SONDIR
Sondir disebut juga Dutch Deep Sounding Apparatus, yaitu suatu alat statis yang berasal dari Belanda. Ujung alat ini langsung ditekan ke dalam tanah. Pada ujung rangkaian pipa sondir ditempatkan alat conus yang berujung lancip dengan kemiringan kurang lebih 60. Pipa sondir dimasukkan ke dalam tanah dengan bantuan mesin sondir
Tujuan sondir secara umum adalah untuk mengetahui kekuatan tanah tiap kedalaman dan stratifikasi tanah secara pendekatan. Pada percobaan ini tidak ada contoh tanah yang di ambil untuk uji labulaturium.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui elevasi lapisan "keras" (Hard Layer) dan homogenitas tanah dalam arah lateral. Hasil Cone Penetration Test disajikan dalam bentuk diagram sondir yang mencatat nilai tahanan konus dan friksi selubung, kemudian digunakan untuk menghitung daya dukung pondasi yang diletakkan pada tanah tersebut.
Penyondiran ini dilaksanakan hingga mencapai lapisan tanah keras dimana alat ini dilengkapi dengan Adhesion Jacket Cone type Bagemann yang dapat mengukur nilai perlawanan konus (cone resistence) dan hambatan lekat (lokal friction) secara langsung dilapangan. Pembacaan manometer dilakukan setiap interval 2.00 m.
dimana nilai perlawanan konus telah mencapai 250 kg/cm2 atau telah mencapai jumlah hambatan lekat 2.50 ton (kapasitas alat). Hasil penyondiran disajikan dalam bentuk diagram sondir yang memperlihatkan hubungan antara kedalaman sondir dibawah muka tanah dan besarnya nilai perlawanan konus (qc) serta jumlah hambatan pelekat (tf)
Ada 2 macam metode sondir :
1. Standard Type (Mantel conus)
Yang diukur hanya perlawanan ujung (nilai conus) yang dilakukan dengan menekan conus ke bawah. Seluruh tabung luar diam. Gaya yang bekerja dapat dilihat pada manometer.
2. Friction Sleeve (Addition Jacket Type/Biconus)
Nilai conus dan hambatan lekat keduanya diukur. Hal ini dilakukan dengan memakai stang dalam. Mula-mula hanya conus yang ditekan ke bawah, nilai conus diukur. Bila conus telah digerakkan sejauh 4 cm, maka dengan sendirinya ia mengait friction sleeve. Conus beserta friction sleeve ditekan bersama-sama sedalam 4 cm. Jadi nilai conus sama dan hambatan lekat didapat dengan mengurangkan besarnya conus dan nilai jumlah keseluruhan. Dalam percobaan ini metode friction sleeve yang dipakai.
Tujuan penyelidikan ini untuk mengetahui perlawanan penetrasi conus dan hambatan lekat tanah pada biconus. Perlawanan penetrasi conus adalah perlawanan terhadap ujung conus yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan terhadap mantel biconus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang.
Alat-alat yang digunakan :
1. Alat sondir (kerangka lengkap) 2. Conus dan biconus
3. Pipa sondir lengkap 4. Angkur dan baut
5. Besi kanal dan balok kayu 6. Kunci-kunci perlengkapan
Gambar 1. Contoh Grafik Sondir
Langkah Kerja
Persiapan alat :
1. Pada tanah yang diselidiki ditancapkan 3 buah angkur luar dengan cara diputar dengan stang pemutar searah jarum jam sambil ditekan agar dapat turun dan masuk ke dalam tanah.
2. Balok tumpuan diletakan untuk mendukung alat sondir, kemudian alat sondir didirikan di atas balok sedemikian rupa sampai benar- benar tegak lurus.
3. Besi kanal dipasang untuk menjepit kaki alat sondir dengan cara memasang baut pada angkur-angkur tersebut.
4. Conus dan biconus dipasang pada pipa dan dikontrol sambungannya.
5. Bila semua alat siap, maka stang pemutar diputar agar dapat menekan ujung conus ke dalam tanah. Percobaan ini dimulai pada saat ujung conus menyentuh tanah (kedalaman 0 cm), selanjutnya dibaca pada kedalaman kelipatan 20 cm.
6. Kunci dibuka dan stang diputar turun 4 cm dan diperoleh pembacaan nilai conus.
7. Hubungan tangkai dilepaskan, kemudian stang pemutar diluruskan smpai kedalaman 4 cm lagi sehingga menghasilkan pembacaan nilai biconus.
8. Kemudian tangkai conus dikaitkan lagi, yaitu pada posisi kunci dan ditekan kembali, maka mantel luar terikat, stang dalam akan ikut tertekan sampai kedalaman 40 cm.
9. Mengulangi langkah 7 – 9 sampai nilai conus 250 kg/cm2. Pembacaan Manometer :
1. Pada kedalaman 0 cm dibaca nilai conus dan biconus, stang diputar pada posisi kunci sehingga jarum tidak bergerak sampai kedalaman 20 cm, pemutaran stang dihentikan.
2. Kunci dibuka dan stang diputar turun 4 cm sehingga stang dalam akan ditekan pada lubang yang menghubungkan dengan manometer, lalu dibaca pada manometer tersebut, angka ini adalah nilai conus.
3. Hubungan tangkai dilepaskan lalu stang diputar lagi, pemutaran dilakukan sampai kedalaman bertambah 4 cm, baru angka pada manometer dibaca. Angka ini menunjukan nilai biconus, yaitu nilai conus ditambah hambatan lekatnya.
4. Tangkai conus dilekatkan lagi, yaitu pada posisi kunci dan ditekan lagi maka mantel luar berikut stang dalam akan ikut tertekan sampai kedalaman 40 cm.
5. Setelah itu dibaca nilai conus dan biconusnya seperti cara di atas.
Pekerjaan ini dilakukan sampai jarum manometer menunjukan angka 250 kg/cm2.
6. Memasukan hasil pembacaan ke dalam tabel dan akan diperoleh grafik hubungan antara kedalaman dan hambatan total.
Analisa Data dan Penyelidikan Tanah
Pondasi merupakan struktur bawah yang berfungsi untuk meletakkan bangunan di atas tanah dan meneruskan beban ke tanah dasar. Untuk itu perlu dilaksanakan penyelidikan kondisi tanah pada lokasi yang akan dibangun.
Dari Hasil Tes Boring (Boring Log)
Kedalaman ±0,00 m s/d -0,20 m berupa tanah urugan batu dan sirtu.
Kedalaman -0,20 m s/d -3,00 m lapisan tanah berupa jenis lempung kelanauan berwarna abu-abu.
Kedalaman -3,00 m s/d -5,00 m lapisan tanah berupa pasir kelanauan berwarna abu-abu.
Kedalaman selanjutnya berupa lempung berwarna abu-abu.
Dari Hasil Tes Sondir
Sondir dilakukan pada lima titik sondir, dengan hasil sebagai berikut:
– Titik sondir 1 (S1) tanah keras (qc = 55 kg/cm2) di kedalaman -18,60 m.
– Titik sondir 2 (S2) tanah keras (qc = 50 kg/cm2) di kedalaman -18,60 m.
– Titik sondir 3 (S3) tanah keras (qc = 50 kg/cm2) di kedalaman -19,60 m.
– Titik sondir 4 (S4) tanah keras (qc = 50 kg/cm2) di kedalaman -18,60 m.
– Titik sondir 5 (S5) tanah keras (qc = 50 kg/cm2) di kedalaman -19,40 m.
Dilihat dari lima macam analisa data tanah di atas, maka lapisan tanah keras yang paling dalam yaitu pada kedalaman -19,60 m berupa tanah lempung kelanauan berwarna abu-abu.
Pemilihan Jenis Pondasi
Dalam merencanakan suatu struktur bawah dari konstruksi bangunan dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi, pemilihan tipe pondasi didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
Fungsi bangunan atas
Besarnya beban dan berat dari bangunan atas
Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan
Jumlah biaya yang dikeluarkan
Pemilihan tipe pondasi dalam perencanaan ini tidak terlepas dari hal-hal tersebut di atas. Dari pertimbangan hasil penyelidikan tanah dari aspek ketinggian gedung dan beban dari struktur di atasnya, maka jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang dengan penampang
bebentuk lingkaran.
Adapun spesifikasi dari tiang pancang tersebut adalah:
Mutu beton (f’c) = 25 Mpa
Mutu baja (fy) = 400 Mpa
Ukuran = ø 50 cm
Luas penampang = 1962,5 cm2
Keliling = 157 cm
Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang
Berdasarkan Kekuatan Bahan
Tegangan tekan beton yang diijinkan yaitu:
σb = 0,33 . f’c ; f’c =25 Mpa = 250 kg/cm2
σb = 0,33 . 250 = 82,5 kg/cm2 Ptiang = σb . Atiang
Ptiang = 82,5 . 1962,5 = 161906,25 kg = 161,906 t dimana: Ptiang = Kekuatan pikul tiang yang diijinkan σb = Tegangan tekan tiang terhadap penumbukan Atiang = Luas penampang tiang pancang
Berdasarkan Hasil Sondir
Daya dukung tiang dihitung dengan formula sebagai berikut:
Dimana: qc = Nilai konus hasil sondir (kg/cm2) Ap = Luas permukaan tiang (cm2)
Tf = Total friction (kg/cm)
As = Keliling tiang pancang (cm)
Data hasil sondir S3 untuk kedalaman -19,60 m, didapatkan:
Ø qc = 50 kg/cm2 Ø Tf = 1376 kg/cm
Ptiang =
= 75914,733 kg= 75,915 t
Sehingga daya dukung yang menentukan adalah daya dukung berdasrkan data sondir, Ptiang = 75,915 t ~ 76 t.
Menentukan Jumlah Tiang Pancang
Untuk menentukan jumlah tiang pancang yang dibutuhkan digunakan rumus acuan sebagai berikut:
Dimana: n = jumlah tiang pancang yang dibutuhkan P = gaya vertikal (t)
Ptiang = daya dukung 1 tiang (t)
Gambar 4.37 Denah Pondasi
Tabel 4.39 Perhitungan Jumlah Tiang Pancang
Tiang P(t) Ptiang (t) n Pembulatan
P1 139.897 76 1.841 6
P2 244.489 76 3.217 6
P3 221.046 76 2.909 4
P4 182.926 76 2.407 6
P5 155.869 76 2.051 6
P6 223.195 76 2.937 4
P7 337.106 76 4.436 9
P8 307.909 76 4.051 6
P9 294.281 76 3.872 6
P10 211.856 76 2.788 6
P11 220.124 76 2.896 4
P12 318.799 76 4.195 6
P13 218.344 76 2.873 6
P14 182.241 76 2.398 4
P15 213.336 76 2.807 4
P16 196.017 76 2.579 4
P17 133.608 76 1.758 4
P18 234.393 76 3.084 6
P19 282.346 76 3.715 6
P20 185.102 76 2.436 4
P21 130.565 76 1.718 4
P22 230.095 76 3.028 6
P23 270.542 76 3.560 6
P24 160.972 76 2.118 4
P25 136.840 76 1.801 4
P26 241.257 76 3.174 6
P27 289.285 76 3.806 6
P28 157.370 76 2.071 4
P29 95.562 76 1.257 4
P30 146.670 76 1.930 4
P31 167.866 76 2.209 4
P32 96.012 76 1.263 4
Menghitung Efisiensi Kelompok Tiang Pancang
dimana: m = Jumlah baris n = Jumlah tiang satu baris
Ө = Arc tan dalam derajat d = Diameter tiang (cm)
S = Jarak antar tiang (cm) Ø syarat jarak antar tiang
atau
Ø syarat jarak tiang ke tepi
Tipe-tipe poer (pile cap) yang digunakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.38 Tipe Pondasi
Tabel 4.40 Perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang
Poer d
(cm) S
(cm) m n q efisiensi
P1 50 125 2 2 21.801 0.242 1.000 0.758
P2 50 125 2 3 21.801 0.242 1.167 0.717
P3 50 125 3 3 21.801 0.242 1.333 0.677
Tabel 4.41 Perhitungan Daya Dukung Kelompok Tiang
Poer efisiensi Ptiang satu
tiang jumlah daya dukung cek
(ton) (ton) tiang group (ton)
Tipe 1 0.758 76 57.590 4 230.360 > 223.195 ton
Tipe 2 0.717 76 54.522 6 327.129 > 318.799 ton
Tipe 3 0.677 76 51.453 9 463.079 > 337.106 ton
Perhitungan Beban Maksimum Yang Diterima Oleh Tiang
dimana:
Pmak = Beban maksimum yang diterima oleh tiang pancang (t) SPv = Jumlah total beban (t)
Mx = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x ™ My = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y ™
n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group) Xmak = Absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang Ymak = Ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang nx = Banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu x ny = Banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu y Sx2 = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang (m2)
Sy2 = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang (m2) Pondasi Tipe 1
Beban maksimum yang diterima pada pondasi tipe 1 SPv = 223,195 t
Mx = 1,671 tm My = 0,455 tm
Xmak = 62,5 cm = 0,625 m Ymak = 62,5 cm = 0,625 m Sx2 = (0,6252) + (0,6252)
= 0,781 m2
Sy2 = (0,6252) + (0,6252)
= 0,781 m2 n = 4
nx = 2 ny = 2
Pmak =
= 56,649 t …< P1 tiang = 57,590 t
Pondasi Tipe 2
Beban maksimum yang diterima pada pondasi tipe 2
SPv = 318,799 t Mx = 0,096 tm My = 0,058 tm
Xmak = 125 cm = 1,25 m Ymak = 62,5 cm = 0,625 m Sx2 = (1,252) + (1,252)
= 3,125 m2
Sy2 = (0,6252) + (0,6252)
= 0,781 m2 n = 6
nx = 3 ny = 2
Pmak =
= 53,179 t …< P1 tiang = 54,522 t
Pondasi Tipe 3
Beban maksimum yang diterima pada pondasi tipe 3
SPv = 337,106 t Mx = 0,022 tm My = 2,062 tm
Xmak = 125 cm = 1,25 m Ymak = 125 cm = 1,25 m Sx2 = (1,252) + (1,252)
= 3,125 m2
Sy2 = (1,252) + (1,252)
= 3,125 m2 n = 9
nx = 3 ny = 3
Pmak =
= 37,734 t …< P1 tiang = 51,453 t
Kontrol Terhadap Geser Pons
4.8.7.1 Pile Cap Tipe 1 dan Tipe 2
Karena kolom tidak tertumpu pada pile, maka P yang diperhitungkan adalah P kolom.
P = 318,799 t h = 0,7 m
t =
=
= 87,582 t/m2
= 8,76 kg/cm2 < 10,28 kg/cm2
t < t ijin = (tebal pile cap cukup, sehingga tidak memerlukan tulangan geser pons).
4.8.7.2 Pile Cap Tipe 3
Karena kolom tertumpu pada pile, maka P yang diperhitungkan adalah P tiang pancang.
P = 37,734 t h = 0,7 m
t =
=
= 14,31 t/m2
= 1,431 kg/cm2 < 10,28 kg/cm2
t < t ijin = (tebal pile cap cukup, sehingga tidak memerlukan tulangan geser pons).
Penulangan Tiang Pancang
Penulangan tiang pancang dihitung berdasarkan kebutuhan pada waktu pengangkatan tersebut ada dua kondisi, yaitu satu tumpuan dan dua tumpuan.
Kondisi I (Dua Tumpuan)
Gambar 4. 39 Kondisi Pengangkatan 1 dan Momen yang Ditimbulkan
Dimana: q = Berat tiang pancang
= = 471 kg/m
L = 6 m
Didapatkan: a =
= 1,243 m M1 =
=
= 363,86 kgm Dmak =
=
= 1413 kg
Kondisi II (Satu Tumpuan)
Gambar 4.40 Kondisi Pengangkatan 2 dan Momen yang Ditimbulkan
®
Maka:
Didapatkan: a =
= 1,75 m M1 =
=
= 721,219 kgm
D1 =
=
= 831,176 kg
Dari kedua kondisi di atas diambil yang paling menentukan yaitu:
M = 721,219 kgm D = 1413 kg
Gambar 4.41 Penampang Tiang Pancang Data yang digunakan:
– Dimensi tiang = ø 50 cm – Berat jenis beton = 2,4 t/m3 – f’c = 25 Mpa
– fy = 400 Mpa – h = 500 mm – p = 70 mm – øtulangan = 22 mm – øsengkang = 8 mm
– d = h – p – øsengkang – ½ øtulangan
= 500 – 70 – 8 – 11 = 411 mm – d’ = p + øsengkang + ½ øtulangan
= 70 + 8 + 11 = 89 mm
4.8.8.3 Tulangan Memanjang Tiang Pancang Mu = 721,219 kgm = 7,212 kNm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,00027 Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
karena ρ < ρmin maka dipakai ρmin
As = ρ.b.d. 106
= 0,0035 . 0,500 . 0,411 . 106
= 719,25 mm2
Digunakan tulangan 2D22 (As = 760 mm2) Cek Terhadap Tekuk
Dianggap kedua ujung sendi, diperoleh harga k = 1 r = 0,3 . h = 0,3 . 500 = 150 mm
(K > 20 maka kelangsingan diperhitungkan)
Ec = 4700 (f’c)0.5 = 23500 Mpa
Pu = 56,649 T = 566,49 KN
a < ab, dipakai rumus
Digunakan As min 1% Ag = 0,01.(1/4.π.(500)2) = 1962,5 mm Digunakan tulangan 6 D 22 ( Asterpasang = 2281 mm2 )
Penulangan Geser Tiang Pancang Vu = 1413 kg = 14130 N
Vn = N
Vc = N
Periksa vu > fvc:
vu = MPa
vc = MPa
fvc = 0,6 x 0,8333 = 0,50
vu < fvc Þ dipakai tulangan praktis
Digunakan tulangan sengkang ø8 – 200.
Gambar 4.42 Penulangan Tiang Pancang
Penulangan Pile Cap Pile Cap Tipe 1
Penulangan didasarkan pada:
P1 = Pmak = 56,649 t
Mx = My = = 35,406 tm
Penulangan Arah x
Mu = 35,406 tm = 354,06 kNm Tebal pelat (h) = 700 mm Penutup beton (p) = 70 mm Diameter tulangan (øD) = 16 mm
Tinggi efektif arah x (dx) = h – p – ½ øD
= 700 – 70 – ½ .16
= 622 mm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,00294 Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
ρ < ρmin maka dipakai ρmin
As = ρ.b.d.106
= 0,0035 . 1 . 0,622 . 106
= 2177mm2
Dipakai tulangan D16 – 75 (As terpasang = 2681 mm2)
Penulangan Arah y
Mu = 35,406 tm = 354,06 kNm Tebal pelat (h) = 700 mm Penutup beton (p) = 70 mm Diameter tulangan (øD) = 16 mm
Tinggi efektif arah y (dy) = h – p – Dx – ½ øD
= 700 – 70 – 16 – ½ .16
= 606 mm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,0031
Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
ρ < ρmin maka dipakai ρmin
As = ρ.b.d.106
= 0,0035 . 1 . 0,606 . 106
= 2121mm2
Dipakai tulangan D16 – 75 (As terpasang = 2681 mm2)
Pile Cap Tipe 2
Penulangan didasarkan pada:
P1 = Pmak = 53,179 t
Mx = = 66,474 tm My = = 33,237 tm
Penulangan Arah x
Mu = 66,474 tm = 664,74 kNm Tebal pelat (h) = 700 mm Penutup beton (p) = 70 mm Diameter tulangan (øD) = 19 mm
Tinggi efektif arah x (dx) = h – p – ½ øD
= 700 – 70 – ½ .19
= 620,5 mm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,0057
Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
ρmin < ρ < ρmax maka dipakai ρ As = ρ.b.d.106
= 0,0057 . 1 . 0,6205. 106
= 3538,62 mm2
Dipakai tulangan D19 – 75 (As terpasang = 3780 mm2)
Penulangan Arah y
Mu = 33,237 tm = 332,37 kNm Tebal pelat (h) = 700 mm Penutup beton (p) = 70 mm Diameter tulangan (øD) = 19 mm
Tinggi efektif arah y (dy) = h – p – Dx – ½ øD
= 700 – 70 – 19 – ½ .19
= 601,5 mm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,00295
Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
ρ < ρmin maka dipakai ρmin
As = ρ.b.d.106
= 0,0035 . 1 . 0,6015. 106
= 2105,25 mm2
Dipakai tulangan D19 – 125 (As terpasang = 2268 mm2)
Pile Cap Tipe 3
Penulangan didasarkan pada:
P1 = Pmak = 37,734 t
Mx = My = = 47,168 tm
Penulangan Arah x
Mu = 47,168 tm = 471,68 kNm Tebal pelat (h) = 700 mm Penutup beton (p) = 70 mm Diameter tulangan (øD) = 19 mm Tinggi efektif (d) = h – p – ½ øD
= 700 – 70 – ½ .19
= 620,5 mm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,00398 Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
ρmin < ρ < ρmax maka dipakai ρ As = ρ.b.d.106
= 0,00398 . 1 . 0,6205 . 106
= 2467,68 mm2
Dipakai tulangan D19 – 100 (As terpasang = 2835 mm2)
Penulangan Arah y
Mu = 47,168 tm = 471,68 kNm Tebal pelat (h) = 700 mm Penutup beton (p) = 70 mm Diameter tulangan (øD) = 19 mm
Tinggi efektif arah y (dy) = h – p – Dx – ½ øD
= 700 – 70 – 19 – ½ .19
= 601,5 mm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,00424 Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
ρmin < ρ < ρmax maka dipakai ρ As = ρ.b.d.106
= 0,00424 . 1 . 0,6015 . 106
= 2553,06 mm2
Dipakai tulangan D19 – 100 (As terpasang = 2835 mm2)
Perhitungan Tie Beam
Ukuran sloof 600 x 400 cm Data tanah: – f = 29,326o
– c = 0,115 kg/cm2 = 1,15 t/m2 = 11,5 kPa – g = 1,758 t/m3
Tanah tersebut didefinisikan sebagai tanah sangat lunak karena c < 18 kPa, sehingga untuk menghitung qu digunakan rumus sebagai berikut:
qu =
c’ = t/m2
go = = = 17,246 t/m3
Dari tabel faktor kapasitas dukung tanah (Terzaghi), diperoleh:
f = 29,326o ® – Nc’ = 18,4 – Nq’ = 7,9
– Ng’ = 5,4 qu =
= 16,185 t/m2
Berat sendiri = = 0,576 t/m
q = = 7,054 t/m
Perhitungan Gaya Dalam
Gambar 4.43 Denah Tie Beam Perhitungan gaya dalam untuk S1
– Perhitungan momen
Mtump = = = 26,388 tm
Mlap = = = 13,194 tm
– Perhitungan gaya lintang
Dtump = = = 23,631 t Dlap = D berjarak 1/5L dari ujung balok
= = 14,179 t
Untuk perhitungan gaya dalam tie beam lainnya ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 4.42 Gaya Dalam pada Tie Beam
SloofL (m)
0.5*
L 1/5*
L q (kg/
m)
Momen Gaya Lintang
Mtump
(kgm )
Mlap.
(kg m)
Tum p.
(kg) Lap.
(kg)
S1 6.7 3.351.3 40 7.0
54 26.388 13.194 23.6 31 14.
179
S2 5.452.72 5 1.0
90 7.0
54 17.460 8.730 19.2 22 11.
533
S2 5.252.62 5 1.0
50 7.0
54 16.202 8.101 18.5 17 11.
110
S3 8 4 1.6
00 7.0
54 37.621 18.811 28.2 16 16.
930
S4 6 3 1.2
00 7.0
54 21.162 10.581 21.1 62 12.
697
S5 3.5 1.750.7 00 7.0
54 7.201 3.600 12.3 45 7.4
07
S5 2.751.37 5 0.5
50 7.0
54 4.445 2.223 9.69 9 5.8
20
S5 2.5 1.250.5 00 7.0
54 3.674 1.837 8.81 8 5.2
91
Perhitungan Penulangan Tie Beam Penulangan S1
a) Tulangan Lentur
M tump = 26,388 kgm = 263,88 kNm M lap = 13,194 kgm = 131,94 kNm
Tinggi sloof (h) = 600 mm Lebar sloof (b) = 400 mm Penutup beton (p) = 40 mm Diameter tulangan (D) = 22 mm Diameter sengkang (ø) = 10 mm Tinggi efektif (d) = h – p – ø – ½ D
= 600 – 40 – 10 – ½ . 22
= 539 mm
d’ = p + ø + ½ D
= 40 + 12 + ½ . 22
= 61 mm f’c = 25 Mpa fy = 400 Mpa
Tulangan Tumpuan Mu = 263,88 kNm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,0076
Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
karena ρmin < ρ < ρmax maka dipakai ρ
Dipakai tulangan tekan 2D22 (As terpasang = As2 = 760 mm2) As1 = ρ.b.d.106
= 0,0076 . 0,40 . 0,539 . 106
= 1648,490 mm2 As = As1 + As2
= 1630,835 + 760
= 2408,490 mm2
Digunakan tulangan tarik 7D22 (As = 2661 mm2) Tulangan Lapangan
Mu = 13,194 kNm
kN/m2
Dengan rumus abc didapatkan nilai ρ = 0,0037
Pemeriksaan syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmax)
karena ρmin < ρ < ρmax maka dipakai ρ
Dipakai tulangan tekan 2D22 (As terpasang = As2 = 760 mm2) As1 = ρ.b.d.106
= 0,0037 . 0,40 . 0,544 . 106
= 792, 349 mm2 As = As1 + As2
= 792, 349 + 760
= 1552,349 mm2
Digunakan tulangan tarik 5D22 (As = 1901 mm2) Periksa lebar balok
Maksimal tulangan yang hadir sepenampang adalah 7D22, dengan posisi 2 lapis (5D22 untuk lapis dasar dan 2D22 untuk lapis kedua)
Jarak minimum tulangan yang disyaratkan adalah 25 mm.
Lebar balok minimum:
2 x p = 2 x 40 = 80 mm
2 x ø sengkang = 2 x 10 = 20 mm 5 x D22 = 5 x 22 = 110 mm
4 x jrk min tul = 4 x 25 = 100 mm Total = 310 mm
Jadi lebar balok sebesar 400 mm cukup memadai.
b) Tulangan Geser
Tulangan Geser Tumpuan Vu = 23,631 t = 236309,00 N
Vn = MPa
Vc = MPa Vs = Vn – Vc = 393848,33 – 179666,67 = 214181,67 N Periksa vu > fvc:
vu = MPa
vc = MPa
fvc = 0,6 x 0,8333 = 0,50 vu < fvc Þ perlu tulangan geser Periksa fvs > fvs mak:
fvs = vu – fvc = 1,096 – 0,50 = 0,596 Mpa
f’c = 25 MPa → fvs maks = 2,00 (Tabel nilai fvs maks, CUR 1 hal 129) fvs > fvs mak Þ OK
Perencanaan sengkang
mm2
Digunakan tulangan sengkang ø = 10 mm, luas dua kaki As = 557 mm2
mm
smax = mm
Digunakan tulangan sengkang ø 10 – 150.
Sengkang minimum perlu = mm2
Luas sengkang terpasang 157 mm2 > 50 mm2 Tulangan sengkang ø10 – 150 boleh dipakai.
Tulangan Geser Lapangan
Vu = 14,178540 t = 141785,40 N
Vn = MPa
Vc = MPa
Vs = Vn – Vc = 236309,00 – 179666,67 = 56642,33 N Periksa vu > fvc:
vu = MPa
vc = MPa
fvc = 0,6 x 0,8333 = 0,50 vu < fvc Þ perlu tulangan geser Periksa fvs > fvs mak:
fvs = vu – fvc = 0,658 – 0,50 = 0,158 Mpa
f’c = 25 MPa → fvs maks = 2,00 (Tabel nilai fvs maks, CUR 1 hal 129) fvs > fvs mak Þ OK
Perencanaan sengkang
mm2
Digunakan tulangan sengkang ø = 10 mm, luas dua kaki As = 157 mm2
mm
smax = mm
Digunakan tulangan sengkang ø 10 – 250.
Sengkang minimum perlu = mm2 Luas sengkang terpasang 226 mm2 > 83,33 mm2
Tulangan sengkang ø10 – 250 boleh dipakai.