Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model ekonomi pengendalian daya rusak airtanah di Kota Semarang. Model ekonomi pengendalian daya rusak airtanah di Kota Semarang: pendekatan teori permainan dan eksperimen ekonomi. Penyedotan air tanah di Kota Semarang diyakini turut berkontribusi terhadap munculnya daya rusak air tanah.
Air tanah termasuk dalam kategori sumber daya bersama (CPR) dan pengelolaannya bersifat akses terbuka bagi semua. Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) untuk mengevaluasi pengaruh perubahan faktor matriks kompensasi terhadap tingkat kerjasama PDG; (2) mengevaluasi pengaruh faktor kerangka terhadap tingkat kolaborasi dalam PDG; (3) mengevaluasi pengaruh faktor komunikasi terhadap tingkat kolaborasi di PDG; (4) mengevaluasi pengaruh interaksi faktor halus, faktor framing dan faktor komunikasi terhadap tingkat kolaborasi dalam PDG; (5) menganalisis relevansi kebijakan publik di Kota Semarang dengan karakteristik airtanah sebagai CPR dan keterbukaan akses terhadap sumber daya; dan (6) mengusulkan acuan perumusan kebijakan pengelolaan airtanah di Kota Semarang. Interaksi antara denda, laporan erosi dan transparansi meningkatkan keberhasilan upaya mencegah munculnya kekuatan destruktif air tanah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Deplesi Air Tanah Global
Menipisnya air tanah meningkatkan daya rusak air tanah yaitu penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut. Menurut Marsudi (dalam Abidin et al., 2010), pengambilan airtanah di Kota Semarang mengalami peningkatan yang sangat besar sejak tahun 1990, seperti terlihat pada Tabel 4. Dengan demikian, dapat dipastikan laju penipisan airtanah di Kota Semarang akan semakin meningkat dari tahun ke tahun. kaca pembesar... kemudian mempengaruhi terbentuknya daya rusak air bawah tanah berupa penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut.
Seperti yang telah disebutkan di atas, dapat dipastikan penipisan airtanah di Kota Semarang terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengendalikan daya rusak air tanah. Schrevel (1997) dan Syaukat dan Fox (2004) secara eksplisit menyebut air tanah sebagai sumber daya akses terbuka. Kebijakan pengendalian daya rusak air tanah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah (selanjutnya disebut Peraturan Daerah 2/2013).
Masalah Penelitian
Kebijakan yang dibangun dari kesadaran pengguna air tanah yang muncul dari adanya komunikasi antar pengguna dan perlunya membingkai penipisan air tanah sepertinya belum dilaksanakan. atau peraturan perundang-undangan di atas. Framing merupakan penyampaian narasi atau pembentukan opini kepada pengguna airtanah mengenai wujud daya rusak airtanah jika terjadi penipisan airtanah secara terus-menerus. Komunikasi merupakan penyampaian pesan kerjasama atau non kerjasama antar pengguna air tanah.
Dalam konteks eksternal, pesan mengenai kerjasama atau non kerjasama ditunjukkan dengan adanya keterbukaan informasi atau transparansi mengenai rencana pemanfaatan air tanah di kalangan pengguna air tanah. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, penelitian ini didasarkan pada karakteristik air tanah seperti CPR dan akses terbuka, sedangkan kebijakan pengambilan air tanah tampaknya tidak mendasarkan pada karakteristik tersebut. Jika konsep CPR dan akses terbuka tidak diadopsi oleh pengambil kebijakan, maka akan muncul kesalahan dalam penetapan harga air tanah.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Oleh karena itu, air tanah memenuhi karakteristik rivalitas dan non-eksklusi sehingga dapat digolongkan sebagai CPR. Provencher dan Burt (1993) menjelaskan eksternalitas yang muncul ketika air tanah dieksploitasi di bawah rezim kepemilikan bersama, yaitu peningkatan biaya pemompaan. Burness dan Bril (2001) secara eksplisit menyebut air tanah sebagai kolam bersama dan dikelola berdasarkan rezim kepemilikan bersama.
Air tanah dangkal yang terdapat pada cekungan air tanah yang sama dapat diakses melalui beberapa sumur (beberapa titik akses atau beberapa titik ekstraksi). Selain itu, hanya sumur terbuka yang dapat menyadap dan menyadap air tanah pada titik yang sama. Fox (2004) melakukan penelitian tentang pemanfaatan bersama air permukaan dan air tanah di provinsi DKI Jakarta.
Model Pengelolaan CPRs
- Model Ostrom (1990)
Akses terbuka Tidak ada upaya untuk mendefinisikan hak kepemilikan atas sumber daya (tidak adanya hak milik yang mengikat). Kepemilikan kelompok Hak sumber daya dimiliki oleh sekelompok pengguna yang dapat mengecualikan orang lain Hak kepemilikan properti individu ada pada individu atau perusahaan, dan. Kepemilikan pemerintah Hak kepemilikan ada pada pemerintah atau negara dan mereka dapat membuat peraturan mengenai penggunaan sumber daya tersebut (hak sumber daya dipegang oleh pemerintah yang dapat mengatur atau mensubsidi penggunaan).
Tindakan ini pada gilirannya akan menyebabkan sumber daya milik bersama digunakan secara tidak efektif dan efisien, yang pada akhirnya mengakibatkan menurunnya utilitas individu, hal inilah yang disebut dengan tragedi. Dalam rezim akses terbuka, Ostrom menjelaskan dua kebijakan untuk mencegah permainan PDG berakhir dengan tragedi, yakni Leviathan dan aksi kolektif. Upaya kolektif merupakan upaya bersama yang dilakukan oleh para pengguna sumber daya atau masyarakat secara mandiri dan didanai sendiri.
Kondisi tanpa kebijakan atau pembiaran
Jika pengambilan keputusan para pemain bersifat independen dan tidak ada kontrak kerja sama di antara mereka, maka masing-masing akan memilih strategi dominan yaitu “cacat” dan masing-masing tidak mendapat keuntungan. Matriks pada Tabel 12 menunjukkan bahwa jika pemain 1 memilih strategi kerjasama (𝐶), maka untuk memaksimalkan reward, pemain 2 akan memilih strategi cacat (𝐷). Pasalnya, jika memilih 𝐶 maka pemain 2 akan mendapat keuntungan atau imbalan (payoff) sebesar 10 unit, sedangkan Anda 𝐷 akan mendapat keuntungan sebesar 11 unit.
Dalam situasi seperti di atas, permainan berakhir dengan masing-masing memilih strategi 𝐷, masing-masing akan mendapat imbalan atau keuntungan nol (zero profit), dan inilah yang disebut Hardin sebagai tragedi milik bersama. Matriks pada Tabel 12 menunjukkan bahwa logika yang digambarkan dalam metafora Hardin dapat dimodelkan dengan menggunakan PDG, dan dapat disimpulkan bahwa tanpa kebijakan dan situasi akses terbuka, maka akan terjadi tragedi dalam pengelolaan CPR. Privatisasi tidak dapat dilaksanakan jika karakteristik sumber daya bersifat open access, oleh karena itu pada pemaparan berikut akan diuraikan dua kebijakan lain.
Skenario 2: Kebijakan pemerintah (Leviathan): denda pada pemain yang memilih strategi 𝑫
Asumsi skenario ini adalah pemerintah mengetahui daya dukung maksimal padang rumput (𝐿) dan mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi kepada pemain yang menerapkan strategi “kesalahan” dengan memberikan sanksi atau denda sebesar 2 satuan. Jika pemain 1 memilih strategi D maka pemain 2 tetap memilih strategi C karena jika memilih D akan kehilangan 2 unit, sedangkan memilih C akan kehilangan 1 unit. Dengan demikian, kita dapat berargumentasi bahwa pemain 2 mempunyai strategi yang dominan C. 2) Jika pemain 2 memilih strategi C, maka pemain 1 juga akan memilih strategi C. Jika pemain 2 memilih strategi D, maka pemain 1 tetap memilih strategi C. Dengan demikian, dia dapat nyatakan, bahwa pemain 1 juga mempunyai strategi dominan yaitu C. 3) Pada keadaan ini permainan berakhir dan mencapai ekuilibrium Nash, setiap orang memilih strategi C, dan setiap pemain mendapat keuntungan sebesar 10 unit.
Sebaliknya, peluang pemerintah menghukum atau memberikan sanksi kepada pemain yang melakukan strategi kooperatif (jawaban benar) adalah 𝑥 dan peluang pemerintah tidak memberikan sanksi kepada pemain yang melakukan kerja sama (jawaban benar) adalah (1 − 𝑥). Analisis permainan dalam kasus dimana pemerintah tidak memiliki informasi yang cukup (informasi tidak lengkap) adalah sebagai berikut: 1) Jika pemain 1 memilih strategi 𝐶 untuk memaksimalkan keuntungan, maka pemain 2 akan memilih strategi 𝐷. Dengan demikian pemain 2 dapat dikatakan mempunyai strategi yang dominan 𝐷. 2) Jika pemain 2 memilih strategi 𝐶 maka pemain 1 akan memilih strategi 𝐷. Jika pemain 2 memilih strategi 𝐷, maka pemain 1 tetap memilih strategi 𝐷. Dengan demikian dapat dikatakan pemain 1 juga mempunyai strategi yang dominan yaitu 𝐷. 3) Pada keadaan permainan berakhir dan mencapai keseimbangan Nash, masing-masing memilih strategi 𝐷, akibatnya setiap pemain mengalami kerugian -1,4.
Kebijakan aksi bersama (collective action)
- Model Heifetz (2012)
- Alokasi Dinamik (Grafton et al., 2004)
- Faktor-faktor Yang Meningkatkan Kerja Sama pada PDG
- Hipotesis Penelitian
- Pendekatan Penelitian
- Desain Eksperimen Ekonomi
- Prosedur Eksperimen Ekonomi
- Teknik Analisis Data
- Regresi Logistik Multinomial
- Uji McNemar
- Uji Fisher
- Kebijakan Pengelolaan Air Tanah di Tingkat Nasional
- Pajak Air Tanah di Kota Semarang
- Pengambilan dan/atau Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang Instansi yang memiliki kewenangan terkait pengambilan dan/atau
- Pengenalan Mekanisme Permainan dan Hasil Eksperimen Pendahuluan
- Hasil Eksperimen Ekonomi
- Regresi Logistik Multinomial
- Uji McNemar
- Uji Fisher
- Pembahasan
- Faktor Perubahan Struktur Imbalan
- Faktor Pembingkaian dan Komunikasi
- Formulasi Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah
- Kesimpulan
- Implikasi
Persamaan ini menunjukkan bahwa manfaat marjinal penggunaan air tanah (𝐵𝑌) sama dengan biaya marjinal penggunaan air tanah (𝐶𝑌) ditambah harga bayangan (𝜇). Konteks percobaannya adalah pengaruh denda (perubahan struktur imbalan), narasi pemiskinan (frame) dan keterbukaan informasi di kalangan pengguna air tanah atau transparansi (mengirimkan pesan komunikasi) dalam mengurangi pengambilan air tanah di Kota Semarang. Data pajak air tanah yang diperoleh dari Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang berupa besaran STPD.
Penerapan kebijakan pengenaan denda terhadap pemanfaatan dan/atau pemanfaatan air tanah yang berpotensi meningkatkan timbulnya kerusakan. Perumusan kebijakan didasarkan pada hasil percobaan dan evaluasi terhadap penempatan air tanah sebagai sumber daya CPR dan akses terbuka. Air tanah merupakan sumber daya terbarukan yang terus-menerus habis.
TATA LAKSANA EKSPERIMEN
Koperasi (C) Non Koperasi (D) Non Koperasi (D) Koperasi (C) Non Koperasi (D) Non Koperasi (D). Sebagian besar rumah tangga, dunia usaha dan organisasi non-komersial, industri, hotel, dan gedung bertingkat di Kota Semarang masih memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Pemompaan air tanah yang melebihi kapasitas pengisian alami (infiltrasi air hujan ke dalam tanah) menyebabkan kerusakan air tanah berupa penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut yang terjadi di wilayah pesisir.
Besarnya pengambilan air tanah di berbagai wilayah di dunia, termasuk di Kota Semarang, sudah melebihi kapasitas resapan alami, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut dimana-mana. Intrusi air laut merupakan rembesan air laut ke dalam cekungan air tanah yang berada di bawah permukaan bumi. Semakin banyak air tanah yang diambil atau dipompa, maka semakin banyak air laut yang terdapat pada cekungan air tanah sehingga menyebabkan air menjadi asin akibat meningkatnya kandungan klorida.
Hasil pemantauan 8 lubang bor pantau pada tahun 2013 menunjukkan bahwa air tanah di 7 lubang bor pantau tidak layak untuk diminum, bahkan 2 diantaranya yaitu lubang bor pantau di STM Pelayaran (sekarang SMK Negeri 10, Kokrosono, dekat Tanah Mas) dan LIK Kaligawe, terkontaminasi. Penduduk atau rumah tangga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengambilan air tanah, namun pengambilan air tanah untuk keperluan komersial dan industri dikenakan pajak air tanah. Besaran tarif pajak air tanah ditentukan berdasarkan hasil registrasi pada meteran yang dipasang pada sumur air tanah yang bentuknya sama dengan meteran air PDAM.
Penarikan airtanah dari suatu sumur menyebabkan sumur-sumur lain di sekitarnya harus menanggung biaya yang lebih besar karena cadangan airtanah berkurang sehingga muka air tanah sumur tersebut semakin dalam. Keadaan ini menunjukkan perlunya kerjasama antar pengguna airtanah pada satu cekungan airtanah yang sama. Kolaborasi ini akan membuat pengguna air tanah bijaksana dalam membatasi pengambilan air tanah dan memprioritaskan penggunaan air PDAM.
Dalam percobaan ini, Anda diminta untuk berpikir dan bertindak sebagai pemilik usaha atau karyawan di sebuah perusahaan yang memiliki akses terhadap pengambilan air tanah dan penggunaan air PDAM Semarang. Perusahaan tersebut termasuk dalam kelompok subjek yang membayar pajak pengambilan air tanah (Rp/m3) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kotamadya Semarang. Sebagai pengambil keputusan, Anda mempunyai wewenang untuk menentukan pengambilan air tanah atau penggunaan air PDAM.