• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN TENTANG GAMBARAN KLINIS

N/A
N/A
Ratna Adyatmi

Academic year: 2024

Membagikan "DOKUMEN TENTANG GAMBARAN KLINIS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KLINIS

Penyakit ini ditandai dengan akumulasi bahan mukoid, sehingga menimbulkan lesi berbentuk bulat, berbatas tegas, transparan, dan berwarna kebiruan dengan ukuran bervariasi. Konsistensinya biasanya lunak dan berfluktuasi sebagai respons terhadap palpasi. Mucocele biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan cenderung kambuh.

Secara klinis, benjolan ini berupa pembengkakan kistik lunak,

kebiruan, dan transparan yang hilang secara spontan. Faktor etiologi utama berhubungan dengan trauma, yang memicu pecahnya dan/atau penyumbatan saluran ekskretoris kelenjar, menyebabkan ekstravasasi dan akumulasi lendir ludah di dalam jaringan ikat.

EPIDEMIOLOGI

Data epidemiologi menunjukkan bahwa sebesar 70% dari seluruh kasus mucocele rongga mulut terjadi pasien anak dan dewasa muda, yaitu pada rentang usia 3-20 tahun.

Sebesar 95% mucocele rongga mulut merupakan tipe extravasation

mucocele. Area yang paling sering terdampak adalah mukosa bibir bawah, lidah, dasar mulut (atau biasa disebut ranula), dan mukosa buccal.

Beberapa penelitian tidak melaporkan adanya predileksi jenis kelamin maupun predileksi ras pada kasus mucocele. Ranula dilaporkan lebih sering ditemukan pada individu dengan sarkoidosis, sindrom Sjogren, atau infeksi HIV.

Di Minnesota, Amerika Serikat, prevalensi mucocele rongga mulut dilaporkan sebesar 2,4 kasus per 1000 orang.

Di India, Chandramani dkk melaporkan bahwa dari seluruh pasien

mucocele pada penelitiannya, 51,72% diderita oleh laki-laki. Dari seluruh total kasus, bibir bawah merupakan area yang paling sering terdampak (36,2%).

Mukokel adalah kelainan kelenjar ludah minor yang paling umum dan

merupakan tumor jinak jaringan lunak rongga mulut kedua yang

paling sering terjadi

(2)

Belum ada data epidemiologi nasional mucocele rongga mulut di Indonesia

mucocele dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Mucocele yang tidak dirawat bisa menyebabkan infeksi. Setelah tindakan operatif, mucocele bisa menyebabkan komplikasi perdarahan.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi mucocele rongga mulut yang utama adalah terjadinya gangguan aliran sekresi saliva pada duktus glandula salivarius minor.

Mucocele dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu pseudo-cyst (extravasation mucoceles) dan salivary cyst (retention cyst).[3,4]

Extravasation Mucocele

Pseudo-cyst atau extravasation mucoceles banyak diderita oleh anak- anak dan dewasa muda. Penyebabnya adalah trauma mekanis seperti kebiasaan buruk menggigit mukosa bukal atau mukosa labial. Akibat trauma ini, terjadi ruptur duktus saliva dan menginisiasi ekstravasasi (rembesan) saliva sehingga terakumulasi pada jaringan sekitar.

Pada penampakan histologis, mucocele jenis ini tidak dilapisi oleh epitel.

Selain itu, terlihat adanya makrofag, eosinofil, plasma sel, dan jaringan granulasi.

Salivary Cyst

Salivary cyst (retention cyst) terjadi akibat adanya proliferasi epitel pada duktus ekskresi glandula salivarius minor sehingga membentuk kista pada saluran tersebut. Proliferasi epitel ini menyebabkan terjadinya obstruksi atau sumbatan duktus, dan biasanya terjadi akibat efek sekunder

dari sialolitiasis, fibrosis jaringan periduktus, hingga tumor.

Mukokel retensi terjadi karena mukus yang tertahan dalam rongga yang dilapisi epitel, terjadi pelebaran saluran kelenjar ludah minor

Berbanding terbalik dengan tipe extravasation, mucocele tipe retention cyst dilapisi oleh epitel. Pada pengamatan histopatologis, tampak jaringan granulasi yang terdiri dari leukosit, limfosit, sel plasma dan histiosit.

(3)

Lumen kavitas diisi oleh mucin dan eosinofil yang terdiri dari sel-sel inflamasi.

ETIOLOGI

Etiologi mucocele rongga mulut utamanya adalah terjadinya gangguan aliran sekresi saliva pada duktus glandula salivarius minor. Faktor utama yang paling sering mendasari adalah adanya trauma mekanis yang terjadi di sekitar rongga mulut dan melibatkan duktus saliva minor. Contoh

trauma mekanis ini adalah tergigit saat mengunyah, terkena sikat gigi, atau trauma benda keras esktraoral.

Selain itu, etiologi lain yang memungkinkan terjadinya mucocele meliputi inflamasi kronis akibat rokok atau trauma panas lain, fibrosis duktus saliva, trauma saat proses intubasi, tindik bibir, sialolitiasis, hingga tumor.

Tipe pseudo-cyst (extravasation mucoceles) memiliki etiologi berupa trauma mekanis yang terjadi secara langsung, misalnya tergigit, terkena sikat gigi, intubasi, dan tindik bibir. Di sisi lain, tipe mucocele retention cyst merupakan akibat sekunder dari suatu kelainan yang ada, seperti fibrosis duktus, sialolitiasis, dan tumor.

Jenis mucocele yang muncul di dasar mulut dan biasa disebut ranula memiliki etiologi yang lebih kompleks. Ranula dapat disebabkan oleh inflamasi kronis seperti sarkoidosis, sindrom Sjogren, atau

infeksi HIV yang disertai dengan perlukaan periduktus, hipoplasia duktus, stenosis duktus, agenesis duktus dan neoplasia. Selain itu, anatomi

duktus sublingualis yang berlikuk dan bermuaranya duktus Bartholini ke duktus Wharton meningkatkan kemungkinan terjadinya ranula.

Faktor risiko mucocele rongga mulut adalah:

 Trauma rongga mulut, seperti suka menggigit bibir atau mukosa buccal

 Cedera dari gigi yang misaligned atau gigi yang baru tumbuh

 Tindik pada bibir

 Kebersihan rongga mulut yang buruk DIAGNOSIS

Anamnesis

(4)

Biasanya, keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter bukan karena adanya rasa nyeri atau sakit, melainkan akibat ketidaknyamanan dan kesulitan saat berbicara dan mengunyah, tergantung dari letak dan seberapa besar mucocele yang dialami. Selain itu, pasien juga bisa datang disebabkan rasa takut akibat bentuk mucocele yang membesar.

Hal lain yang juga perlu digali adalah adanya riwayat trauma mekanis, seperti tergigit, terkena sikat gigi, atau trauma benda ekstraoral seperti riwayat trauma akibat pemasangan intubasi pernapasan. Selain itu, telusuri juga riwayat inflamasi kronis yang mungkin diderita oleh pasien, seperti inflamasi akibat merokok atau penggunaan tindik bibir.

Dokter juga perlu menanyakan apakah pasien memiliki riwayat suatu kelainan yang mengarah kepada terbentuknya mucocele, seperti fibrosis duktus, trauma kronis, sialolitiasis, dan tumor.[8,9]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengamatan visual dan pemeriksaan palpasi. Pada pengamatan visual, mucocele rongga mulut akan memiliki penampakan klinis tunggal atau multipel, bulat, sebagian besar memiliki diameter kurang dari 1 cm, berwarna transparan-kebiruan, biasanya terjadi keratosis pada mukosa yang mengelilingi lesi, memiliki riwayat pernah pecah dan muncul berulang.

Sementara itu, pada pemeriksaan palpasi, penampakan klinis mucocele meliputi pembengkakan (nodul) dengan konsistensi lunak, fluktuasi positif, dan permukaan halus

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang mucocele jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Pada beberapa kasus, mucocele bisa digunakan untuk

mengevaluasi adanya kalkuli sebagai penyebab mucocele, ataupun adanya penyebaran dari pembengkakan ke glandula saliva minor mana saja yang terlibat. Ini dapat digunakan untuk menentukan seberapa luas insisi yang akan dilakukan.

Ultrasonografi

Pemeriksaan penunjang pertama yang dapat dilakukan adalah

pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kalkuli, abses, kista, bahkan membedakan antara tumor jinak dan ganas dengan akurasi hingga 90%.[8,9]

(5)

CT Scan dan MRI

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat bermanfaat adalah CT scan dan MRI. Namun, pemeriksaan ini jarang dilakukan, kecuali jika mucocele tersebut tampak melibatkan area yang luas, atau jika mucocele di dasar mulut (ranula) sudah melibatkan muskulus milohioid.

CT scan dan MRI dapat juga dilakukan sebelum operasi pengangkatan mucocele untuk menentukan seberapa luas jaringan yang diambil.[8,9]

Biopsi

Pemeriksaan penunjang yang terakhir adalah biopsi. Hal ini dilakukan dengan tujuan membedakan apakah lesi tersebut ganas atau jinak

Analisis histopatologi biasanya menunjukkan adanya jaringan

granulasi, yang mungkin mengandung leukosit, limfosit, sel plasma,

dan histiosit berbusa. Lumen rongga diisi dengan bahan eosinofilik

yang mengandung sejumlah sel inflamasi yang bervariasi.

Referensi

Dokumen terkait