MORFOGENETIK DAUN PADA ANAKAN KELOMPOK KERUING (Dipterocarpus spp.)
SOPA NINDIA ATININGSIH
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfogenetik Daun Pada Anakan Kelompok Keruing (Dipterocarpus spp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2020 Sopa Nindia AtiNingsih E44160022
ABSTRAK
SOPA NINDIA ATININGSIH. Morfogenetik Daun Pada Anakan Kelompok Keruing (Dipterocarpus spp.). Dibimbing oleh IWAN HILWAN dan RIZKI ARY FAMBAYUN.
Dipterocarpus spp. terutama bagian kayunya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dalam dunia industri kehutanan, tetapi di Indonesia jumlahnya semakin menurun. Salah satu upaya untuk mengimbangi kebutuhan kayu masyarakat industri adalah melalui pembangunan hutan tanaman Dipterocarpus spp. Eksplorasi untuk tujuan pembangunan hutan tanaman Dipterocarpus spp.
sering kali dilakukan setelah melewati musim berbuah, sehingga pada saat eksplorasi yang tersedia hanya anakan. Identifikasi pada fase anakan sulit untuk dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mempermudah proses identifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan di dalam kelompok Dipterocarpus spp. melalui pengukuran bentuk fisik daun dan warna daun. Metode yang digunakan yaitu analisis clustering dan Principal Component Analysis (PCA). Analisis clustering berdasarkan bentuk fisik daun menunjukkan bahwa D. baudii memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan D. borneensis dan D. krii, namun paling jauh dengan D. grandiflorus.
Hubungan kekerabatan paling dekat berdasarkan warna daun dimiliki oleh D.
humeratus dengan D. rigidus, dan memiliki hubungan kekerabatan paling jauh dengan D. kerii.
Kata kunci: bentuk fisik, cluster, Dipterocarpus, kekerabatan, warna daun ABSTRACT
SOPA NINDIA ATININGSIH. Morphogenetic Leaves of Keruing (Dipterocarpus spp.) Seedling. Supervised by IWAN HILWAN and RIZKI ARY FAMBAYUN.
Dipterocarpus timber has a high economic value in the industrial forestry, but in Indonesia, the existence of Dipterocarpus spp. is declining. One of the efforts to meet the community needs of timber is through the establishment of Dipterocarpus plantation. Mostly, exploration to establish Dipterocarpus spp.
plantation is carried out after the fruiting season. Hence, only the seedling of Dipterocarpus spp. is available. The identification process on the seedling phase is rather difficult. Therefore, this research needs to be done to make the identification process of Dipterocarpus spp easier. Identification in this research aims to determine the kinship of the Dipterocarpus spp. through the physical shape of the leaf and leaf color measurements. The method used is clustering analysis and Principal Component Analysis (PCA). Clustering analysis based on the physical form of the leaves showed that D. baudii had the closest kinship with D. borneensis and D. krii, and the farthest kinship was with D. grandiflorus. The closest kinship based on leaf color was found in D. humeratus with D. rigidus, and the farthest kinship was with D. kerii.
Keywords: physical form, cluster, Dipterocarpus spp., kinship, leaf color
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
MORFOGENETIK DAUN PADA ANAKAN KELOMPOK KERUING (Dipterocarpus spp.)
SOPA NINDIA ATININGSIH
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2020
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang dilaksanakan sejak bulan September 2019 ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Morfogenetik Daun Pada Anakan Kelompok Keruing (Dipterocarpus spp.)”.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iwan Hilwan MS, dan Ibu Rizki Ary Fambayun SHut, MSc selaku pembimbing yang telah memberi banyak nasihat, saran, dan masukan selama penelitian ini berlangsung. Terimaksih juga penulis ucapkan kepada Ibu Henti Hendalastuti Rachmat, SHut MSi PhD atas bantuan, arahan, dukungan serta nasihat dalam penelitian ini. Disamping itu, terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Wahyu dan Bapak Tomi selaku staf Kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua saya (Nurdin dan Kadariah) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada Nur Mufarhatun dan Cissy Aulia sebagai rekan bimbingan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan MS, atas seluruh dukungan dan bantuannya. Terimakasih penulis ucapkan juga kepada dosen dan staf Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB serta rekan-rekan Silvikultur angkatan 53.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2020 Sopa Nindia AtiNingsih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Alat dan Bahan 2
Pengumpulan Data 3
Prosedur Penelitian 3
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Analisis Bentuk Fisik 6
Analisis Warna Daun 19
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
RIWAYAT HIDUP 19
DAFTAR TABEL
1 Clustering berdasarkan bentuk fisik daun 6
2 Rata-rata warna serta nilai Z dari uji Kolomogrov-Smirnov dalam nilai
CIE L*a*b* 1976 9
3 Nilai RGB, HEX code, dan Munsell Soil Chart hasil pemodelan 10
4 Clustering berdasarkan warna daun 13
DAFTAR GAMBAR
5 Pengukuran karakteristik morfologi daun 3
6 Karakteristik morfologi daun yang diamati; (a) bentuk ujung daun; (b)
bentuk pangkal daun 4
7 Dendogram hubungan kekerabatan berdasarkan bentuk fisik daun 7 8 Biplot bentuk fisik daun berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis
PCA 8
9 Foto daun Dipterocarpus spp. yang diamati; (a) D. baudii; (b) D.
borneensis; (c) D. cinereus; (d) D. elongatus; (e) D. faginius; (f) D.
grandiflorus; (g) D. hasseltii; (h) D. humeratus; (i) D. kerii; (j) D.
kunstler; (k) D. palembanica; (l) D. rigidus 11
10 Kandungan klorofil daun pada anakan Dipterocarpus spp. 12 11 Dendogram hubungan kekerabatan berdasarkan warna daun 12 12 Biplot warna daun berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis PCA 13
DAFTAR LAMPIRAN
13 Daftar jenis marga Dipterocarpus yang digunakan 18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili besar yang tersebar luas dengan jumlah spesies mencapai 238 spesies di seluruh Indonesia.
Dipterocarpaceae terdiri dari sembilan marga meliputi Anisoptera, Cotylelobium, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, Upuna, Vatica, dan Dipterocarpus, yang sebagian kecil spesiesnya tumbuh di Pulau Jawa (10 spesies; 2,6%) (Ashton 1982). Menurut Bawa (1998) secara geografis, suku Dipterocarpaceae tersebar tidak merata di setiap pulau, bahkan persebaran keanekaragamannya semakin kecil ke arah timur. Sebanyak lima marga Dipterocarpaceae yang tersebar secara luas di kawasan hutan alam Pulau Jawa salah satunya adalah Dipterocarpus.
Marga Dipterocarpus memiliki sekitar 70 spesies yang tersebar secara luas mulai dari India dan Srilanka Barat, Burma, Indocina, Thailand, hingga Cina bagian selatan. Di wilayah Malesiana, Dipterocarpus tersebar di hutan Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa (Saridan et al. 2011). Menurut Heriyanto (2014) marga ini biasanya tumbuh secara menyebar dan sebagian tumbuh mengelompok di tanah endapan tepi sungai (aluvial), dan beberapa jenis lain tumbuh di punggung-punggung bukit hingga ketinggian 1.500 mdpl.
Dipterocarpus dalam kehutanan memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Kayu dari kelompok Dipterocarpus biasa dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan, lantai, dan bantalan rel kereta api (Saridan dan Wahyudi 2017). Pohon ini juga menghasilkan damar/oleoresin yang bermanfaat untuk mendempul perahu, sebagai pernis perabotan rumah atau dinding, dan obat luka atau penyakit kulit tertentu (Heyne 1987). Keberadaan Dipterocarpus di Indonesia semakin menurun, bahkan menurut IUCN (2007) status beberapa pohon Dipterocarpus masuk dalam kategori kritis (critically endangered).
Upaya untuk mengimbangi kebutuhan kayu masyarakat industri, diperlukan pembangunan hutan tanaman Dipterocarpus. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan hutan tanaman adalah pemilihan jenis. Kegiatan pemilihan jenis sering terkendala karena kurangnya persediaan bibit di persemaian.
Pengambilan anakan dari alam atau eksplorasi dapat menjadi alternatif pilihan untuk mendapatkan jenis-jenis yang sesuai dengan kegiatan penanaman. Kegiatan eksplorasi memerlukan kemampuan untuk melakukan identifikasi anakan jenis- jenis Dipterocarpus langsung di alam.
Ketidakmampuan untuk mengenal jenis atau anakan di hutan dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap sumber daya hayati (Newman et al 1999). Ketidakmampuan tersebut dapat diatasi dengan cara melakukan identifikasi morfologi daun pada fase anakan atau semai. Studi bentuk morfologi pada fase permudaan penting dilakukan untuk mendukung tujuan konservasi jenis-jenis langka, serta untuk kajian taksonomi dan filogenetik (Paria 2017). Hasil dari identifikasi bentuk morfologi ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memilih jenis-jenis anakan yang diperlukan dalam upaya pembangunan hutan tanaman.
2
Perumusan Masalah
Karakteristik morfologi daun antar jenis dalam marga Dipterocarpus cenderung mirip menjadikan proses identifikasi jenis sulit untuk dilakukan. Marga Dipterocarpus memiliki habitus yang menjulang tinggi membuat sulit untuk mendapatkan specimen daun yang ditargetkan sehingga identifikasi pada tingkat anakan dapat menjadi salah satu alternatif dalam penentuan jenis-jenisnya.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakter morfogenetik daun antar jenis kelompok Dipterocarpus spp. ?
2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar jenis Dipterocarpus spp. ? Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan antar jenis dan hubungan kekerabatan atau kemiripan dari kelompok Dipterocarpus spp. berdasarkan analisis morfologi bentuk fisik daun secara kuantitatif dan warna daun pada beberapa jenis kelompok Dipterocarpus spp. fase anakan.
Manfaat Penelitian
Data hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan antar jenis dan hubungan kekerabatan atau kemiripan dari kelompok Dipterocarpus spp. berdasarkan analisis morfologi bentuk fisik daun secara kuantitatif dan warna daun pada tingkat anakan sehingga dapat dijadikan acuan praktis dalam mengidentifikasi antar jenis dalam marga Dipterocarpus.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga November 2019 di Kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Gunung Batu, Kota Bogor, Jawa Barat. Identifikasi morfologi daun dari semai Dipterocarpus spp. dilakukan di persemaian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Gunung Batu, Kota Bogor, Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, busur derajat, kain hitam, kamera DSLR, papan jalan, penggaris, SPAD-520 Chlorophyll Meter, tally sheet, dan laptop beserta alat pengolah data berupa Ms Office 2010, Ms Excel 2010, Encycolorpedia.id, IBM SPSS Statistic 25, ImageJ 1.32, Nixsensor, RawTherapee 5.5, dan R Statistic 3.6.0 “Planting of Tree”, XLSTAT. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah semai Dipterocarpus spp. yang berasal dari perbanyakan vegetatif.
3 Pengumpulan Data
Data yang di kumpulkan merupakan data primer. Data primer berupa nama jenis dan morfologi daun pada tingkat semai 12 jenis Dipterocarpus spp. yang dikumpulkan langsung di lapangan. Masing-masing jenis memilki 20 ulangan sehingga jumlah individu yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 240 individu.
Prosedur Penelitian
Pendataan Jenis Semai
Semai dipilih sebanyak dua puluh (20) individu dari masing-masing jenis Dipterocarpus spp. Semai yang akan digunakan pada penelitian ini adalah semai yang sudah teridentifikasi nama jenisnya dan berasal dari bibit normal. Bibit normal memiliki ciri yang memperlihatkan kemampuan berkembang terus hingga menjadi dalam kondisi yang optimum, perakaran berkembang baik, dan secara umum menunjukkan pertumbuhn yang kuat dan seimbang antara pertumbuhan struktur satu dengan yang lainnya (Sadjad 1980).
Pengambilan Data Morfologi Semai
Sampel yang digunakan terdiri dari 3 helai daun yang diambil dari setiap individu dari dua puluh (20) ulangan tiap satu jenis. Sehingga total helai daun yang di amati sebanyak 720 helai daun untuk dua belas jenis semai Dipterocarpus spp. Variabel yang diukur yaitu; Panjang lamina (PL), panjang tangkai (PT), lebar-daun terlebar (LD), panjang daun terlebar (LP), dan sudut antar ibu tulang daun dengan tulang cabang daun sebelah kanan atau kiri (SD) (Gambar 1).
Variabel yang dihitung berupa jumlah tulang daun (JT), sedangkan variabel yang diamati berupa bentuk ujung daun (AS) dan pangkal daun (BS) berdasarkan Gambar 2. Metode yang digunakan sesuai dengan metode rujukan Kremer et al.
(2001) dengan modifikasi metode oleh Wu et al. (2007) serta Ellis et al. (2009) untuk menyederhanakan prosedur.
Gambar 1 Pengukuran karakteristik morfologi daun
4
Tjitrosoepomo (2003).
Gambar 2 Karakteristik morfologi daun yang diamati; (a) bentuk ujung daun; (b) bentuk pangkal daun
Variabel yang dikalkulasi (Wu et al. 2009)
- Luas daun (LS) dengan menggunakan rumus : × PL × LD
- Keliling daun (KL) dengan menggunakan rumus :
× (PL + LD)
- Aspect Ratio (AR) merupakan perbandingan antara panjang dan lebar daun untuk memperkirakan bentuk helai daun. Bentuk helai daun diperkirakan melebar apabila nilai AR<1, sedangkan bentuk helai daun memanjang apabila nilai AR>1. AR dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
- Form Factor (FF) merupakan faktor yang mendeskripsikan bentuk serta kebundaran daun tersebut. Rumus FF dapat dihitung menggunakan rumus :
- Parimeter Ratio of Diameter (PR) merupakan rasio untuk mengukur kelonjongan daun. Rumus PR dapat dihitung menggunakan rumus :
Pengukuran Warna Daun
Pengukuran warna daun menggunakan metode kuantifikasi warna tanaman menurut Kendal et al. (2013). Tiga individu semai pada setiap jenis diambil secara acak, kemudian dipotret tiga helai daunnya menggunakan kamera DSLR Canon EOS 1000D berlensa wide-angle dengan focal lenght 35-36 mm dengan latar hitam. Foto hasil pemotretan kemudian disimpan dalam bentuk file RAW(.CR2).
A B C D
E F G
a
b
5 Pengukuran Klorofil Daun
Pengukuran klorofil daun dilakukan dengan menggunakan alat SPAD-502 Chlorophyll. Pada setiap jenis Dipeterocarpus spp. diambil tiga individu secara acak dengan mengukur klorofil seluruh daunnya. Hasil dari pengukuran klorofil pada setiap jenis Dipeterocarpus spp. kemudian dirata-ratakan. Pengukuran ini tidak melihat perbedaan dalam jenis klorofil yang diukur.
Analisis Data Bentuk Fisik Daun
Data karakteristik dimensi daun yang diukur dan hasil perhitungan LS, KL, AR, FF, dan PR diolah menggunakan program IBM SPSS Statistic 25 dengan menggunakan analisis Hierarki Cluster untuk memperoleh dendogram pohon dan nomor cluster untuk setiap jenis Dipterocarpus spp. yang diteliti. Selanjutnya, data karakteristik dimensi daun yang diukur dan hasil perhitungan LS, KL, AR, FF, dan PR diolah menggunakan program XLSTAT. Data kemudian dianalisis menggunakan analasis PCA (Principal Component Ananlisys) dan disajikan dalam bentuk Biplot.
Warna Daun
Foto daun yang telah diambil dalam bentuk file RAW (.CR2) diolah menggunakan program Rawtherapee 5.5 dengan bantuan ColorCheker untuk mengatur standar temperature, tint, exposure, dan black point. Standarisasi warna pada foto daun bertujuan mengurangi perbedaan warna dan kecerahan antar individu akibat kondisi pencahayaan yang berbeda pada saat pengambilan foto di lapang. Foto daun kemudian diproses menggunakan program ImageJ 1.52 untuk mengisolasi foto dari latar. Warna daun diubah menjadi nilai CIE 1976 (L* a* b*) dengan menggunakan program GUI R Statistic versi 3.6.0 dengan fungsi convertColor pada paket grDevice. Nilai rata-rata dari simpangan baku L*, a*, b*
pada CIELAB 1976 dimisalkan dalam distribusi normal untuk memodelkan warna standar. Selanjutnya nilai data warna CIELAB 1976, divisualisasikan dengan menggunakan Nixsensor dalam bentuk RGB dan divisualisasikan kembali ke dalam Munsell Chart menggunakan Ecycolorpedia.id. Perhitungan dengan menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov pada fungsi kstest paket stats digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara distribusi warna hasil pemodelan dengan distribusi normal baku Gaussian.
Data warna daun dalam bentuk RGB dan Klorofil diolah menggunakan program IBM SPSS Statistic 25 dengan menggunakan analisis Hierarki Cluster untuk memperoleh dendogram pohon dan nomor cluster untuk setiap jenis yang diteliti. Selanjutnya, data warna daun dalam bentuk RGB dan Klorofil diolah menggunakan program XLSTAT. Data kemudian dianalisis menggunakan analasis PCA (Principal Component Ananlisys) dan disajikan dalam bentuk biplot.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Bentuk Fisik
Analisis cluster adalah analisis statistic multivariate, sebagai alat untuk penelusuran dengan menampakkan hubungan dan susunan menurut data tanpa memperhatikan alasan mengapa hal itu terjadi. Analisis cluster tidak untuk menghubungkan ataupun membedakan sampel ataupun variable yang lain.
Analisis cluster dilakukan dengan dua cara, yaitu Hierarki Cluster dan K Mean Cluster. Hierarki Cluster digunakan untuk menganalisis data dengan jumlah sampel yang kecil sedangkan K Mean Cluster digunakan untuk menganalisis data dengan jumlah sampel relatif besar (>100) (Medriosa 2015). Analisis cluster dalam penelitian ini menggunakan Hierarki Cluster karena memiliki jumlah sampel yang sedikit yakni 13 sampel. Analisis cluster divisualisasikan dalam bentuk dendogram (Gambar 3) yang merupakan output dari pengolahan data menggunakan program SPSS. Garis vertikal (Y) menunjukkan cluster yang digabung bersama, posisi garis horizontal (X) menunjukkan skala atau jarak antar cluster yang digabung. Semakin kecil skala yang terbentuk maka semakin dekat hubungan kekerabatan antar sampel.
Tabel 1 Clustering berdasarkan karakteristik bentuk fisik daun
Jenis Cluster
Dipterocarpus grandiflorus 1 Dipterocarpus humeratus 2 Dipterocarpus elongatus 2 Dipterocarpus fagineus 3 Dipterocarpus baudii 3 Dipterocarpus hasseltii 3 Dipterocarpus boornensis 3
Dipterocarpus kerrii 3
Dipterocarpus kunstleri 3 Dipterocarpus palembanica 3 Dipterocarpus rigidus 3 Dipterocarpus cinereus 3
Melalui analisis cluster diperoleh dendogram dan cluster pada setiap jenis Dipterocarpus spp. Tabel 1 menunjukkan bahwa, Dipterocarpus spp. terbagi menjadi 3 cluster, yaitu cluster 1: D. grandiflorus, cluster 2: D. elongates dan D.
humeratus, dan cluster 3: D. hasseltii,D. baudii, D. rigidus, D. fagineus, D.
kuntsleri, D. cinereus, D. borneensis, D. palembanica, dan D. kerii. Pembentukan kelompok-kelompok ini ditentukan berdasarkan jarak, yang mana spesies yang memiliki kemiripan tinggi seharusnya berada di dalam kelompok yang sama (jarak dekat), sedangkan spesies yang jauh seharusnya berada dalam kelompok berbeda (jarak jauh). Pembentukan kelompok ini akan diikuti dengan terjadinya pengelompokan yang menunjukkan kedekatan kesamaan antar spesies (Ariyanto 2005).
7
Gambar 3 Dendogram hubungan kekerabatan berdasarkan bentuk fisik daun
Hasil dendogram pada Gambar 3 menunjukkan D. baudii memiliki jarak paling dekat dengan D. borneensis dan D. kerii berdasarkan bentuk fisik daunnya, namun memiliki jarak paling jauh dengan D. grandiflorus. Artinya D. Baudii, D.
borneensis, dan D. kerii memiliki kemiripan pada bentuk morfologi daunnya. Hal ini sesuai menurut PROSEA (1994) yang menyatakan bahwa daun dari D.
grandiflorus memiliki bentuk daun ovate, sedangkan bentuk daun pada D. baudii, D. borneensis, dan D. kerii cenderung elliptical.
Hubungan kekerabatan antar spesies dapat dilihat pula dari section tiap spesies tersebut. Maury-Lechon dan Curtet (1998) membagi Dipterocarpus spp.
menjadi lima section yakni sphaerales, angulati, plicati, alati, dan tubercalati.
Berdasarkan hasil dendogram, D. baudii dan D. krii memiliki jarak yang berdekatan (Gambar 3) dan memilki section yang sama yakni Sphaerales, sedangkan D. faginius dan D. kunstleri memilki jarak yang berdekatan dan memiliki section yang sama pula yakni angulati (Symington 1974). Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat berdasarkan bentuk fisik daunnya yang cenderung mirip. Namun pada dendogram (Gambar 3) menunjukkan ada spesies dalam satu section yang sama padahal secara morfologi atau fenotipe daun yang berbeda, misalnya D.
palembanica dan D. grandiflorus yang tergolong ke dalam section Alati.
Terpisahnya spesies tersebut dengan jarak yang cukup besar disebabkan karena spesies-spesies tersebut tidak dapat dikelompokkan hanya berdasarkan karakter fenotipe atau bentuk fisik daunnya saja, artinya masih banyak karakter yang perlu diamati, misalnya sitogenetika.
Distance
Species
8
.
Keterangan: PL (panjang lamina), LD (lebar daun), PT (panjang tangkai daun), SD (sudut tulang daun), LP (panjang lebar daun terlebar), LS (luas daun), KL (keliling daun), AR (aspect ratio), FF (form factor), PR (perimeter ratio of diameter)
Gambar 4 Biplot bentuk fisik daun berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis PCA
Hasil pengukuran kemudian dianalisis mengggunakan analasis PCA (Principal Component Analisys) dan disajikan dalam bentuk biplot. Analisis PCA sendiri merupakan bentuk transformasi orthogonal dari data kompleks sehingga dapat disajikan dalam bentuk linear yang lebih sederhana (Kustiyarini 2019).
Biplot atau classical biplots adalah salah satu teknik statistika deskriptif berupa representasi grafik yang dapat menyajikan secara simultan n buah objek dan p buah variable dalam satu grafik berdimensi dua (Jolliffe 2002). Hasil biplot dari analisis PCA (Gambar 4) pada variabel karakteristik sudut tulang daun menunjukkan hubungan negatif dengan variabel lebar-daun terlebar, yang artinya semakin besar sudut tulang daun maka semakin pendek lebar daun terlebar.
Hubungan positif ditunjukkan apabila antar variabel membentuk sudut <90°, dan memiliki hubungan yang negatif apabila membentuk sudut >90°. Hubungan yang positif menandakan suatu spesies memiliki hubungan kekerabatan yang dekat akibat kemiripan antar variabel tersebut, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terlihat bahwa pada kuadran I D. grandiflorus, D. rigidus, dan D. kuntsleri memiliki hubungan kekerabatan yang dekat karena adanya kemiripan pada variable form factor (FF) dan panjang tangkai (PT). Pada kuadran II D. elongatus dan D. humeratus memiliki hubungan kekerabatan yang dekat karena adanya kemiripan pada variabel lebar daun (LD),
PL (cm) LD (cm) SD (*)
LP(cm) PT (cm)
JT KL LS
AR
FF
PR
D. baudii D. borneensis D. .cinereus
D. fagineus
D. grandiflorus
D. hasseltii
D. humeratus D. kerrii
D. kunstleri
D. palembanica D. rigidus
D. elongatus
-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
-2,5 -2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
F2 (20,06 %)
F1 (64,96 %) Biplot (axes F1 and F2: 85,02 %)
Active variables Active observations
9 keliling daun (KL), panjang lamina (PL), luas daun (LS), dan jumlah tulang daun (JT) hal ini sesuai dengan kemiripan morfologi bentuk fisik daun pada kedua jenis tersebut menurut PROSEA (1994). Sedangkan pada kuadran III D. baudii, D.
cinereus, D. kerii, D. borneensis, D. faginius, dan D. hasseltii memiliki kesamaan atau hubungan kekerabatan yang dekat berdasarkan kemiripan variable sudut tulang daun (SD), perimeter ratio of diameter (PR) dan aspect ratio (AR). Namun pada D. palembanica membentuk kelompok sendiri karena tidak dipengaruhi oleh variabel apapun.
Variabel form factor (FF) beserta panjang tangkai daun (PT) menunjukkan hubungan yang positif, namun menunjukkan hubungan yang negatif dengan variabel aspect ratio (AR) dan perimeter ratio of diameter (PR). Apabila hal tersebut dihubungkan dengan bentuk fisik masing-masing spesies, maka dimungkinkan karena pada D. rigidus, D. kuntsleri, dan D. grandiflorus memiliki daun yang agak membulat dimana variabel form factor menunjukkan kebulatan bentuk daun sehingga berbanding terbalik dengan variable aspect ratio (AR) yang menunjukkan bentuk daun memanjang beserta perimeter ratio of diameter (PR) yang menunjukkan kelonjongan daun pada D. cinereus, D. borneensis, D, faginius, dan D. baudii.
Analisis Warna Daun
Warna daun yang sudah diekstrak secara digital ditampilkan kembali menjadi nilai ruang warna dalam format L* a* b* yang merupakan standar internasional pengukuran warna, diadopsi oleh CIE (Commission Internationale d’Eclairage) 1976 dengan sebaran normalnya. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu variabel yang diuji memiliki data yang terdistribusi secara normal atau tidak. Dalam melakukan pengujian normalitas terhadap data penelitian, dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Ghazali 2011). Apabila nilai signifikan suatu variabel lebih besar dari level of significant 5% (>0,050) maka data tersebut terdistribusi normal, begitu pula sebaliknya (Apriyono 2013). Nilai L* menunjukan kecerahan suatu warna atau lightness, L*= 0 adalah hitam dan L*= 100 adalah putih, sedangkan parameter kromatik (a*,b*) berkisar antra -120 dan 120 (Gokmen et al 2007). Nilai a*
menunjukkan hijau-merahnya suatu warna, dimana semakin negatif angkanya maka semakin hijau warna tersebut, begitu pula sebaliknya. Sedangkan, nilai b*
menujukkan biru-kuningnya suatu warna, dimana semakin negatif angkanya maka semakin biru warna tersebut, begitu pula sebaliknya (Winarno 1992).
Tabel 2 Rata-rata warna serta nilai Z dari uji Kolmogrov-Smirnov dalam nilai CIE L*a*b* 1976
Jenis Rata-rata warna Kolmogrov-Smirnov
statistic L* a* b* L a* b*
D. baudii 78,49 ± 3,37
-19,11 ± 1,93
39,56 ±
4,34 0.956 1.000 0.675 D. borneensis 81,24 ±
1,03
-20,43 ± 1,60
35,22 ±
7,04 0.881 0.988 0.961
10
Nilai yang diperoleh berdasarkan Tabel 2 memperlihatkan bahwa D.
hasseltii menunjukkan rata-rata L* atau tingkat kecerahan warna paling kecil yakni 68,807± 4,217 dibandingkan dengan sebelas jenis Dipterocarpus spp.
lainnya, yang menandakan D. hasseltii memiliki warna daun paling gelap. D.
hasseltii memiliki nilai rata-rata a* terbesar yakni -19,822 ± 0,860 dan nilai rata- rata b* terkecil yakni 20,831± 0,539 yang menandakan warna daunnya paling biru dibandingkan dengan sebelas jenis Dipterocarpus spp. lainnya. Pada jenis D. kerii menunjukkan nilai rata-rata L* tertinggi kedua sebesar 81,064 ± 5,946 yang menandakan warna daunnya paling cerah, dengan nilai rata-rata b* terbesar yakni 51,244 ± 9,318 yang menandakan daun berwarna paling kuning diantara sebelas Dipterocarpus spp. lainnya dan memiliki warna tampilan digital berwarna hijau cerah kekuningan.
Nilai RGB pada daun ditampilkan menjadi warna hasil pemodelan digital, HEX code, dan Munsell Chart. Berdasarkan Tabel warna daun hasil pemodelan digital menunjukkan bahwa D. hasseltii memiliki warna daun paling gelap, sedangkan D. kerii memiliki warna daun paling terang.
Tabel 3 Nilai RGB, HEX code, dan Munsell Chart warna hasil pemodelan Jenis
RGB
HEX-code Munsel
Charts Warna r g
B b D. baudii
178
2 03
1
18 #B2CB76 7,5GY 8/6
Jenis Rata-rata warna Kolmogrov-Smirnov
statistic L* a* b* L a* b*
D. cinereus 75,76 ± 1,38
-24,53 ± 1,78
30,84 ±
2,44 1.000 0.955 0.863 D. fagineus 71,16 ±
1,59
-23.65 ± 1,19
31,20 ±
1,75 0.982 0.745 0.917 D. grandiflorus 77,21 ±
1,63
-23,34 ± 3,61
31,50 ±
6,01 0.660 0.911 1.000 D. hasseltii 68,81 ±
4,22
-19,82 ± 0,86
20,83 ±
0,54 0.721 0.731 0.926 D. humeratus 73,14 ±
3,35
-25,52 ± 2,69
39,13 ±
4,07 0.713 0.998 0.942 D. kerrii 81,06 ±
5,95
-23,64 ± 5,26
51,24 ±
9,32 0.955 0.937 0.987 D. kunstleri 77,01 ±
4,13
-26,86 ± 5,09
44,85 ±
2,38 0.992 0.981 0.971 D. palembanica 78,01 ±
6,03
-22,39 ± 4,39
35,44 ±
6,09 0.804 0.930 0.767 D. rigidus 73,12 ±
4,44
-21,88 ± 3,89
36,81 ±
6,99 0.642 0.747 0.873 D. elongatus 73,86 ±
1,75
-26,72 ± 2,95
35,40 ±
1,55 0.975 0.974 0.955
11 D. borneensis 1
81
2 12
1
34 #B5D486 7,5GY 8/6
D. cinereus 1
55
1 99
1
28 #9BC780 10GY 7/6
D. fagineus 1
45
1 86
1
15 #91BA73 10GY 7/6 D. grandiflorus 1
62
2 02
1
30 #A2CA82 7,5GY 8/6
D. hasseltii 1
41
1 78
1
29 #8DB281 10GY 7/4
D. humeratus 1
50
1 92
1
04 #96C068 7,5GY 7/8
D. kerrii 1
81
2 13
1
00 #B5D564 7,5GY 8/6
D. kunstleri 1
60
2 03
1
03 #A0CB67 7,5GY 8/6 D. palembanica 1
68
2 04
1
25 #A8CC7D 7,5GY 8/6
D. rigidus 1
57
1 90
1
09 #9DBE6D 7,5GY 7/6
D. elongatus 1
53
2 00
1
19 #99C877 10GY 7/8
Gambar 5 Foto daun Dipterocarpus spp. yang diamati; (a) D. baudii; (b) D.
borneensis; (c) D. cinereus; (d) D. elongatus; (e) D. faginius; (f) D.
grandiflorus; (g) D. hasseltii; (h) D. humeratus; (i) D. kerii; (j) D.
kunstleri; (k) D. palembanica; (l) D. rigidus
a
b c de g h
i
f
j k l
12
Gambar 6 Kandungan klorofil daun pada anakan Dipterocarpus spp.
Berdasarkan analisis kandungan klorofil (Gambar 6) menunjukkan bahwa D. hasseltii memiliki klorofil yang paling tinggi yakni 46,6 dibandingkan dengan sebelas jenis Dipterocarpus spp. lainnya dan memiliki warna tampilan digital paling gelap.
Gambar 7 Dendogram hubungan kekerabatan berdasarkan warna daun
21,1 37,6
45,3 39,0
34,5 46,6
41,5 28,1
36,1 28,0
35,4 39,8
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0
Klorofil (nmol/cm2)
Species
Distance
Species
13 Tabel 4 Cluster berdasarkan karakteristik warna daun
Dendogram berdasarkan warna daun menunjukkan bahwa Dipterocarpus spp.
terbagi menjadi 4 cluster, yaitu cluster 1: D. krii, cluster 2: D. borneensis, cluster 3: D. hasseltii, dan cluster 4: D. humeratus, D. rigidus, D. fagineus, D. kuntsleri, D. cinereus, D. elongates, D. grandiflorus, D. palembanica, dan D. baudii (Tabel 4). Hasil dendogram pada Gambar 8 menunjukkan D. humeratus memiliki jarak paling dekat dengan D. rigidus, namun memiliki jarak paling jauh dengan D. kerii.
Selain itu, pada spesies D. grandiflorus dan D. palembanica memilki jarak yang berdekatan dan tergolong ke dalam satu section yang sama yakni Alati, hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Karakter yang diperkirakan menyebabkan kedekatan adalah kesamaan pada nilai RGB dan klorofil pada daun. Namun, kekerabatan antar spesies tidak dapat di tentukan berdasarkan warna daun saja, karena warna tidak memiliki ukuran yang objektif. Menurut Mlodzinska (2009) sintesis pigmen warna dalam tumbuhan dapat berubah sesuai dengan kondisi tempat tumbuhnya yang berkaitan dengan persediaan air, suhu, pH tanah, unsur hara dan intensitas cahaya.
keterangan: R (red), G (green), B (blue)
Gambar 8 Biplot warna daun berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis PCA
r g b
Klorofil
D. baudii D. borneensis D. cinereus
D. fagineus
D. grandiflorus D. hasseltii
D. humeratus D. kunstleri D. kerrii
D. palembanica D. rigidus
D. elongatus
-1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5
-2,5 -2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2
F2 (25,93 %)
F1 (62,64 %) Biplot (axes F1 and F2: 88,57 %)
Active variables Active observations
Nama Jenis Cluster
Dipterocarpus kerii 1
Dipterocarpus borneensis 2
Dipterocarpus hasseltii 3
Dipterocarpus fagineus 4
Dipterocarpus grandiflorus 4
Dipterocarpus cinereus 4
Dipterocarpus humeratus 4
Dipterocarpus baudii 4
Dipterocarpus kunstleri 4
Dipterocarpus palembanica 4
Dipterocarpus rigidus 4
Dipterocarpus elongates 4
14
Hasil biplot pada Gambar 8 menunjukkan hubungan yang positif antara variabel g dengan variabel r. D. palembanica dengan D. baudii memiliki hubungan kekerabatan yang dekat berdasarkan kemiripannya pada variabel g dan variabel r. Pada jenis D. cinereus dengan D. grandiflorus memiliki hubungan kekerabatan yang dekat karena kemiripannya pada variabel b. Sedangkan, D.
elongatus dengan D. hasseltii memiliki hubungan kekerabatan yang dekat berdasarkan kemiripannya pada variabel klorofil. Pada D. fagineus, D. rigidus, D.
humeratus, D, kerii, dan D. kuntsleri cenderung menyebar dan membentuk kelompok sendiri.
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hubungan kekerabatan paling dekat berdasarkan bentuk fisik daun terdapat pada D. baudii dengan D. borneensis dan D. kerii, namun memiliki hubungan kekerabatan paling jauh dengan D. grandiflorus. Hal ini dikarenakan pada D. baudii, D. borneensis, dan D. kerii memiliki bentuk daun yang bulat memanjang (elliptical), sedangkan pada D. grandiflorus memiliki bentuk daun bulat telur (ovate). Selain itu, pada D. baudii dan D. kerii tergolong ke dalam satu section yang sama yakni Sphaerales. Berdasarkan warna daun, hubungan kekerabatan paling dekat terdapat pada D. humeratus dengan D. rigidus namun memiliki hubungan kekerabatan paling jauh dengan D. kerii. Karakter yang diperkirakan menyebabkan kedakatan adalah kesamaan pada nilai RGB dan klorofil pada daun.
Saran
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan anakan yang seumur dari masing-masing spesies. Penelitian mengenai morfogenetik pada anakan Dipterocarpus spp. perlu di uji lebih lanjut serta dibuat taksonomi antar spesies untuk mengetahui hubungan kekerabatannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. 2005. Pengembangan Analisis Multivariate SPSS 12. Jakarta (ID):
Salemba Infotek.
Apriyono A, Taman A. 2013. Analisis overreaction pada saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (Bei) periode 2005-2009. Jurnal Nomina 2 (2): 76-96.
Ashton PS. 1982. Dipterocarpaceae. Flora Malesiana (2):237-552.
Barstow M, Kusuma Y. 2017. Dipterocarpus cinereus. Sumatera (ID): The IUCN Red List of Thereatened Species.
Bawa KS. 1998. Conservation of genetic resorces in the Dipterocarpaceae.
Biogeography and evolutinary systematics of Dipterocarpaceae. In:
Apannah S, Tumbull JM (eds.) A Review of Dipterocarps: Taxonomy, Ecology adn Sylvicultur. Bogor (ID): CIFOR. 45-55.
Ghazali 2011. Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 19.
Semarang (ID): Badan Penerbit UNDIP.
Gokmen V, Senyuva HZ, BerkanD, Enis C. 2007. Computer vision based analysis of potato chips a tool for rapid detection of acrylamide level. Science Direct Food Chemistry 101:791-798.
Heriyanto NM, Bismark M. 2014. Sebaran dan potensi keruing (Dipterocarpus spp.) di Pulau Siberut, Sumatera Barat. Buletin Plasma Nutfah 20 (2): 85-92.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya.
International Union for Conversationo of Nature ada Natural/SCC. 2007. IUCN Red List Catagories of Thereatened Fauna and Flora of Srilanka. Colombo (LK): The World Conservation Union (IUCN) and Ministry of Enviroment and Natural Resources.
Jolliffe IT. 2002. Principal Component Analysis. Aberdeen (UK) : Springer.
Kendal D, Hauser CE, Garrad GE, Jellinek S, Gilijohann KM, Moore JL. 2013.
Quantifiying plant colour and colour difference as perceived by humans using digital images. PLOS ONE 8(8):1-11.
Kremer A, Dupouey JL, Deans JD, Cottrell J, Csaikl U, Finkeldey R, Espinel S, Jensen J, Kleinschmit J, Dam BV. 2001. Leaf morphological differentiation bertwen Quercus robour and Quercus petraea is stable across Western European mixed oak stands. Ann. For. Sci. 53:777-787.
Kustiyarini NF. 2019. Pertumbuhan bibit dan stek pucuk kamper (Dryobalananops sumatrensis (J.F.Gmel) Kosterm.) pada media tanah mineral dan gambut [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Maulidiyan D. 2019. Penyusunan kunci identifikasi pada anakan jenis-jenis anggota marga Shorea Roxb. ex Gaertner f. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Maury-Lecho G dan Curtet L. 1998. Biogeography and Evolutionary Systematic of Dipterocarpaceae. In: Appanah S, Thurnbull JM (eds.) A Review of Dipterocarpus Taxonomy and Silviculture. Bogor (ID): Center for International Forestry Research. 45-55.
Medriosa H. 2015. Faktor penyebab masalah lalu lintas di Kabupaten dan Kota Madya di Sumatera Barat. Jurnal Momentum. 17 (1) : 60-66.
17 Mlodzinska E. 2009. Survey of plant pigments: molecularand environmental determinants of plant colors’. Acta Biologica Gracoviensia Series Botanica 5(1):7-16.
Newman MF, Burges PF, Whitemore TC. 1998. Manual of Dipterocarps for Forester Java to New Guinea. Jakarta (ID): CIFOR.
Newman MF, Burges PF, Whitemore TC. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. Bogor (ID): Prosea Indonesia.
Paria ND, Bose A. 2017. Seedling morphology and its potential in taxonomic studies in India flora. Indian Botanical Journal 96 (3&4): 233-242.
[PROSEA] Plant Resources of South East Asia. 1994. Timber Trees: Major Commercial Timbers. Soerianegara I, Lemmens RH, editor. Bogor (ID):
PROSEA Foundation.
Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutan di Indonsia.
Bogor (ID): IPB.
Saridan A, Kholik A, Rostiwati T. 2011. Potensi dan sebaran spesies pohon penghasil minyak keruing di Hutan Penelitian Labanan, Kalimantan Timur.
Jurnal Penelitian Dipterocarpa 5(1):11-22.
Saridan A, Wahyudi A. 2017. Eksplorasi jenis;jenis Dipterokarpa potensial di Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa 3(1):23-32.
Symington CF. 1974. Foresters’ Manual of Dipterocarps. Malaysia (MY):
Universiti Malaya, Kuala Lumpur.
Tjitrosoepomo G. 2003. Morfologi Tumbuhan Edisi ke-14. Yogyakarta (ID):
Gajah Mada University Press.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Utama.
Wu SG, Forrest SB, Eric YX, Yu-Xuan W, Yi-Fan C, Qiao-Liang X. 2007. A leaf recognition algorithm for plant classification using probabilistic neural network. In Signal Processing and Information Technology 11-16.
18
Lampiran 1 Daftar jenis marga Dipterocarpus yang digunakan
*Symington (1974)
** PROSEA (1994)
*** Barstow dan Kusuma (2017)
No. Section* Nama Lokal Nama Latin**
1 Sphaerales Lagan sanduk** Dipterocarpus baudii Korth.
2 - Keruing daun halus** Dipterocarpus borneensis v. Slooten 3 - Lagan bras*** Dipterocarpus cinereus v. Slooten 4 - Keruing pasir Dipterocarpus elongatus Korth.
5 Angulati Keruing pipit Dipterocarpus fagineus Vesque 6 Alati Keruing gajah Dipterocarpus grandiflorus Blanco 7 Sphaerales Keruing bunga ** Dipterocarpus hasselti Blume 8 - Jelatong bulan** Dipterocarpus humeratus v. Slooten 9 Sphaerales Damar minyak Dipterocarpus kerrii King
10 Angulati
Alati Keruing lagan Dipterocarpus kunstleri King
11 Alati Lagan daun halus Dipterocarpus palembanica v. Slooten 12 Sphaerales
Tuberculati Keruing merah Dipterocarpus rigidus Ridley
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lombok, 05 Oktober 1998 sebagai putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Nurdin dan Kadariah. Tahun 2010 penulis lulus dari SDN 4 Suralaga lalu melanjutkan studinya di SMPN 1 Suralaga dan lulus pada tahun 2013. Penulis lulus di SMAN 1 Aikmel pada tahun 2016 dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun yang sama.
Penulis aktif sebagai anggota FORCES IPB (Forum for Scientific Studies) pada tahun 2017. Tahun 2018 penulis menjadi panitia PIMPI IPB ( Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia) sebagai anggota divisi Publikasi, menjadi peserta PUK (Praktikum Umum Kehutanan) Fakultas Kehutanan IPB di jalur Papandayan-Sancang Barat. Tahun 2019 penulis menjadi peserta KKN-T IPB di Desa Jagabaya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat serta menjadi finalis pada lomba presentasi ABPC (Agribusiness Business Plan Competition) 2019 di Universitas Padjajaran. Penulis aktif dalam Himpunan Profesi Departemen Silvikultur Tree Grower Community (TGC) sebagai anggota divisi Project Division serta anggota Pathology Group pada periode 2017-2018.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Hutan tahun ajaran 2020.
Guna memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Morfogenetik Daun Pada Anakan Kelompok Keruing (Diptercarpus spp.)” di bawah bimbingan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan MS, dan ibu Rizki Ary Fambayun SHut, MSc.