masih "menggantung" dalam kegiatan sosial di Jakarta.

Dahlan, Prof. Bahtiar - seperti yang dikatakan salah satu peserta kepada saya, menyinggung nama saya dengan nada jengkel: “Di mana Andar.

Kajian Politik Islam Indonesia

Mengenang Bahtiar Effendy

Oleh karena itu, idealnya kajian politik Indonesia dilakukan oleh Islamis (ahli Islam) yang juga orang Indonesia (ahli Indonesia). Dengan latar belakang ilmu tersebut, Bahtiar Effendy memiliki landasan ilmu yang kuat untuk lebih memahami pandangan dunia umat Islam Indonesia. Dengan latar belakang pendidikan, pengetahuan dan keahlian yang demikian, Bahtiar Effendy menjadi sosok awal ilmuwan politik Indonesia dalam kajian politik Islam Indonesia atau Islam dan politik di Indonesia atau tema terkait lainnya.

Berkat upaya ilmiah almarhum, studi politik Islam Indonesia telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Bahtiar Effendy yang Saya Kenal

Dekan pertama Fakultas Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah ini tidak hanya menerbitkan tulisannya di Panjimas dan Kompas, tetapi juga memperluas jaringan sosialnya dengan tokoh-tokoh Islam di LSM seperti Adi Sasono dan Dawam Rahardjo. Kecerdasan analitisnya dalam membaca perkembangan kondisi sosial politik membuat Bahtiar menjadi kelompok minoritas di komunitas UIN Syarif Hidayatullah. Ketua PP Muhammadiyah yang kerap dikritik almarhum itu ternyata adalah "penasihat politik" dirinya sendiri.

Saya mengerti bahwa pertemuan-pertemuan berikutnya tidak akan dihadiri oleh profesor ilmu politik.

Bahtiar Effendy, MUNU yang Militan

Pertama, gelar master dalam studi Asia Tenggara dari Ohio State University di Athena pada tahun 1988, dan kedua, gelar master dalam ilmu politik dari Ohio State University, Columbus pada tahun 1991. Tulisan dan karya akademik Bahtiar menjadi referensi bagi mahasiswa dan juga bagi ilmuwan menekuni ilmu politik Islam. Sembari menduduki jabatan struktural, ia menjadi Dekan pertama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah.

Saat ini, pemerhati dan ilmuwan politik dari FISIP UIN “mendominasi” media massa, baik elektronik, tulisan maupun online.

Jalan Baru

Dan seseorang yang baru saja menyelesaikan disertasi seperti Bahtiar tentu membawa ide semacam itu, sebagai syarat akademik. Kumpulan tulisannya baru-baru ini muncul di jurnal-jurnal tersebut; Maaf saya tidak bisa hadir di peluncuran. Terkadang Bahtiar melanjutkan perbincangan di WAG via japri - grup produktif yang baru saja ditinggalkannya.

Ini merupakan upaya pemikiran para cendekiawan muslim yang akhir-akhir ini sebagai “kelompok” atau.

Islam dalam Teks dan Konteks : Sedikit tentang Bahtiar Effendy

Dawam Rahardjo, yang juga merupakan bagian penting dari disertasinya tentang peran para reformis dalam mentransformasi hubungan Islam dan negara di Indonesia, dari antagonis menjadi konversi. Disertasinya, yang atas permintaannya dan dengan tulus saya terjemahkan ke dalam Islam dan Negara: Transformasi Ide dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1998 [edisi II, 2009]), kini menjadi karya klasik di bidangnya. Saya menduga ini karena latar belakangnya yang kuat dalam ilmu-ilmu sosial kontemporer di tahun-tahun awal sekolah pascasarjananya, yang mengharuskannya untuk memahami dan memahami metode dan teori dengan baik sebelum terjun ke topik penelitian spesifiknya tentang Islam dan Negara di Indonesia. .

Dia tidak berhenti pada Islam dan negara (topik disertasinya, yang bagi banyak PhD adalah topik terakhir beasiswa), tetapi menggunakannya sebagai titik awal untuk membicarakan banyak hal yang berkaitan dengan kejadian politik di negara ini, khususnya tentang peran umat Islam di dalamnya.

Saya dan Bahtiar Effendy

Saya lupa di kampus semester berapa, akhirnya saya bertemu langsung dengan Bang Bahtiar. Kamu yang makan siang sama aku dan Dino, kan?” Bang Bahtiar menanyakan hal itu kepadaku dengan wajah agak ramah. Selanjutnya, saya menempatkan Bang Bahtiar sebagai mata rantai yang tidak terpisahkan dalam proses pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia kontemporer.

Setidaknya saya punya jari yang kalaupun hilang, saya hanya kehilangan sedikit karena jari Bang Bakhtiar.

Bahtiar Effendy

Jejak dan Pemikiran Politik Islam

Islam dan Negara: Transformasi Ide dan Praktik Politik Islam di Indonesia” pada akhir musim gugur 1994. Terlepas dari kenyataan bahwa transformasi penting terkait ide dan praktik politik Islam telah terjadi selama tiga dekade periode Orde Baru, banyak Aktivis politik muslim yang masih menganut Islam politik formalistik dan legalistik di era demokrasi baru Indonesia. Di negara demokrasi, Islam politik terutama diwujudkan dalam bentuk partai politik Islam yang menggunakan Islam sebagai asas dan simbol ideologis partai.

Bahtiar menyimpulkan bahwa umat Islam cenderung memiliki aspirasi politik yang berbeda - dan terkadang saling bertentangan.

Mas Bahtiar, Kamera, dan Disiplin Akademis

Referensi

Dokumen terkait

Menurut (Arsyad, 2013), berpendapat bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, motivasi