• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disorder pada anak .

N/A
N/A
fidela cahya sandani

Academic year: 2023

Membagikan "Disorder pada anak ."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Disorder pada anak

1. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Gangguan mental yang menyebabkan anak kesulitan memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impusif dan hiperaktif. Penyebabnya belum pasti, namun diduga dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. ADHD diduga berkaitan dengan gangguan pada pola aliran listrik otak atau gelombang otak.

a. Gejala

Sulit memusatkan perhatian, berperilaku implusif, hiperaktif. Penderita ADHD tidak dapat diam an mudah lupa akan hal yang ia lakukan. Orang yang menderita ADHD juga bisa mengalami kesulitan belajar, misalnya susah membaca atau menulis. ADHD umumnya muncul pada anak usia di bawah 12 tahun.

Namun, pada banyak kasus, gejala ADHD sudah dapat terlihat sejak anak berusia 3 tahun. ADHD yang terjadi pada anak-anak dapat terbawa hingga dewasa.

b. Penanganan adhd

Penanganan ADHD bisa dengan obat-obatan atau psikoterapi. Perlu diketahui bahwa orang tua, keluarga, pengasuh, dan guru di sekolah juga membutuhkan bimbingan untuk menghadapi anak dengan ADHD. ADHD tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, tetapi penanganan yang diberikan dapat meredakan gejala dan membantu penderita untuk menjalani hidup dengan normal.

c. Pencegahan ADHD

Kemunculan ADHD pada anak memang tidak dapat dicegah. Namun, ibu hamil dapat mengurangi risiko terjadinya ADHD pada anak dengan menjauhi rokok, minuman beralkohol, dan NAPZA, terutama pada masa kehamilan. Selain itu, jauhkan anak dari asap rokok dan paparan zat beracun.

2. Gangguan belajar

Gangguan belajar (learning disability) adalah salah satu gangguan tumbuh kembang yang dapat dialami oleh anak-anak. Secara umum, kondisi ini dapat ditandai ketika anak kesulitan memahami pelajaran kendati sudah diajari atau dilatih secara berulang. Gangguan ini dapat memengaruhi area kecerdasan tertentu di otak Beberapa contoh gangguan belajar yang umum, seperti:

Disleksia (kesulitan membaca).

Disgrafia (kesulitan menulis).

Diskalkulia (kesulitan menghitung).

(2)

Kendati mengalami kesulitan untuk belajar hal tertentu, namun bukan berarti buah hati tidak memiliki kecerdasan sama sekali, ya. Umumnya anak dengan gangguan belajar tetap memiliki kecerdasan intelektual yang normal dan bisa memiliki motivasi belajar seperti anak lain pada umumnya.

3. Gangguan cerebral palsy

Mengutip Kementerian Kesehatan, gangguan cerebral palsy merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh suatu kerusakan pada sel-sel motorik dalam susunan saraf pusat.

Mengutip IDAI, gejala gangguan pada motorik kasar, meliputi: Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang, misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan kanan.

Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan. Hiper/hipotonia: gangguan tonus otot. Hiper/hiporefleksia: gangguan refleks tubuh. Adanya gerakan yang tidak terkontrol.

Gejala gangguan pada motorik halus, meliputi: Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun.

Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan setelah usia 14 bulan. Perhatian penglihatan yang inkonsisten

4. Down Syndrom

Mengutip Kementerian Kesehatan, anak dengan Down Syndrom adalah individu yang dapat dikenal dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Perkembangan anak dengan Down Syndrom lebih lambat dari anak yang normal.

Beberapa faktornya, seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya, dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.

Mengutip CDC, beberapa ciri fisik umum dari Down Syndrom meliputi: Wajah yang rata, terutama batang hidung. Mata berbentuk almond yang miring ke atas. Leher pendek. Telinga kecil. Bintik-bintik putih kecil pada iris mata. Tangan dan kaki kecil. Jari kelingking kecil yang terkadang melengkung ke arah ibu jari. Tonus otot buruk atau persendian kendor. Tubuh cenderung lebih pendek dari umumnya.

5. Gangguan autisme

Mengutip Kementerian Kesehatan, gangguan autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi anak secara mendalam.

(3)

Mengutip IDAI, gangguan perkembangan yang ditemukan pada anak autisme meliputi bidang interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku, seperti: Tidak bisa menunjukkan emosi atau ekspresi yang sesuai untuk suatu keadaan. Sulit merespons jika dipanggil atau diajak bicara. Sulit menjalin pertemanan sampai tidak memiliki minat.

Aktivitasnya sangat terbatas (stereotipik) dan berulang (repetitif).

Sementara, tanda bahaya (red flags) yang harus diwaspadai orangtua dari anak dengan autisme dan harus segera diintervensi oleh ahlinya, meliputi: Tidak ada babbling (ocehan), tidak bisa menunjuk, atau tidak menunjukkan mimik wajah yang wajar pada usia 12 bulan. Tidak ada kata-kata berarti pada usia 16 bulan. Tidak ada kalimat terdiri dari 2 kata yang bukan mengulangi perkataan orang (ekolalia) pada usia 24 bulan.

Hilangnya kemampuan berbahasa atau kemampuan sosial pada usia berapa pun. Anak tidak menoleh atau sulit menoleh apabila dipanggil namanya pada usia 6 bulan sampai 1 tahun.

6. Gangguan spektrum autism

Mengutip dari Mayo Clinic, kondisi gangguan spektrum autisme (GSA) adalah masalah pada perkembangan otak yang berdampak pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak. Gejala gangguan spektrum autisme biasanya muncul di awal masa tumbuh kembang anak. Anak terlihat seperti hidup di dunianya sendiri sehingga susah mengembangkan hubungan dengan orang lain di sekitarnya.

Ada beberapa jenis gangguan tumbuh kembang yang menyertai anak autisme, antara lain sebagai berikut.

a. Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi sehingga membuat anak terlambat bicara, kesulitan menyusun kalimat, atau pengucapannya tidak lazim.

b. Gangguan perkembangan sosial sehingga ia sulit menjalin pertemanan, berinteraksi, dan memahami perasaan orang lain.

c. Gangguan perilaku sehingga membuatnya sering berperilaku aneh seperti berputar- putar, mengayun-ayunkan tubuh, atau membentur-benturkan kepala.

d. Gangguan sensori (panca indera) sehingga ia mungkin terlalu sensitif terhadap suara, sentuhan, aroma, dan rasa makanan tertentu.

Keturunan autisme dalam keluarga, masalah otak, jenis kelamin anak, atau usia orangtua ketika anak lahir dapat memicu munculnya autisme. Sayangnya, autisme merupakan kelainan seumur hidup. Namun, jika dideteksi secepat mungkin Anda bisa membantu anak menyesuaikan diri supaya bisa hidup lebih mandiri dan berkualitas.

(4)

7. Conduct disorder

Dikutip dari Medline Plus, conduct disorder adalah gangguan perilaku dan emosi yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Sebenarnya gangguan emosi wajar terjadi pada anak dan remaja dan tidak mengganggu tumbuh kembang. Namun, gangguan pada anak ini bisa dianggap sebagai conduct disorder jika berlangsung dalam waktu lama dan mengganggu kehidupan sehari-hari anak dan keluarganya.

Gejala conduct disorder bisa bervariasi, termasuk perilaku-perilaku berikut.

a. Perilaku agresif terhadap hewan atau orang lain seperti berkelahi, bullying, menggunakan senjata, atau memaksa orang lain untuk melakukan aktivitas seksual.

b. Menggunakan alkohol atau narkoba.

c. Mencuri.

d. Memiliki rasa percaya diri yang rendah.

e. Mudah marah.

f. Melanggar peraturan.

Gangguan emosional dan perilaku ini ada hubungannya beberapa hal seperti:

status sosial ekonomi yang rendah, kehidupan keluarga kurang harmonis, kekerasan pada masa kanak-kanak, cacat bawaan, gangguan kecemasan, dan gangguan mood dari anggota keluarga dekat. Pengobatan untuk jenis gangguan tumbuh kembang anak ini bisa berhasil jika dimulai sejak dini.

Baik anak-anak dan keluarganya harus terlibat. Pengobatan ini biasanya terdiri dari obat-obatan dan terapi psikologi. Obat-obatan bertujuan untuk mengobati beberapa gejala, serta penyakit mental lainnya seperti ADHD. Terapi atau konseling psikologi dalam membantu untuk mengekspresikan dan mengendalikan gejolak emosi seperti amarah. Orangtua juga bisa belajar cara membantu anak mengatasi masalah perilakunya.

8. Disleksia

Disleksia adalah gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. Penderita disleksia akan kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan dan mengubahnya menjadi huruf atau kalimat.

penyebab dan Faktor Risiko Disleksia

(5)

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan disleksia, tetapi kondisi ini diduga terkait dengan kelainan genetik yang memengaruhi kinerja otak dalam membaca dan berbahasa. Sejumlah faktor yang diduga memicu kelainan genetik tersebut adalah:

a. Riwayat disleksia gangguan belajar lain pada keluarga

b. Kelahiran prematur atau terlahir dengan berat badan rendah c. Paparan nikotin, alkohol, NAPZA, atau infeksi pada masa kehamilan Gejala Disleksia

Disleksia dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung pada usia dan tingkat keparahannya. Pada balita, gejala dapat sulit dikenali, tetapi setelah anak mencapai usia sekolah, gejalanya akan mulai terlihat, terutama saat anak belajar membaca.

Gejala yang muncul dapat terbagi dua berdasarkan waktu kemunculannya, yakni:

1. Gejala disleksia pada anak

 Lamban dalam mempelajari nama dan bunyi abjad

 Perkembangan bicara yang lebih lamban dibandingkan anak seusianya

 Sering menulis terbalik, misalnya menulis ‘pit’ saat diminta menulis ‘tip’

 Sulit dalam membedakan huruf tertentu saat menulis, misalnya ‘d’ dengan ‘b’

atau ‘p’ dengan ‘q’

Selain keluhan di atas, anak dengan disleksia dapat mengalami kesulitan dalam sejumlah aktivitas berikut:

 Memproses dan memahami apa yang didengar

 Menemukan kata yang tepat untuk menjawab suatu pertanyaan

 Mengeja, membaca, menulis, dan berhitung

 Mengingat huruf, angka, dan warna

 Mengucapkan kata yang tidak umum

 Memahami tata bahasa dan memberi imbuhan pada kata

2. Penanganan disleksia pada anak

Guna membantu proses penyembuhan anak, orang tua dapat melakukan sejumlah hal berikut:

Membaca dengan suara keras di hadapan anak

Langkah ini akan lebih efektif bila dilakukan pada anak usia 6 bulan atau kurang.

Jika anak sudah cukup dewasa, ajak ia membaca cerita bersama-sama.

(6)

Beri semangat pada anak agar berani membaca

Hilangkan ketakutan anak untuk membaca. Dengan rutin membaca, maka kemampuan baca anak akan meningkat.

Bekerja sama dengan guru di sekolah

Bicarakan kondisi anak dengan gurunya, kemudian diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu anak agar berhasil dalam pelajaran. Rutinlah

berkomunikasi dengan guru agar Anda mengetahui perkembangan anak di sekolah.

Bicara dengan anak tentang kondisinya

Beri pemahaman pada anak terkait kondisi yang dialaminya. Beri tahu juga bahwa kondisi yang dialaminya dapat diperbaiki sehingga anak semangat untuk belajar.

Batasi menonton televisi

Batasi waktu anak menonton televisi dan sediakan waktu lebih banyak untuk belajar membaca.

Bergabung dengan support group

Bergabunglah dengan kelompok dukungan dengan kondisi yang sama.

Pengalaman orang tua lain yang anaknya menderita disleksia dapat memberikan pelajaran berharga untuk meningkatkan kemampuan anak.

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan yang telah di paparkan, sehingga dengan demikian peneliti ingin meneliti yang bersangkutan dengan media pembelajaran yaitu “ Efektivitas Penggunaan Aplikasi

Once shared through social media, however, his photographs—gifts granted by nature in his solitary walks—have come to be an occasion for many to be awakened to the delicate beauty of