HUKUM
ISLAM BAB III
“HUKUM SYARA’ “
Nama : Muhammad Ikhsan Npm : 2010012111268
Kelas : IH/ 6 A
A HUKUM
SYARA’
Kata hukum syara' berasal dari bahasa Arab dari kata al hukm dan asy syar' yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa baku hukum syara', jika kata tersebut dipisahkan kata perkatanya akan mempunyai arti tersendiri yang secara definitif mash terdapat perbedaan pendapat di kalangan pakar hukum Islam tentang pengertian maupun pembagiannya.
Untuk memudahkan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan hukum syara', maka terlebih dahulu dijelaskan tentang pengertian hukum dan syara' tersebut.
Secara etimologi kata, al-hukmu mengandung arti al-man'u yakni "mencegah dan memelihara".
Kata al-hukmu ini juga berarti al-qadha' yang berarti memutuskan (Haroen, 1997:207). Hukum menurut syara' adalah syar'i (peraturan) yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa (mukallaf) yang mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu. atau menjadikan sesuatu sebagai
adanya yang lain (Hanafi,1987:15).
HUKUM SYARA’
Secara terminologi, ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ulama
tentang al-hukmu, diantaranya : Menurut Wahbah Az-
Zuhalli (2005:38) hukum adalalt Khithaab, Allah yang berhubungan dengan perbuatan mulallat berupa tuntutan, pilitan antara
berbuat dan
meninggalkan dan ketentuan-ketentuan.
1
Abdul Wahhab Khallar (1994:153) dalam mendefinisikan hukum mengganti kalimat "Khithnab Allah swe' dalam defensi di atas dengan
“tuntutan syari”, dengan tujuan agar hukum itu bukan saja ditentukan Allah, melainkan juga ditentukan Rasulullah melalui Sunnahnya dan melalui ¡¡ma' para ulama.
2
Menurut Amir Syarifuddin (2000:281) hukum adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan dan diakui oleh suatu Negara atau kelompok masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.
3
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ulama di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara sederhana yang dimaksud dengan hukum adalah seperangkat aturan yang mengikat bagi setiap individu dalam masyarakat dan mempunyai sanksi hukum.
B PEMBAGIAN HUKUM SYARA'
Hukum taklifi (Anshari,2013:36) disebut juga al ahkam al khamsah (hukum yang lima).
Hukum taklifi secara istilah adalah tuntutan dari Allah kepada hamba untuk mengerjakan sesuatu, meninggalkan sesuatu atau piliban antara mengerjakan dan meninggalkannya (Tantawi,2001:46).
Fukum taklift berbentuk tuntutan atau pilihan
Dari sagi apa yang dituntut, taklit terbagi dua, yalt, Jatatan untuk memperbuat dan tuntutan undue
meringgalkan. Sedangkan dari set bentuk tuntatan juga terbagi kepada dua, yaitu tuntutan secara pasti dan tuntutan secara tidak pasti.
Hukum syara' dibagi mienjadi dua macam yakni hukum taklifi dan hukum wadh'i.
(Hanafi,1987:16) dan Muhammad Hashim Kamali dalam Anshari (2013:34).
Hukum wad‘i adalah perintah Allah yang berkaitan dengan penetapan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang bagi yang lain (Mubarok:51). Sebahagian ulama menambah cakupan hukum wadi dengan memasukkan tema sal, batal, dan rusak (fasad). Akan tetapi, pembahasan mengenai sah, batal, dau rusak tidak hanya termasuk hukum wad°i , melainkan juga termasuk hukum takiifi (Mubarok:52).
2. HUKUM WAD’I I. HUKUM TAKLIFI
C AZIMAH DAN RUKHSAH
Azimah adalah hukum berlaku untuk sema mukallaf tarpa ada ditentukan untuk sebagian yang lain, dan tidak ditentukan sebagian waktu yang lain. Dalam pengertian ini berlaku
umum. Seperti shalat dan puasa berlaku umum tampa memandang situasi dan kondisi yang di alami oleh mukallaf tersebut. Demikian juga dengan haramnya bangkai, dan daging babi
dalam segala kondisi pada umumnya (Zuhaili,2005:109). Azimah adalah hukum-hukum yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya sejak semula (Syafi'i,1999:313).
Berdasarkan defenisi di atas dapat dipahami bahwa azimah adalah hukum yang ditetapkan sejak semula atau hakum yang ditetapkan secara umum berlaku terhadap setiap mukallaf dalam segala situasi dan kondisi.
Misalaya shalat dalam kondisi bagaimanapun harus dilakukan dalam keadaan berdiri. Bangkai dan daging babi dalam kondisi apapun tetap haram untuk dimakan.
Secara sederhana 'azimal di pahami sebagai hukum umum dan hukum asal yang bersifat mutiak, baik hukum Itu bersifat perintah untuk mengerjakan sesuatu alau larangan melakukan suatu perbuatan.
Hukum bila dilihat dari sudut berat ringannya atau luas sempit daerah berlakunya (Hanafi,1987:29), maka dapat dibagi dua, yaki azimah dan rukhshah.
I. AZIMAH
AZIMAH DAN RUKHSAH
Rukhsah berarti, keringanan dan kemudahan (Namlah,2001:11).
Menurut ulama kalangan mazhab Syaftiyah rukhshah adalah hukum yang ditetapkan menyalahi atau berbeda dengan ketentuan dalil karena adanya uzur (Zuhaili,2005:114).
Dapat dipahami bahwa rukhsah adalah ketentuan syariat yang memberikan kenudahan dan keringanan kepada mukallaf sebagai pengecualian dari ketentuan yang umum karena adanya uzur.
2.
RUKHSAH