Media Penyebarluasan Hasil Penelitian Arkeologi di Wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara serta wilayah lainnya di seluruh Indonesia. Diterbitkan oleh Balai Arkeologi Ambon dibawah Perlindungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional
Pelindung
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Penanggung Jawab
Kepala Balai Arkeologi Ambon Mitra Bestari
Prof. Drs. John Pattikayhatu
(Guru Besar Sejarah Universitas Pattimura) Pemimpin Redaksi
Syahruddin Mansyur, M.Hum Anggota Redaksi
Marlon NR Ririmasse, MA Wuri Handoko, SS
Marlyn Salhuteru, SS Lucas Watimena, S.Sos Andrew Huwae, SS
Penerbit :
Balai Arkeologi Ambon
Jl. Namalatu-Latuhalat, Kodya Ambon 97118 Telp/Faks: 091132374 Email :[email protected]
website : www.arkeomaluku.com
Desain Sampul: Marlon NR Ririmasse
Gambar Sampul: Mozaik Tinggalan Arkeologi di Maluku dan Maluku Utara Copy right © Balai Arkeologi Ambon 2012
ISSN 1858-4101 Volume 8 Nomor 1, Juli 2012
KAPATA Arkeologi
Jurnal Arkeologi Wilayah Maluku dan Maluku Utara
DAFTAR ISI John A. Pattykayhatu
Bandar Niaga di Perairan Maluku dan Perdagangan Rempah-Rempah Commercial Port in the Moluccas Territorial Water and Spice Trade 1 - 8 Mus Huliselan
Perdagangan International: Pengaruhnya terhadap Perubahan Sistem Nilai
Budaya Masyarakat Maluku International Trade: The Implication for the Transformation of the Cultural Value
System in the Moluccas 9 - 24 Wuri Handoko
Perkembangan Islam di Pulau Ambalau: Kajian atas Data Arkeologi dan Tradisi Makam Islam Berundak
Islamic Development in the Ambalau Island: Study on Archaeological Data and Islamic
Traditional Tomb Staircase 25 - 34
Andrew Huwae
Baileu: Kajian tentang Bentuk Manifestasi Fisik dari Masyarakat Adat di Kecamatan Pulau Saparua
Baileu: The Study of Physical Manifestation Form of Traditional Cummunity at Saparua
Island District 35 - 42
Syahruddin Mansyur
Pulau Buru Masa Perang Dunia II: Perspektif Arkeo-Historis
Buru Island during World War II: Historical-Archaeology Perspective 43 - 50
KAPATA Arkeologi ISSN 1858-4101 Volume 8 Nomor 1, Juli 2012
KATA PENGANTAR
Kapata edisi Juli 2012 ini ditampilkan dalam format yang berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya, mekipun dalam segi isi tidak banyak mengalami perubahan. Edisi 2012 adalah edisi awal yang dipersiapkan sebagai edisi jurnal yang digunakan secara permanen (tetap).
Redaksi berusaha edisi tahun 2012 ini merupakan edisi perdana sebagai usaha pembenahan secara menyeluruh terhadap kemasan dan isi. Oleh karena itu pembenahan secara menyeluruh meskipun secara bertahap, dapat dikatakan dimulai dari edisi yang ditampilkan saat ini. Untuk tahap awal pembenahan ini, pertama-tama adalah mengubah format ukuran dan tampilan jurnal disesuaikan standar yang sudah menjadi ketentuan secara umum.
Keseriusan untuk upaya pembenahan, dilakukan oleh redaksi dengan memberikan motivasi kepada para konstributor, terutama di lingkungan peneliti maupun pemerhati budaya di wilayah Maluku, dengan menghadirkan tulisan dari guru besar Universitas Pattimura di bidang kepakarannya masing-masing, yakni Prof. John Pattikayhatu, seorang akademisi guru besar ilmu sejarah dan Prof. Dr. Mus Huliselan, DEA mantan rektor dan sekaligus guru besar antropologi Universitas Pattimura. Ini semua redaksi hadirkan, sebagai upaya stimulasi agar terbitan pada edisi-edisi berikutnya lebih berkualitas baik dari kemasan maupun isi. Upaya stimulasi ini dimaksudkan pula sebagai penegasan untuk usaha serius redaksi agar di edisi-edisi berikutnya, Kapata Arkeologi sebagai satu-satunya jurnal arkeologi di wilayah Maluku dan Maluku Utara, dapat tampil maksimal sebagai jurnal bergengsi dan terakreditasi secara nasional. Upaya ini tentu saja masih menemui kendala, terutama dalam soal-soal substansi antara lain kualitas tulisan secara keseluruhan, pemilihan tema-tema tulisan dan lain-lain disamping kendala teknis lainnya.
Meski demikian, di tengah berbagai kesulitan, kendala dan tentu saja kekurangan dan kelemahan, redaksi perdana di tahun 2012 ini, menghadirkan 5 (lima) makalah yang ditulis oleh para peneliti di Balai Arkeologi Ambon dan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya tulisan dua orang guru besar yang memberi semangat bagi redaksi dan para penulis. John Pattikayhatu, menulis tentang peran bandar niaga di wilayah perairan Maluku yang memiliki peran sangat strategis, menurutnya berbagai catatan historis yang ada telah memberikan konfirmasi bahwa komoditi yang dihasilkan dari wilayah ini telah diperdagangkan hingga ke Eropa dan tempat- tempat lain di dunia. Tulisan ini membahas tentang jalur perdagangan dan pelayaran dalam konteks perdagangan rempah-rempah, bandar-bandar niaga di perairan Maluku, hingga periode surutnya peran perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Selanjutnya Mus Huliselan, berfokus pada kajian perdagangan dalam melihat dinamika sosial budaya masyarakat Maluku. Menurutnya, perdagangan internasional membawa dampak yang cukup penting bagi kehidupan sosial budaya Maluku, karena menjadi ruang perjumpaan berbagai Negara dengan setting budaya yang berbeda-beda dan berpengaruh terhadap budaya asli Maluku, namun identitas Maluku tetap terjaga, yakni ciri kebudayaan monodualitas. Menurutnya dalam kebudayaan monodualistis kedua kelompok harus tetap ada dan satu harus memberikan kemungkinan kepada yang lain untuk tetap hidup, sebab kalau satu tidak ada maka keberadaan yang lain tidak berarti. Dalam waktu bersamaan juga tumbuh ikatan-ikatan persaudaraan yang didasarkan pada nilai tolong menolong antar sesama. Hal ini lahir sebagai upaya penegakan keseimbangan baru dalam perbedaan untuk peredam kekerasan dan keinginan untuk hidup berdampingan secara damai.
Tulisan berikutnya dihadirkan oleh Wuri Handoko, yang mengambil tema tulisan berbeda dengan tulisan sebelumnya. Selain berfokus pada lokus tertentu yakni Pulau Ambalau, Wuri menekankan pada kajian terhadap perkembangan Islam di wilayah tersebut. Menurutnya data arkeologi dan tradisi Islam yang berlaku menunjukkan adanya konstruksi sosial, bahwa agama
BANDAR NIAGA DI PERAIRAN MALUKU DAN PERDAGANGAN REMPAH-REMPAH
Commercial Port in the Moluccas Territorial Water and Spice Trade John A. Pattikayhatu
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura
Abstrak
Kepulauan Maluku telah dikenal dalam jaringan perdagangan di Nusantara sejak masa lampau. Wilayah ini masuk dalam jaringan perdagangan karena merupakan sumber utama komoditi rempah-rempah khususnya cengkih dan pala. Berbagai catatan historis yang ada telah memberikan konfirmasi bahwa komoditi yang dihasilkan dari wilayah ini telah diperdagangkan hingga ke Eropa dan tempat-tempat lain di dunia. Tulisan ini membahas tentang jalur perdagangan dan pelayaran dalam konteks perdagangan rempah-rempah, bandar-bandar niaga di perairan Maluku, serta kehancuran peran perdagangan rempah- rempah di Maluku.
Kata Kunci: Rempah-rempah, Bandar Niaga, Maluku, Perdagangan Abstract
Maluku Islands are known in the trade network in the archipelago since past. These areas included in the network as the main source of commodity trading of spices, especially cloves and nutmeg. Existing historical records has confirmed that the commodities produced from this region have been trafficked to Europe and other places in the world. This paper discusses the trade and shipping in the context of the spice trade, the commercial port in the waters of the Moluccas, and the destruction of the role of the spice trade in the Moluccas.
Keywords : Spices, Commerce City, Maluku, Trade
1. Makalah ini pernah dipresentasikan dalam Seminar Sail Banda pada tanggal 2 Agustus 2010 di Ambon dengan tema “Perairan Maluku dalam Jalur dan Jaringan Perdagangan International Masa Lampau dan Kini”.
2. Guru Besar Sejarah Indonesia Baru dan Sejarah Daerah Maluku pada Universitas Pattimura
I. PENDAHULUAN
Kepulauan Maluku termasuk dalam jaringan perdagangan di Nusantara sejak masa lampau. Para pedagang mancanegara telah berhubungan dengan penduduk Maluku dalam perdagangan berbagai jenis komoditi terutama rempah-rernpah (cengkih dan pala).
Penduduk menanam cengkih dan pala karena mendatangkan hasil dan keuntungan yang melimpah. Adanya perdagangan rempah- rempah tersebut, penduduk Maluku dapat membeli atau menukarkan dengan bahan pakaian, sutera dan porselen atau keramik.
Pelabuhan-pelabuhan seperti Hitu, Ternate dan Banda merupakan tempat penumpukan barang yang akan didistribusikan ke daerah- daerah lain di Mauku dan sebaliknya untuk mengangkut hasil dari Maluku untuk diperdagangkan ke berbagai daerah di Nusantara bagian barat sampai ke Malaka bahkan sampai ke Sulu dan Mindanau.
Perahu dan kapal-kapal pengangkut barang- barang komoditi perdagangan menyinggahi pelabuhan-pelabuhan dan bandar-bandar niaga di perairan Maluku.
1
Kapata Arkeologi Vol. 8 Nomor 1 / Juli 2012 Balai Arkeologi Ambon
Islam dianut menurut cara pandang lokal, yang menampilkan keberagamaan Islam masyarakat yang terbuka dan integratif dengan budaya lokal. Menurutnya temuan-temuan arkeologi yang berkarakter megalitik, kemudian data arkeologi Islam dan tradisi yang berkembang, memberi petunjuk tentang perkembangan religi lokal hingga hadirnya Islam yang tidak menghilangkan kepercayaan lokal yang sudah hadir jauh sebelumnya, hal itu pula yang menyebabkan masyarakat Ambalau menganut Islam dalam konstruksi lokal.
Kajian yang berbeda pula diangkat oleh Andre Huwae, yang menulis tentang Baileu yang dalam perpektifnya merupakan manifestasi fisik dari masyarakat di wilayah Pulau Saparua yang menjadi lokus kajiannya. Menurut Andrew, Baileu merupakan wujud fisik identitas budaya masyarakat pendukungnya, namun kondisi fisik Baileu yang banyak mengalami perubahan arsitektural kearah arsitektural yang modern, menyebabkan karakter budaya asli terancam hilang.
Oleh karena itu melalui cara pandangnya, ia hendak memberikan konstribusi pemikiran untuk mengambalikan kondisi baeleo yang sesuai karakter budaya asli masyarakat.
Edisi pertama di tahun 2012, jurnal ini ditutup dengan tulisan oleh Syahruddin Mansyur yang berbicara tentang peran dan posisi Pulau Buru pada masa perang dunia II. Menurutnya, dalam konteks kawasan, keberadaan tinggalan arkeologi berupa sarana pertahanan masa Perang Dunia II di Pulau Buru tidak lepas dari konteks geografis, dimana Kepulauan Maluku – termasuk Pulau Buru merupakan bagian dari kawasan Pasifik. Melalui kajiannya, ia bermaksud mengungkap berbagai bentuk sarana pertahanan dan lokasi keberadaannmya, serta informasi historis yang terkait dengan Perang Dunia II. Syahruddin juga mengungkap peran wilayah strategis Pulau Buru baik bagi militer Jepang maupun pasukan sekutu dalam Perang Dunia II.
Demikianlah rangkaian tulisan yang dihadirkan para penulis untuk mengisi Jurnal Kapata Arkeologi pada edisi Juni 2012 kali ini. Semoga apa yang dipaparkan para penulis dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca dalam melihat aspek kesejarahan dan proses perkembagan sosial budaya masyarakat, khususnya di wilayah Provinsi Maluku. Terima Kasih